Вы находитесь на странице: 1из 65

BAB I TINJAUAN LITERATUR

1.1 Definisi Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah secara teus menerus melenihi batas normal. Hipertensi merupakan produk resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output (wxler, 2002)1 Menurut Joint National Committee 7 (2003), hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih, sedangkan menurut WHO tahun 1999, hipertensi adalah tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mm Hg sistolik dan atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak menggunakan anti hipertensi.

1.2 Epidemiologi Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999 2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29 31 %, yang berarti terdapat 58 65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III tahun 1988 1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95 % dari seluruh kasus hipertensi. Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan didaerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan.Baik dari segi case finding maupun penatalaksanaan pengobatannya. Jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran,Jawa Tengah sebesar 1,8% dan Lembah Balim Pegunungan

Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar0,6% sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8%. 14, 6

1.3 Etiologi Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.5 1. Hipertensi primer (essensial) Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.6 2. Hipertensi sekunder Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan

tekanan darah (lihat tabel 1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.7 Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan

menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati / mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.2 Penyakit Obat 1. penyakit ginjal kronis 2. hiperaldosteronisme primer 3. penyakit renovaskular 4. sindroma Cushing 5. pheochromocytoma 6. koarktasi aorta Obat 1. Kortikosteroid, ACTH 2. Estrogen (biasanya pil KB dg kadar estrogen tinggi) 3. NSAID, cox-2 inhibitor 4. Fenilpropanolamine dan analog 5. Cyclosporin dan tacrolimus

7. penyakit tiroid atau paratiroid 6. Eritropoetin 7. Sibutramin 8. Antidepresan venlafaxine) Tabel 1.1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi. (terutama

1.4 Klasifikasi dan manifestasi klinis Klasifikasi pengukuran tekanan darah berdasarkan kriteria Joint National Comitte (JNC) 7 tahun 2003 adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2. `Klasifikasi Tekanan Darah JNC 7 Kategori Normal Prehipertensi Hipertensi Stadium I Hipertensi Stadium II Sistolik (mmHg) <120 120-139 140-159 160 Diastolik (mmHg) dan <80 atau 80-89 atau 90-99 atau 100

Tabel 1.3. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO) dan International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG) Kategori Optimal Normal Normal tinggi / pra hipertensi Hipertensi derajat I Hipertensi derajat II Hipertensi derajat III 140 159 160 179 180 Atau Atau Atau 90 99 100 109 110 Sistolik (mmHg) < 120 < 130 130 139 Dan Dan Atau Diastolik (mmHg) < 80 < 85 85 89

Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa: 1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan darah intrakranium. 2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi. 4

3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf. 4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus. 5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

1.5. Faktor resiko Faktor resiko hipertensi terdiri dari dua yaitu: 1. Faktor risiko yang dapat dikendalikan atau dikontrol yaitu, sebagai berikut: a. Obesitas Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA (NIH, 1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional). Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus. b. Pola asupan garam dalam diet Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar,sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan

meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya

hipertensi.

Karena

itu

disarankan

untuk

mengurangi

konsumsi

natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium glutamate(MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak- memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG.

c. Merokok Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Womens Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.

d. Konsumsi Lemak Jenuh Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah. e. Penggunaan Jelantah

Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90% komposisinya adalah ALTJ.3 f. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum sedikit. Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah. g. Kurang Olahraga Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.

Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. h. Stres Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan. i. Penggunaan Estrogen Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen. MN Bustan menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen ( 12 tahun berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan.

2.

Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan atau tidak dapat dikontrol yaitu, sebagai berikut: a. Faktor genetik Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.

b. Umur Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang berumur di atas60 tahun, 50 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Halini merupakan pengaruh

degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor.Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun,dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi

kaku.Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai decade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimanaaliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.

c. Jenis kelamin Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia

premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.4

d.

Etnis Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada

yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin lebih besar. Gambar 1.1. faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi
ASUPAN GARAM BERLEBIH

JUMLAH NEFRON BERKURANG STRES PERUBAHAN

BAHAN-BAHAN YANG BERASAL DARI ENDOTEL

OBESITAS GENETIK

RETENSI NATRIUM GINJAL

PENURUNAN PERMUKAAN FILTRASI

AKTIVITAS BERLEBIH SARAF SIMPATIS

RENIN ANGIOTENSIN BERLEBIH

PERUBAHAN MEMBRAN SEL

HIPERINSULINEMIA

KONSTRIKSI VENA

PENINGKATAN VOLUME CAIRAN

PENINGKATAN PRELOAD

PENINGKATAN KOTRAKTILITAS

KONSTRIKSI FUNGSIONIL

HIPERTROFI STRUKTURAL

TEKANAN DARAH = CURAH JANTUNG X TAHANAN PERIFER

HIPERTENSI = PENINGKATAN CURAH JANTUNG DAN / ATAU PENINGKATAN TAHANAN PERIFER

OTOREGULASI

10

1.6. Patofisiologi Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Setelah berikatan dengan reseptor yang spesifik, angiotensisn II akan menyebabkan respon biologis pada beberapa jaringan, meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik,

11

asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.

Gambar 1.2. Patogisiologi hipertensi

1.7. Penegakkan diagnosa Menurut European Society of Hypertension (ESH) dan European Society of Cardiology (ESC) 2007, prosedur diagnosa hipertensi terdiri atas: pemeriksaan tekanan darah, identifikasi faktor resiko, dan pemeriksaan adanya kerusakan organ dan penyakit lain yang terjadi bersamaan atau menyertai keadaan klinis yang ada. 1. Anamnesis Dari anamnesis dapat kita peroleh keterangan-keterangan dari pasien. Pada kasus hipertensi kita dapat memperoleh hal yang penting dari anamnesis seperti: 1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

12

2. Indikasi adanya hipertensi sekunder a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik) b. Adanya penyakt ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria, pemakaian obat obat analgesic dan obat/bahan lauin c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi

(feokromositoma) d. Episode lemah otot dan tetani (alosteronisme) 3. Faktor faktor risiko : a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien b. Riwayat hyperlipidemia pada pasien atau keluarganya c. Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya d. Kebiasaan merokok e. Pola makan f. Kegemukan 4. Gejala kerusakan organ a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic attacks, deficit sensoris atau motoris b. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki c. Ginjal : poliuri, nokturia, hematuria d. Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten 5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya 6. Faktor faktor pribadi, keluarga, dan lingkungan

2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua lengan.mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, diseksiaorta ).Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas. Auskultasi untuk mendengar ada atau tidak bruit pembuluh darah besar, bising jantung dan ronkiparu.

13

a.

Pengukuran Tekanan Darah Dalam rekomendasi pengukuran TD dari Canadian Hypertension Education

Program(CHEP,2009) dilakukan pengukuran minimal 3 kali pada posisi duduk dengan jarak pemeriksaan minimal 1 menit. Pengukuran pertama

diabaikan,kemudian diambil nilai rata-rata dari dua pengukuran selanjutnya.TD saat berdiri juga harus diukur setelah pasien berdiri 2 menit,demikian pula bila pasien memiliki keluhan hipotensi ortrostatik. Pengukuran TD sebaiknya dilakukan pada kedua lengan pada minimal 1x kunjungan. Bila salah satu lengan secara konsisten menunjukkan TD yang lebih tinggi, maka lengan tersebut sebaiknya digunakan sebagai patokan untuk pengukuran maupun interpretasi TD.

3.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk menentukan adanya penyakit

penyerta sistemik, yaitu : 1. Aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak) 2. Diabetes (melalui pemeriksaan gula darah) 3. Fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta memperkirakan laju filtrasi glomerulus) Pada pasien hipertensi beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan organ target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya keruksan organ target meliputi : 1. Jantung a. b. Pemeriksaan fisik Foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri intratoraks dan sirkulasi pulmoner) c. EKG (deteksi iskemia jantung, gangguan konduksi, aritmia, serta hipertrofi ventrikel kiri) d. Ekokardiografi

14

2. Pembuluh darah 1. 2. 3. Pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure USG karotis Fungsi endotel (masih dalam penelitian)

3. Otak 1. 2. Pemeriksaan neurologis Diagnosis stroke dengan menggunakan CT Scan atau MRI (untuk pasien dengan keluhan gangguan neural, memori dan kognitif) 4. Mata 1. Funduskopi

5. Fungsin ginjal 1. Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya

proteinuria/mikroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin urin 1.8. Penatalaksanaan Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis penatalaksanaan:5 1. Penatalaksanaan non farmakologis atau perubahan gaya hidup Modifikasi kebiasaan hidup dilakukan pada setiap penderita hipertensi, meskipun cara ini tidak dapat dilakukan sebagai cara tunggal untuk setiap derajat hipertensi, akan tetapi cukup potensial dalam menurunkan faktor resiko kardiovaskuler dan bermanfaat pula menurunkan tekanan darah. Disamping itu diharapkan memperbaiki efikasi obat antihipertensi. Keuntungan lain karena merupakan upaya penatalaksanaan hipertensi yang murah dengan efek samping minimal. Menurut JNC 7, modifikasi kebiasaan hidup untuk pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi adalah sebagai berikut: a) Menurunkan berat badan (index masa tubuh diusahakan 18,5 - 24,9 kg/m2) diperkirakan menurunkan TDS 5-20 mmHg/10 kg penurunan berat badan. b) Diet dengan asupan cukup kalium dan kalsium dengan mengkonsumsi

15

makanan kaya buah, sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh diharapkan menurunkan TDS 8-14 mmHg c) Mengurangi konsumsi natrium tidak lebih dari 100 mmoU hari (6 gram NaCI), diharapkan menurunkan TDS 2-8 mmHg d) Meningkatkan aktifitas fisik misalnya dengan berjalan minimal 30 menit/hari diharapkan menurunkan TDS 4-9 mmHg e) Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol. Mengurangi konsumsi alkohol 2 gelas ( 30 mL ethanol) per hari pada laki-laki dan1 gelas per hari pada wanita dan pasien kurus diharapkan dapat menurunkan TDS 24 mmHg

2. Penatalaksanaan farmakologis atau dengan obat Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi. Pengobatan ini adalah pengobatan jangka panjang dengan kemungkinan besar untuk seumur hidup

Klasifikasi dan Tatalaksana Tekanan Darah Menurut JNC 7 Klasifikasi TDS TDD mmHg Perubahan gaya hidup Terapi obat awal Tanpa Indikasi yang Memaksa Dengan Indikasi yang Memaksa Normal <120 Dan < 80 Dianjurkan

tekanan darah mmHg

Pre-hipertensi 120-139 Atau 80-89

Ya

Tidak ada obat

Obat-obatan

antihipertensi yang untuk dianjurkan compelling indication

16

Hipertensi Stadium 1

140-159 Atau 90-99

Diuretika jenis thiazide untuk sebagian besar, dapat dipertimbangkan ACEI, ARB, OB, CCB, atau kombinasi.

Obat-obatan untuk compelling indications. Obat antihipertensi lainnya (diuretika, ACEI, ARB, PB, CCB) sesuai kebutuhan

Hipertensi Stadium 2

160

atau 100

Kombinasi 2 obat Obat-obatan untuk sebagian untuk

besar (umumnya compelling jenis thiazide dan indications. ACEI atau AR atau (3B atau CCB) Obat antihipertensi lainnya (diuretika, ACEI, ARB, Bb, CCB) sesuai kebutuhan

Pemilihan obat anti hipertensi menurut ESH-ESC (2007) harus mempertimbangkan manfaat utama pengobatan hipertensi, yaitu penurunan tekanan darah itu sendiri. Terdapat bukti bahwa obat-obat kelas tertentu dapat memiliki efek berbeda, dan pada kelompok penderita tertentu obat-obatan tidak

17

memiliki efek samping yang setara, terutama pada individu tertentu. Kelas-kelas utama obat antihipertensi seperti diuretik, -bocker, calcium antagonist, ACE inhibitor, ARB dapat dipakai sebagai pilihan awal dan juga pemeliharaan. Pilihan obat awal menjadi tidak penting karena kebutuhan untuk menggunakan kombinasi 2 obat atau lebih untuk mencapai tekanan darah target. Dengan banyaknya buktibukti ilmiah, pilihan obat tergantung banyak faktor, antara lain: Pengalaman pasien sebelumnya dengan obat antihipertensi, harga obat, gambaran resiko, ada tidaknya kerusakan organ dan penyakit penyerta, serta pilihan pasien.6 Pada sebagian besar pasien, pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat antihipertensi yang dipilih, dan jika perlu dosisnya secara perlahan-lahan dinaikkan, bergantung pada umur, kebutuhan, dan hasil pengobatan. Obat antihipertensi yang dipilih sebaiknya yang mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam dengan dosis sekali sehari, dan setelah 24 jam efek penurunan tekanan darahnya masih diatas 50 % efek maksimal. Obat antihipertensi kerja panjang yang mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam lebih disukai daripada obat jangka pendek disebabkan oleh beberapa faktor : 1) Kepatuhan lebih baik dengan dosis sekali sehari 2) Harga obat dapat lebih murah 3) Pengendalian tekanan darah perlahan-lahan dan persisten 4) Mendapat perlindungan terhadap faktor resiko seperti kematian mendadak, serangan jantung, dan stroke, yang disebabkan oleh peninggian tekanan darah pada saat bangun setelah tidur malam hari. Ternyata kebanyakan penderita hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah. Jika target tekanan darah belum tercapai penambahan obat kedua dari klas lain harus segera ditambahkan. Jika tekanan darah 20/10 mmHg diatas target tekanan darah dipertimbangkan pengobatan awal dengan menggunakan dua macam klas obat sebagai obat kombinasi tetap atau masing-masing diberikan tersendiri.

18

Pemberian dua obat antihipertensi sejak awal ini akan mempercepat tercapainya target tekanan darah. Akan tetapi harus diwaspadai kemungkinan hipotensi ortostatik terutama pada penderita diabetes, disfungsi saraf otonom dan penderita geriatric. Penggunaan obat generik atau kombinasi perlu

dipertimbangkan untuk mengurangi biaya. Penderita paling sedikit harus dievaluasi setiap bulan untuk penyesuaian obat agar target tekanan darah segera tercapai. Jika target sudah tercapai, evaluasi dapat dilakukan tiap 3 bulan. Penderita dengan hipertensi derajat 2 atau dengan faktor komorbid misalnya diabetes, dan payah jantung, memerlukan evaluasi lebih sering. Faktor resiko kardiovaskuler yang lain serta adanya kondisi komorbid harus secara bersama diobati sampai seoptimal mungkin. Pada sebagian besar pasien hipertensi, terapi harus dimulai bertahap, dan penurunan tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Untuk mencapai target tekanan darah, tampaknya sebagaian besar pasien memerlukan terapi kombinasi lebih dari satu obat. Menurut tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi, tampaknya cukup beralasan untuk memulai terapi dengan obat tunggal dosis rendah atau kombinasi dua obat dosis rendah Terdapat keuntungan dan kerugian dari kedua pendekatan ini.

19

Algoritme pengobatan hipertensi (JNC 7)


Modifikasi gaya hidup

Tidak mencapai target tekanan darah (< 140/90 mmHg) (<130/80 untuk penderita diabetes atau penyakit ginjal kronik)

PILIHAN OBAT AWAL

Tanpa indikasi yang memaksa (without compelling indiacations)

Dengan indikasi yang memaksa (with compelling indications)

Hipertensi stage 1 (TDS 140-159 atau TDD 90-99 mmHg)

Hipertensi stage 2 (TDS 160 atau TDD 100 mmHg)

Obat-obat untuk indikasi yang memaksa (compelling indications)

Diuretika jenis thiazide untuk sebagian besar kasus Dapat dipertimbangkan ACEI, ARB, Bb, CCB, atau kombinasi

Kombinasi 2 obat untuk sebagian besar kasus (umumnya diuretika jenis thiazide dan ACEI, atau ARB, atau PB, atau CCB

Obat antihipertensi lain sesuai kebutuhan diuretika, ACEI, ARB, f3b, CCB)

TIDAK MENCAPAI TARGET TEKANAN DARAH

Optimalkan dosis atau berikan tambahan obat sampai target tekanan darah tercapai, pertimbangkan konsultasi dengan ahli hipertensi

20

Menurut ESH-ESC (2007), pemilihan antara monoterapi dan terapi kombinasi harus mempertimbangkan tingkat tekanan darah yang belum diterapi, ada tidaknya kerusakan organ dan faktor resiko.

Pilihan antara

Obat tunggal dosis rendah Jika target tekanan darah tidak tercapai

Kombinasi 2 obat dengan dosis rendah

Obat sebelumnya dengan dosis maksimal

Ganti ke obat lain dengan dosis rendah

Kombinasi sebelumnya dengan dosis maksimal

Tambahkan obat ketiga dengan dosis rendah

Jika target tekanan darah tidak tercapai

Kombinasi 3 obat pada dosis efektif

Kombinasi 2 atau 3 obat

Monoterapi dosis

Kombinasi 2 obat yang efektif dan ditoleransi dengan baik adalah : Diuretika dan beta bloker Diuretic dengan ACE inhibitor w atau ARB Calcium antagonis (dehidropiri(lin) dan beta blocker Calcium antagonist dan ACE Inhibitor atau ARB Calcium antagonist dan diuretic Alfa blocker dan beta blocker

21

Oleh karena faktor yang mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer sangat banyak, obat antihipertensi yang dikembangkan tentu saja berdasarkan pengetahuan patofisiologi tersebut. Obat golongan diuretic, penyekat beta, antagonis kaslsium, dan penghambat enzim konversi angiotensin (penghambat ACE), merupakan antihipertensi yang sering digunakan pada pengobatan. a. Diuretic Mempunyai efek antihipertensi dengan cara menurunkan volume ekstraseluler dan plasma sehingga terjadi penurunan curah jantung. b. Golongan penghambat simpatetik Penghambatan aktivitas simpatik dapat terjadi pada pusat vasomotor otak seperti pada pemberian metildopa dan klonidin atau pada ujung saraf perifer seperti reserpin dan guanetidin. Metildopa mempunyai efek antihipertensi dengan menurunkan tonus simpatik secara sentral. c. Penyekat beta Mekanisme antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan curah jantung dan penekanan sekresi renin. Obat ini dibedakan dalam 2 jenis : yang menghambat reseptor beta 1 dan yang menghambat reseptor beta 1 dan 2. Penyekat beta yang kardioselektif berarti hanya menghambat reseptor beta 1, akan tetapi dosis tinggi obat ini juga menghambat reseptor beta 2 sehingga penyekat beta tidak dianjurkan pada pasien yang telah diketahuimengidap astma bronchial. Kadar renin pasien dapat dipakai sebagai predictor respons antihipertensi penyekat beta karena mekanisme kerjanya melalui system reninangiotensin.7 d. Vasodilator Yang termasuk golongan ini adalah doksazosin, prazosin, hidralazin, minoksidil, diazoksid, dan sodium nitropusid. Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan cara relaksasi otot polos yang akan mengakibatkan penurunan resistensi pembuluh darah. Hidralazin, minoksidil, 22

dan diazoksid bekerja pada arteri sehingga penurunan resistensi pembuluh darah akan diikuti oleh peninggian aktivitas simpatik, yang akan menimbulkan takikardia, dan peninggian kontraktilitas otot miokard yang akan

mengakibatkan peningkatan curah jantung. e. Penghambat enzim konversi angiotensin Yang pertama kali digunakan dalam klinik adalah enalapril dan kaptopril. Kaptopril yang dapat diberikan peroral menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat enzim konversi angiotensin sehingga terjadi penurunan kadar angiotensin 11, yang mengakibatkan penurunan aldosteron dan dilatasi arteriol. Selain itu, obat ini menghambat degradasi bradikinin yang merupakan vasodilator kuat yang akan memperkuat efek antihipertensinya. Pada hipertensi ringan dan sedang dapat diberikan dosis 2 kali 12,5 mg tiap hari. Dosis yang biasa adalah 25-50 mg tiap hari. Pada saat ini sudah beredar obat penghambat enzim konversi angiotensin yang lain seperti lisinopril, fosinopril, ramipril, silazapril, benazepril, kuinopril, dan delapril. 1.9. Komplikasi Menurut Sustrani (2006), membiarkan hipertensi membiarkan jantung bekerja lebih keras dan membiarkan proses perusakan dinding pembuluh darah berlangsung dengan lebih cepat. Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung dua kali dan meningkatkan resiko stroke delapan kalindibanding dengan orang yang tidak mengalami hipertensi. Selain itu hipertensi juga menyebabkan terjadinya payah jantung, gangguan pada ginjal dan kebutaan. Penelitian juga menunjukkan bahwa hipertensi dapat mengecilkan volume otak, sehingga mengakibatkan penurunan fungsi kognitif dan intelektual. Yang paling parah adalah efek jangka panjangnya yang berupa kematian mendadak. a. Penyakit jantung koroner dan arteri Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan semakin mengeras, terutama di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi arteri yang mengeras ini.

23

b. Payah jantung Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung atau system listrik jantung. c. Stroke Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke, karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang macet di pembuluh yang sudah menyempit. d. Kerusakan ginjal Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaringkotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali kedarah. Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru. e. Kerusakan penglihatan Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga mengakibatkan mata menjadi kabur atau kebutaan.

24

1.10. Pencegahan Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan pencegahan yang baik (stop High Blood Pressure), antara lain menurut bukunya (Gunawan, 2001),dengan cara sebagai berikut:

a.

Mengurangi konsumsi garam. Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 g garam dapur untuk diet setiap hari.

b.

Menghindari kegemukan (obesitas). Hindarkan kegemukan (obesitas) dengan menjaga berat badan (b.b) normal atau tidak berlebihan. Batasan kegemukan adalah jika berat badan lebih 10% dari berat badan normal.

c.

Membatasi konsumsi lemak. Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding

pembuluh darah. Lama kelamaan, jika endapan kolesterol bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan menggangu peredaran darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung memperparah hipertensi.

d.

Olahraga teratur. Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat meyerap atau menghilangkan endapan kolesterol dan pembuluh nadi. Olahraga yang dimaksud adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonik atau dinamik), seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda. Tidak dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan seperti tinju, gulat, atau angkat besi, karena latihan yang berat bahkan dapat menimbulkan hipertensi.

25

e.

Makan banyak buah dan sayuran segar. Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan darah.

f.

Tidak merokok dan minum alkohol.

g.

Latihan relaksasi atau meditasi. Relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stress atau ketegangan jiwa. Relaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan dan mengendorkan otot tubuh sambil membayangkan sesuatu yang damai, indah, dan menyenangkan. Relaksasi dapat pula dilakukan dengan mendengarkan musik, atau bernyanyi.

h.

Berusaha membina hidup yang positif. Dalam kehidupan dunia modern yang penuh dengan persaingan, tuntutan atau tantangan yang menumpuk menjadi tekanan atau beban stress (ketegangan) bagi setiap orang. Jika tekanan stress terlampau besar sehingga melampaui daya tahan individu, akan menimbulkan sakit kepala, suka marah, tidak bisa tidur, ataupun timbul hipertensi. Agar terhindar dari efek negative tersebut, orang harus berusaha membina hidup yang positif. Beberapa cara untuk membina hidup yang positif adalah sebagai berikut: 1) 2) Mengeluarkan isi hati dan memecahkan masalah Membuat jadwal kerja, menyediakan waktu istirahat atau waktu untuk kegiatan santai. 3) Menyelesaikan satu tugas pada satu saat saja, biarkan orang lain menyelesaikan bagiannya. 4) 5) Sekali-sekali mengalah, belajar berdamai. Cobalah menolong orang lain.

26

1.5 Dokter Keluarga Dokter keluarga adalah dokter praktik umum yang menyelenggarakan pelayanan primer yang komprehensif, kontinyu, mengutamakan pencegahan, koordinatif, mempertimbangkan keluarga, komunitas, dan lingkungan yang dilandasi keterampilan dan keilmuan yang mapan. Pelayanan dokter keluarga melibatkan dokter keluarga sebagai penyaring di tingkat primer, dokter spesialis (DSp) di tingkat pelayanan sekunder, rumah sakit rujukan, dan pihak pendana yang semuanya bekerja sama di bawah naungan peraturan dan perundang-undangan. Pelayanan yang diberikan kepada semua pasien tidak memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya.17 Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya.16 Menurut Persatuan Dokter Keluarga Indonesia (2000), dokter keluarga adalah tenaga kesehatan tempat kontak pertama pasien (fasilitas/sistem pelayanan kesehatan) untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin sedini dan sedapat mungkin, secara paripurna, dengan pendekatan holistik, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan mennerapkan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien yang mengutamakan pencegahan serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya (wewenang) sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran dasar ditambah dengan

kompetensi dokter layanan primer yang diperoleh melalui (Continuing Medical Education) CME/ (Continuing Professional Development) CPD terstruktur atau program spesialisasi kedokteran keluarga.

27

Secara lebih singkat dokter (basic medical doctor) adalah Dokter Praktik Umum (DPU) penyelenggara pelayanan primer dasar dengan pendekatan kedokteran keluarga. Oleh karena itu mereka dapat berpraktik sebagai dokter keluarga sekalipun belum berpredikat DK di belakang namanya masingmasing. Menurut the American Board of Family Practice (1969), dikatakan sebagai dokter keluarga merupakan dokter yang memiliki tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama serta pelayanan kesehatan yang menyeluruh/komprehensif yang dibutuhkan oleh semua anggota keluarga dan bila berhadapan dengan masalah kesehatan khusus yang tidak mampu ditanggulangi, meminta bantuan konsultasi dari dokter ahli yang sesuai.15 Adapun ciri ciri profesi dokter keluarga sebagai berikut. a. Mengikuti pendidikan dokter sesuai standar nasional; b. pekerjaannya berlandaskan etik profesi; c. mengutamakan panggilan kemanusiaan daripada keuntungan; d. pekerjaannya legal melalui perizinan; e. anggota anggotanya belajar sepanjang hayat; f. anggota anggotanya bergabung dalam suatu organisasi profesi; g. melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang, melainkan sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya; h. memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang di sampaikan; i. mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat

seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobati sedini mungkin;

28

j. mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya; dan k. menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.

Kompetensi sebagai dokter layanan primer sebatas yang diperoleh selama pendidikan, terbatas pada kedokteran dasar (basic medical knowledge and skills) artinya belum seluruh cakupan ilmu dan keterampilan dokter layanan primer dikuasai dan dimahir. Gelar profesional yang dapat digunakan adalah dokter sesuai dengan peringkat kompetensi, kewenangan, dan cakupan layanannya.17 Dokter keluarga juga merupakan dokter yang melayani masyarakat sebagai kontak pertama yang merupakan pintu masuk ke sistem pelayanan kesehatan, menilai kebutuhan kesehatan total pasien dan

menyelenggarakan pelayanan kedokteran perseorangan dalam satu atau beberapa cabang ilmu kedokteran serta merujuk pasien ke tempat pelayanan lain yang tersedia sementara tetap menjaga kesinambungan pelayanan, mengembangkan tanggung jawab untuk pelayanan kesehatan menyeluruh dan berkesinambungan serta bertindak sebagai koordinator pelayanan kesehatan, menerima tanggung jawab untuk perawatan total pasien termasuk konsultasi sesuai dengan keadaan lingkungan pasien yakni keluarga serta masyarakat.15 Dalam penyelenggaraan praktik dokter keluarga, biasanya dokter keluarga memiliki Klinik Dokter Keluarga (KDK) yang merupaka klinik yang menyelenggarkan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK). Sebuah klinik dokter keluarga layaknya memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut. a. Mudah untuk dicapai dengan kendaraan umum atau berada di tempat yang strategis;

29

b. memiliki bangunan yang memadai, dilengkapi dengan sarana komunikasi; c. memiliki sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK; d. mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis yang lulus dengan pelatihan khusus pembantu KDK; e. bentuk praktik mandiri atau berkelompok; f. memiliki izin berorientasi wilayah; g. penyelenggaraan berupa pelayanan bersifat paripurna, holistik, terpadu, dan berkesinambungan; h. melayanai semua jenis penyakit dan golongan umur; dan i. mempunyai sarana medis yang memadai sesuai dengan peringkat klinik yang bersangkutan.

Hak dan Kewajiban Dokter Keluarga Hak Dokter Keluarga Dokter keluarga memiliki hak atau wewenang dalam menjalankan praktik kedokterannya. Adapun hak atau wewenang dokter keluarga sebagai berikut. a. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standard; b. melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat; c. melaksanakan tindakan pencegahan penyakit; d. mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer; e. mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal; f. melakukan tindakan prabedah, bedah minor, rawat pascabedah di unit pelayanan primer; g. melakukan perawatan sementara; h. menerbitkan surat keterangan medis; i. memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap; dan j. memberikan perawatan di rumah untuk keadaan khusus.

30

Kewajiban Dokter Keluarga Di samping hak atau wewenang yang dimiliki oleh dokter keluarga, seorang dokter keluarga juga memiliki kewajiban yang harus

diselenggarakan dengan baik. Adapun kewajiban dokter keluarga sebagai berikut. a. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna, menyeluruh, dan bermutu guna penampisan untuk pelayanan spesialistik yang

diperlukan; b. mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat; c. memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit; d. memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya; e. membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan rehabilitasi; f. menangangi penyakit akut dan kronik g. melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke rumah sakit; h. tetap bertanggungjawab atas pasien yang dirujuk ke dokter spesialis atau di rawat di rumah sakit; i. memantau pasien yang telah dirujuk atau dikonsultasikan; j. bertindak sebagai mitra, penasikat, dan konsultan bagi pasiennya; k. mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasiennya; l. menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standard; dan m. melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran secara umum dan ilmu kedokteran keluarga secara khusus.

31

Jenis Pelayanan Dokter Keluarga Pelayan kedokteran keluarga adalah pelayanan dengan pendekatan menyeluruh (holistik), terpadu dan berkesinambungan. Batasan pelayanan dokter keluarga (lebih menunjukkan kepada ciri pelayanan) adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, pada mana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak di batasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja. Adapun 9 prinsip pelayanan kesehatan oleh dokter keluarga sebagai berikut. a. Pelayanan yang holistik dan komprehensif; b. pelayanan yang kontinyu; c. pelayanan yang mengutamakan pencegahan; d. pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif; e. penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari keluarganya; f. pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan

lingkungan tempat tinggalnya; g. pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum; h. pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu; dan i. pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertangungjawabkan. Pelayanan kedokteran yang menyeluruh/komprehensif yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit dimana tanggungjawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja (The American Academy of Family Physician, 1969). Pelayanan dokter keluarga juga dapat dikatakan merupakan pelayanan spesialis yang luas yang bertitik tolak dari suatu pokok ilmu yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu lainnya terutama ilmu penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu kebidanan dan penyakit kandungan, ilmu bedah, ilmu kedokteran jiwa yang membentuk kesatuan yang terpadu, diperkaya dengan ilmu perilaku, biomedik dan klinik sehingga mampu mempersiapkan dokter untuk mempunyai

32

peran unik dalam menyelenggarakan penatalaksanaan pasien, penyelesaian masalah, pelayanan konseling serta bertindak sebagai dokter pribadi yang mengkoordinasikan seluruh pelayanan kesehatan (The American Academy of Family Physician, 1969).

Kompetensi Dokter Keluarga Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusu yang lebih dari lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi inilah yang perlu dilatihkan melalui program pelatihan. Secara garis besar, kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter keluarga adalah sebagai berikut. a. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga. b. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan keterampilan klinik dalam pelayanan kedokteran keluarga. c. Menguasai keterampilan berkomunikasi. d. Menyelenggarakan hubungan profesional dokter-pasien yang beguna untuk sebagai berikut. 1. Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga dengan perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga; 2. secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk bekerja sama menyelesaikan masalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga; dan 3. dapat bekerja sama secara profesional secara harmonis dalam satu tim pada penyelenggaraan pelayanan kedokteran/kesehatan. e. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan klinis. f. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spiritual. 1. Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan memperhitungkan potensi yang dimiliki pengguna jasa pelayanan untuk menyelesaikan masalahnya; dan 2. Menyelenggarakan pelayanan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai dengan standard yang ditetapkan.

33

g. Memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang pengelolaan pelayanan kesehatan termasuk sistem pembiayaan (asuransi kesehatan atau Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat/JPKM). Untuk semua memiliki kompetensi tersebut, dokter keluarga setidaknya telah menjalani standard pendidikan dokter keluarga sebagai berikut. a. Paket A : konsep kedokteran keluarga; b. Paket B : manajemen klinik DK; c. Paket C : keterampilan klinis; dan d. Paket D : keluasan wawasan ilmu dan penerapannya.

Pola Pikir dan Pola Tindak Dokter Keluarga / Dokter Layanan Primer Dokter keluarga bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan mitranya, dan ia berhubungan dengan mitranya di kala sehat maupun di kala sakit. Tanggung jawab ini mengharuskan dokter keluarga menyediakan program pemeliharaan kesehatan bagi mitranya yang sehat, dan program pengobatan atau pemulihan bagi mitranya yang sedang jatuh sakit. Program ini harus spesifik dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap mitranya. Hal ini dapat dipenuhi bila pola pikir dan pola tindaknya mengacu pada pendekatan Medifa yang menata alur pelayanan dokter keluarga dalam 4 kegiatan (assessment targeting intervention monitoring) yang membentuk satu siklus pelayanan terpadu6. A. Penilaian profil kesehatan pribadi (Assessment) Dokter keluarga mengawali upaya pemeliharaan mitranya dengan melakukan penilaian komprehensif terhadap faktor risiko dan kodisi kesehatan dengan tujuan memperoleh profil kesehatan pribadi dari mitranya6.

B. Penyusunan program kesehatan spesifik (Targeting) Tersedianya profil kesehatan ini memberi kesempatan kepada dokter keluarga untuk mempelajari masalah kesehatan yang dimiliki mitranya, sehingga dokter keluarga dapat menyusun program kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik setiap mitra6.

34

C. Intervensi proaktif (Intervention) Dengan demikian setiap mitra, apakah ia dalam kondisi sehat, menyandang faktor risiko atau sakit, secara proaktif akan diajak mengikuti program pemeliharaan kesehatan yang sepesifik dengan kebutuhannya. Melalui program proaktif ini diharapkan mitra yang sehat dapat tetap sehat, yang saat ini menyandang faktor risiko dapat dikurangi kemungkinan jatuh sakit berat di kemudian hari, dan yang saat ini menderita suatu penyakit dapat segera pulih, dicegah terjadinya komplikasi, atau diupayakan agar kecacatan seminimal mungkin. Bila diperlukan si mitra akan dirujuk ke spesialis6.

D. Pemantauan kondisi kesehatan (Monitoring) Selanjutnya pelaksanaan program dan hasilnya akan dipantau dan dievaluasi terus menerus dan menjadi masukan bagi dokter keluarga untuk meningkatkan kualitas program dan memotivasi mitranya (monitoring)6.

Upaya pemeliharaan yang sinambung ini dapat dilakukan berkat penerapan teknologi informasi yang tepat sebagai alat kerja dokter keluarga6.

35

1.6 Keluarga A. Peran Keluarga Dalam Kesehatan Keluarga merupakan aset yang sangat penting, individu tidak bisa hidup sendirian, tanpa ada ikatan-ikatan dengan keluarga. Begitu menurut fitrahnya, menurut budayanya, dan begitulah perintah Allah SWT. Keluarga memberikan pengaruh yang besar terhadap seluruh anggotanya sebab selalu terjadi interaksi yang paling bermakna, paling berkenan dengan nilai yang sangat mendasar dan sangat intim. Keluarga mempunyai peranan penting karena dipandang sebagai sumber pertama dalam proses sosialisasi. Keluarga juga berfungsi sebagai transmitter budaya, atau mediator sosial budaya. Keluarga juga di pandang sebagai instansi (lembaga) yang dapat memenuhi kebutuhan insane (manusiawi), terutama kebutuhan bagi pengembangan kepribadian dan pengembangan ras manusia. Jika mengaitkan peran keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan individu, keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik maka ia dapat memenuhi kebutuhan baik fisik-biologis, maupun sosiopsikologisnya. Keluarga adalah suatu unit terkecil dalam masyarakat, sebagai suatu kelompok yang berperan penting dalam masalah kesehatan dan saling terkait dengan berbagai masalah keluarga lainnya. Keluarga memiliki peran sangat penting dalam kehidupan yaitu sebagai pusat pengambil keputusan kesehatan yang terpenting dan wadah paling efektif untuk berbagai upaya penyampaian pesan-pesan kesehatan. Kesehatan dan penyakit selalu berhubungan dengan kepribadian, gaya hidup, lingkungan fisik dan hubungan antar manusia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki interaksi yang dekat dengan teman atau kerabat lebih dapat menghindari penyakit sedangkan untuk mereka yang dalam masa penyembuhan akan sembuh lebih cepat apabila mereka memiliki keluarga yang menolong mereka. Sehingga peranan keluarga dalam pola pengembangan suatu penyakit

36

pada pasien sangat besar adanya. Namun sebaliknya, peran kesehatan pun dapat berpengaruh terhadap keluarga ; misalnya seorang ayah sebagai kepala keluarga mengalami gangguan kesehatan (sakit) maka dapat memberikan dampak pada keluarga karena seorang kepala keluarga tidak dapat mencari nafkah seperti kewajibannya pada keluarga. Keluarga dalam masalah kesehatan memiliki 3 peran yaitu dapat sebagai motivator, edukator, dan fasilitator. Peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan yaitu mampu mengambil keputusan dalam kesehatan, Ikut merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada sangatlah penting dalam mengatasi kecemasan klien. Sedangkan dari sudut pandang sosiologis, fungsi keluarga itu dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi-fungsi biologis, ekonomis, edukasi, sosialisasi, proteksi, rekreasi, dan religius. Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya. Kebahagiaan itu diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang; dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman dan respek.

B. Penentuan Sehat/Tidaknya Keluarga (APGAR Score) Skor APGAR merupakan suatu metode yang digunakan untuk menilai fungsi suatu kelurga yang direfleksikan oleh 5 dimensi pertanyaan pada questionare. Penilaiain ini dilakukan pada salah seorang anggota keluarga bersangkutan untuk mengetahui apakah keluarganya itu sehat atau tidak. APGAR keluarga pertama kali diperkenalkan oleh Gabriel Smilkstein pada tahun 1978 untuk menilai tingkat kepuasan sosial dengan dukungan dari keluarga.

37

Untuk mengetahui hal ini maka sebagai seorang dokter umum perlu pendekatan sederhana dan praktis. Ada beberapa metode yang digunakan dokter umum untuk menilai fungsi keluarga. Salah satunya adalah dengan APGAR score keluarga. Pada metode ini dilakukan penilaian terhadap 5 fungsi pokok keluarga yang kemudian tergantung dari pelaksanaan kelima fungsi keluarga tersebut dapat diketahui tingkat kesehatan keluarga yang dinilai. Kelima fungsi keluarga dalam APGAR keluarga tersebut adalah : 1. Adaptasi (Adaptation): Dapat dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang diperlukan dari anggota keluarga yang lain. 2. Kemitraan (Partnership): Merupakan tingkat kepuasan keluarga dalam hal komunikasi, dalam mengambil keputusan, dan atau penyelesaian masalah dalam keluarga. 3. Pertumbuhan (Growth): Merupakan tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau kedewasaan. 4. Kasih Sayang (Affection): Merupakan tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga. 5. Kebersamaan (Resolve): Merupakan tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi waktu, kekayaan, dan ruang antar anggota keluarga sangat memuaskan dimana waktu kumpul bersama dengan keluarga setiap hari dan minimal 12 jam untuk setiap harinya. Setiap pertanyaan dari kuesionare mempunyai nilai yang sesuai dengan jawaban dari responden itu sendiri, point nilai tertinggi adalah 2 dan point nilai terendah adalah 0. Apabila responden menjawab pertanyaan tersebut dengan kata sering/selalu/hampir selalu maka nilai untuk jawaban tersebut adalah 2. Dan apabila jawaban responden kadang-kadang untuk pertanyaan itu maka nilainya adalah 1.

38

Sedangkan untuk jawaban hampir tidak pernah/tidak pernah maka nilai pertanyaannya adalah 0. Sesuai dengan interpretasi hasilnya bahwa APGAR score dari 7-10 menunjukkan fungsi keluarga yang baik, score 4-6 menunjukkan fungsi keluarga yang sedang/moderate dysfunctional dalam keluarga dan 0-3 merupakan tahap severelly dysfunctional dalam keluarga atau fungsi keluarga yang tidak baik. Metode APGAR ini dilakukan dengan cara wawancara salah seorang anggota keluarga bersangkutan yang akan dinilai dan waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan ini cukup singkat atau kurang lebih 5 menit. Questionare APGAR keluarga ini sudah banyak digunakan dalam berbagai studi (kebanyakan klinis) dalam wawancara fungsi keluarga. Sebuah pencarian menggunakan PsychInfo menghasilkan 16 artikel dalam 10 tahun terakhir yang telah menggunakan APGAR keluarga. Dalam praktek klinis, APGAR skore keluarga telah dikaitkan dengan kunjungan dokter, immune responses, emotinal distress, dan gejala depresi. Gangguan fungsi keluarga didefinisikan sebagai sebagai skor APGAR yang dibawah 6.

Hubungan APGAR Dengan Kualitas Hidup. Tes APGAR keluarga dilakukan untuk mengukur fungsi keluarga dimana nantinya akan dapat diketahui keluarga yang sehat dan keluarga yang tidak sehat. Sebagaiman yang sudah dijelaskan bahwa peran dari keluraga itu dalam mengenal masalah kesehatan yaitu mampu mengambil keputusan dalam kesehatan, Ikut merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada sangatlah penting dalam mengatasi kecemasan klien. Dari penjelasan tersebut, keluarga mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kesehatan seseorang yang nantinya akan berkorelasi dengan peningkatan kualitas hidup seseorang. Apabila Keluarga itu bahagia dapat berefek pada perkembangan emosi para anggotanya.

39

Sedangkan emosi itu sangat lah labil bagi penderita gagal ginjal terminal ini dimana terjadinya perubahan pola kehidupan. Keadaan gangguan pada ginjal dan perawatan yang intensif terus menerus serta penyesuaian diri terhadap sakit, membuat penderita rentan terhadap stress, baik itu stress fisik maupun psikis. Keadaan stress ini dapat menurunkan keadaan kesehatan penderita dan kualitas hidupnya. Salah satu bentuk mengurangi stress adalah dengan dukungan social. Namun kurangnya dukungan menjadi beban tersendiri bagi penderita. Kebahagiaan itu diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang; dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman dan respek. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki interaksi yang dekat dengan teman atau kerabat lebih dapat menghindari penyakit sedangkan untuk mereka yang dalam masa penyembuhan akan sembuh lebih cepat apabila mereka memiliki keluarga yang menolong mereka (Baron & Byrne ,1994 ;Sheridan dan Radmacher, 1992). Sehingga peranan keluarga dalam pola pengembangan suatu penyakit pada pasien sangat besar adanya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Arliza (2006) bahwa pada orang yang melakukan perawatan hemodialisis rentan terhadap stres. Sedangkan stres itu dapat mempengaruhi kesehatan dalam dua cara. Cara pertama, perubahan yang diakibatkan oleh stres dapat secara langsung mempengaruhi fungsi fisik sistem tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan. Cara kedua, secara tidak langsung stres dapat mempengaruhi perilaku individu sehingga menimbulkan suatu penyakit atau

memperburuk suatu keadaan (Baum dalam Sarafino, 1998). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chao (1998), kepuasan keluarga dari keluarga yang miskin erat hubungannya dengan semangat yang rendah

40

pada seseorang, tingkat stress yang tinggi, dan kesehatan yang rendah. Chao juga menunjukkan bahwa data yang diperoleh dari perempuan lebih menunjukkan hasil yang akurat.

41

BAB II TINJAUAN KASUS 2.1. Nama Usia Jenis kelamin Alamat Pekerjaan Agama No. CM Identitas Pasien : Ny. Sudrasih : 56 tahun : Perempuan : Jalan Dipo Lorong Sumatra RT. 16 : Ibu Rumah Tangga : Islam : 395823

2.2.

Subjektif Anamnesis a. Keluhan utama : Nyeri di kepala sejak 3 hari yang lalu b. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang :

Sejak 3 hari yang lalu, os mengaku nyeri di kepala. Kepala terasa berat namun tidak berputar-putar. Os juga merasakan tengkuk terasa pegal seperti ditindih. Sakit kepala dirasakan setiap saat, bukan karena pindah tempat ke tempat yang lebih gelap ataupun pindah posisi dari jongkok berdiri. Nyeri di kepala ini dirasakan menyeluruh di kepala dengan leher teras kaku dan berat seperti terdapat beban. Rasa nyeri kepala tidak diikuti dengan keluhan mata berkunangkunang, mata tidak kabur telinga tidak berdengung, pasien tidak mengeluarkan darah dari hidungnya, demam disangkal.Pasien tidak ada keluhan mual, tidak muntah, nafsu makan tidak ada masalah, tidak ada 42

gangguan BAB dan BAK. Pasien mengaku jarang mengkonsumsi makanan hewani karena keterbatasan biaya.

c. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien memiliki riwayat hipertensi sebelumnya sejak 3 tahun yang lallu. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat penyakit paru disangkal. Riwayat kencing manis disangkal Riwayat asam urat disangkal Riwayat penyakit ginjal disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga Kedua orang tua penderita dahulu juga mengalami penyakit hipertensi. e. Riwayat pengobatan Selama ini, os sering kontrol penyakit hipertensi ke Puskesmas. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan golongan steroid, NSAID disangkal. f. Riwayat Pribadi Dan Sosial Perkawinan Pasien telah menikah sejak 47 tahun yang lalu dan memiliki 8 orang anak, dua diantaranya telah meninggal sejak balita. Suami os sendiri juga telah meninggal sejak 10 tahun yang lalu. Perilaku Kegiatan pasien sehari-hari adalah ibu rumah tangga dan mngurus anak serta cucunya.Pasien sering beraktifitas fisik dengan

membersihkan rumah, memasak, ataupun belanja kehidupan seharihari. Pasien suka mengkonsumsi ikan asin. Pasien tidak merokok ataupun minum alkohol.

43

Pekerjaan Pasien saat ini tidak memiliki pekerjaan. Dulu, pasien pernah bekerja sebagai tukang cucu di daerah pusri. Psikososial Pasien termasuk seorang yang aktif, tidak pernah mengalami kesulitan dalam bergaul baik di tempat kerja dahulu dan tempat tinggalnya. Terjalin hubungan yang baik dengan seluruh anggota keluarga maupun dengan tetangganya.

2.3. Objektif Pemeriksaan Fisik A. Status Generalis Kesan Umum Kesadaran : Baik : Compos mentis

Tanda utama : Tekanan darah Nadi Suhu badan Pernafasan Status gizi : BB TB BMI : 50 kg : 160 cm = BB (kg) : (TB dalam m)2 = 50 : (1,6)2 : 150/90 mmHg : 84 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup : 36,8oC : 20 x/menit, tipe torakal.
BB kurang : < 18,5 BB normal : 18,5- 24,5 BB lebih : >25

= 19,2 ( BB Normal )

44

Pemeriksaan Kulit

: turgor dan elastisitas dalam batas normal, kelainan kulit (-), Sianosis (-)

Pemeriksaan kepala - Bentuk kepala - Rambut : Mesosefal : Rambut tampak beruban, tidak mudah dicabut, distribusi merata Pemeriksaan mata - Palpebra - Konjungtiva - Sklera - Pupil Pemeriksaan Telinga : Edema (-/-), : Anemis (-/-), : Ikterik (-/-) : Reflek cahaya (+/+), isokor : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-), tinitus (-/-) Pemeriksaan Hidung Pemeriksaan Leher - Kelenjar tiroid : Tidak membesar : sekret (-/-), epistaksis (-),

- Kelenjar Getah Bening : Tidak membesar, nyeri (-) - Retraksi suprasternal -JVP : (-) : tidak meningkat

45

Pemeriksaan thorax Depan : Inspeksi Palpasi Perkusi Kanan : retraksi (-)

: Kiri Inspeksi : retraksi (-) Palpasi gerak (-). : ketinggalan

: ketinggalan gerak (-). : sonor pada seluruh Perkusi

lapang paru Auskultasi :

: sonor pada seluruh

lapang paru Auskultasi : - Suara dasar : - Suara dasar : vesikuler vesikuler - Suara tambahan : - Suara tambahan : Ronkhi kering (-), wheezing (-), krepitasi (-) Ronkhi kering (-), wheezing (-) krepitasi (-) Belakang Palpasi Perkusi Kanan : ketinggalan gerak (-). : sonor Perkusi : Palpasi Kiri : ketinggalan gerak (-). : sonor

Auskultasi : - Suara dasar vesikuler - Suara tambahan : Ronkhi kering (-), wheezing (-), krepitasi (-)

Auskultasi : Suara vesikuler - Suara tambahan : Ronkhi kering (-), dasar :

46

wheezing(-), krepitasi(-)

Jantung Inspeksi Palpasi : : Iktus kordis tampak pada sela iga ke 5 Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 linea midclavicula kiri Perkusi : Batas jantung Kanan atas : SIC II linea para sternalis kanan. Kiri atas : SIC II linea para sternalis kiri.

Kanan bawah : SIC IV linea para sternalis kanan. Kiri bawah : SIC V linea midklavikula kiri. Auskultasi : S1 & S2 reguler, Bising jantung (-)

Pemeriksaan Abdomen Inspeksi : Bentuk bulat, defans muskular (-), venektasi (-), sikatrik (-) Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal

47

Palpasi

Nyeri tekan abdomen (-), Hepatomegali (), nyeri tekan hepar (-), lien tak teraba membesar, nyeri lepas tekan (-), massa (-), Nyeri tekan suprapubik (-)

Perkusi

Timpani, nyeri ketok kostovertebra (-), pekak beralih (-), undulasi (-)

Pemeriksaan Ekstremitas Tungkai Kanan Gerakan Tonus Trofi Edema Bebas Normal Eutrofi Kiri Bebas Normal Eutrofi Kanan Bebas Normal Eutrofi Lengan Kiri Bebas Normal Eutrofi -

2.3. Assesment Hipertensi grade I Hipertensi dengan kerusakan target organ

2.4. Anjuran Pemeriksaan penunjang Check glukosa sewaktu dan puasa Profil lemak:Kolesterol total, ldl, hdl, Trgiliserid Fungsi ginjal: ureum, creatinin, proteinuria, albuminuria Jantung: Ekg, foto polos dada, echocardiografi Mata: funduskopi

48

2.5. Planning Promotif Memberikan informasi mengenai faktor resiko hipertensi, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan upaya pencegahan secara mandiri apa yang akan dilakukan. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit hipertensi tidak dapat disembuhkan, hanya dapat dikontrol sehingga pasien menyadari perlunya keteraturan dalam berobat. Preventif Memberikan informasi mengenai upaya pencegahan yang dapat dilakukkan sehingga tidak mencetuskan dan tidak memperparah kondisinya, misalnya : Perubahan pola makan yaitu diit dengan mengkonsumsi makanan kaya buah, sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh, diit rendah garam atau Natrium. Meningkatkan aktifitas fisik misalnya dengan seperti berolahraga, jogging, melakukan beberapa aktivitas fisik,dll, minimal 30 menit sehari. Positive thinking untuk mengurangi kecemasan, hindari stress. Memanfaatkan waktu luang untuk istirahat cukup

Kuratif 1. Farmakologis Jika ternyata pasien menderita hipertensi maka dapat diberikan agen anti hipertensi seperti diuretik, Calcium Channel Blocker, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor, Angiotensin II reseptor inhibitor, Beta Blocker, anti adrenergik, atau vasodilator kerja langsung. Pada pasien ini untuk menangani hipertensinya diberikan Catopril 12,5 mg 2 kali sehari. Untuk nyeri kepala diberikan analgesik berupa Antalgin tablet 500 mg sehari 3 kali jika nyeri timbul.

49

2. Non Farmakologis Diit dengan asupan cukup kalium dan kalsium dengan mengkonsumsi makanan kaya buah, sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh diharapkan menurunkan TDS 8-14 mmHg Mengurangi konsumsi natrium tidak lebih dari 100 mmoU hari (6 gram NaCI), diharapkan menurunkan TDS 2-8 mmHg Pengendalian stressor-stressor psikososial Meningkatkan aktifitas fisik misalnya dengan berjalan minimal 30 menit/hari diharapkan menurunkan TDS 4-9 mmHg Menghindari penggunaan minyak goreng lebih dari satu kali

Rehabilitatif Istirahat yang cukup dan anjuran untuk control rutin sebagai monitoring untuk mencegah keadaan yang lebih buruk. Adanya kesadaran pasien untuk minum obat rutin dan lebih baik lagi jika terdapat pendamping minum obat. 2.6. Implementasi Prognosis Ad vitam Ad sanationam Ad fungsional : Dubia : Dubia : Dubia

2.7. Pemantauan dan evaluasi Pada tanggal 3 maret 2013 dilakukan home visite pertama ke rumah pasien di Jl. Dipo lorong Sumatera RT 016 RW 003 kelurahan kertapati pada pukul 13.00. Pada saat home visite pertama dilakukan pendataan Identitas dari pasien beserta pengisian well check up anggota keluarganya (well check up dapat dilihat pada lampiran).

50

A. Karakteristik Demografi Keluarga Nama Kepala Keluarga Alamat lengkap Bentuk Keluarga : Ny. Sudrasih : Jalan Dipo Lorong Sumatera Rt. 016 : Nuclear Family (Keluarga Inti)

Tabel 2.1 Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah Umur (tahun) 65

No.

Nama

Kedudukan L/P Kepala Keluarga Anak Menantu Anak Menantu Cucu

Pendidikan Pekerjaan Keterangan Tidak bekerja Karyawan swasta Buruh IRT Buruh Pelajar

1.

Sudrasih

SD

Hipertensi

2. 3. 4. 5. 6.

Kusnawati Fachrianto Mulyani Darmawan Aan Apriansyah

P L P L L

46 48 41 41 13

SMP SMA SD SD SMP

Riwayat

7.

Ariel Dwi P.

Cucu

SD

Pelajar

Demam tifoid

8. 9.

Saphira Adelia Deni Arisandi

Cucu Anak

P L

1,5 25 th

Belum Sekolah SMA Buruh

ISPA -

51

B. Identifikasi Fungsi Keluarga 1. Fungsi Fisiologis (A.P.G.A.R) dalam Keluarga Tabel 2.2 A.P.G.A.R. Score Keluarga Ny. Sudrasih terhadap keluarga A.P.G.A.R. Ny. Sudrasih Terhadap Keluarga Sering /selalu A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru A Saya puas dengan cara keluarga mengekspresikan kasih sayangnya saya dan Kadang Jarang/

-kadang tidak

merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total poin 8

Tabel 2.3 A.P.G.A.R. Score Keluarga Ny. Kusnawati terhadap keluarga A.P.G.A.R. Ny. Kusnawati terhadap Keluarga A Sering /selalu Kadang Jarang/

-kadang tidak

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah

Saya puas dengan cara keluarga saya

52

membahas dan membagi masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru A Saya puas dengan cara keluarga mengekspresikan kasih sayangnya saya dan

merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total poin 8

Tabel 2.4 A.P.G.A.R. Score Keluarga Tn. Fachrianto terhadap keluarga A.P.G.A.R. Tn. Fachrianto terhadap Keluarga Sering /selalu A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru A Saya puas dengan cara keluarga mengekspresikan kasih sayangnya saya dan Kadang Jarang/

-kadang tidak

merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

53

Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total poin 10

Tabel 2.5 A.P.G.A.R. Score keluarga. Ny. Mulyani terhadap keluarga A.P.G.A.R. Ny. Mulyani terhadap Keluarga Sering /selalu A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru A Saya puas dengan cara keluarga mengekspresikan kasih sayangnya saya dan Kadang Jarang/

-kadang tidak

merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total poin 9

Tabel 2.6. A.P.G.A.R score keluarga Tn. Darmawan terhadap keluarga A.P.G.A.R Tn. Darmawan terhadap Keluarga Sering /selalu A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah Kadang Jarang/

-kadang tidak

54

Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru saya dan

Saya puas dengan cara keluarga mengekspresikan kasih sayangnya

merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total poin 9

Tabel 2.7. A.P.G.A.R score keluarga Aan Apriansyah terhadap keluarga A.P.G.A.R. Aan Apriansyah terhadap Keluarga A Sering /selalu Kadang Jarang/

-kadang tidak

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah

Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru saya dan

Saya puas dengan cara keluarga mengekspresikan kasih sayangnya

merespon emosi saya seperti kemarahan,

55

perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total poin 8

Tabel 2.8. A.P.G.A.R score keluarga Ariel Dwi P terhadap keluarga A.P.G.A.R. Ariel Dwi P terhadap Keluarga Sering /selalu A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru A Saya puas dengan cara keluarga mengekspresikan kasih sayangnya saya dan Kadang Jarang/

-kadang tidak

merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total poin 8

Tabel 2.9. A.P.G.A.R score keluarga Deni Arisandi terhadap keluarga A.P.G.A.R. Deni Arisandi terhadap Keluarga Sering /selalu A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah Kadang Jarang/

-kadang tidak

56

Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru saya dan

Saya puas dengan cara keluarga mengekspresikan kasih sayangnya

merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama Total Poin 9

A.P.G.A.R. SCORE Keluarga Ny. Sudrasih dinilai dari 8 anggota keluarga, salah satu anggota keluarga masih balita sehingga penilaian A.P.G.A.R SCORE tidak dapat dilakukan : (8+8+10+9+9+8+8+9) / 8 = 8,62 Kesimpulan : keluarganya dinilai baik. Dapat dikatakan fungsi fisiologis dalam keluarga sehat. Komunikasi antar keluarga baik dan saling siap membantu apabila salah satu anggota keluarga mengalami masalah.

57

2. Fungsi Patologis (S.C.R.E.E.M) dalam Keluarga Fungsi patologis dari keluarga dinilai dengan menggunakan

S.C.R.E.E.M. Tabel 2.6 S.C.R.E.E.M Keluarga Ny. Sudrasih. Sumber Membina hubungan yang baik dengan tetangga Social sekitarnya. Keluarga Ny. Yeske aktif dalam kegiatan kemasyarakatan seperti pengajian, Patologis

arisan, PKK, dasawisma, kerja bakti, dll. Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik Culture dalam keluarga maupun di lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang bersifat kondangan, sunatan, dll Dalam keluarga ini pemahaman agama baik. Religious Keluarga ini melakukan shalat 5 waktu dan sering mengikuti pengajian. Status ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke Economic bawah. walaupun tercukupi. Latar belakang pendidikan tergolong kurang. Educational Keluarga tidak berlangganan koran, biasanya melihat berita dari acara TV ataupun radio. Bila ada anggota keluarga yang sakit, segera dibawa Medical ke puskesmas. Keluarga menggunakan ASKES untuk pembiayaan kesehatan. + Kebutuhan kebutuhan primer dapat tercukupi, dapat + -

sekunder

tidak

58

a. Economic (+) artinya status ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawah. Walaupun kebutuhan pimer sudah terpenuhi, tetapi kebutuhan sekunder belum dapat dipenuhi. b. Educational (+) artinya status pendidikan keluarga ini tergolong rendah, melihat dari pendidikan terakhir keluarga yang hanya tamat SMP. Keluarga juga tidak berlangganan koran untuk mengetahui berita terakhir, biasanya hanya dengan melihat televisi atau mendengar radio. Kesimpulan : Keluarga Ny. Sudrasih memiliki fungsi patologis dari segi ekonomi dan edukasi. C. Identifikasi Lingkungan Rumah 1. Gambaran Lingkungan Rumah Ukuran rumah keluarga Ny. Sudrasih adalah 40 m2. Lingkungan tempat tinggal merupakan suatu pemukiman padat dengan jalan depan rumah dari Semen. Atap rumah terbuat dari seng, dinding terbuat dari sebagian papan sebagian tembok, lantai terbuat dari semen. Ventilasi rumah berukuran sekitar 25% dari luas ruangan, pencahayaan yang masuk ke dalam rumah kurang. Begitu juga tingkat kelembapan dalam rumah dapat dikatakan lembab. Rumah terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, 1 ruang makan, 1 dapur, dan 1 kamar mandi dan 1 toilet. Sedangkan pencahayaan matahari dan ventilasi udara kurang, sehingga udara tidak dapat mengalir cukup dan cahaya matahari yang masuk kurang. Sumber air bersih adalah PDAM.

59

2. Denah Rumah

A. LINGKUNGAN RUMAH TANGGA

DENAH RUMAH
4m Toilet Kamar mandi Ruang Makan Dapur 1m 2m

Kamar III 3m Kamar II Ruang Keluarga

Kamar I Ruang Tamu 3m

5m

D. Daftar Masalah dan Pembinaan Keluarga 1. Masalah organobiologik Ditemukan faktor keturunan yang sama dengan pasien. 2. Masalah psikologik Tidak ditemukan masalah psikologik pada penderita 3. Masalah dalam keluarga a. Kesulitan ekonomi.

60

b. Kurangnya

pendidikan

keluarga

sehingga

keluarga

Tidak

mengetahui faktor dalam keluarga sangat membantu untuk penyembuhan penyakit pasien E. Rencana pembinaan keluarga 1. Edukasi terhadap pasien a. Menjelaskan kepada pasien secara ringkas dan mudah dimengerti mengenai penyakit hipertensi. Penyakit ini tidak dapat

disembuhkan, namun

dapat dikontrol dengan obat-obatan. Oleh

karena itu dibutuhkan kesadaran pasien sendiri untuk mengontrol tekanan darahnya secara teratur sehingga kerusakan target organ dapat dihindari. b. Menjelaskan kepada pasien mengenai berbagai faktor resiko yang dapat berhubungan dengan penyakit hipertensi c. Memberikan pengertian kepada pasien bahwa obat hanya berperan sebagian perlu juga untuk menerapkan pola hidup sehat dengan asupan makanan rendah garam. Sodium yang dikonsumsi tidak boleh lebih dari 100 mmol ( sekitar 2,4 gram/ hari atau 6 gram garam/ hari), mengurangi konsumsi lemak jenuh yang berasal dari hewan., menghindari penggunaan jelantah, perbanyak

mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran. d. Menjelaskan kepada pasien bahwa pentingnya olahraga demi kesehatan tubuh, karena dengan olahraga dapat membuang sebagian kalori di dalam tubuh sehingga obesitas dapat dihindari. e. Menjelaskan kepada pasien bahwa pentingnya membina hidup yang positif. Hindari stress dalam menghadapi suatu masalah karena akan selalu ada jalan keluarnya. Musyawarahkan dengan anggota keluarga lainnya agar tercapai suatu mufakat. f. Menjelaskan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi bahwa hipertensi dapat menyerang organ vital seperti otak, jantung, dan ginjal. Untuk itu penderita dapat melakukan pemeriksaan penunjang yang telah dianjurkan. Namun,

61

semua

komplikasi

tersebut

dapat

dihindari

dengan

selalu

mengontrol tekanan darah.

2. Terhadap keluarga: a. Informasi dan edukasi mengenai penyakit hipertensi bahwa penyakit hipertensi harus selalu dikontrol. Oleh karena itu perlu peran serta dari pihak keluarga untuk mengingatkan pasien agar berobat secara teratur. Bila perlu, ada satu keluarga yang bertugas sebagai PMO (pengawas makan obat). b. Menejelaskan kepada keluarga bahwa hipertensi bukan penyakit menular melainkan bersifat genetik Sehingga setiap anggota keluarga dapat beresiko menderita hipertensi. c. Menginformasikan berbagai faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi. d. Edukasi untuk menerapkan pola hidup sehat dengan asupan

makanan rendah garam. Sodium yang dikonsumsi tidak boleh lebih dari 100 mmol ( sekitar 2,4 gram/ hari atau 6 gram garam/ hari), mengurangi konsumsi lemak jenuh yang berasal dari hewan., menghindari penggunaan jelantah, perbanyak mengkonsumsi buahbuahan dan sayuran. e. Menjelaskan kepada anggota keluarga untuk membenahi kondisi tempat tinggal seperti ventilasi yang masih kurang, dan kebersihan yang belum tercapai. Kondisi rumah yang lembab dan kotor merupakan media yang baik untuk pertumbuhan berbagai kuman penyakit. f. Ajakan kepada keluarga untuk lebih mempehatikan kebersihan makanan yang dikonsumsi. g. Memberikan pengertian pada keluarga agar menjaga suasana hubungan sosial dan keluarga dalam suasana yang harmonis dan mengurangi timbulnya konflik dengan pasien yang memacu terjadinya stres pada pasien.

62

h. Membina hubungan kasih sayang dan keharmonisan dalam keluarga.

2.1 Evaluasi Evaluasi dilakukan pada home visite ke 2 tanggal 10 Maret 2013. Pada saat kunjungan yang ke dua yang pertama dinilai kondisi rumah sudah membaik. Tata ruangan sudah mulai rapi dan debu di lantai sudah berkurang. Kondisi pasien sudah mulai membaik. Nyeri dikepala dan pegal ditengkuk sudah tidak dirasakan lagi. Dilakukan pengukuran tekanan darah pada pasien, dan hasilnya normal. Pasien mengkonsumsi obat secara teratur dan tanpa harus diingatkan oleh keluarga yang lain. Pola hidup bersih dan sehat serta menghindari faktor resiko hipertensi tidak hanya diterapkan oleh pasien, namun diikuti juga oleh anggota keluarga lainnya secara bertahap. Walapun ada beberapa faktor resiko yang masih sulit dihindari oleh anggota keluarga yang lain seperti penggunaan jelantah dan merokok. Suasana komunikasi antar kelurga tetap berlangsung secara kondusif.

63

DAFTAR PUSTAKA

1. Andra, 2007. Ancaman Serius Hipertensi di Indonesia. (http ://www.majalahfarmacia.com/rubric/one_news.asp?IDNews=256), diakses 10 Maret 2013. 2. Elsanti, Salma. 2009. Panduan Hidup Sehat Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi & Serangan Jantung, Araska, Yogyakarta. European Society of Hypertension (ESH) and European Society of Cardiology (ESC) 2007. 3. National High Blood Pressure Education Program. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. U.S. Department of Health and Human Services: National Institutes of Health National Heart, Lung, and Blood Institute, 2004. 4. Rohaendi, 2003. Hipertensi dan faktor resiko,

http://rohaendi.blogspot.com/2008_06_01_archive.html diakses tanggal 12 maret 2013. 5. 6. Sustrani, Lanny, dkk. 2006. Hipertensi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sutanto. 2009. Awas 7 Penyakit Degeneratif, Paradigma

Indonesia,Yogyakarta. 7. Rahyani. 2007. Faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada pasien yang berobat dipoliklinik dewasa puskesmas bangking periode januari-juni 2007, http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/02/files-of-drsmed-

faktor-yangberhubungan-dengan-kejadian-hipertensi.pdf , diakses tanggal 10 Mareti 2013.

64

65

Вам также может понравиться