Вы находитесь на странице: 1из 15

37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2013 di Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Jendral Soedirman dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Margono. Jenis penelitian menggunakan penelitian analitik dengan pendekatan studi cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan dengan membagikan lembar informasi penelitian kepada mahasiswa, menjelaskan penelitian dan membagikan lembar persetujuan penelitian, membagikan lembar kuesioner penelitian untuk diisi subjek penelitan. Subjek penelitian adalah 72 orang yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu perokok 36 orang dan non perokok 36 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil usapan mukosa hidung kemudian dilakukan pewarnaan di laboratorium Patologi Anatomi RSMS. Pemeriksaan variabel mukosa hidung dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Jurusan Kedokteran FKIK Unsoed dengan menggunakan mikroskop multihead Nikon Y-THR-L Model Eclipse Ci-L. Setiap sediaan mukosa hidung diperiksa dengan perbesaran 400x dan pada sepuluh lapang pandang kemudian dihitung jumlah sel inflamasi. Hasil masing-masing subjek penelitian dirata-rata untuk memperoleh hasil pada setiap kelompok. Gambar preparat diambil fotonya dengan menggunakan mikroskop Olympus BX43 Europe Holding Gmbh, Hamburg, Germany. Pemeriksaan variabel ini menggunakan uji Kappa dengan dua orang observeruntuk menentukan tingkat reliabilitas pemeriksaan. Setelah didapatkan semua data, data dianalisis dengan menggunakan SPSS 15.

38

1.

Karakteristik Responden Karakteristik responden yang akan dilihat distribusinya antara lain usia dan status merokok. Berikut merupakan karakteristik dari responden:

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian No 1 Karakteristik Usia 18-21 tahun 22-25 tahun Total Status Merokok Perokok Non Perokok Total Jumlah(n) 57 15 72 36 36 72 Persentase(%) 79,17 20,83 100 50 50 100

Sumber : Data primer Dari segi usia subjek penelitian, sebanyak 57 orang (79,17%) berusia 18-21 tahun dengan jumlah perokok 21 orang dan non perokok 36 orang, 15 orang (20.83%) berusia 22-25 tahun dengan jumlah perokok 15 orang (Tabel 4.1). Data yang diperoleh dari hasil pengamatan usapan mukosa hidung dilakukan uji Kappa untuk melihat tingkat reliabilitasnya dengan menggunakan rumus pada tabel 4.2

39

Observer 1 Hasil Positif Hasil Negatif Observer 2 Hasil Positif Hasil Negatif Jumlah 88 5 93 7 188 195

Jumlah

95 193 288

Tabel 4.2 Rumus Perhitungan Nilai Kappa

Hasil dari tabel 4.2 dapat ditransformasikan melalui rumus sebagai berikut P0 = = Pc = = k= = =1 = 4008.8 = 0.96

Keterangan : P0 Pc 1-Pc = kesepakatan observasi = kesepakatan yang diharapkan atas dasar kebetulan = kesepakatan potensial di luar dasar kebetulan

40

= nilai Kappa Nilai Kappa yang didapatkan dari hasil perhitungan pada tabel 4.2

adalah 1. Berdasarkan interpretasi hasil uji Kappa menurut Landis dan Koch (1997), hasil uji Kappa dengan nilai 1 tingkat reliabilitasnya adalah sangat baik, sehingga hasil pengamatan gambaran sel inflamasi pada usapan hidung dapat dilihat pada tabel 4.3

Gambar 4.1 Gambaran sel inflamasi pada usapan mukosa hidung


Keterangan : panah merah : sel limfosit ; panah kuning : sel monosit

41

Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Sel Inflamasi Pada Mahasiswa Perokok dan Non Perokok Status Merokok Positif sel inflamasi (jumlah orang) M(%) Perokok 36 (100) L(%) 24 (66,7) B(%) 1(2,87) N(%) 1(2,87) E(%) 0(0)

Non Perokok

28(77,7)

15(41,7)

0(0)

0(0)

0(0)

