Вы находитесь на странице: 1из 5

Kenyamanan Bangunan Pendidikan Kawasan Pesisir dengan Pendekatan Biomimikri

Sofyan Surya Atmaja Jurusan Arsitektur, Universitas Brawijaya okelah@oyi.com

Abstrak Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain itu, hal lain yang tidak boleh diabaikan adalah fakta yang menunjukkan bahwa tidak kurang dari 60% penduduk Indonesia bermukim di kawasan pesisir (DKP, 2002). Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Bangunan gedung sekolah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pengembangan dan pertumbuhan pendidikan suatu wilayah dan upaya mewujudkan pemerataan pembangunan pendidikan serta peningkatan kualitas dan pengembangan sumber daya manusia, dimana bangunan gedung sekolah digunakan sebagai prasarana pendidikan. Lingkungan manusia di alam dipengaruhi oleh factor hidup alamiah. Yaitu besaran besaran radiasi, suhu, kelembaban dan lain (Danusugondo, 1989, dalam Meilani, 2006:1) factor factor tersebut kadang secara sendiri atau bersamaan menimbulkan permasalahan yang tidak kondusif terhadap penghuni bangunan. Melalui Pendekatan biomimikri, salah satunya, proses pewujudan kenyaman bangunan dilakukan dengan observasi lingkungan alamiah sebagai landasan desain, pada dasarnya merupakan proses perancangan untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan hubungan antara masyarakat alam dan masyarakat manusia. Kata kunci : kenyaman, pendidikan, pesisir,biomimikri

Pendahuluan Dengan merebaknya global warming maka sepatutnyalah komunitas arsitektur sebagai salah satu penentu lingkungan binaan memberikan kontribusi yang lebih tegas. Global Warming yang terjadi akhir-akhir ini tidak dapat hanya dikurangi dengan upaya penggunaan energi yang efisien saja, tetapi harus ada upaya lain yang berpihak pada penggunaan sumber daya alam secara keseluruhan dengan menjaga keberlangsungan sumber daya alam. Manusia diharapkan menjaga dan memelihara kelestarian alam, pada setiap kegiatannya terutama yang berkaitan sumber daya alam. Upaya tersebut harus dilakukan oleh setiap manusia disegala kegiatannya untuk menyelamatkan kualitas alam yang akan menjamin kualitas hidup manusia Pada setiap rancangan kegiatan manusia termasuk rancangan bangunan diharapkan juga berpihak pada

keselarasan dengan alam, melalui pemahaman terhadap alam. Pemahaman terhadap alam dengan menggunakan pendekatan ekologis diharapkan mampu menjaga keseimbangan alam. Demikian pula pada rancangan bangunan secara arsitektur sangat perlu keselarasan dengan alam karena secara global bangunan diperkirakan menggunakan 50% sumber daya alam, 40% energi dan 16% air, mengeluarkan emisi CO2 sebanyak 45% dari emisi yang ada. Rancangan arsitektur juga mengubah tatanan alam menjadi tatanan buatan manusia dengan sistim-sistim dan siklus-siklis rancangan manusia yang tidak akan pernah identik dengan sistem dan siklus alam. Bangunan sebagai sebuah ruang yang digunakan untuk menyesuaikan kemampuan manusia terhadap kondisi alam, mempunyai tugas melakukan akomodasi antara kebutuhan manusia sebagai pengguna dan alam sebagai tempat tinggal. Dalam batas-batas tertentu alam sangat tidak dapat ditoleransi sehingga perlu sebuah media teknologi yang dapat menjadi penyangga kelangsungan hidup manusia. Bangunan pendidikan memiliki tingkat homogenitas yang tinggi, pendekatan perilaku pengguna bangunan dapat dilakukan dengan parameter usia, dan jenis kegiatan. Sehingga fungsi bangunan pendidikan yang terkadang masih sebatas bentuk fisik yang mewadahi kegiatan dengan fungsi yang terpisah mulai dapat di sinergikan lebih luas, dan multifungsi. Batas bidang yang kadang membatasi dengan lingkungannya mulai di pudarkan. Pada dasarnya bangunan pendidikan mampu menjadi pemicu atau katalisator terhadap perilaku manusia, melalui perbaikan pola perilaku yang diterapkan dan konsep dasar perbaikan lingkungan, yang focus terhadap dampak energy. Perilaku ekologis yang di formulasikan dalam

konsep desain dan prosedur akan member para peserta didik memahami dan dalam waktunya nanti mereka secara bertahap mulai menerapkan dalam perilaku lain, namun ketika di lingkungan tempat mereka menuntut ilmu tidak ada stimulus bahkan konsep desain bangunan cenderung boros energy, baik penggunaan energy secara umum dan perilaku yang tidak menuntun peserta didik untuk berperilaku, mereka hanya akan secara tidak sadar berlaku seolah lingkungan tempat bangunan berpijak, serta lebih luas lingkungan konteks fisik, dalam hal ini daerah dengan karakter pesisir, tidak terjadi masalah dan bermasalah terhadapnya. Adaptasi manusia seharusnya tidak dipaksakan untuk sesuai dengan konteks, begitu pula alam. Usaha manusia untuk mengondisikan lignkungan telah dimulai sejak lama, sebagai usaha untuk mempertahankan diri tehadap iklim fisik. Suasana lingkungan eksternal menyangkut banyak hal, antara lain cuaca (suhu udara, mendung, hujan dan kelembaban), waktu, kondisi tempat dan penerangan. Factor ini mempengaruhi sikap dan reaksi individu dalam aktivitas belajar, sebab individu yang belajar adalah interaksi dengan lingkungan (Soemanto, 1984 dalam Meilani 2006:1). Respon manusia terhadap lingungan masih terus diteliti secara intensif untuk memperoleh data serta masukan yang positif bagi terciptanya lignkungan penghunian dan lingkungan kerja yang nyaman dan persyaratan tertentu.

Kajian Pustaka Biomimikri , sebuah pendekatan menuju ke seimbangan

Biomimikri adalah emulasi sadar hidup jenius. Kata "sadar" mengacu pada niat tidak cukup untuk merancang sesuatu tanpa bantuan alam dan kemudian dalam retrospeksi mengatakan, "Ini mengingatkan saya tentang sesuatu di alam. "Itulah yang disebut evolusi konvergen, tapi tidak biomimikri. Biomimikri menyiratkan kedepan sadarpikiran, sebuah seeking aktif saran alam sebelum sesuatu yang dirancang. Tingkat pertama biomimikri adalah meniru dari bentuk alami. Misalnya, Anda dapat meniru pengait dan duri bulu burung hantu untuk menciptakan kain yang terbuka di mana saja sepanjang permukaannya. Atapun meniru tepi berjumbai yang memberikan burung hantu pertarungan diam nya. Menyalin desain buluhanya awal, karena mungkin atau mungkin tidak menghasilkan sesuatu yang berkelanjutan. Biomimikri lebih dalam menambahkan tingkat kedua, yang adalah meniru proses alami, atau bagaimana hal dibuat. Burung hantu bulu merakit diri pada suhu tubuh tanpa racun atau tinggi tekanan, dengan cara kimia alam. Proses kimia hijau mencoba untuk meniru formulasi ini. Pada tingkat ketiga adalah meniru alam ekosistem. Burung hantu adalah bulu anggun bersarang-itu bagian dari burung hantu yang merupakan bagian dari hutan yang merupakan bagian dari bioma yang merupakan bagian dari biosfer mempertahankan. Dengan cara yang sama, proses terinspirasi kain harus menjadi bagian dari yang ekonomi lebih besar yang bekerja untuk mengembalikan daripada menguras bumi dan orang-orangnya. Membuat kain dengan inspirasi biologi menggunakan bahan kimia organik, tapi memiliki pekerja tenun dalam kerja rodi, pemuatan itu ke polusi memuntahkan truk, dan pengiriman itu

