Вы находитесь на странице: 1из 14

BOGOR, KOMPAS.com PLN diduga melakukan inefisiensi dan merugikan keuangan negara hingga Rp 37,6 triliun.

. Apakah benar kerugian negara itu murni kesalahan PLN? Direktur Utama PLN Nur Pamudji menjelaskan, dugaan kerugian negara Rp 37,6 triliun itu merupakan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal itu terjadi karena delapan pembangkit milik PLN terpaksa memakai bahan bakar minyak (BBM) karena tidak memiliki persediaan gas. "Sebenarnya pasokan gas di delapan pembangkit milik PLN ini turun drastis. Agar listrik tetap hidup, maka pasokan energi harus tetap ada. Karena gas tidak ada, maka dialihkan menjadi BBM. Penggunaan BBM inilah yang menyebabkan inefisiensi di PLN mencapai Rp 37,6 triliun," kata Nur Pamudji dalam workshop "Rasionalisasi Tarif Listrik Menuju Subsidi Tepat Sasaran" di Hotel Harris Sentul, Bogor, Jawa Barat, Selasa (30/10/2012). Nur Pamudji memaparkan delapan pembangkit milik PLN ini meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap atau PLTGU Tambak Lorok (Semarang), PLTGU Muara Tawar (Bekasi), PLTGU Muara Karang dan Tanjung Priok (Jakarta Utara), PLTGU Gresik, PLTGU Grati (Pasuruan), PLTGU Teluk Lembu (Pekanbaru), dan PLTGU Bali. Saat itu, kedelapan pembangkit gas tersebut mendapatkan pasokan gas 100 persen. Namun karena sudah banyak didistribusikan, maka cadangan gas menipis. "Karena pasokan gas terus merosot, tapi listrik harus tetap menyala, maka gas sebagai bahan bakar pembangkit diganti dengan BBM," tambahnya. Masalahnya, lanjut Nur Pamudji, audit terhadap PLN ini sebenarnya telah dilakukan BPK sejak 2009 lalu, tetapi baru selesai pada September 2011. "Dari hasil audit itu, BPK baru sekali bicara dengan pemerintah. Tapi kami (PLN) malah tidak diundang. PLN baru diundang pekan lalu ke DPR, terutama soal hasil penemuan BPK soal kerugian ini, yang sekaligus ingin menghadirkan Pak Dahlan sebagai mantan Dirut PLN," katanya. "Ternyata rapat malah dibatalkan dua kali karena Pak Dahlan tidak datang," dia menambahkan. Nur merasa bahwa yang diinginkan hadir dalam rapat dengan Komisi VII saat itu sebenarnya adalah Dahlan Iskan, sebagai mantan Dirut PLN. Sementara itu, dia, BPH Migas, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), dan Kementerian ESDM hanyalah pelengkap. Sesuai hasil temuan BPK, tukas Nur Pamudji, seharusnya Kementerian ESDM, BPH Migas, dan anak usahanya yang bertanggung jawab terhadap kelangkaan pasokan gas untuk kedelapan pembangkit listrik tersebut.

"Dari delapan pembangkit ini, BPK langsung menindaklanjuti bahwa Kementerian ESDM dan BPH Migas bertanggung jawab terhadap keberlangsungan pasokan gas di tujuh pembangkit tersebut. PLN hanya bertanggung jawab soal gas di PLTG di Bali," tambahnya. Selain itu, inefisiensi disulut berbagai sebab. Di antaranya, BPK menemukan perusahaan listrik pelat merah, PLN, mengoperasikan dan memelihara beberapa pembangkit tidak sesuai dengan ketentuan teknis dan prinsip efisiensi. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu Sektor Hulu Listrik pada PT Perusahaan Listrik Negara, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, BPK menemukan penggunaan bahan bakar high speed diesel atau kerap disebut solar pada pembangkit yang berbasis dual firing -bisa menggunakan gas dan BBM, mengakibatkan biaya pemeliharaan pembangkit lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar gas. Itu mengakibatkan PLN mengeluarkan biaya pemeliharaan relatif lebih mahal yaitu Rp 104,6 miliar pada 2009 dan sebesar Rp 63,6 miliar pada 2010. Padahal bila menggunakan gas, biaya pemeliharaan pembangkit jauh lebih rendah. Selain itu, ditemukan pula bahwa Pembangkit di Sumatera Bagian Selatan dan Sumatera Bagian Utara harus membayar gas yang belum dipakai sehingga berpotensi merugikan PLN. Biaya yang sudah dikeluarkan senilai US$40,6 juta untuk pembelian gas PLN Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan dan Sumatera Bagian Utara, yang belum dapat segera dimanfaatkan. PLTG Sektor Belawan Unit 2.1 dan Unit 2.2 di PLN Pembangkitan Sumatera Bagian Utara mengalami kerusakan karena mengkonsumsi gas yang tidak sesuai spesifikasi. PLTGU Belawan kehilangan kesempatan memproduksi listrik sebesar 5.640.000 kWh senilai Rp 68 miliar dan harus mengeluarkan biaya perbaikan di luar pemeliharaan periodik sebesar Rp 4,3 miliar. BPK menilai Proses pengadaaan dan pengoperasian mesin sewa diesel PLN Wilayah NTB mengalami keterlambatan dan tidak dilakukan addendum pengurangan harga. PLN Wilayah NTB berpotensi membayar harga kontrak yang lebih tinggi sebesar Rp 27,7 miliar pada kontrak PLTD sewa Paokmotong, Labuhan, dan Bima.