Keterangan : L = Limfosit, M=Monosit, B=Basofil, N=Neutrofil, E=Eosinofil

Sumber : Data primer Dari Tabel 4.3 dapat dilihat usapan mukosa hidung pada perokok positif monosit sebanyak 36 orang (100%) , limfosit 24 orang (66,7%) dari 36 orang , basofil 1 orang (2,78%) dan neutrofil 1 orang (2,78%) dari 36 orang. Usapan mukosa hidung pada mahasiswa non perokok positif ,monosit 28 orang (77,7%) dari 36 orang dan limfosit 15 orang (41,7%) dari 36 orang. Hasil usapan mukosa hidung yang paling banyak jumlahnya pada perokok adalah monosit sebanyak 36 orang (100%) dan pada non perokok adalah monosit sebanyak 28 orang (77,7%). 2. Perbedaan jumlah sel inflamasi pada usapan mukosa hidung perokok dan non perokok Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui perbedaan jumlah sel inflamasi pada usapan mukosa hidung mahasiswa perokok dan non perokok di Jurusan Kedokteran FKIK UNSOED dengan menggunakan analisis statistik uji t tidak berpasangan, hasil uji normalitas mengunakan

42

test Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa data sel monosit, limfosit, basofil dan neutrofil tidak terdistribusi secara normal dengan nilai p<0,05. sehingga dilakukan transformasi terhadap kedua variabel. Rumus yang digunakan adalah log10(x+1). Hasil uji normalitas terhadap data hasil transformasi kedua variabel adalah tidak normal (p<0,05) sehingga dilakukan uji bivariat nonparametrik menggunakan uji Mann-Whitney. Perbedaan jumlah sel inflamasi pada usapan mukosa hidung mahasiswa perokok dan non perokok dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4 Hasil Analisis Uji Mann-Whitney Monosit n Merokok Tidak Merokok 36 36 Median (minimum-maksimum) 2,00(1-8) 1,00(0-6) Reratas.b 2,50 1,964 2,06 1,912 p 0,181

Hasil perhitungan perbedaan jumlah sel monosit pada usapan mukosa hidung perokok dan non perokok diperoleh nilai tidak signifikansi sebesar 0,181 (P>0,05) yang artinya tidak terdapat perbedaan jumlah sel monosit pada usapan mukosa hidung perokok dan non perokok.

43

Tabel 4.5 Hasil Analisis Uji Mann-Whitney Limfosit n Median (minimum-maksimum) Reratas.b p

Merokok Tidak Merokok

36 36

1,00 (0-4) 0,00 (0-1)

0,75 0,372 0,42 0,500

0,28

Hasil perhitungan Perbedaan jumlah sel limfosit pada usapan mukosa hidung perokok dan non perokok diperoleh nilai tidak signifikansi sebesar 0,28 (P>0,05) yang artinya tidak terdapat perbedaan jumlah sel limfosit pada usapan mukosa hidung perokok dan non perokok. Tabel 4.6 Hasil Analisis Uji Mann-Whitney Basofil

N Merokok H Tidak Merokok a s 36 36

Median (minimum-maksimum) 0,00 (0-1) 0

Reratas.b 0,030,167 0

p 0,317

il perhitungan perbedaan jumlah sel basofil pada usapan mukosa hidung perokok dan non perokok diperoleh nilai tidak signifikansi sebesar 0,317 (P>0,05) yang artinya tidak terdapat perbedaan jumlah sel basofil pada usapan mukosa hidung perokok dan non perokok.

44

Tabel 4.7 Hasil Analisis Uji Mann-Whitney Neutrofil N Merokok Tidak Merokok 36 36 Median(minimum-maksimum) 0,00 (0-1) 0 Reratas.b 0,030,167 0 p 0,317

Hasil perhitungan perbedaan jumlah sel neutrofil pada usapan mukosa hidung perokok dan non perokok diperoleh nilai tidak signifikansi sebesar 0,317 (P>0,05) yang artinya tidak terdapat perbedaan jumlah sel neutrofil pada usapan mukosa hidung perokok dan non perokok.

