Вы находитесь на странице: 1из 14

10 Mei 2013

Aspek Kehidupan di Pulau Pramuka

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kepulauan yang termasuk dalam wilayah propinsi DKI Jakarta. Tepatnya di sebelah utara Teluk Jakarta. Selama ini wilayah Kepulauan Seribu menjadi tempat wisata bagi penduduk ibukota. Namun, buruknya sistem limbah dan sampah di Jakarta mengakibatkan dampak buruk bagi wilayah Kepulauan Seribu. Limbah masyarakat Jakarta terbawa arus laut menuju wilayah Kepulauan Seribu. Limbah tersebut meliputi limbah rumah tangga maupun limbah industri. Penduduk Kepulauan Seribu memang tidak sepadat Jakarta. Hanya satu dua pulau yang berpenghuni. Oleh karena itu pencemaran sampah dan limbah di Kepulauan Seribu dianggap tidak terlalu berdampak pada masyarakat di sana. Padahal pencemaran bukan berarti mengganggu masyarakat, tapi juga mengancam ekosistem laut lainnya. Selain pencemaran limbah dan sampah, Kepulauan Seribu juga tercemar tumpahan minyak. Kasus tersebut beberapa kali diangkat untuk mendapat perhatian dari pemerintah. Beberapa kali kasus pencemaran minyak ini diabaikan hingga dalam beberapa tahun terakhir pemerintah mulai menyelediki kasus ini dan melakukan perbaikan terhadap ekosistem laut Kepulauan Seribu.

1.2 Tujuan Penulis bermaksud membahas mengenai berbagai aspek yang berhubungan dengan pencemaran limbah dan sampah di salah satu pulau di wilayah Kepulauan Seribu, yaitu Pulau Pramuka. Penulis juga bertujuan untuk mengangkat beberapa upaya yang dilakukan masyarakat maupun pemerintah untuk menanggulangi masalah kerusakan ekosistem akibat pencemaran ini agar pembaca bisa turut memberikan perhatian terhadap keberlangsungan ekosistem laut di wilayah Kepulauan Seribu.

Tugas Besar Oseanografi Lingkungan

10 Mei 2013

Aspek Kehidupan di Pulau Pramuka

BAB II TEORI DASAR 2.1 Letak Geografis Lokasi Kepulauan Seribu secara geografis berada di lokasi 523 540 LS, 10625 10637 BT di sebelah utara kota jakarta yang terdiri dari 110 Pulau diantranya pulau pemukiman pendududuk yang terdiri dari 11 pulau yang berpenghuni di bagian Kepulauan Seribu Selatan. Lima pulau tersebut yaitu Pulau Untung Jawa (pulau penduduk yang paling dekat dengan Jakarta), Pulau Klancang, Pulau Pari, Pulau Payung dan Pulau Tidung. Di bagian Kepulauan Seribu Utara terdapat 6 pulau diantaranya Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Harapan, Pulau Kelapa, Pulau kelapa Dua, dan Pulau Sabira. Secara khusus, Pulau Pramuka sendiri termasuk ke wilayah kelurahan Pulau Panggang. 2.2 Karakteristik Biofisik Kepulauan seribu terdiri atas 110 pulau, dan 11 diantaranya yang dihuni penduduk. Pulaupulau lainnya digunakan untuk rekreasi, cagar alam, cagar budaya dan peruntukan lainnya. Luas Kepulauan Seribu kurang lebih 108.000 ha, terletak di lepas pantai utara Jakarta dengan posisi memanjang dari Utara ke Selatan yang ditandai dengan pulau-pulau kecil berpasir putih dan gosong-gosong karang. Pulau Untung Jawa merupakan pulau berpenghuni yang paling selatan atau paling dekat dengan jarak 37 mil laut dari Jakarta. Sedangkan kawasan paling utara adalah Pulau Dua Barat yang berjarak sekitar 70 mil laut dari Jakarta. Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monsoon yang secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin Musim Barat (Desember-Maret) dan Angin Musim Timur (Juni-September). Musim Pancaroba terjadi antara bulan April-Mei dan OktoberNopember. Kecepatan angin pada musim Barat bervariasi antara 7-20 knot per jam, yang umumnya bertiup dari Barat Daya sampai Barat Laut. Angin kencang dengan kecepatan 20 knot per jam biasanya terjadi antara bulan Desember-Februari. Pada musim Timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot per jam yang bertiup dari arah Timur sampai Tenggara.