Tribunnews.com - Minggu, 28 Oktober 2012

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menilai kerugian PT PLN bukan karena kesalahan tata gas yang ada di Kalimantan, Papua dan Maluku. Hatta Rajasa menilai kerugian itu karena keterlambatan pembangunan infrastruktur. "Sekarang FSRU-nya sudah jadi yang ada di laut Jawa, jadi ini yang harus dipercepat. Jadi gas untuk PLN dan industri tersedia. Yang bener itu adalah kita terlambat membangun infrastruktur,"ujar Hatta Rajasa, Minggu (28/10/2012). Hatta Rajasa pun meminta kepada beberapa pihak terkait, agar jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan ada kesalahan di dalam tata gas untuk PLN. Pasalnya pengelolaan tata gas di Indonesia, menurut Hatta Rajasa, diutamakan untuk kebutuhan negara terlebih dahulu. Hatta menjelaskan, kalau PLN diminta Pemerintah menjual energi untuk kebutuhan pemasukan negara. Namun Hatta Rajasa meminta agar jangan melihat kesalahan PLN di masa lalu. "Kebijakan dulu itu, kebijakan Pemerintah untuk energi dijual untuk mendapatkan devisa,"ungkap Hatta Rajasa. Saat ini Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit kerugian PLN sampai Rp 37,6 triliun dalam waktu dua tahun. Salah satu penyebabnya karena PLN mengimpor energi dari negara Cina.

"Energi bukan lagi dijual untuk meningkatkan devisa, tetapi akan dijual sebagai prasyarat negara untuk mengembangkan industri dan mendorong pertumbuhan ekonomi,"papar Hatta Rajasa. (*)

Jaringnews.com Sabtu, 27 Oktober 2012 Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak membantah audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terhadap kerugian PLN hingga Rp 37 triliun tahun 2009/2010. Bahkan dia bilang nilai itu kurang. Dahlan menaksir kerugian PLN saat itu melebihi Rp 100 triliun. Dengan kerugian itu PLN tidak bisa disalahkan. Kata dia, PLN hanya tidak bisa menghemat. "Bagaimana dnegan temuan BPK itu. Itu betul, bahkan menurut saya kurang besar, harus lebih besar dari itu, Rp 37 triliun kurang besar. BPK itu tidak menyalahkan PLN," kata Dahlan saat ditemui di Jakarta, Kamis (25/10). Saat PLN merugi Rp 37 triliun tahun 2009/2010, Dahlan menjabat menjadi Direktur Utama PLN. PLN saat itu boros karena ingin menyelamatkan Jakarta. Dahlan menjelaskan, saat itu PLTU di Muara Karang, Jakarta Utara tidak menerima pasokan gas. Bahkan saat itu bukannya diberikan ke PLN, tapi diserahkan ke industri. "Waktu itu pilihannya ada dua, saya dihadapkan pada dua pilihan, pilihan satu memadamkan listrik Jakarta, pilihan kedua menggunakan BBM, karena pembangkit listriknya hanya bisa BBM atau gas," jelasnya. Kata dia jika saat itu dia mematikan listrik di Jakarta, maka Jakarta bukan hanya mati sehari-dua hari, tapi 1 tahun. Makanya dia memilih untuk membeli BBM untuk membangkitkan pembangkit listrik. "Sebagai Dirut PLN tidak mungkin saya mematikan listrik Jakarta, itu padamnya bukan main-main, itu luar biasa luasnya. Tidak hanya satu hari dua hari, bisa setahun. Mau tidak punya listrik setahun?" kata Dahlan. Politikus PDIP ini mengatakan, kerugian neara tersebut disinyalir karena penggunaan genset pembangkit listrik, yang mengarah pada membengkaknya belanja BBM. Apalagi, pengadaan genset tidak melalui tender.

Koran Jakarta Sabtu, 27 Oktober 2012 Kerugian negara pada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berpotensi mencapai 100 triliun rupiah. Angka itu lebih besar dibandingkan dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang hanya 37,6 triliun rupiah. "Saya kira kerugian itu (37,6 triliun rupiah) kurang besar. Seharusnya mungkin 100 triliun rupiah. Kerugian itu dari sejak dulu," kata Menteri BUMN yang juga mantan Dirut PLN, Dahlan Iskan, saat