B. Pembahasan Penelitian ini menggambarkan berbagai karakteristik yang terdapat pada subjek penelitian seperti usia dan status merokok pada mahasiswa Jurusana Kedoteran FKIK UNSOED. Tabel 4.3 dapat dilihat pada usapan mukosa hidung mahasiswa perokok positif monosit sebanyak 36 orang (100%) , limfosit 24 orang (66,7%) dari 36 orang , basofil 1 orang (2,78%) dan neutrofil 1 orang (2,78%) dari 36 orang. Usapan mukosa hidung pada mahasiswa non perokok positif limfosit 28 orang (77,7%) dari 36 orang dan monosit 15 orang (41,7%) dari 36 orang. Hasil usapan mukosa hidung yang paling banyak jumlahnya pada perokok adalah monosit sebanyak 36

45

orang (100%) dan pada non perokok adalah monosit sebanyak 28 orang (77,7%). Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Luppi et al. (2005) dan Amin et al. (2003) bahwa asap rokok dapat menyebabkan perubahan struktural untuk epitel pernapasan, penurunan pada regenerasi epitel peningkatan radikal bebas, nitrogen reaktif, oksigen, dan infiltrasi sel-sel inflamasi pada mukosa saluran napas dan darah perifer yang ditunjukkan dengan pengeluaran eosinofil, neutrofil, makrofag dan limfosit. Menurut penelitian Hamm et al. (2007) yang dilakukan pada hewan percobaan bahwa asap rokok mampu menginduksi reaksi inflamasi pada mukosa pernapasan, bahkan tetap muncul setelah tujuh bulan masa penyembuhan. Hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa perokok pada usapan mukosa hidung menunjukkan infiltrasi sel inflamasi yang paling dominan adalah sel monosit dan limfosit. Menurut Sela et al. (2002) dan Kumar et al. (2007) bahwa proses inflamasi akan berjalan sampai antigen dapat disingkirkan dan neutrofil tidak dikerahkan lagi dan berdegenerasi. Selanjutnya dikerahkan sel mononuklear seperti monosit, makrofag, limfosit dan sel plasma yang memberikan gambaran patologik dari inflamasi kronik. Hasil analisis bivariat pada pemeriksaan usapan mukosa hidung untuk melihat perbedaan jumlah sel inflamasi pada usapan mukosa hidung mahasiswa perokok dan non perokok di Jurusan Kedokteran FKIK UNSOED didapatkan hasil perhitungan nilai tidak signifikansi sebesar p>0,05 yang artinya tidak terdapat perbedaan jumlah sel inflamasi pada

46

usapan mukosa hidung perokok dan non perokok. Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis penelitian ditolak. Hipotesis penelitian adalah terdapat perbedaan rerata jumlah sel inflamasi pada usapan mukosa hidung mahasiswa perokok dan non perokok. Hasil perhitungan perbedaan jumlah sel monosit tidak signifikansi sebesar 0,181 (p>0,05), sel limfosit tidak signifikansi nilai sebesar 0,28 (p>0,05), sel basofil diperoleh nilai tidak signifikansi sebesar 0,317 (p>0,05), sel neutrofil diperoleh nilai tidak signifikansi sebesar 0,317 (p>0,05). Berbeda halnya dengan penelitian Iho et al. (2003) pada manusia dengan sampel darah, merokok tembakau dapat menyebabkan neutrofil beredar dalam pembuluh darah dari saluran pernapasan yang terkena konsentrasi tinggi dari nikotin. Nikotin dapat menginduksi neutrofilia di traktus respirasi untuk memproduksi IL-8 melalui nicotine acetylcholine reseptors (nAChRs) dengan menghasilkan peroxynitrite dan aktivasi NFkB. IL-8 diproduksi oleh sel leukosit dan non leukosit. Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa perokok dengan sampel usapan mukosa hidung tidak menunjukkan peningkatan neutrofil. Peradangan pada mukosa hidung dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti infeksi, alergen, dan toksin. Penyebab penyakit alergi secara spesifik yang paling berperan adalah alergen inhalan. Berbagai macam jenis aleregen seperti debu rumah, tungau debu rumah, antigen bintang, paparan debu organik seperti paparan debu kayu. Berbagai jenis debu organik salah satunya adalah serbuk kayu, pada paparan rata-rata sekitar 1 mg/m3 debu kayu dianggap sebagai iritan selaput lendir dan dapat

47

menyebabkan alergi, kanker pada hidung, sebagian besar adenocarcinoma (Borm, 2002). Efek pernapasan yang disebabkan oleh debu kayu diasumsikan sama seperti mekanisme organik lainnya seperti gandum, kapas,dan debu melalui pelepasan mediator inflamasi dan sel epitel (Kremer, 2000). Infeksi bakteri dapat menyebabkan degenerasi dan pembengkakan mukosa dan terlepasnya sel- sel radang dan perubahan pH (Kennedy, 2001). Penyakit-penyakit infeksi yang dapat memperlihatkan reaksi inflamasi pada hidung adalah sinusitis dan polip hidung. Polip hidung didominasi sel inflamasi eosinofil lebih tinggi dibandingkan sel inflamasi neutrofil hal ini menunjukkan bahwa eosinofil memegang peranan penting dalam peningkatan radikal bebas yang menyebabkan kerusakan jaringan (Mudassir et al., 2011). Bahan yang berpotensi toksik dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari seperti polusi udara, insektisida dan karbon monoksida yang mampu meyebabkan jejas pada mukosa hidung (Kumar et al., 2007). Hasil dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan jumlah sel inflamasi pada usapan mukosa hidung mahasiswa perokok dan non perokok. Rerata jumlah sel monosit dan limfosit tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada perokok dan non perokok hal ini didasarkan karena penelitian ini tidak mengendalikan antara lain, paparan polusi udara dari lingkungan serta perokok pasif yang akan mempengaruhi peningkatan sel inflamasi pada kelompok non perokok. Peningkatan sel limfosit dan monosit pada kelompok perokok menunjukan gambaran reaksi yang bersifat kronik (Kumar et al., 2007).

48

Rerata jumlah sel neutrofil tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada perokok dan non perokok hal ini didasarkan karena pada penelitian ini tidak membedakan paparan waktu merokok. Sel neutrofil sendiri merupakan sel inflamasi yang pertama muncul segera setelah paparan asap rokok yang bersifat akut dan sel neutrofil juga tidak dapat bertahan lama di dalam jaringan (Iho et al., 2003). Rerata jumlah sel eosinofil dan basofil tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada perokok dan non perokok hal ini didasarkan karena sel inflamasi tersebut merupakan pertanda terjadinya reaksi alergi atau reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Irawati et al., 2008). Selain faktor-faktor yang sudah disebutkan di atas, hal lain seperti keterbatasan sampel menjadi salahsatu faktor yang berpengaruh terhadap hasil penelitian. Minimalnya sampel yang diambil sehingga kurang representatif menggambarkan jumlah sel inflamasi pada perokok dan non perokok.

C. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak ditelitinya faktor-faktor lain yang menyebabkan peradangan pada hidung antara lain kadar total paparan polusi udara baik dari asap kendaraan bermotor, pabrik, dan seseorang yang tidak merokok tetapi hidup di lingkungan dengan paparan asap rokok yang tinggi (perokok pasif). Peneliti tidak mengklasifikasikan perokok berdasarkan lama waktu merokok dan jumlah batang yang dihisap perhari.

49

V. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Tidak terdapat perbedaan jumlah sel monosit pada usapan mukosa hidung perokok dan non perokok 2. Tidak terdapat perbedaan jumlah sel limfosit pada usapan mukosa hidung perokok dan non perokok. 3. Tidak terdapat perbedaan jumlah sel basofil pada usapan mukosa hidung perokok dan non perokok 4. Tidak terdapat perbedaan jumlah sel neutrofil pada usapan mukosa hidung perokok dan non perokok 5. Tidak terdapat perbedaan jumlah sel eosinofil pada usapan mukosa hidung perokok dan non perokok 6. Hasil pada usapan mukosa hidung perokok menunjukkan hasil sel inflamasi yang lebih tinggi dibandingkan pada non perokok, tetapi rerata jumlah sel inflamasi tidak signifikan dikarenakan faktor-faktor seperti paparan polusi udara dan perokok pasif tidak dikendalikan. B. Saran 1. Bagi subjek penelitian Hasil pada usapan mukosa hidung perokok menunjukkan hasil sel inflamasi yang lebih tinggi dibandingkan pada non perokok, paparan asap rokok dapat menjadi salah satu faktor risiko dari penyakit sinusitis dan rhinitis alergi. Sehingga diharapkan mahasiswa mampu melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit lokal hidung maupun di sistem pernafasan. 2. Bagi layanan kesehatan

50

Lembaga kesehatan dapat membuat program pemberhentian merokok berkaitan dengan banyaknya penyakit yang memiliki faktor resiko merokok. 3. Bagi peneliti selanjutnya a. Peneliti mengklasifikasikan perokok berdasarkan lama merokok dan jumlah batang rokok yang dihisap perharinya b. Peneliti melakukan analisis faktor-faktor lain yang menyebabkan peradangan pada hidung antara lain kadar total paparan polusi udara baik dari asap kendaraan bermotor, pabrik, dan seseorang yang tidak merokok tetapi hidup di lingkungan dengan paparan asap rokok yang tinggi (perokok pasif).

51

Вам также может понравиться

  • Daftar Hadir Weekly Meeting
    Daftar Hadir Weekly Meeting
    Документ1 страница
    Daftar Hadir Weekly Meeting
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • Timeline Kasus Anak
    Timeline Kasus Anak
    Документ2 страницы
    Timeline Kasus Anak
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • Nicu
    Nicu
    Документ2 страницы
    Nicu
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • K 2
    K 2
    Документ1 страница
    K 2
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • K 2
    K 2
    Документ1 страница
    K 2
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • Pentingkah Vaksin Dengue Untuk Anak Saya
    Pentingkah Vaksin Dengue Untuk Anak Saya
    Документ2 страницы
    Pentingkah Vaksin Dengue Untuk Anak Saya
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • 2.1.3 Subkutis
    2.1.3 Subkutis
    Документ2 страницы
    2.1.3 Subkutis
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • T 6
    T 6
    Документ3 страницы
    T 6
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • D 3
    D 3
    Документ4 страницы
    D 3
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • T 4
    T 4
    Документ2 страницы
    T 4
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • K 1
    K 1
    Документ1 страница
    K 1
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • Z 4
    Z 4
    Документ1 страница
    Z 4
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • Bagaimana Cara Meningkatkan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang
    Bagaimana Cara Meningkatkan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang
    Документ1 страница
    Bagaimana Cara Meningkatkan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • T 5
    T 5
    Документ2 страницы
    T 5
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • T 1
    T 1
    Документ1 страница
    T 1
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • D 1
    D 1
    Документ1 страница
    D 1
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • Postpartum Sehat Dan Normal, Tidak Hanya Fisik Akan Tetapi Juga Mental, Ini Berarti Dalam Antenatal Care Harus Diusahakan Agar
    Postpartum Sehat Dan Normal, Tidak Hanya Fisik Akan Tetapi Juga Mental, Ini Berarti Dalam Antenatal Care Harus Diusahakan Agar
    Документ1 страница
    Postpartum Sehat Dan Normal, Tidak Hanya Fisik Akan Tetapi Juga Mental, Ini Berarti Dalam Antenatal Care Harus Diusahakan Agar
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • Z 1
    Z 1
    Документ1 страница
    Z 1
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • B 4
    B 4
    Документ1 страница
    B 4
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • Z 1
    Z 1
    Документ1 страница
    Z 1
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • D 3
    D 3
    Документ4 страницы
    D 3
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • B 3
    B 3
    Документ1 страница
    B 3
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • D 1
    D 1
    Документ1 страница
    D 1
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • Postpartum Sehat Dan Normal, Tidak Hanya Fisik Akan Tetapi Juga Mental, Ini Berarti Dalam Antenatal Care Harus Diusahakan Agar
    Postpartum Sehat Dan Normal, Tidak Hanya Fisik Akan Tetapi Juga Mental, Ini Berarti Dalam Antenatal Care Harus Diusahakan Agar
    Документ1 страница
    Postpartum Sehat Dan Normal, Tidak Hanya Fisik Akan Tetapi Juga Mental, Ini Berarti Dalam Antenatal Care Harus Diusahakan Agar
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • D 3
    D 3
    Документ4 страницы
    D 3
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • Postpartum Sehat Dan Normal, Tidak Hanya Fisik Akan Tetapi Juga Mental, Ini Berarti Dalam Antenatal Care Harus Diusahakan Agar
    Postpartum Sehat Dan Normal, Tidak Hanya Fisik Akan Tetapi Juga Mental, Ini Berarti Dalam Antenatal Care Harus Diusahakan Agar
    Документ1 страница
    Postpartum Sehat Dan Normal, Tidak Hanya Fisik Akan Tetapi Juga Mental, Ini Berarti Dalam Antenatal Care Harus Diusahakan Agar
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • B 5
    B 5
    Документ1 страница
    B 5
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • B 2
    B 2
    Документ1 страница
    B 2
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • B 1
    B 1
    Документ1 страница
    B 1
    cheeca1
    Оценок пока нет
  • B 1
    B 1
    Документ1 страница
    B 1
    cheeca1
    Оценок пока нет