jarak jauh, maka telah kehilangan titik. Pada dasarnya pendekatan secara bio, lebih mengarah pada bagaimana menjalankan proses secara harmonis, bio adalah dinamika siklus. Tiga tingkatan pencarian dalam sebuah proses desain, juga mendukung pendapat Dr. Galih W. Pangarsa dalam sebuah review, yang menjelaskan bahwa tataran penggalihan nilai bergantung pada tingkat spiritualitas, yang kemudian di pisahkan (berlanjut) berdasarkan tingkatannya, yaitu permukaan, konseptual, dan hakikat. Jika di jajarkan proses tersebut mengarah pada ideology yang dapat dikatakan sama, terkait keinginan untuk hidup terus dengan tetap mempertahankan kelokalitasan, namun tidak terjebak dalam romantisme jadul. Justru pendekatan tersebut untuk menuju keberlanjutan. Dalam sebuah interview, Beliau menjelaskan bahwa kondisi lingkungan (alam dan manusia dalam semua aspeknya) adalah hasil dari ketidakberimbang, yakni karena mental materialistis yang sudah laten hidup dalam kehidupan masyarakat. Sehingga keberpihakan bahkan sopan santun terhadap lingkungannya begitu terabaikan. Kenyamanan Bangunan ,Pendidikan Bangunan gedung sekolah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pengembangan dan pertumbuhan pendidikan suatu wilayah dan upaya mewujudkan pemerataan pembangunan pendidikan serta peningkatan kualitas dan pengembangan sumber daya manusia, dimana bangunan gedung sekolah digunakan sebagai prasarana pendidikan. Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang dalam mengembangkan kepribadian serta mengubah tingkah lakunya dilihat dari pengetahuan , sikap dan ketrampilan. Keberhasilan proses belajar mengajar merupakan bagian

dari kegiatan yang cukup memegang peranan penting dalam proses pendidikan. Lingkungan manusia di alam dipengaruhi oleh factor hidup alamiah. Yaitu besaran besaran radiasi, suhu, kelembaban dan lain (Danusugondo, 1989, dalam Meilani, 2006:1) factor factor tersebut kadang secara sendiri atau bersamaan menimbulkan permasalahan yang tidak kondusif terhadap penghuni bangunan. Usaha manusia untuk mengondisikan lignkungan telah dimulai sejak lama, sebagai usaha untuk mempertahankan diri tehadap iklim fisik. Suasana lingkungan eksternal menyangkut banyak hal, antara lain cuaca (suhu udara, mendung, hujan dan kelembaban), waktu, kondisi tempat dan penerangan. Factor ini mempengaruhi sikap dan reaksi individu dalam aktivitas belajar, sebab individu yang belajar adalah interaksi dengan lingkungan (Soemanto, 1984 dalam Meilani 2006:1). Respon manusia terhadap lingungan masih terus diteliti secara intensif untuk memperoleh data serta masukan yang positif bagi terciptanya lignkungan penghunian dan lingkungan kerja yang nyaman dan persyaratan tertentu. Prasasto Satwiko dalam bukunya Fisika Bangunan, 2008 ,menjelaskan bahwa zonanyaman (comfort zone) adalah daerah dalam bioclimatic chart yang menunjukkan kondisikomposisi udara yang nyaman secara thermal. Kenyamanan termal sebenarnya bukanlah sesuatu yang bersifat standart, kenyamanan berfluktuasi sesuai dengan perubahan faktor-faktor penyebabnya. Aspek fisik darikenyamanan termal bergantung pada enam faktor utama yang berfungsi sebagai sebuah system yang saling berkaitan dipengaruhi oleh faktor psikologis. Dengan enam aspek yang menjadi tolok ukur; Ambient air temperature,Mean radiant temperature,