ditemui seusai menghadiri rapat koordinasi di Kementerian Perekonomian, Jakarta, Kamis malam (25/10). Menurut dia, potensi kerugian negara di PLN tersebut bukan hanya terjadi pada masa kepemimpinannya di PLN, melainkan sudah terjadi sejak lama. "Sejak zaman Majapahit. Sudah sejak lama itu," kata Dahlan tanpa menyebutkan siapa pemimpin PLN pada saat terjadi kerugian negara itu. Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Effendi Simbolon, mengungkapkan berdasarkan hasil sementara audit investigasi BPK, total kerugian negara yang disebabkan PLN mencapai 37,6 triliun rupiah. Kerugian ini disebabkan oleh delapan proyek pembangkit 10.000 megawatt (MW), hingga pengadaan genset yang menyebabkan membengkaknya belanja BBM. Namun, nilai kerugian terbesar terletak pada delapan pembangkit itu. Sebelumnya, Menko Perekonomian menyebutkan bahwa inefisiensi seperti yang dipaparkan dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga terjadi karena PT PLN ingin meningkatkan elektrifikasi, padahal banyak pembangkit yang masih menggunakan solar sebagai bahan bakar. "PLN ingin meningkatkan elektrifikasi, menghilangkan mati listrik. Jadi, ada biaya yang timbul akibat penggunaan solar. Lalu, ketersediaan gas belum mencukupi, jadi banyak pembangkit yang masih menggunakan BBM," kata dia. Untuk itu, kebutuhan gas untuk pembangkit listrik dapat dipercepat apalagi pemerintah saat ini lebih memprioritaskan gas alam Indonesia untuk kebutuhan dalam negeri, tidak lagi untuk ekspor. Seperti diberitakan bahwa berdasarkan laporan Hasil Pemeriksaan BPK, PT PLN dinilai gagal melakukan efisiensi kinerja manajemen dan salah satu kegagalan yang dimaksud adalah inefisiensi bahan baku primer pembangkit listrik senilai 37,8 triliun rupiah. Dengan demikian, BUMN listrik tersebut kehilangan kesempatan untuk menghemat biaya bahan bakar senilai 17,9 triliun rupiah pada 2009 dan 19,6 triliun pada 2010. Kenaikan TTL Terkait rencana kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) sebesar 15 persen pada tahun depan, Fraksi Partai Golkar DPR mendukung. Namun, dukungan kenaikan itu hanya untuk pelanggan listrik yang memiliki voltase di atas 1.300 volt ampere (VA), dan bukan bagi rumah tangga kecil. Pihaknya masih menunggu hasil investigasi yang dilakukan BPK dan kemudian mengonfirmasinya langsung kepada pihak PLN. "Semua laporan itu tentunya masih perlu dikaji dan dikonfirmasi lebih jauh lagi," ujar dia. aan/E-3

Suara merdeka

PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) tidak merasa bersalah atas laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan tidak efisiennya perusahaan dan akhirnya mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 37 triliun. Direktur Utama PLN Nur Pamudji beralasan, kerugian tersebut dampak dari alokasi gas untuk pembangkit listrik PLN yang tidak mengalir. Akhirnya, PLN terpaksa masih menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang jauh lebih mahal dibanding menggunakan gas. "Nih loh kalimatnya. Hal tersebut mengakibatkan PLN kehilangan kesempatan melakukan penghematan biaya bahan bakar sebesar Rp 17 triliun 2009 dan Rp 19,7 triliun pada 2010," ujar Nur Pamudji yang ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta Senin (22/10). Dia justru menuding Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pelaksana Usaha Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) serta Perusahaan Gas Negara (PGN) yang berada di balik kerugian tersebut. Alasannya, gas yang merupakan bahan bakar alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak dimanfaatkan untuk pembangkit listrik. "Ya itu karena berbagai masalah kan. ini laporannya hanya ini, ini udah final. Jadi ini yang dipermasalahkan adalah 2009 - 2010," tegasnya. Selain gas, lanjut Nur Pamudji juga menyinggung persoalan pemanfaatan energi seperti Batubara, panas bumi dan energi terbarukan lainnya yang sejauh ini belum dimanfaatkan secara serius. "Tapi yang paling menarik gas ini karena ada triliunnya. Kalau yang lain-lain enggak ada sampai kaya gini," jelasnya. Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menegaskan PLN memiliki kesalahan dalam kontrak kerja dalam pengadaan gas. PLN tidak mencantumkan klausul sanksi yang seharusnya ada dalam tiap kontrak kerja. Wakil Ketua BPK, Hasan Bisri, mengatakan bahan baku menggunakan gas dipercaya lebih efisien dari segi harga karena lebih murah. Masih digunakannya BBM membuat subsidi energi semakin besar sehingga merugikan negara. "Karena ada juga yang kesalahan PLN, misalnya dalam kontrak tidak diatur sanksi," ujarnya.

Pencantuman sanksi penting dalam mendahulukan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu dari pada harus di ekspor."Kalau pemasok tidak mengirim barang, tidak kena sanksi. Maka dia pilih jual ke luar negeri yang harganya lebih tinggi. Itu kan kesalahan fatal. Masak kontrak nilai triliunan tidak ada sanksi," tuturnya. (Senin, 22 Oktober 2012 )
JAKARTA, KOMPAS.com Menteri BUMN Dahlan Iskan akhirnya angkat suara terkait dugaan merugikan keuangan negara Rp 37,6 triliun saat dirinya menjabat sebagai Dirut PLN. Dahlan membeberkan apa yang sebenarnya terjadi di PLN. "Temuan (dugaan) merugikan negara Rp 37,6 triliun itu betul. Tapi, menurut saya, itu masih kurang besar. Bahkan bisa sampai Rp 100 triliun," kata Dahlan saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (25/10/2012). Menurut Dahlan, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu tidak menyalahkan PLN. Begitu juga tidak merugikan negara. Dahlan menyebut bahwa PLN tidak berhasil menghemat pengeluaran karena PLN tidak berhasil menggunakan gas sehingga harus menggunakan bahan bakar minyak (BBM) untuk menghidupkan pembangkit listriknya. "Di dalam temuan BPK itu tidak ada kalimat yang menyalahkan PLN," tambahnya. Menurut Dahlan, saat itu PLN memang tidak mendapat jatah gas seperti yang dijanjikan BPH Migas. Bahkan, Dahlan juga mengaku bahwa jatah gas PLN dikurangi dan diberikan untuk industri. Dengan kondisi seperti itu, Dahlan dihadapkan pada dua pilihan, yaitu memadamkan listrik Jakarta atau lebih memilih menggunakan BBM untuk bahan bakar pembangkitnya. Saat itu, pembangkit listrik hanya bisa menggunakan BBM dan gas. Jadi, saat tidak ada gas, PLN terpaksa menggunakan BBM. "Sebagai Dirut PLN, saya tidak mungkin mematikan listrik Jakarta. Soalnya listrik padam saat itu tidak hanya sehari dua hari, tapi bisa setahun. Anda mau mati lampu setahun?" katanya. Konsekuensinya, PLN harus membayar harga BBM lebih mahal dibanding harga gas. Hal ini menyebabkan PLN menderita inefisiensi senilai triliunan rupiah. "Kalau itu salah (tindakannya dalam mengambil keputusan), saya harus berani menanggung risikonya. Masuk penjara pun saya akan jalani dengan seikhlas-ikhlasnya. Karena jadi pemimpin itu tidak boleh hanya mau jabatannya, tapi harus mau dengan risikonya. Risiko itu akan saya tanggung," jawabny

JAKARTA (voa-islam.com) - Panja hulu listrik mengaku telah mengantongi dugaan keterlibatan Menteri BUMN Dahlan Iskan dan keluarganya terkait kerugian PLN senilai Rp 37,6 triliun. Saat itu, Dahlan menjabat sebagai Direktur Utama PLN.

Hal itu dikatakan Ketua Panja Hulu Listrik, Effendi Simbolon. Dia menegaskan bahwa sebelum Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) mengeluarkan hasil audit soal kerugian PLN itu, Panja Hulu Listrik telah mengantongi dugaan keterlibatan Dahlan. "Kita hanya minta klarifikasi apakah benar tidaknya, walapun kita memang sudah punya data (keterlibatan Dahlan dan keluarga). Ada keterlibatan keluarga dan anak-anaknya," kata Effendi, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/12/2012). Selain bukti berupa data-data, jelas Effendi, keterlibatan Dahlan dalam pengadaan genset ke beberapa daerah juga diakui oleh pemerintah daerah setempat. "Dari pihakpihak Pemda juga mengatakan," tegas politisi PDIP itu. Untuk itu, lanjut Effendi, pihaknya semakin curiga atas sikap Dahlan yang tak pernah hadir dalam setiap pemanggilan Komisi VII DPR. Menurutnya, sikap Dahlan bukan dalam rangka melecehkan legislatif. "Kita ingin meminta penjelasan soal kerugian PLN itu, tetapi kenapa kok sikap Dahlan ini kita tidak mengerti. Melecehkan justru saya lihat tidak, motivasi Dahlan ini saya bingung," katanya Bahkan Effendy Simbolon berpendapat, Menteri BUMN Dahlan Iskan seharusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka terkait kerugian PLN senilai Rp37,6 triliun. Dahlan layak menjadi tersangka atas kerugian PLN serta penyewaan ribuan genset dari luar negeri. Jika jadi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Effendi mengaku dirinya sudah menyeret Dahlan kebalik jeruji besi. "Kalau saya jadi Kompol Novel, dia (Dahlan) sudah jadi tersangka. Pengadaan genset, diberikan kepada keluarganya, apakah itu tidak bisa langsung tersangka," kata Effendi. Dia juga menganggap apa yang dilakukan Dahlan selama ini banyak berbau penipuan. Bahkan Effendy menganggap Dahlan seringkali melakukan pencitraan. "(Dahlan) Dia itu penipu," tegasnya. Selain itu, lanjut Effendi, Dahlan kerap meniru gaya Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) yang banyak mendapatkan simpati dari masyarakat. "Itu udah gaya Jokowi, yang ditiru-tiru," tandasnya. Sebelumnya diberitakan, Dahlan kabur dari Gedung DPR RI sebelum memulai rapat dengan Panitia Kerja Hulu Listrik Komisi VII DPR terkait kerugian negara akibat PLN. Dahlan mengklaim dirinya dipanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk rapat kabinet. "Saya memenuhi panggilan rapat terbatas dengan presiden," kata Dahlan seraya meninggalkan Gedung DPR, Senin (3/12/2012). [Widad/inl]

Sabtu, 27 Oktober 2012 | 17:35 WIB

INILAH.COM, Jakarta Untuk menelusuri kerugian negara mencapai Rp37 triliun di PLN diperlukannya audit teknologi dan audit proses pada 8 pembangkit PLN. Menurut mantan sekretaris Menteri Kementerian BUMN Muhammad Said Didu, audit tersebut dilakukan di PT PLN, BP Migas dan pihak lainnya. Gunakan momentum ini, untuk melakukan audit penyediaan energy murah untuk rakyat dan jadikan memontum ini, siapa yang bertanggung jawab atas PLN yang menggunakan BBM (Bahan Bakar Minyak). Dalam mengaudit teknologi tersebut, saya pikir BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang benar-benar netral, kata Said ketika dihubungi INILAH.COM, Jakarta, Sabtu (27/10/2012). Menurut Said, ada dua hal yang terjadi etika PLN memutuskan menggunakan BBM untuk pembangkit listriknya. Pertama, ketidak fisienan terjadi karena pembangkit listrik PLN yang tidak baik sehingga menggunakan BBM. Faktor kedua, ketidak tersedianya energi yang murah oleh BP MIgas. Kalau yang pertama yang terjadi, PLN yang salah. Sedangkan, kalau tidak tersedianya pasokan energi yang murah untuk PLN, maka BP Migas dan Kementerian ESDM yang salah, ucapnya. PLN yang tidak efisiennya, kata Said, kemungkinan besar disebabkan tidak adanya pasokan gas oleh BP Migas. Namun jika ada peraturan pemerintah yang mengatur energi murah, maka seharunya ada toleransinya. Selama saya ikut pertemuan dalam lima tahun, tidak adanya pasokan gas dan batu bara oleh pemerintah. Lalu seberapa jauh toleransi tambahan gas untuk PLN, kan pembangkit listrik PLN juga untuk kepentingan masyarakat luas, seharusnya ada toleransinya, ujarnya. Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI No. 30/Auditama VII/PDTT/09/2011 tertanggal 16 September 2011, BPK menemukan dugaan kerugian negara di 8 pembangkit listrik pada periode 2009-2011 sebesar Rp37,6 triliun yang diakibatkan penggunaan BBM untuk pembangkitan listrik PLN yang seharusnya menggunakan gas. [hid]