Tugas Besar Oseanografi Lingkungan

10 Mei 2013

Aspek Kehidupan di Pulau Pramuka

Musim hujan biasanya terjadi antara bulan Nopember-April dengan hujan antara 10-20 hari/bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan total curah hujan tahunan sekitar 1700 mm. Musim kemarau kadang-kadang juga terdapat hujan dengan jumlah hari hujan antara 4-10 hari/bulan. Curah hujan terkecil terjadi pada bulan Agustus. 57 Kawasan Kepulauan Seribu memiliki tofografi datar hingga landai dengan ketinggian sekitar 0 2 meter d.p.l. Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang antara 1 1,5 meter. Morfologi Kepulauan Seribu dengan demikian merupakan dataran rendah pantai, dengan perairan laut ditumbuhi karang yang membentuk atoll maupun karang penghalang. Atol dijumpai hampir diseluruh gugusan pulau, kecuali Pulau Pari, sedangkan fringing reef dijumpai antara lain di P. Pari, P. Kotok dan P. Tikus. Air tanah di Kepulauan Seribu dapat berupa air tanah tidak tertekan yang dijumpai sebagai air sumur yang digali dengan kedalaman 0,5 4 meter pada beberapa pulau berpenghuni. Air tanah tertekan juga dijumpai di beberapa pulau, seperti P.Pari, P. Untung Jawa dan P.Kelapa (Dinas Pertambangan DKI Jakarta). Keberadaan air tanah di Kepulauan Seribu terkait dengan penyebaran endapan sungai purba yang menjadi dasar tumbuhnya karang. 2.3 Kondisi Oseanografi 2.3.1 Batimetri Kedalaman perairan di Kepulauan Seribu sangat bervariasi, dimana beberapa lokasi mencatat kedalaman hingga lebih dari 70 meter, seperti lokasi antara P. Gosong Congkak dan P. Semak Daun pada posisi 1063500 BT dan 054308 LS dengan kedalaman 75 meter. Setiap pulau umumnya dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan dengan kedalaman kurang dari 5 meter. Hampir setiap pulau juga memiliki daerah rataan karang yang cukup luas (reef flat) dengan kedalaman bervariasi dari 50 cm pada pasang terendah hingga 1 meter pada jarak 60 meter hingga 80 meter dari garis pantai. Dasar rataan karang merupakan variasi antara 58 pasir, karang mati, sampai karang batu hidup. Di dasar laut, tepi rataan karang sering diikuti oleh daerah tubir dengan kemiringan curam hingga mencapai 70 dan mencapai dasar laut dengan kedalaman bervariasi dari 10 meter hingga 75 meter.