Relative humidity, Air movement , Clothing insulation, Metabolic heat rate Hasil dan Pembahasan Pada desain bangunan life in desert, kenyamanan bangunan dilihat sebagai bagian dari elemen penyusun alam, yaitu siput, pendekatan kenyaman yang dilakukan menyamakan gagasan bahwa lingkungan alam yang sudah ada lebih dulu duciptakan dengan prinsip yang peka terhadap lingkungan, sehingga dengan menggambil esensi dari penciptaan. Terlihat bahwa elemen alam tumbuhan dan hewan dalam hal ini menjadi pertanda yang tersirat akan tempat. Elemen yang juga memunjukkan potensi tempat. Desain ini bertujuan untuk menciptakan sebuah bentuk arsitektur yang dapat memperbaiki kondisi hidup di daerah kering, melalui meniru shell siput yang hidup di gurun. Keuntungan yang membentuk siput menyediakan untuk penghuninya dapat dipekerjakan dalam arsitektur sebagai solusi terhadap menyediakan kenyamanan manusia serta mengurangi konsumsi energi.

Proses Perumusan Bio(mimickri) dengan siput sebagai study-landasan desain

(skematik desain, life in desert)

Berikut merupakan hasil studyhipotesa yang kemudian menjadi landasan dalam proses penciptaan ruang (kenyaman bagi pengguna), bukan berarti manusia dilihat sebagai hewan. Namun beberapa sumber mengatakan hewan dan tumbuhan adalan elemen perubahan lingkungan, sensitifitas itulah yang kemudian juga memmperkuat gagasan dan bagaimana berfikir komparatif-subtantif. Study yang dilakukan Adi Purnomo pada desain fasad hexagon menunjukkan adanya keingginan perancang untuk meng-harmoniskan lingkungan dalam-luar

lingkungan yang sering disebut dengan green building. Hal ini erat kaitannya dengan konseparsitektur hijau yang merupakan bagian dari arsitektur berkelanjutan(sustainable-architecture). Standar kenyamanan bangunan ditentukan oleh lima (5) faktor, yaitu Kecepatan Udara, Suhu, Kelembaban Udara, Iluminasi dan Audial. Biomimikri sebagai pendekatan desain memberikan keluasan pandangan bahwasannya alam dengan elemennya tercipta dengan kecerdasan untuk hidup secara harmonis. Daftar Pustaka Aditya, Jhon Tuah, Pengaruh Cahaya Terhadap Tingkatkenyamanan Ruang Studio.Universitas Katolik Santo Thomas S U Asknature.org.Biomimicry Primer. Benyus,Janine.Biomimicry Lens. CAD Design Competition.2011, Case Study : Life in Desert. Biomimicry 3.8 DKP.2002.Pedoman Perencanaan Pesisir Terpadu Kuliah Tamu, Ars UB. Dean,hawkes.2002. Architecture and Energy. Satwiko, Prasasto.2008. Fisika Bangunan.

(Fasad Hexagon-Mamo) Secara kasar struktur fasad seperti ini dapat menurunkan suhu hingga 2 3 derajat celcius. Data yang dihimpun beberapa studi biologi menjelaskan bahwa madu yang terdapat dalam sarang memiliki kualitas yang baik, karena terlindung dari lapisan luar responsive terhadap lingkungan, serta efisiensi dari segi bentuk. Gagasan ini muncul seiring besarnya pembangunan menyumbang terhadap kerusakan lingkungan, melalui pendekatan kegotong royongan untuk menghijaukan secaraa besar besaran projek yang dilakukan dengan inspirasi bentukan sarang lebah. Kesimpulan Perwujudan dari desain ekologi atau menuju perbaikan lingungan arsitektur (hasil/dampak dari proses desain melalui penekatan biomimikri) adalah bangunan yang berwawasan

Вам также может понравиться