Kompasmania.com Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan tidak efisiennya perusahaan (PLN) dan akhirnya mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 37 triliun. Direktur Utama PLN Nur Pamudji beralasan, kerugian tersebut dampak dari alokasi gas untuk pembangkit listrik PLN yang tidak mengalir. Akhirnya, PLN terpaksa masih menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang jauh lebih mahal dibanding menggunakan gas.

Nih loh kalimatnya. Hal tersebut mengakibatkan PLN kehilangan kesempatan melakukan penghematan biaya bahan bakar sebesar Rp 17 triliun 2009 dan Rp 19,7 triliun pada 2010, ujar Nur Pamudji. 1. Kenapa PLN di anggap RUGI oleh BPK? Karena pembangkit listrik PLN masih banyak pakai BBM daripada pakai GAS, andai pakai Gas maka PLN di anggap bisa hemat 37 trilyun dalam waktu 2 tahuan saat dipimpin pak Dahlan Iskan, dan kenyataanya PLN masih banyak pakai BBM karena itu BPK menyatakan PLN merugikan NEGARA 37 Trilyun pada masa kepemimpinan Pak DI jadi DIRUT PLN. 2. Kenapa PLN masih banyak pakai BBM? PLN sudah mengemis minta gas, tapi BP MIGAS masih prioritaskan gas untuk industri MIGAS sendiri, PUPUK, baru PLN. 3. Kenapa BP MIGAS pakai prioritas begitu? Karena GAS yg dibor mayoritas terlanjur harus di expor ke CINA. 4. Kenapa BP MIGAS tetap izinkan expor gas ke CINA padahal dalam negeri masih kekurangan? Karena sudah terlanjur kontrak yang dilakukan G to G (Negara antar NEGARA) dengan harga yg terlalu murah yaitu Pemerintah RI dan Pemerintah Cina sudah kontrak dalam jangka panjang (25 tahun), jadi BP MIGAS hanya mematuhi hukum dan keputusan negara. Saat kontrak pertamakali harga gas nya adalah US$ 2,4 per juta kaki kubik selama 25 tahun, lalu saat jaman Pak SBY dan Yusuf Kalla, dinaikkan harganya US$ 3,35 per juta kaki kubik (MMBtu), harga pasaran adalah US$ 20 per juta kaki kubik (MMBtu), lalu Pak SBY menunjuk BU Sri Mulyani, Ka BP MIgas, dan dirjen MIgas untuk jadi tim renegosiasi ulang harga gas Tangguh. Komentar pak Jusuf Kalla terhadap skema dan keputusan kontrak gas ke CINA yang dilakukan pemerintahan sebelumnya adalah Formulanya, mohon maaf, adalah yang terjelek, terparah, dalam sejarah perminyakan,. Ini link pemberitaan terkait hal itu, saya kutip dari tempo edisi September 2008. http://www.tempointeractive.com/hg/mbmtempo/free/ekbis.html 5. Siapa yang membuat keputusan kontrak dengan jangka panjang dan harga murah itu? Pemerintah Indonesia waktu itu menteri BUMN nya Laksamana Sukardi , Men ESDM nya pak Purnomo Y dan Presidenya Bu Megawati, yang tanda tangan Bu Megawati langsung. Hari hari kemarin Pak Effendi Simbolon wakil ketua Komisi VII DPR RI dan tentu anggota DPR lainya sibuk untuk mengundang pak Dahlan Iskan dalam rapat dengan DPR. Rapat dibatalkan karena yang datang hanya wakil dari kementrian BUMN dan juga wakil dari kementeria ESDM.