Tugas Besar Oseanografi Lingkungan

10 Mei 2013

Aspek Kehidupan di Pulau Pramuka

2.3.2 Pasang Surut Pengamatan pada tahun 1999 di P. Pramuka, P. Karya dan P. Panggang mencatat tinggi muka laut rata-rata sebesar 1,01 m pada skala palem dan tinggi referensi kedalaman peta (chart datum) sebasar 0,65 m dibawah muka laut rata-rata (Jurusan Teknik Geodesi-ITB). 2.3.3 Arus Hasil pengukuran di P. Pramuka pada tahun 1993 (Effendi, 1993) mencatat kecepatan arus sebesar 2 19 sm/dt. Pada tahun 1997, kecepatan arus di Pulau Pramuka tercatat sebesar 10 cm/dt (Dinas Perikanan Kelautan DKI Jakarta, 1998). Pengukuran pada tahun 1999 (Jurusan Teknik Geodesi-ITB) mencatat kecepatan arus di Pulau Pramuka pada kondisi pasang purnama (spring tide) sebesar 5 48 cm/dt dengan arah bervariasi antara 3 - 348. Di lokasi yang sama pada kondisi pasang perbani (neep tide) kecepatan arus tercatat sebesar 4 30 cm/dt dengan arah bervariasi antara 16 - 350. 2.3.4 Gelombang Pengukuran di P. Pramuka pada bulan Desember 1999 mencatat tinggi gelombang ratarata yang diukur setiap jam selama 5 hari adalah 7,0 69,5 cm dengan periode rata-rata 2,4 6,3 detik (Jurusan Teknik Geodesi ITB, 1999). Gelombang di daerah tubir akan lebih besar dibandingkan gelombang di garis pantai. Hal ini disebabkan di pantai telah terjadi peredaman gelombang oleh rataan karang yang dangkal. Data tersebut menyimpulkan bahwa tinggi gelombang di sekitar P. Pramuka dapat dikategorikan sebagai rendah (<1 meter) walaupun frekuensinya cukup tinggi. Tinggi gelombang di Kepulauan Seribu pada musim Barat adalah sebesar 0,5 1,5 meter, sedangkan pada musim Timur adalah sebesar 0,5 1,0 m (Dishiros TNI-AL, 1986). Tinggi gelombang sangat bervariasi antara satu lokasi dengan lokasi lainnya disebabkan oleh variasi kecepatan angin dan adanya penjalaran gelombang dan perairan sekitarnya, sesuai dengan letak gugusan Kepulauan Seribu yang berbatasan dengan perairan terbuka. Gelombang didominasi oleh arah Timur Tenggara yang dipengaruhi oleh refraksi pada saat memasuki daerah tubir. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Seawatch Indonesia pada bulan Nopember 1998 Agustus 1999 di P. Kelapa mencatat tinggi gelombang pada kisaran 0,05 1,03 meter dengan periode gelombang berkisar antara 2,13 5,52 detik.

Tugas Besar Oseanografi Lingkungan

10 Mei 2013

Aspek Kehidupan di Pulau Pramuka

2.3.5 Kualitas Perairan Laut Mengacu pada beberapa hasil pengukuran kualitas air laut yang dilakukan pada waktu yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa suhu, kecerahan dan salinitas relatif mencatat kondisi yang sama dibeberapa lokasi dan antar musim sebagaimana tertera pada Tabel berikut. Suhu air laut dan salinitas tidak mencatat fluktuasi yang nyata pada musim Barat, musim Timur sebesar 28,5-31,0 (Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, 1998). Sedangkan salinitas berkisar antara 30 34 promil, dimana pengukuran yang dilakukan pada tahun 1997 di Pulau Pramuka mencatat angka sebesar 32,0 promil. Pengukuran yang dilakukan pada tahun 1999 di P. Pramuka mencatat angka yang relatif stabil, yaitu sebesar 32,65 32,74 promil. Secara khusus, hasil pengukuran untuk Pulau Pramuka bisa dilihat pada tabel berikut. Parameter Suhu Kecerahan Arus Turbiditas Konduktifitas pH Salinitas DO 2.4 Kondisi Sosial Ekonomi Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 1986 Tahun 2000 tentang wilayah Kepulauan Seribu dinyatakan bahwa jumlah pulau di 64 Kecamatan Kepulauan Seribu adalah 110 pulau yang secara Administratif dibagai menjadi 6 wilayah kelurahan yaitu kelurahan Pulau Panggang, Pulau Tidung, Pulau Kelapa, Pulau Untung Jawa, Pulau Harapan dan Pulau Pari. Dari keenam kelurahan tersebut Kelurahan Pulau Kelapa memiliki pulau yang paling banyak (36 pulau) dan yang paling sedikit pulaunya adalah Kelurahan Pulau Tidung (6 pulau). Upaya pemilihan kondisi perekonomian Jakarta Utara pasca krisis ekonomi tahun 1998 tampaknya sudah mulai membuahkan hasil yang cukup menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jakarta Utara tahun 1999, yang menunjukan pertumbuahan yang positif yakni sebesar 0,85% dari hasil perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Tugas Besar Oseanografi Lingkungan 5
0

