Вы находитесь на странице: 1из 6

I.

ANEMIA Anemia merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh berkurangnya kadar hemoglobin (Hb) atau jumlah eritrosit di bawah normal sesuai usia. Sebagai patokan untuk memastikan adanya anemia dapat diiihat dari 3 parameter, yaitu: kadar Hb, hematokrit/pack cell volume (HCT/PCV) atau jumlah eritrosit. Di klinik, kadar Hb dalam darah lebih sering digunakan karena selain lebih praktis, kadar Hb lebih mencerminkan konsekuensi patofisiologis anemia sejalan dengan fungsi utamanya sebagai pembawa oksigen. Kadar Hb normal tergantung dari usia, jenis kelamin dan tempat tinggal. Menurut WHO (1972), seorang anak dikatakan anemia bila kadar Hb < 11 g/dl (untuk usia 6 bulan- <6tahun), Hb < 12 g/dl (untuk usia 6-12 tahun). Anemia dapat merupakan suatu penyakit tersendiri atau seringkali merupakan gejala dari penyakit yang lain. ETIOLOGI DAN KLAS1FIKASI Secara umum anemia dapat disebabkan karena kelainan herediter atau didapat yang disebabkan oleh karena kegagalan produksi sel darah merah, perdarahan, atau peningkatan penghancuran sel darah merah. Klasifikasi anemia berdasarkan etiologi (Lanzkowsky): 1. Kegagalan pembentukan eritrosit, karena: A. Defisiensi: defisisensi besi, defisiensi folat, defisiensi vitamin B12. B. Kegagalan sumsum tulang: kegagalan 1 seri, kegagalan semua seri (anemia aplastik), infiltrasi keganasan.

C. Dishematopoitik: infeksi, gagal ginjal dan penyakit hati, disseminated malignancy, penyakit jaringan ikat. 2. Perdarahan 3. Anemia hemolitik: korpuskular, ekstrakurpuskular Klasifikasi anemia yang lain berdasarkan morfologi sel darah merah: 1. Anemia normokrom normositer: anemia aplastik, anemia karena perdarahan, anemia penyakit kronis, anemia pada penyakit ginjal (gagal ginjal). 2. Anemia hipokrom mikrositer: anemia defisiensi besi, talaserma, HbE, lead poisoning. 3. Anemia normokrom makrositer: anemia defisiensi folat, anemia defisiensi vitamin B12. II. ANEMIA HEMOLITIK Masa hidup eritrosit yang normal berkisar antara 110-120 hari, setiap harinya sekitar (l%) eritrosit dihancurkan dan diganti oleh eritrosit-eritrosit baru yang diproduksi oleh sumsum tulang sehingga jumlah eritrosit dalam keadaan konstan. Masa hidup eritrosit pada bayi prematur lebih pendek. Hemolisis artinya penghancuran (lisis) eritrosit. Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh hancurnya sel-sel darah merah sebelum waktunya dengan jumlah yang berlebihan melebihi kapasitas produksi sumsum tulang, dapat terjadi karena kelainan herediter atau didapat. Klasifikasi anemia hemolitik: A.Defek selular (intrinsik/intrakorpuskular): defek

membran, defek enzim, abnormalitas hemoglobin. B. Defek ekstraselular (ekstrinsik/ekstrakorpuskular): otoimun, hemolisis fragmentasi, Hipersplenism, faktor plasma. Manifestasi klinis utama anemia hemolitik adalah anemia, ikterus, splenomegali (tergantung derajat hemolitik yang terjadi). Gejala lain yang dapat ditemukan sesuai dengan jenis anemia hemolitiknya seperti kejadian "crises", kolelitiasis, dapat terjadi ulkus kaki dan ahnormalitas tulang. Ikterus terjadi karena penghancuran eritrosit akan menghasilkan bilirubin indirek (unconjugated bilirubin). Makin hebat proses hemolitik maka makin banyak bilirubin indirek yang dihasilkan. Pada Hemolitic Disease in the Newborn dapat terjadi anemia dan hiperbilirubinemia indirek yang berat sehingga dibutuhkan fototerapi bahkan transfusi ganti. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, peningkatan jumlah retikulosit (menggambarkan peningkatan penghancuran eritrosit dan upaya kompensasi untuk meningkatkan produksi eritrosit dan gambaran proses hemolitik pada pemeriksaan apus darah tepi. Pemeriksaan laboratorium selanjutnya dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis, seperti tes Coomb (direk dan indirek), elektroforesis Hb, tes fragilitas osmotik, atau kadar enzim tertentu. III. TALASEMIA PENDAHULUAN

Talasemia merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh mutasi gen tunggal (single gene mutation) terbanyak di dunia. Tidak kurang dari 200-300 juta penduduk dunia merupakan pembawa gen talasemia dan tidak kurang dan 300 ribu orang bayi dengan kelainan talasemia berat dilahirkan setiap tahunnya. Umumnya penderita dengan kelainan talasemia berat berakhir dengan kematian pada masa anak-anaknya. Disamping biaya penanganan yang sangat mahal, hingga kini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan talasemia. Talasemia adalah suatu bentuk dari hemoglobinopati dan merupakan kelainan yang diturunkan berupa sindrom yaitu adanya anemia hemolitik hipokromik yang disebabkan defisiensi sintesis satu atau lebih polipeptida rantai globin serta kelainan pada organ lain. Sejak ditemukan perbedaan rantai polipeptida yang terlibat, diketahui terdapat berbagai macam jenis talasemia, tiap jenisnya menunjukkan ciri khas baik gambaran klinis maupun manifestasi biokimiawinya. Frekuensi dan tingkat beratnya penyakit tergantung dari latar belakang rasial dan populasi. Untuk mendiagnosis talasemia diperlukan pemahaman tentang sintesis rantai globin, pemeriksaan laboratonum yang dipakai untuk mengidentifikasi defisiensi jenis rantai dan interpretasinya serta evaluasi klinis yang seksama terhadap penderita. Hal ini diperlukan karena diagnosis yang akurat dari abnormalitas sintesis rantai

SARI KEPUSTAKAAN TALASEMIA

yang terlibat penting nilainya untuk melakukan genetic counseling. EPIDEMIOLOGI Talasemia tersebar di berbagai tempat, dimana tinggi-rendahnya insidensi kejadian tergantung dari jenisnya. Insidensi talasemia tersebar luas di daerah Mediterania, Timur Tengah, India, Pakistan, seluruh Asia Tenggara, bagian selatan bekas Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina, namun jarang ditemukan di Afrika, sedangkan talasemia tersebar diseluruh Afrika, Timur Tengah dan Asia Tenggara. Menurut WHO (1993), di Indonesia sendiri diperkirakan frekuensi gen talasemia 3-8% dan pada tahun 2000 sebanyak 7%. Penyakit talasemia bukan merupakan prioritas pemerintah dalam penanganannya dibanding dengan imunisasi, pemberantasan penyakit menular, diare, perbaikan gizi dan keluarga berencana. Penyakit talasemia masih merupakan perhatian kalangan dokter, organisasi sosial seperti Yayasan Talasemia dan Perkumpulan Orang Tua Penyandang Penyakit Talasemia. Di Indonesia talasemia dan sering ditemukan juga varian talasemia lain seperti HbE. Penelitian memperihatkan bahwa talasemia homozigot paling sering ditemukan (50%), talasemia -HbE (45%) dan sisanya adalah HbS dan HbH. Frekuensi disetiap daerah di Indonesia berbeda, di Ujung Pandang (7,8%), Ambon (7,8%), Maumere (5,8%), Palembang (10%), dan Jawa (3%) dan di Nusa Tenggara Barat 34% berupa HbE. SINTESIS RANTAI GLOBIN Globin merupakan bagian protein dari molekul hemoglobin yang memiliki struktur tetramer, terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai non alfa, setiap subunit terdiri dari

protohem yang mengikat oksigen. Rantai globin tcrbuat dan rangkaian asam amino yang tersusun berbeda baik jumlah ataupun urutannya, susunan rantai globin ini diberi nama dengan huruf Yunani, yaitu (alfa), (beta), (gama), (delta), (epsilon) dan (zeta). Rantai alfa terdapat pada kromosom 16 dan non alfa pada kromosom 11. Urutan dan keperluan dari transkripsi termasuk perkembangan, diferensiasi, dan keseimbangan sintesis dari rantai alfa dan non alfa terdapat pada kedua lokasi tersebut. Hemoglobin diproduksi pada sel darah merah muda disumsum tulang (eritroblast, normoblast). Pada orang dewasa normal hemoglobin terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai beta yang disebut HbA (22), selain itu terdapat hemoglobin normal lain yaitu HbA2 yang terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai delta (22) yang berjumlah kurang lebih 3,5% dan HbF (22) yang jumlahnya < 2%, HbF sendiri merupakan hemoglobin yang dominan selama kehidupan fetus. Sebelum umur 8 minggu kehidupan intrauterin, terdapat 6 jenis hemoglobin embrionik yaitu hemoglobin Gower l ( 22), Gower 2 (22) dan hemoglobin Portland (22). Pada saat dewasa rantai dan masa embrio berubah, dimana berubah menjadi rantai , sedang rantai menjadi . Perubahan rantai-rantai hemoglobin ini berhubungan dengan afinitas rantai globin ini terhadap oksigen yang sesuai dengan perkembangan tubuh embrio (organ hemopoeisis saat itu) dan kebutuhannya terhadap oksigen. Regulasi dari perubahan tersebut masih belum diketahui, hal ini diduga diatur oleh suatu "switch mechanism" yang secara bergantian mempengaruhi , , dan juga pada waktu yang berbeda sesuai masa

pertumbuhan yang dikendalikan oleh mekanisme pengaturan genetik. Bila terdapat defek pada gen maka akan terjadi defek pada proses perkembangan Hb. Mobilitas elekroforetik dari Hb berbeda sesuai struktur kimianya, sehingga komposisi Hb dapat dianalisis dengan menggunakan metoda elektroforesis. Dengan demikian analisis Hb (elektroforesa Hb) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis talasemia maupun hemoglobinopati. KLASIFIKASI TALASEMIA Sindrom talasemia merupakan penyakit keturunan pertama yang diketahui sampai pada tingkat molekuler berupa mutasi DNA; dan sampai saat ini telah ditemukan terdapat lebih dari 100 titik mutasi, delesi, insersi dan pengaturan kembali dari gen globin yang dapat menyebabkan talasemia. Berdasarkan defisiensi rantai yang terganggu, talasemia diklasifikasikan atas dua bentuk, yaitu: talasemia dimana tidak terdapat atau berkurangnya rantai karena delesi (sebagian besar) pada satu atau lebih gen globin pada kromosom 16 dan talasemia dimana tidak terdapat atau berkurangnya produksi rantai karena mutasi pada kromosom 11. Berdasarkan genotif dibedakan atas homozigot bila sama sekali tidak didapatkan gen pembentuk rantai dan heterozigot bila hanya terdapat satu gen yang terganggu, misalnya bentuk homozigot --/-- pada talasemia alfa dan / pada talasemia beta. Sedangkan berdasarkan derajat klinik atau berat ringannya anemia dibagi menjadi talasemia mayor, intermedia dan minor untuk talasemia serta delesi 1 gen globin 1 (silent thalasemia trait), delesi 2 gen globin 2 (thalasemia trait), delesi

3 gen globin (penyakit HbH) dan delesi 4 gen globin (Hb Bart 4) untuk talasemia . Selain itu terdapat varian talasemia seperti HbLepore, HbC, HbD, HbE dan HbS. Rantai alfa diproduksi baik pada masa fetus maupun dewasa sehingga defisiensi rantai alfa berakibat pada produksi hemoglobin baik pada saat fetus maupun dewasa. Karena terdapat dua alfa gen perhaploid genom, secara genetik talasemia alfa jauh lebih rumit dibanding talasemia beta. Talasemia beta disebabkan oleh mutasi yang terjadi pada setiap langkah dari ekpresi gen globin yaitu transkripsi, prosesing dari prekusor mRNA, translasi dan integritas postranslasi polipeptida rantai beta. Klasifikasi di atas berkorelasi satu sama lain dan memiliki implikasi klinis diagnosis dan penatalaksanaan. Talasemia heterozigot dapat tanpa gejala atau gejalanya ringan saja, homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat. Bila talasemia timbul pada populasi dimana terdapat variasi struktural seringkali diturunkan gen talasemia dari satu orang tua dan gen varian Hb dari orangtua lainnya. Dengan demikian, dapat terjadi talasemia dan secara bersamaan. Interaksi dari beberapa gen ini menghasilkan garnbaran klinis yang bervariasi mulai dari kematian dalam rahim sampai yang sangat ringan PATOFISIOLOGI TALASEMIA Pada prinsipnya patofisiologi dari gambaran talasemia merupakan hasil dari ketidakseimbangan sintesis rantai globin serta akibat lanjut yang ditimbulkan selanjutnya.

SARI KEPUSTAKAAN TALASEMIA

Ketidakseimbangan sintesis rantai globin Secara invitro pengukuran sintesis rantai globin baik dari darah tepi maupun sumsum tulang penderita berbagai jenis talasemia dan keluarganya yang diperiksa secara bersamaan menunjukkan adanya varian struktur globin atau yang diturunkan. Pada penderita talasemia homozigot (/) sintesis rantai tidak ada sedangkan pada talasemia + homozigot atau bentuk talasemiap +/ intesis berkurang 5-30 % dari kadar normal. Tidak adanya atau berkurangnya sintesis rantai menyebabkan sintesis rantai yang sangat berlebihan. Rantai globin berlebih yang tidak berpasangan tidak dapat membentuk hemoglobin tetramer yang berfungsi dan kemudian mengendap di prekursor sel darah merah, pada sumsum tulang endapan ini dapat dilihat pada fase awal hemoglobinisasi. Endapan-endapan ini kemudian membentuk inclusion bodies (badan inklusi) yang besar, yang kemudian bertanggungjawab atas terJadinya penghancuran prekursor sel darah merah dalam sumsum tulang (intrameduler) dan menyebabkan eritropoisis menjadi tidak efektif yang merupakan ciri khas semua jenis talasemia , pada talasemia yang heterozigot terjadi proses yang sama, namun pada tingkat yang lebih ringan sehingga efek dari sintesis rantai yang berlebih menjadi minimal. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa penyebab anemia pada talasemia disebabkan o1eh tiga hal, yaitu: pertama dan yang terpenting terjadinya eritropoisis yang tidak efektif dengan penghancuran prekursor eritrosit intrameduler, kedua hemolisis eritrosit yang sudah matang yang disebabkan endapan rantai , ketiga disebabkan kurangnya seluruh sintesis hemoglobin sehingga menghasilkan eritrosit

yang hipokrom dan mikrositer. Pada talasemia yang terganggu hanya sintesis rantai, maka sintesis HbF dan HbA2 tidak terpengaruh. Pada talasemia gangguan sintesis rantai alfa yang menyebabkan produksi rantai non yang berlebih agak berbeda, karena rantai berperan dalam pembentukan hemoglobin baik saat intra uterin ataupun dewasa sehingga akibatnya muncul sejak bayi sampal masa dewasa. Pada masa fetus tidak adanya sintesis rantai , memicu sintesis rantai yang berlebih yang mengakibatkan terbentuk homotetramer 4 atau hemoglobin Bart. Sedangkan pada dewasa kurangnya sintesis rantai menyebabkan sintesis rantai yang berlebih sehingga terbentuk homotetramer 4 atau hemoglobin H. Homotetramer 4 dan 4 dapat larut sehingga tidak menyebabkan endapan dalam sumsum tulang, sehingga penyebab anemia pada talasemia berbeda dengan pada talasemia . Anemia pada talasemia disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit, sedangkan pada talasemia lebih banyak diakibatkan oleh proses hemolitik yang memang merupakan gambaran utama kelainannya. Pada talasemia yang hebat homotetramer mengendap pada sel darah merah sehingga umurnya menjadi lebih pendek. Karena sintesis hemoglobin yang tidak sempurna eritrosit menjadi hipokrom dan mikrositer. Mekanisme kompensasi akibat anemia pada talasemia Akibat anemia pada talasemia homozigot bersamaan dengan tingginya afmitas darah yang dihasilkan terhadap oksigen menyebabkan hipoksia jaringan yang hebat, begitu juga pada talasemia

afinitas terhadap oksigen dan Hb Bart dan HbH menyebabkan hal yang sama. Respon utama terhadap keadaan ini adalah diproduksinya eritropoitin dan ekspansi diseritropoitik sumsum tulang, akibat lanjutnya terjadi deformitas tulang tengkorak, muka dan keroposnya tulang panjang. Pada kasus yang ekstrim ditemukan tumor hemopoitik ekstrameduler. Akibat dari deformitas tulang dapat menyebabkan fraktur patologis, infeksi pada sinus dan telinga tengah akibat drainage yang buruk. Efek penting lain yang disebabkan ekspansi massa sumsum tulang yang hebat, adalah pengalihan kalori yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembang secara normal dipakai untuk prekursor sel darah merah yang tidak efektif, oleh karena itu penderita talasemia berat memperlihatkan gangguan pertumbuhan dan kurus. Turnover prekursor eritroid yang masif dapat menyebabkan hiperurikemi dan gout sekunder serta defisiensi folat yang hebat. Splenomegali Paparan yang terus-menerus oleh eritrosit yang mengandung endapan menyebabkan work hypertrophy pada lien. Splenomegali yang masif baik pada talasemia ataupun dapat memicu anemia baik oleh berkumpulnya sel darah ataupun ekspansi volume plasma. Metabolisme besi yang abnormal Penderita talasemia yang menderita anemia menunjukkan absorpsi besi di usus yang meningkat hal ini berhubungan dengan ekspansi jumlah prekursor eritrosit. Absorpsi besi yang meningkat mi menyebabkan penumpukan besi diberbagai organ, seperti di sel Kupfner hati, makrofag dan lien. Selain itu pada penderita talasemia berat membutuhkan

transfusi yang terus menerus, sehingga siderosis transfusional menambah jumlah besi dalam tubuh. Besi juga dapat. menumpuk di berbagai organ seperti kelenjar endokrin, ginjal dan jantung. Penderita talasemia berat mempunyai resiko untuk teradinya infeksi yang mekanisme sesungguhnya belum diketahui pasti, diduga tingginya kadar besi dalam darah merupakan faktor yang mempercepat pertumbuhan bakteri serta akibat adanya leukopeni yang disebabkan hipersplenisme. GAMBARAN KLINIS DAN LABORATORIUM Gambaran klinis dan laboratorium dari talasemia yang muncul tergantung dari jenis gen rantai yang terlibat, beratringannya kelainan genetis yang melatarbelakangi serta anemianya. Bentuk klinis paling berat dari talasemia disebut talasemia mayor, sedang bentuk yang lebih ringan dan awitan yang lebih lanjut serta membutuhkan tranfusi yang lebih jarang disebut talasemia intermedia, sedangkan talasemia minor dipakai untuk nienggambarkan karier (pembawa) heterozigot yang asimtomatik. Talasemia Talasemia mayor Merupakan bentuk homozigot dari talasemia pertama kali digambarkan oleh Thomas Cooley pada tahun 1925. Disebut juga anemia Cooley, anemia Mediterania atau anemia von Jaksch. Pada saat lahir penderita tampak sehat, anemia muncul pada beberapa bulan pertama kehidupan atau kurang lebih umur 6 bulan dan secara progresif

SARI KEPUSTAKAAN TALASEMIA

memburuk dan kadang saat pertama kali terdiagnosis kadar hemoglobin berkisar antara 1-6 g/dL. Penderita mengalami gagal tumbuh dan masalah makan, selanjutnya hidupnya menjadi tergantung pada transfusi. Anak yang mendapat tranfusi yang tidak memadai, pertumbuhannya akan terhambat, terdapat penonjolan tulang tengkorak, pertumbuhan yang berlebih dari daerah maksila dan muka seperti mongoloid. Perubahan ini berhubungan dengan gambaran khas radiologik dari tulang tengkorak (hair on end appereance), tulang panjang dan tangan. Hati dan lien membesar serta terdapat peningkatan pigmentasi kulit. Gambaran hipermetabolisme berupa demam, badan kurus dan kadang-kadang hiperurikemi. Karena splenomegali yang hebat dapat terjadi trombositopeni, leukopeni sehingga penderita dapat mengalami infeksi dan perdarahan. Akibat penumpukan besi yang beriebih dalam tubuh baik akibat talasemianya sendiri ataupun akibat transfusi dapat timbul sirosis hepatis, aritmia kordis, gangguan pematangan seksual dan akibat gangguan endokrin lain seperti hipotiroidi, diabetes melitus dan insufisiensi adrenal. Sdalam pemerikasaan laboratorium ditandai dengan anemia dengan hipokrom hebat dan mikrositosis, morfologi darah tepi sering ditemukan poikilositosis, tear drops cell dan sel target. Retikulosit berkisar antara 2-8 %, leukosit meningkat dengan leukositosis PMN, jumlah trombosit normal sedangkan pada pemeriksaan sumsum tulang tampak hiperselular akibat hiperplasia normoblastik. Pada analisa hemoglobin penderita menunjukkan HbF yang dominan (>90 %), kadar HbA2 nonnal atau tinggi. Sedangkan pada talasemia o tidak terdapat HbA. Talasemia intermedia

Frekuensi talasemia kurang lebih 2-10 % dari jumlah penderita talasemia. Gejala klinis talasemia intermedia lebih ringan dibanding talasemia mayor namun lebih berat dibanding talasemia trait. Biasanya gejala baru muncul pada saat umur 2-4 tahun, pada bentuk yang berat pendenta menunjukkan anemia, hepatosplenomegali, gangguan pertumbuhan dan wajah talasemik serta biasanya tergantung pada transfusi dengan segala komplikasinya, namun pada penderita ini kadar hemoglobin dapat dipertahankan 6 g/dL tanpa transfusi. Bentuk ringan penderita talasemia intermedia dapat tetap asimtomatik sampai dewasa dengan kadar hemoglobin 10-12 g/dL. Talasemia minor Talasemia minor merupakan bentuk heterozigot, pada keadaan ini satu gen globin beta normal dan lainnya mengandung gen talasemia beta, yang biasanya tidak berhubungan dengan gejala klinis dan sering ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin, atau beberapa ditemukan dalam keadaan stress, seperti kehamilan yang kadang sampai membutuhkan transfusi darah saat memasuki trimester ketiga atau mengalami infeksi berat. Penderita talasemia ini sering mengeluh kelelahan yang kronis dan keluhan tidak spesifik lainnya sama seperti penderita lain. Pernah dilaporkan adanya splenomegali, perubahan tulang, ulkus pada kaki dan kolelitiasis. Nilai hemoglobin pada penderita jenis ini berkisar antara 9-11 g/dL yang ditandai anemia hipokrom mikrositer. Kadar HbA2 meningkat 3,5-7% sedangkan kadar HbF 1-3% dan tidak lebih dari 5%. Talasemia minima

Talasemia minima secara karaktenstik tidak ditemukan kelainan hematologik ataupun klinis lain. Abnormalitas hanya pada penurunan sintesis rantai dan peningkatan ratio ;. Talasemia Diagnosis talasemia alfa lebih sulit karena tidak ditandai dengan meningkatkan jenis Hb seperti HbA2 ataupun HbF, namun dapat dideteksi dengan metoda biologi molekular. Talasemia homozigot (sindrom hidrops fetalis dengan Hb Bart) Di Asia Tenggara keadaan ini sering menjadi penyebab bayi lahir mati. Bayi yang menderita kelainan ini lahir mati antara umur 34-40 minggu atau lahir hidup namun meninggal beberapa jam kemudian. Penderita lahir dengan tandatanda pucat, edema, hepatosplenomegali, dan pada pemeriksaan mayat ditemukan hemopoisis ekstrameduler yang masif dan plasenta yang sangat besar. Bayi yang menderita kelainan ini memperlihatkan gambaran darah tepi berupa perubahan talasemik yang berat, hemoglobin Bart dominan dan Hb Portland 10-20%. Pada kasus yang berat tidak ditemukan HbA maupun HbF. Penyakit Hemoglobin H Gejala klinis menyerupai penderita talasemia mayor walaupun sering lebih ringan. Penderita ini mengalami anemia sepanjang hidupnya dengan splenomegali yang besamya bervariasi dan perubahan tulang. HbA masih dalam jumlah yang terbanyak, namun jumlah HbH bervariasi 5-30 %. Gambaran darah tepi menunjukkan hipokrom dan anisopoikilositosis, retikulosit kurang lebih 5%, pada pewarnaan dengan briliant cresyl blue

menunjukkan inclusion bodies pada seluruh sel. Talasemia trait Sering ditemukan pada orang tua yang anaknya menderita hidrops fetalis atau penyakit hemoglobin H dan sementara pada orang tersebut tidak menampakkan gejala klinis apapun. PENDEKATAN DIAGNOSIS Diagnosis talasemia diperoleh berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium seperti telah diuraikan di atas. Pada anamnesis harus selalu ditanyakan riwayat keluarga dengan keluhan yang sama. DIAGNOSIS BANDING Gejala klinis dan laboratorium pada talasemia homozigot dan penyakit HbH sangat khas sehinggs diagnosis akan lebih mudah dilakukan. Pada kasus yang lebih ringan (talasemia minor) harus dibedakan dari anemia dengan mikrositosis dan hipokromik lain seperti anemia defisiensi besi sehingga harus dilakukan pcmeriksaan feritin serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC). KOMPLIKASI Komplikasi dapat disebabkan oleh talasemianya sendiri atau akibat transfusi rutin yang dapat mengakibatkan adanya penumpukkan besi diberbagai organ, seperti: Gangguanjantung, meliputi perikarditis, aritmia, kardiomiopati dan gagal jantung Diabetes melitus Hipotiroidi/hipoparatiroidi Gangguan pematangan seksual Gangguan pembekuan darah Sirosis hepatis

SARI KEPUSTAKAAN TALASEMIA

PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksanaan penderita talasemia adalah mempertahankan kadar hemoglobin "fisiologik" dengan transfusi darah rutin, mencegah dan mengobati akumulasi zat besi hingga mencapai kadar optimal dengan chelation agent, splenektomi bila terjadi hipersplenisme, dan pengobatan lain yang masih dalam uji coba dan belum dipakai sebagai protokol rutin. Umum Makanan gizi seimbang, hindarkan makanan yang banyak mengandung zat besi. Pemantauan tumbuh kembang. Khusus Transfusi darah Untuk mencapal pertumbuhan yang normal penderita talasemia kadar Hb-nya harus dipertahankan dalam kisaran angka 10-14 g/dL dan menghilangkan komplik'asi terhadap tulang akibat talasemianya. Untuk mengatasi hal ini dilakukan suatu hipertransfusi dimana kadar Hb dipertahankan lebih dari 10 g/dL, dengan cara ini eritropoisis masih efektif walaupun sebagian terhambat. Cara lain yaitu dengan supertransfusi, kadar Hb dipertahankan lebih dan 12 g/dL, pada keadaan ini eritropoisis sama sekali tidak terjadi. Penelitian dengan kedua cara ini memperlihatkan hasil yang tidak berbeda, namun efek kelebihan besi lebih tinggi pada supertransfusi. Sarnpai saat ini hipertransfusi digunakan sebagai standar penatalaksanaan karena hasilnya cukup baik untuk tumbuh kembang anak yang optimal. Untuk keperluan ini penderita dianjurkan datang 2-3 minggu sekali, sedangkan kepustakaan yang lain menganjurkan 6-8 minggu. Untuk mengurangi resiko reaksi transfusi diberikan PRC yang mengandung sedikit leukosit atau PRC yang sudah dibilas.

Setiap datang diberikan 10-15ml/kgBB yang diperkirakan akan dapat meningkatkan kadar Hb 3-5 g/dL. Selain itu pada penderita yang menjalani transfusi rutin harus diberikan imunisasi untuk mencegah dari penyakit yang dapat ditularkan lewat darah. Hepatitis B harus segera diberikan dan booster harus diulang tiap 3-5 tahun kemudian. Terapi Kelasi Besi Untuk meningkatkan kualitas hidup penderita talasemia pengobatan penting lain yang harus dilakukan adalah mencegah terjadinya penumpukan besi dalam tubuh karena tubuh sendiri tidak memiliki mekanisme fisiologik untuk mengeluarkannya. Sampai saat ini obat yang diterima oleh FDA (Food and Drugss Administration) untuk dipakai secara luas adalah desferioksamin (DFO, nama dagang Desferal). DFO dihasilkan oleh Streptomyces philosis yang dapat rnengikat besi sama dengan 1031. Kelebihan zat besi ini akan dikeluarkan lewat feses dan urin. Pemberian DFO harus sudah dimulai saat umur 4-5 tahun atau bila kadar serum feritin > 1000 ng/mL dan saturasi transferin > 50%. DFO diberikan secara subkutan dengan menggunakan syrinx pump kecil dan diberikan dengan dosis 20, 40 atau 60 mg/kgBB selama 8-12 jam, 5 hari dalam seminggu atau diberikan dosis tunggal dengan bolus bila orang tua tidak dapat memberikan secara kontinyu. Penelitian yang dilakukan Cohen A dan BorgnaPignati C membandingkan pembenan DFO secara konvensional (infus subkutan) dengan injeksi subkutan dua kali sehari dan pemberian dengan dosis tunggal, ekskresi melalui urin relatif sama untuk kedua metode ini namun menurun sangat bermakna bila dibandingkan diberikan