Hemat saya Pak Effendi Simbolon dan cs, itu ndak usahlah capek - capek undang pak Dahlan, serta ganggu konsentrasi kerja Pak Dahlan hanya untuk untuk menelusuri penyebab potensi kerugian PLN itu, tapi cukup tanya ke Ketua Umum Partainya lebih dulu. Dan andai BPK menghitung potensi kerugian PLN dari tahun 2002 sampai sekarnag, maka bisa jadi PLN dinyatakan rugi RATUSAN TRILYUN, karena tidak pakai GAS. Dimana ketidakcukupan gas sekarang karena kurang cermat dan tepat pemerintahan sebelumnya (Bu MEGA) dalam mengelola / menjual kontrak gas ke luar negeri. Sangatta, 22 Oktober 2012

BENTENG pertahanan Sri Mulyani Indrawati terlalu kukuh untuk ditembus para juru warta. Diberondong pertanyaan ihwal sejumlah nama yang diusulkan menjadi anggota tim renegosiasi kontrak gas Tangguh, Menteri Koordinator Perekonomian itu irit bicara. Ia hanya melempar senyum saat ditanyai apakah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro masuk deretan nama yang diusulkan. Itu nanti yang menetapkan Presiden, kata Sri Mulyani seusai rapat terbatas di kantor Presiden, Selasa pekan lalu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kata dia, akan memberikan arahan tentang renegosiasi yang dijalankan bila anggota tim sudah ditetapkan. Jadi kita tunggu saja, ujarnya sambil bergegas. Penjualan gas dari Teluk Bintuni, Papua, ke Provinsi Fujian, Cina, memang sedang menjadi sorotan. Pemicunya adalah lawatan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Beijing bulan lalu. Setelah menghadiri penutupan Olimpiade Beijing, Kalla bertemu dengan Presiden Cina Hu Jintao dan Wakil Presiden Xi Jinping. Saat itu ia meminta kontrak penjualan gas yang diteken enam tahun lalu tersebut ditinjau ulang karena harganya sudah kelewat rendah. Harga gas Tangguh dibanderol US$ 3,35 per juta kaki kubik (MMBtu)--itu pun setelah batas atas harga minyak dua tahun lalu direvisi ke US$ 38 per barel. Saat kontrak pertama kali ditandatangani, harga penjualan gas ditetapkan US$ 2,4 per juta kaki kubik selama 25 tahun, dengan batas atas harga minyak US$ 25 per barel. Batas atas itu menyebabkan harga gas Tangguh tidak bisa didongkrak lagi meski si emas hitam melambung hingga di atas US$ 100 per barel--di level ini harga gas mestinya sudah sekitar US$ 20 per juta kaki kubik. Formulanya, mohon maaf, adalah yang terjelek, terparah, dalam sejarah perminyakan, kata Kalla ketika itu. Bila kontrak tidak direnegosiasi, ia menaksir Indonesia akan rugi US$ 75 miliar. Rencana renegosiasi itu pun ramai jadi pergunjingan. Dalam rapat kabinet paripurna tiga pekan lalu, Presiden Yudhoyono akhirnya menunjuk Sri Mulyani memimpin tim renegosiasi kontrak penjualan gas Tangguh. Menteri Sri juga diminta menyiapkan

anggota tim negosiasi. Dengan catatan, Jangan ada konflik kepentingan pribadi atau kawan, kata Yudhoyono kala itu. Nah, atas perintah itu, Sri Mulyani menyodorkan beberapa nama ke Istana. Sumber Tempo mengatakan Purnomo Yusgiantoro termasuk yang diusulkan. Selain Purnomo, Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) R. Priyono serta Direktur Jenderal Minyak dan Gas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Evita Herawati Legowo disebut-sebut masuk daftar nama tersebut. Munculnya nama Purnomo memicu perdebatan. Sumber tadi mengatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak setuju bila Purnomo masuk tim. Tapi kans Purnomo cukup kuat. Presiden berkeras agar Purnomo tetap dimasukkan, meski pada saat berunding duduk di belakang, kata sumber itu. Perbedaan kutub antara Kalla dan Yudhoyono dalam menangani urusan Tangguh itu bukan yang pertama. Sumber tadi mengatakan Presiden Yudhoyono tidak sreg dengan langkah Kalla yang melibatkan orang di luar jalur resmi untuk melobi pemerintah Cina. Yang dimaksud sumber itu adalah Tomy Winata. Menurut dia, bos Artha Graha itu pernah membantu pemerintah membukakan pintu lobi ke Negeri Panda. Tomy memang dikenal punya hubungan luas dengan pengusaha dan petinggi di negeri itu. Ia pernah mendapat proyek mengembangkan kawasan industri Cina di Karawang, Jawa Barat. Proyek itu ditandatanganinya di China World Hotel, Beijing, tiga tahun lalu. Mendengar ada yang berkeliaran di luar jalur formal, dalam rapat kabinet tiga pekan lalu Presiden Yudhoyono mewanti-wanti, anggota tim yang ditentukan harus kredibel dan memiliki otoritas yang sah. Jangan melibatkan anggota yang tidak punya otoritas untuk tugas pemerintahan, ucapnya. Juru bicara presiden Andi Mallarangeng mengatakan, dengan dibentuknya tim resmi itu, keberadaan tim informal tidak diperkenankan. Siapa anggota tim informal yang dimaksud, Andi menolak menjelaskan. Ia juga menepis ada persaingan antara Yudhoyono dan Kalla. Keduanya justru sama-sama ingin harga penjualan gas Tangguh naik, katanya. Sanggahan juga datang dari Tomy Winata. Katanya, ia tidak tahu apa-apa soal proyek gas yang menelan biaya investasi US$ 10,6 miliar itu. Saya tidak ada urusan dengan gas. Dengar Tangguh saja baru sekarang, katanya. Ia membantah pernah dimintai bantuan untuk melobi Cina. Saya sekarang cuma ngurusin pertanian, beras, dan perikanan, ujarnya.