Satuan C Meter cm/dt Ms/cm Promil Mg/l

P. Pramuka 29,5 8 52,1 8,16 34,3 5,65

Sumber : Bapedalda DKI Jakarta-LAPI ITB, 2001

10 Mei 2013

Aspek Kehidupan di Pulau Pramuka

atas dasar harga konstan 1993. Semua itu tidak terlepas dari Perkembangan dari masing-masing sector. Atas dasar harga konstan 1993 sektor pertanian mengalami kenaikan sebesar 7,59%. 2.4.1 Kependudukan Data demografi Kecamatan Kepulauan Seribu tahun 2001 menunjukan jumlah sebesar 18.692 jiwa dengan jumlah penduduk terbesar berada di Kelurahan Pulau Kelapa yaitu sebesar 4.956 jiwa. Komposisi penduduk Kepulauan Seribu yaitu laki-laki sebesar 9.242 jiwa dan perempuan 8.985 jiwa, dengan komposisi tersebut sex ratio sebesar 103 yang artinya dalam 100 orang perempuan terdapat 103 orang laki-laki. Luas Wilayah Kepulauan Seribu adalah 773,61 ha. Dengan melihat jumlah penduduk dan luas Kecamatan Kepulauan Seribu, maka kepadatan penduduk sebesar 24 orang/ha. Keadaan demografi dapat dilihat pada table berikut. Tabel Tingkat Pertumbuhan Penduduk di Pulau Pramuka Thun 2001 Kab/Kec/Kelurahan 1998 Kel. P.Panggang P.Panggang P.Pramuka 3.983 3.107 876 Jumlah Penduduk (jiwa) 1999 4.081 3.175 906 2000 4.236 3.288 950 2001 4.264 3.301 963 Tingkat Pertumbuhan (%) 1999 2,46 2,19 3,42 2000 3,85 3,56 4,86 2001 0,61 0,40 1,37

Sumber : Laporan Tahunan dan Bulanan Per Kelurahan, 2001-2002

Tabel Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Pulau Pramuka Tahun 2002 Kecamatan/Kelurahan Kelurahan Pulau Panggang Pulau Panggang Pulau Pramuka 9,00 16,00 36.700 6.000 367 60 Luas Wilayah (Ha) Kepadatan (Orang/km2) (Orang/Ha)

Sumber : Laporan Tahunan dan Bulanan Per Kelurahan, 2001-2002

Tugas Besar Oseanografi Lingkungan

10 Mei 2013

Aspek Kehidupan di Pulau Pramuka

Tabel Keadaan Demografi di Kelurahan Pulau Panggang Tahun 2001 Kelurahan Penduduk Penduduk Jumlah Laki-laki Panggang 2.144 Wanita 2.046 4.190 1.182 KK Luas (Ha) 62,1 Sex Ratio 105 Kepadatan (Orang/Ha) 67

Sumber : Laporan Penyelenggara Pemerintah Wilayah Kec. Kepulauan Seribu (April, 2001)

Tabel Penduduk Kelurahan Pulau Panggang Menurut Kelompok Umur Tahum 2001

Kelurahan 0-5 Kelurahan P.Panggang 1.194 6-14 986 15-24 823

Distribusi Umur 25-34 498 35-44 395 45-54 224 55-64 123 >65 23

Sumber : Laporan Tahunan dan Bulanan Per Kelurahan, 2001-2002

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa komposisi penduduk Kecamatan Kepulauan Seribu, khususnya Kelurahan Pulau Panggang, banyak yang masuk kedalam usia produktif. 2.4.2 Mata Pencaharian Mata Pencaharian yang ada di Kebupaten Administratif Kepulauan Seribu meliputi sector (bidang kegiatan) perikanan, perdagangan, PNS, TNI, Karyawan/buruh, dan lainlain. terlihat bahwa sector perikanan khususnya nelayan merupakan mata pencaharian terbesar yaitu 69,36% diikuti oleh Pedagang/Buruh sebesar 10,39%, pegawai negeri 6,5% pegawai swasata/wiraswasta 3,8%, jasa 1,7% dan TNI/POLRI 0,3%, sedangkan lainlainnya sebesar 8%. Nelayan di Kepulauan Seribu hampir semuanya adala nelayan tradisional dengan berbagai tipe, yaitu sebagai nelayan harian, mingguan, nelayan bulanan. Penghasilan yang diperoleh pun tidak menentu tergantung musim, ketika sedang musim ikan mereka yang nelayan harian bisa mendapatkan ikan di atas Rp. 100.000 per hari, tetapi ketika ikan berkurang untuk memperoleh Rp. 20.000 cukup sulit, itulah yang dialami oleh sebagian besar nelayan Kepulauan Seribu karena mereka adalah para nelayan tangkap yang sangat mengandalkan alam. Sesungguhnya keadaan ini bisa diatasi jika para nelayan juga melakukan kegiatan budidaya ikan.Keberadaan para investor luar yang berusaha di sector perikanan, seperti budidaya ikan kerapu dalam jaring apung telah menyerap tenaga kerja dari masyarakat setempat. Namun demikian, jumlahnya masih

Tugas Besar Oseanografi Lingkungan

10 Mei 2013

Aspek Kehidupan di Pulau Pramuka

relatif sedikit karena memang perkembangannya masih dalam tahapan rintisan disamping itu masih rendahnya kinerja tenaga kerja local. Peluang usaha yang ada di Wilayah Kepulauan Seribu umumnya berkaitan dengan sector perikanan, seperti penyewaan kapal nelayan bagi orang luar yang memerlukannya untuk kegiatan survey, penelitian atau wisata. Peluang usaha yang banyak dimanfaatkan oleh para ibu-ibu atau perempuan terutama di Pulau Panggang adalah pengolahan rumput laut menjadi dodol dan manisan, kerupuk ikan, ikan asin, kerupuk sukun dan lain-lain. 2.4.3 Fasilitas Ekonomi Fasilitas ekonomi yang ada di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu diharapkan dapat menunjang kegiatan-kegiatan yang ada.Berdasarkan table diatas terlihat bahwa jumlah warung yang menyediakan kebutuhan hidup sehari-hari menempati jumlah terbanyak. Koperasi sebagai salah satu penunjang kegiatan usaha yang tersebar di semua Kelurahan sebanyak 6 buah, tetapi tidak berfungsi dengan baik. Pasar/warung yang menyediakan sarana untuk kebutuhan usaha budidaya juga belum terlihat di Kecamatan Kepulauan Seribu.

Tugas Besar Oseanografi Lingkungan

10 Mei 2013

Aspek Kehidupan di Pulau Pramuka

BAB III ANALISIS MASALAH


Permasalahan yang terjadi di Pulau Pramuka adalah pencemaran lingkungan laut. Seperti kita ketahui, sampah dan limbah dari Jakarta bermuara di Teluk Jakarta dan terbawa arus menuju wilayah perairan Kepulauan Seribu. Berikut dibahas mengenai beberapa pencemaran lingkungan laut yang terjadi di Kepulauan Seribu. 3.1 Pencemaran Limbah dan Sampah Akumulasi limbah dan sampah di dalam laut, pada akhirnya langsung atau pun tidak langsung mengganggu keselamatan dan kelestarian sumber daya alam yang terdapat di perairan laut. Pada hal menurut para ilmuan, ekosistem laut memiliki pengaruh yang besar terhadap keberlangsungan hidup di muka bumi ini. Perilaku manusia semena-mena, menjadi faktor utama penyebab degradasi mutu lingkungan di perairan laut. Adaptasi alami aneka biota laut terhadap perubahan kondisi lingkungan, semakin sulit terjadi akibat tingginya kadar pencemaran limbah. Baik yang terbawa oleh aliran sungai, dari pembuangan sampah penduduk pesisir pantai atau dari kapal-kapal yang melintas di perairan laut. Saat ini, pencemaran laut oleh limbah dan sampah telah menjadi masalah serius. Di wilayah DKI Jakarta saja, misalnya, pencemaran air laut Jakarta telah mencapai radius 60 km atau seluas kawasan Pulau Pramuka di Kepulauan Seribu. Pencemaran itu disebabkan dari limbah domestik perkotaan maupun industri, kemudian mencemari Sembilan sungai di Jakarta yang bermuara di Teluk Jakarta. Beberapa penelitian mengungkapkan perairan Teluk Jakarta terindikasi mengandung logam berat Pb (timbal), Cd (cadmium), dan Cu (tembaga). Dalam hal mutu, kualitas air laut di sekitar Kepulauan Seribu nilai rata-rata kandungan organiknya antara 20,88-38,46 mg/I. Kandungan amonia yang tidak terdeteksi mencapai 0,38 mg/I, sedangkan baku mutu air laut untuk amonia <0,3 mg/l. Kandungan logam berat untuk Cu berkisar 0,03-0,08 mg/I dan Zn (seng) berkisar 0,15-0,40 mg/I. Sedangkan kandungan nikel, timah hitam, cadmium, chromium, dan fenol tidak terdeteksi. Dengan kondisi air seperti ini maka mutunya menjadi tidak layak untuk di minum. Akar penyebabnya adalah pengelolaan limbah yang salah. Kesalahan itu tidak hanya dilakukan oleh
Tugas Besar Oseanografi Lingkungan 9

