Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENGERTIAN Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
B.ETIOLOGI Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik (eg: rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
C.STADIUM 1.Stadium oklusi tuba eustachius a.Terdapat gambaran retraksi membran timpani b.Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat c.Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus 2.Stadium hiperemis a.Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani. b.Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat 3.Stadium supurasi a.Membran timpani menonjol ke arah luar
b.Sel epitel superfisila hancur c.Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani d.Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga tambah hebat 4.Stadium perforasi a.Membran timpani rupture b.Keluar nanah dari telinga tengah c.Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak
5.Stadium resolusi a.Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali b.Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering c.Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya tahan tubuh baik.
D.TANDA DAN GEJALA Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa. Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic (pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop), dapat mengalami perforasi. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani, Keluhan nyeri telinga ( otalgia ), Demam, Anoreksia, Limfadenopati servikal anterior.
E.PATOFISIOLOGI Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada
mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.
F.PEMERIKSAAN PENUNJANG
3.Kultur dan uji sensitifitas; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
G.PENATALAKSANAAN Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotic.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Bila
membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis.
H.PENCEGAHAN
I.KOMPLIKASI Sebelum ada antibiotik, komplikasi paling sering pada OMA ialah abses subperiosteal sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan abses otak. Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.IDENTITAS KLIEN
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2.Nutrisi metabolic
3.Eliminasi
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Sebelum sakit
Saat sakit
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang dianut?
F.PEMERIKSAAN FISIK
1.Keadaan umum :
2.Kesadaran :
3.Tanda-tanda vital :
4.Status gizi :
2)Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya abnormalitas
3)Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
b.Kepala:
2)Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c.Mata
2)Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah bidang orbital.
3)Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi.
4)Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung.
5)Inspeksi pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak langsung. Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan reflek terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
8)Uji ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan snellen card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari pasien (nervus optikus).
9)Uji lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60 cm dari pemeriksa.
10)Uji gerakan mata pada delapan arah pandangan dengan menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen)
d.Hidung
1)Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar.
2)Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa dan nyeri, massa dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
3)Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan minta pasien
bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien membau (nervus olfaktorius).
4)Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
e.Telinga
3)Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
5)Tarik daun teinga secara perlahan ke atas dan ke belakang. Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah, kemudian amati liang telinga adanya kotoran, serumen, cairan, dan peradangan.
6)Uji fungsi pendengaran dengan menggunakan arloji, suara/ bisikan dan garpu tala (tes Webber, Rinne, Swabacch). (nervus auditorius).
2)Minta pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu dengan sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan adanya caries.
3)Minta pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan, warna, mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus hipoglosus)
6)Meminta pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal lidah (nervus glosofaringeal).
g.Leher
1)Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus sternokleidomastoideus)
3)Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
1)Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
2)Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau huruf yang
3)Palpasi pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas panjang. Ukur pergeseran kedua ibu jari.
4)Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan torakal 10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
5)Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
2)Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5 kiri. Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri (denyut apkal).
4)Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
k.Abdomen
1)Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar, cekung, kebersihan umbilikus)
l.Genitourinari
1)Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touche (khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
2)Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan, ciran, bau.
3)Inspeksi alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi, massa, cairan, bau, pertumbuhan rambut , bentuk dan ukuran penis, keabnormalan prepusium dan gland penis.
m.Ekstremitas
G.PEMERIKSAAN PENUNJANG
3.Kultur dan uji sensitifitas; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
H.TERAPI
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
Pernapasan 12-21x/mnt
Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
2.Gangguan sensori persepsi auditori berhubungan dengan perubahan sensori persepsi, perubahan penerimaan sensori, trasmisi dan atau integrasi.
Tujuan: Gangguan sensori persepsi auditori teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Intervensi:
3)Irigasi
3.Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x45 menit dengan kriteria hasil:
Intervensi:
4)Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan Kesehatan
Tujuan: Hipertermia teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan kriteria hasil:
C/axilaSuhu: 36-37
Pernapasan 12-21x/mnt
Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
R/mempercepat penyembuhan
5.Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, pertahanan sekunder tidak adekuat.
Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 2x24jam dengan kriteria hasil:
Intervensi:
5)Batasi pengunjung
R/mencegah infeksi
R/mempercepat penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA
Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar. 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi III, Jakarta: FKUI
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC