Вы находитесь на странице: 1из 2

Berpisah dengan Ramadhan

Sahabat, rasanya baru hitungan bulan yang lalu kita dapati himpunan waktu yang berkah. Pada bulan ini, kita temui diri yang begitu bersemangat dalam ibadah. Didalamnya, kita dimudahkan untuk ibadah. Bahkan tidak hanya mudah, akan tetapi pula kebaikannya dilipatgandakan. Betapa ada seseorang yang berharap ingin terus hidup, agar bisa senantiasa bertemu bulan yang berkah ini. Harapan yang ada ialah satu bulan ketaatan bisa menghapus satu bulan kebangakangan. Maka wajar, jika banyak orang bersedih ketika berpisah dengan Ramadhan. Akan tetapi coba tanya diri kita, adakah secercah rasa sedih ketika berpisah dengan Ramadhan yang kaya akan kemuliaan? Bagaimana pula kita memilih untuk tidak bersedih, sedang di Ramadhan ampunan amat berlimpah ditawarkan. Sampai-sampai Imam Qotadah mengatakan Siapa saja yang tidak diampuni di bulan Ramadhan, maka sungguh di hari lain ia pun akan sulit mendapat ampunan [Lathoif Al Maarif]

Adakah bekas ketaqwaan?


Sahabat, masihkah kita ingat dengan ayat populer yang tiap romadhon kita kan jumpainya. Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa [Al Baqoroh : 183] Syaikh Utsaimn rahimahullhu berkata mengenai ayat ini: kata Laalla dari kalimat Laallakum tattaquun adalah untuk tall (menjelaskan sebab). Hal ini menjelaskan hikmah (tujuan) diwajibkannya puasa yaitu agar kalian (menjadi orang-orang yang) bertakwa kepada Allh. Inilah hikmah (yang utama) dari ibadah puasa, adapun hikmahhikmah puasa yang lainnya seperti kemaslahatan jasmani atau kemaslahatan sosial maka hanyalah mengekor (bukan hikmah yang utama) [Tafsr Al-Qur`n Al-Karm, tafsir surat Al-Baqoroh] Sahabat, adakah kiranya bekas ketaqwaan itu ada pada diri kita. Adakah kiranya amalan kita diterima oleh Allohu taala?! Karena amalan yang diterima itu ialah amalan dari oarang yang bertaqwa. Allah berfirman, Sesungguhnya Alloh hanya menerima amalan dari orang orang yang bertaqwa[QS Al Maidah 27]. Oleh karena itu, Para ulama terdahulu biasa memohon kepada Allah selama enam bulan agar amalan mereka diterima. Kemudian enam bulan yang sisa, mereka berdoa agar dipertemukan dengan Ramadahn berikutnya [ Kitab Lathaif Al Maarif.]

Bagaimana mungkin dapat ampunan?


Sahabat, Sebulan yang penuh rahmat telah berlalu, yang dengannya kita mengerjakan amal sholih, yang dengan amalan itu pula kita mencoba menghapus dosa-dosa kecil. Adakah kita kan kembali suci jika kita tidak mengetahui dosa besarnya telah terhapus. Adakah kiranya kita tahu amal kita diterima walau seberat biji sawi, atau tak diterima bagai debu yang beterbangan?

Merasakah kita kalau seperti bayi yang lahir kembali? Padahal kita belum tahu dosa dosa besar kita belum tehapus. Pantaskah kita menganggap kita menjadi suci jika dosa dosa besar kerap kita lakukan pada bulan Ramadhan yang lalu. Sholat wajib pun kita lalaikan. Ibnul Qoyyim mengatakan, Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan sholat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras,.Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Alloh serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat. [kitab Ash sholah wa hukmu wa tarikiha] Takut sekali, bila kitalah yang termasuk dalam golongan orang yang diancam Nabi Shalallahu alaihi wasallam dalam sabdanya, Betapa banyak oarng yang berpuasa namun ia tidaka medapatakan apa-apa dari puasanya tersebut melainkan hanya lapar dan dahaga. [HR. Ahmad]

Maka, teruslah beramal !!


Sahabat, kini kita telah sadar. Sedikit amalan yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan belum tentu diterima. Dan sudah selayaknya, seorang muslim dalam ibadahnya tak hanya mengedepankan rasa takut, akan tetapi pula mengedepankan rasa cinta dan harap. Maka, di sela ketakutan amalan yg tak diterima, hendaklah pula dibarengi dengan rasa harap diterimanya amal. Lantas apa yang sekarang mesti kita lakukan? Jawabnya ialah senantiasa merasa was was akan tidak diterimanya amal dan senantiasa berharap akan diterimanya amal. Sehingga muncul dalam benak untuk senantiasa terus beramal. Karena ibadah bukanlah semisal panennya buah-buahan yang musiman. Bukankah Allah menyuruh kita untuk beribadah sampai datang ajal? Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu ajal (kematian). [Q.s. Al Hijr: 99] Az Zujaj rahimahullah mengatakan, Sembahlah Allah selamanya. Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, Jika dalam ayat ini dikatakan, Sembahlah Allah sampai datang kepadamu ajal, ini menunjukkan bahwa kita diperintahkan untuk beribadah selamanya, yakni sepanjang hayat.[lihat Fathul Qodir, Muhammad bin Ali asy syaukani, Mawqi At tafasir]. Belumkah sampai kepada kita, perkataan sebagian ulama yan gmenyebutkan bahwa salah satu tanda diterimanya amal ialah kita akan dimudahkan untuk menjalankan amalan yang lain? Tapi mengapa masjid kini kian sepi, Al Quran tertutup banyak debu, dan kajian ilmu jarang terjumpa? Coba tanya hati kita, karena ia jujur. Referensi : www.muslim.or.id ; www.rumaysho.com ; [Buku Panduan Ramadahan, M. Abduh Tuasikal]

Вам также может понравиться