10 Mei 2013

Aspek Kehidupan di Pulau Pramuka

masyarakat pesisir pantai yang masih tradisional, tapi juga oleh fasilitas pariwisata yang sudah dikelola dengan cara modern. Banyak hotel, tempat penginapan, cottage modern, namun tetap tradisional dalam pengelolaan limbah. Jika kebiasaan ini tidak segera diubah dengan memperbaiki pola pengelolaan limbah, lambat laun wisatawan enggan berkunjung karena lokasinya sudah tercemar. Pencemaran laut oleh limbah dan sampah memang telah menjadi persoalan dunia dewasa ini. Sebab selain dapat mengurangi mutu obyek wisata, juga menjadi ancaman bagi kehidupan fauna dan flora laut. Beberapa laporan penelitian menyebutkan, sampah plastik kini telah menjadi faktor pembunuh beberapa jenis hewan laut, termasuk terumbu karang. Pengelolaan limbah dan sampah di kawasan pesisir terutama di kawasan wisata memang tidak bisa sembarangan. Dengan cara pengendapan ke dalam tanah, jelas tidak cukup, sebab pasti kandungan racun yang mengendap ke tanah, bakal terbawa aliran air hujan ke laut. Dengan demikian, sama saja dengan tidak diolah. Pengelolaan limbah seperti ini jelas salah, dan akibatnya kelestarian fauna dan flora laut terus terancam. 3.2 Pencemaran Tumpahan Minyak Wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu sudah sejak puluhan tahun yang lalu secara reguler terkena pencemaran minyak dua kali setahun, yaitu antara bulan Desember-Januari, dan antara bulan April-Mei. Kasus pencemaran minyak Kepulauan Seribu yang telah dan mulai menjadi materi pembahasan berbagai pihak adalah Kasus Pencemaran pada bulan Desember 2003, Kasus Pencemaran pada bulan April/Mei 2004, dan Kasus Pencemaran pada bulan Oktober 2004, yang kesemuanya merupakan kasus yang diawali dengan laporan kejadian dari Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Seribu kepada berbagai pihak terkait. Kasus pencemaran terakhir terjadi tanggal 5 Oktober 2004. Pukul 14.50 WIB, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS) mengetahui bahwa di Kepulauan Seribu telah terjadi kembali pencemaran minyak, terutama di Perairan dan pulau Pramuka, Panggang dan Karya, yang merupakan Wilayah Zona Permukiman TNLKpS. Pencemaran minyak tersebut merupakan pencemaran minyak terbesar yang pernah terjadi dan mengenai Perairan Pulau Pramuka, Panggang dan Karya. Besaran pencemaran seperti
Tugas Besar Oseanografi Lingkungan 10