Berbeda dengan sebelumnya, Jusuf Kalla kali ini tidak banyak cakap soal gas Tangguh. Saat jumpa pers di kantor Wakil Presiden, Jumat pekan lalu, Kalla menepis kabar bahwa dia berkeberatan bila Purnomo masuk tim yang dipimpin Sri Mulyani. lll

KONTRAK penjualan gas itu bermula enam tahun lalu. Ladang gas Tangguh yang memiliki cadangan 14,4 triliun kaki kubik itu awalnya ikut tender penjualan ke Provinsi Guangdong, Cina. Indonesia saat itu ngebet agar gas dari blok Wiriagar, Berau, dan Muturi itu menang tender. Maklum, ditawarkan ke pasar sejak 1980-an, ladang gas ini tidak juga laku. Ditawarkan ke dalam negeri enggak ada yang mau, dilempar ke bank tidak laku, kata Trijana Kartoatmodjo, bekas Wakil Kepala BP Migas. Bahkan, jauh sebelum ikut tender di Guangdong, pemerintah Gus Dur sudah menawarkan gas Tangguh ke Cina. Yudhoyono, saat itu Menteri Pertambangan dan Energi, ikut terbang ke Tiongkok. Tidak setangguh namanya, gas Tangguh tidak mujur. Ladang ini selalu keok saat ikut tender. Salah satunya kalah dari Qatar untuk tender di Taiwan. Itu sebabnya, saking kepingin menang di Guangdong, Presiden Megawati Soekarnoputri mengirim surat ke Perdana Menteri Cina Zhu Rongji beberapa hari sebelum tender diumumkan. Isinya meminta Cina memilih Indonesia. Tapi Zhu menjawab bahwa pemerintahnya tidak bisa ngakalin karena itu tender internasional, kata sumber Tempo. Lobi dansa enam menit Megawati dengan Jiang Zemin, Presiden Cina kala itu, tak mampu membendung Australia sebagai pemenang. Tapi Cina bermurah hati. Demi menjaga hubungan, Indonesia ditawari memasok gas ke Fujian tanpa tender. Padahal, pada 2000-2002, akibat melimpahnya produsen baru, menjual gas bukan perkara mudah. Kondisi pasar dikendalikan pembeli. Situasi ini berbeda dengan masa 1970-1980. Saat itu orang jual gas dicium-cium, dikasih karpet merah, kata Trijana. Tahu berada di atas angin, Cina mengajukan syarat. Negeri itu mau membeli asalkan harganya sama dengan harga penawaran ke Guangdong. Kalau mau jual, ya harganya segitu. Kalau ndak mau, ya sudah, kata Trijana mengutip salah satu delegasi Cina. Formula harga gas ditetapkan Cina dengan batas atas harga minyak dipatok US$ 25 per barel. Saat itu harga minyak US$ 16-18 per barel. Tawaran itu sulit ditampik mengingat susahnya menjual Tangguh. Maka berangkatlah perwakilan BP Indonesia, Pertamina, dan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak

dan Gas ke Cina. Trijana saat itu satu-satunya wakil British Petrolium yang berangkat ke sana. Pertemuan berlangsung di kantor pusat China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) pada 19 Agustus 2002. Bertempat di Distrik Dongcheng, Beijing, para bos perusahaan minyak pelat merah itu menerima tim Indonesia. Hadir dalam perhelatan ini Wei Liucheng, Chairman CNOOC saat itu, dan Wakil Presiden Cina Xi Jinping, yang ketika itu masih Gubernur Fujian. Dari BP datang Anne Quinn, Vice President of BPs Gas, Power & Renewables. Pertemuan itu berlangsung hampir 10 hari. Pembicaraan berlangsung dalam dua bahasa, Inggris-Mandarin. Satu hari bisa 10 jam. Trijana sempat meminta harga penjualan dinaikkan dari penawaran Guangdong. Itu bukan negosiasi, tapi minta tolong, katanya. Nilai penjualan akhirnya lebih tinggi sembilan sen dari tawaran semula. Harga penjualan, ya itu tadi, ditetapkan US$ 2,4 selama 25 tahun. Gas yang dipasok 2,6 juta ton per tahun. Kesepakatan jual-beli itu ditandatangani di Bali, September 2002. Indonesia kemudian ikut tender di Korea Selatan. Mengalahkan Petronas Malaysia, Tangguh menjadi pemasok buat K-Power dan Posco, masing-masing 600 ribu dan 550 ribu ton per tahun. Harganya US$ 3,5 dan US$ 3,36. Kontrak pembelian selama 20 tahun itu diteken pada 2004. Formula harganya, kata Kepala Divisi Pemasaran BP Migas Fathur Rahman, mengacu pada Fujian. Pada tahun yang sama, gas ini juga dijual ke Pantai Barat Amerika. Kontrak penjualan ke Sempra Energy ini dipatok US$ 5,94 per juta kaki kubik selama 20 tahun. Tim teknis BP Migas lalu menjajaki negosiasi harga pada akhir 2005 setelah harga minyak menyentuh US$ 60 per barel. Hasilnya, batas atas harga minyak naik jadi US$ 38 per barel pada Mei 2006. Itu pun setelah melewati pembicaraan alot. Cina sebelumnya bertahan di US$ 34 per barel, kata sumber Tempo. Tapi harga emas hitam bergerak bak bola liar. Itu sebabnya tim teknis BP Migas menjajaki kembali renegosiasi sejak pertengahan 2007. Kita mengetuk pintu Cina dan Korea Selatan, kata Deputi Finansial, Ekonomi, dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono. Sedangkan peluang renegosiasi di Negeri Ginseng bergantung pada hasil Fujian. Kalau kontrak penjualan Fujian naik, harga ke Posco dan K-Power ikut naik, kata Fathur Rahman. Bisa jadi, karena itu, Presiden Yudhoyono meminta bekas Menteri Luar Negeri Ali Alatas menjadi penasihat tim. Pada Mei lalu, Ali bersama Kardaya Warnika, bekas Kepala BP Migas, melawat ke Fuzhou, ibu kota Provinsi Fujian. Ditemani Sudrajat, Duta Besar Indonesia untuk Cina, mereka bertemu dengan Wakil Gubernur Fujian Li

Chuan dan beberapa eksekutif CNOOC. Kita melakukan pembicaraan pendahuluan, kata Ali Alatas. Keinginan Indonesia untuk menyesuaikan batas atas harga minyak itu, kata Sudrajat, bisa dipahami Cina. Tapi, pada tingkat teknis, mereka belum bisa memutuskan, ujarnya. Pemimpin Fujian dan CNOOC butuh keputusan politik dari Beijing. Itu sebabnya, saat bertemu dengan Xi Jinping di Beijing, Kalla menyampaikan kembali keinginan Indonesia. Yandhrie Arvian, Amandra Mustika Megarani, Kurniasih Budi

Вам также может понравиться

  • Daftar Tabel
    Daftar Tabel
    Документ1 страница
    Daftar Tabel
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Panduan Mawapres 2014 PDF
    Panduan Mawapres 2014 PDF
    Документ25 страниц
    Panduan Mawapres 2014 PDF
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • 771 1327 1 SM
    771 1327 1 SM
    Документ9 страниц
    771 1327 1 SM
    Nanda Annisa
    Оценок пока нет
  • Tugas Wirus Pak Har PDF
    Tugas Wirus Pak Har PDF
    Документ6 страниц
    Tugas Wirus Pak Har PDF
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Skripsi 008
    Skripsi 008
    Документ109 страниц
    Skripsi 008
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • 14 PDF
    14 PDF
    Документ8 страниц
    14 PDF
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • V Kesimpulan
    V Kesimpulan
    Документ2 страницы
    V Kesimpulan
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • 13 - Monitoring GBPP Sedimentologi 07
    13 - Monitoring GBPP Sedimentologi 07
    Документ4 страницы
    13 - Monitoring GBPP Sedimentologi 07
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Izin Orang Tua
    Izin Orang Tua
    Документ1 страница
    Izin Orang Tua
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Surat Dishidros
    Surat Dishidros
    Документ1 страница
    Surat Dishidros
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Meningalkan Kuliah
    Meningalkan Kuliah
    Документ1 страница
    Meningalkan Kuliah
    Pras Si Syecher Purwodadi
    Оценок пока нет
  • Syarat Wisuda
    Syarat Wisuda
    Документ2 страницы
    Syarat Wisuda
    Pras Si Syecher Purwodadi
    Оценок пока нет
  • Form Cuti Mhswa
    Form Cuti Mhswa
    Документ1 страница
    Form Cuti Mhswa
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Surat Ket MSH Kuliah
    Surat Ket MSH Kuliah
    Документ2 страницы
    Surat Ket MSH Kuliah
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Panduan Mawapres 2014 PDF
    Panduan Mawapres 2014 PDF
    Документ25 страниц
    Panduan Mawapres 2014 PDF
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Surat Pengantar PKL
    Surat Pengantar PKL
    Документ1 страница
    Surat Pengantar PKL
    Sylvy Meyta Kinakesti
    Оценок пока нет
  • Izin Orang Tua
    Izin Orang Tua
    Документ1 страница
    Izin Orang Tua
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Meningalkan Kuliah
    Meningalkan Kuliah
    Документ1 страница
    Meningalkan Kuliah
    Pras Si Syecher Purwodadi
    Оценок пока нет
  • Tugas Wirus Pak Har
    Tugas Wirus Pak Har
    Документ5 страниц
    Tugas Wirus Pak Har
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Panduan Penelitian
    Panduan Penelitian
    Документ33 страницы
    Panduan Penelitian
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Form Cuti Mhswa
    Form Cuti Mhswa
    Документ1 страница
    Form Cuti Mhswa
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Dr. Marzuki, M.Ag - Buku PAI SMP - 7 Akhlaq-Bab - 8
    Dr. Marzuki, M.Ag - Buku PAI SMP - 7 Akhlaq-Bab - 8
    Документ21 страница
    Dr. Marzuki, M.Ag - Buku PAI SMP - 7 Akhlaq-Bab - 8
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Sumberdaya Pasang Surut Sebagai PDF
    Sumberdaya Pasang Surut Sebagai PDF
    Документ7 страниц
    Sumberdaya Pasang Surut Sebagai PDF
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Skripsi 008
    Skripsi 008
    Документ109 страниц
    Skripsi 008
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Hal Penting
    Hal Penting
    Документ4 страницы
    Hal Penting
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Data Olah Mangrove Fix
    Data Olah Mangrove Fix
    Документ2 страницы
    Data Olah Mangrove Fix
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Sejarah SMRNG
    Sejarah SMRNG
    Документ7 страниц
    Sejarah SMRNG
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Panduan Mawapres 2014 PDF
    Panduan Mawapres 2014 PDF
    Документ25 страниц
    Panduan Mawapres 2014 PDF
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ3 страницы
    Daftar Isi
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ3 страницы
    Daftar Isi
    Riki Tristanto
    Оценок пока нет