10 Mei 2013

Aspek Kehidupan di Pulau Pramuka

hamparan lapangan seluas sekitar 1 (satu) km2 dan alur sungai sepanjang sekitar 3 km, dengan ketebalan sekitar 3-7 CM. Jenis minyak diperkirakan minyak mentah. Sebelumnya, terjadi pula pencemaran minyak cukup besar pada bulan Desember 2003. Kasus Pencemaran Minyak ini diketahui oleh Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu pada tanggal 28 Desember 2003, yang segera ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim Terpadu dan kunjungan ke lapangan. Kunjungan ke lapangan, dilakukan sekaligus dengan pengambilan sampel prosedural oleh PPNS Kementrian Lingkungan Hidup yang didampingi oleh PPNS TNLKpS, Pemda Kabupaten, BPLHD Propinsi, dan Perwakilan Instansi Sektoral terkait lainnya. Pada kasus pencemaran bulan Desember 2003 seluruh pulau (78 pulau) di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu tercemar, saat ini, proses penegakan hukumnya masih pada tahap Pengumpulan Barang Bukti (PULBAKET). Kasus ini merupakan contoh kasus yang sarat dengan permasalahan internal pemerintah. Permasalahan tersebut berkaitan dengan ketidaktersediaan dana untuk pengujian laboratorium sample minyak pencemar, dan tidak digunakannya teknologi penginderaan jauh. Kasus pencemaran Desember 2003, pada awalnya telah ditangani dengan baik, dimana telah dibentuk : (1) Penanggungjawab Koordinasi yang dilakukan dalam kordinasi Pemda Kabupaten, (2) Monitoring Pulau Tercemar dilakukan dalam koordinasi TNLKpS, dan (3) Penegakan Hukum dikoordinasikan dan dilakukan oleh Kantor Meneg KLH. Pengambilan sampel (pulau tercemar, dan Anjungan Minyak CNOOC) telah dilakukan oleh Penyidik KLH yang didampingi PPNS dan Perwakilan Sektoral Terkait (TNL, Dephub, Pemda Kabupaten, BPLHD). Penyidik KLH didampingi PPNS TNL telah melakukan beberapa pemeriksaan saksi dari TNL sebagai Pelapor, Sektoral Terkait (Dephub, BP Migas, Dept. ESDM), beberapa pakar ahli perminyakan, dan beberapa manajemen CNOOC dan BP Indonesia. Kendala yang dihadapi adalah Penyidik KLH tidak dapat melakukan uji laboratorium 16 sample minyak dari Anjungan Minyak CNOOC, sehingga sampai saat ini belum dapat menetapkan tersangka dan tindak lanjut penyidikannya.

Tugas Besar Oseanografi Lingkungan

11

10 Mei 2013

Aspek Kehidupan di Pulau Pramuka

Di samping kasus pencemaran besar tersebut, terjadi pula pemcemaran minyak mentah pada bulan April/Mei 2004. Pada kasus ini, TNLKpS melakukan monitoring dan pemantauan terhadap dampak pencemaran yang meliputi sekitar 30 pulau di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (sekitar 40 % Pulau dalam TNLKpS). 3.2.1 Dampak Pencemaran Minyak Secara akumulasi puluhan tahun terjadinya pencemaran minyak di Taman Nasional Kepulauan Seribu, telah dapat dibuktikan dengan petunjuk dari Penyu Sisik sebagai salah satu indikator kunci lingkungan hidup laut. Petunjuk kunci yang menunjukkan rusaknya ekosistem Kepulauan Seribu, terjadi baru pertama kali pada tahun 2004 ini, yaitu bahwa rata-rata telur yang diperoleh dari Pulau Peteloran Timur berjumlah 4.363 butir, tetapi pada tahun 2004 ini hanya diperoleh 2.620 butir yang diantaranya 905 butir telur tidak berembrio, 110 butir telur berembrio mati, dan 4 ekor tukik terlahir cacat yang akhirnya mati. Secara khusus, pencemaran minyak di Kepulauan Seribu telah berakibat nyata pada gangguan ekosistem Kepulauan Seribu dalam jangka panjang secara bertahap, baik terumbu karang, padang lamun, mangrove, penyu, maupun biota laut lainnya. Secara khusus diinformaskan bahwa padang lamun dan mangrove, merupakan komponen sangat penting pada ekosistem laut Kepulauan Seribu, tetapi sangat rentan terhadap kerusakan, dan sangat sulit dan mahal upaya pemulihannya. Dampak lainnya berupa gangguan terhadap pengotoran jaring budidaya kelautan, yang selanjutnya akan menurunkan produktivitas kelautan dan perikanan dan juga akan menurunkan minat bermatapencaharian budidaya kelautan, yang tak lain bahwa Masyarakat akan kembali kepada mata pencaharian sebagai Nelayan Tangkap dan atau Nelayan pengebom atau menggunakan potasium sianida yang akan merusak terumbu karang Kepulauan Seribu secara nyata. Di samping itu pencemaran ini juga menyebabkan gangguan terhadap wisatawan bahari baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, yang selanjutnya akan menurunkan minat berkunjung ke Kepulauan Seribu, serta akan meniadakan arti promosi-promosi yang telah dilakukan berbagai pihak.

Tugas Besar Oseanografi Lingkungan

12

10 Mei 2013

Aspek Kehidupan di Pulau Pramuka

Terkait langsung dengan pencemaran minyak 5 Oktober 2004 ini, pada tanggal 10 Oktober 2004 jam 17.10 WIB, ditemukan biota laut dilindungi yang mati karena terkena tar-ball yaitu (1) seekor Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops trucatus) dengan panjang 1,6 meter yang, dan (2) seekor Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dengan panjang kerapas 60 cm, yang keduanya terdampar di Pulau Pramuka bagian Timur. Selain itu, terdapat pentahapan kematian ikan bandeng (Chanos chanos) sebagai ikan permukaan (pelagis) di Jaring Apung Gosong Pramuka dimulai pada tanggal 8 Oktober 2004 jam 15.30 WIB sekitar 3.200 ekor, tanggal 9 Oktober 2004 sekitar 3.900 ekor, dan tanggal 10-12 Oktober rata sekitar 600 ekor, dan sampai sekarang masih terdapat puluhan ekor mati setiap harinya. Diperkirakan total kematian bandeng akan mencapai sepuluh ribu-an ekor.

Tugas Besar Oseanografi Lingkungan

13

10 Mei 2013

Aspek Kehidupan di Pulau Pramuka

BAB IV SOLUSI DAN KESIMPULAN

Kondisi lingkungan di wilayah perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, cukup memprihatinkan. Pencemaran yang terjadi bukan hanya akibat tumpukan sampah dari Teluk Jakarta, tetapi juga akibat tumpahan minyak dari anjungan lepas pantai di wilayah tersebut. Beberapa tindakan untuk memperbaiki kondisi ekosistem pesisir adalah penanaman hutan bakau di pantai Pulau Pramuka. Penanaman bakau ini juga diiringi dengan rehabilitasi taerumbu karang. Kegiatan ini dipelopori oleh beberapa perusahaan yang peduli lingkungan bekerjasama dengan pemerintah setempat. Namun beberapa saat lalu, proses rehabilitasi tanaman mangrove dan terumbu karang di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu tidak dapat berjalan maksimal. Sebabnya, karena faktor alam yang tidak mendukung. Proses rehabilitasi pohon mangrove dan terumbu karang tidak mudah, misal dari 1.000 pohon mangrove yang ditanam paling yang bisa terbentuk 50% itu pun sampai tumbuh akar dua tahun. Seorang ahli mengatakan kondisi alam yang tidak bersahabat seperti gelombang ombak yang terkadang merubuhkan pohon mangrove. Sementara calon terumbu karang mati disebabkan sedimen yang menutupi jaringan tubuh karang. Dari pengalaman tersebut, baiknya rehabilitasi mangrove dan terumbu karang dilakukan pada musim peralihan yakni bulan April sampai dengan Juni, dimana saat itu merupakan musim peralihan sedangkan di musim angin timur kondisi ombak sedang besar, ketika itu banyak sampah-sampah dari laut yang terbawa arus sehingga menjadi masalah. Upaya perbaikan ekosistem di pesisir Pulau Pramuka ini dinilai cukup bagus. Namun satu hal yang juga perlu diingat, setelah prose rekstruksi dijalankan sebaiknya tidak boleh melupakan proses pengelolaannya secara keberlanjutan, sehingga ekosistem tersebut tidak akan mati.

Tugas Besar Oseanografi Lingkungan

14

Вам также может понравиться