dosis tunggal, sehingga pemakaian secara konvensional masih menjadi pilihan untuk penderita talasemia. Selain itu untuk mempertahankan ekskresi besi yang baik ditambahkan 50-l00 mg asam askorbat perhari. Terapi dengan DFO membutuhkan biaya yang besar dan cara yang khusus sehingga banyak yang tidak menggunakannya. Obat kelasi besi oral pernah diperkenalkan yaitu 2.3-Asam dihidrobenzoat (2.3-DBH) namun tidak efektif dan toksik. Splenektomi Hipersplenisme merupakan akibat yang tidak dapat dielakkan dari terapi transfusi secara rutin. biasanya terjadi saat anak umur 6-8 tahun. Splenektomi diindikasikan bila penderita diketahui membutuhkan tranfusi 200-250 ml/kgBB dalam satu tahun. Sebelum dilakukan splenektomi penderita harus dipersiapkan sedemikian rupa dan diberikan imunisasi terhadap pneumococcus dan Haemophilus influenza dan setelah dilakukan splenektomi diberikan antibiotik profilaksis. Terapi lain Beberapa pengobatan lain masih dicoba dan belum dijadikan protokol standar seperti transplantasi sumsum tulang , transfusi neocyt, peningkatan HbF dengan pemberian demethylating atau agen sitotoksik serta terapi gen. Transplantasi sumsum tulang Sudah dimulai sejak tahun 1982 pada penderita talasemia mayor yang membutuhkan transfusi yang banyak, namun hanya 1/3 penderita yang dapat menerima HLA donor dan resiko penolakan dari penerima menyebabkan transplantasi sumsum tulang tidak menjadi pilihan pada penderita yang

mendapat transfusi dan pemberian DFO yang baik. Transfusi dengan sel darah muda (neocyt) Menurunkan kebutuhan darah 13-16 %, namun karena harganya 2-4 kali lebih mahal dan cara penyediaannya yang sulit sehingga tidak menjadi pilihan. Peningkatan HbF Pada talasemia , kelainan disebabkan oleh produksi rantai yang berlebih dan tidak berpasangan. Dengan meningkatkan produksi HbF yaitu meningkatkan jumlah rantai maka jumlah rantai yang tidak berpasangan berkurang. Hal ini dilakukan dengan cara demetilasi oleh obat sitostatik seperti 5-azacitidin, hidroksiurea, sitarabin arabinose, busulfan dan asam butirat. Namun karena efek toksiknya untuk sementara tidak dipergunakan secara luas. Terapi gen Cara yang dianggap paling prospektif yaitu dengan meniru gen globin normal pada sel yang terkena talasemia. Konseling Merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam penatalaksanaan penderita talasemia. Diinformasikan kepada orang tua mengenai penyakitnya yang bersifat herediter, kebutuhan akan transfusi yang teratur dan penatalaksanaan lain yang optimal. PROGNOSIS Pada penelitian retrospektif di Italia penderita talasemia yang tidak mendapat terapi akan meninggal pada 5 tahun pertama kehidupannya. Sedangkan penderita dengan transfusi yang teratur dan pemberian DFO yang teratur, pada beberapa pendenta dilaporkan dapat hidup mencapai

SARI KEPUSTAKAAN TALASEMIA

pubertas dengan normal dengan angka rata-rata harapan hidup meningkat dari 17,1 pada tahun 1960-an menjadi 31 tahun pada tahun 1970-an, pada beberapa pusat penelitian bahkan dilaporkan hamil dan mempunyai anak. PENCEGAHAN Di beberapa tempat yang tingkat kejadian talasemia beratnya tinggi, masalah ekonomi mejadi beban. Sebagai contoh di Siprus diperkirakan bila seluruh anak yang menderita talasemia diobati dcngan transfusi yang teratur dan terapi DFO maka dalam 15 tahun seluruh anggaran kesehatan hanya akan dipakai untuk menanggulangi penyakit ini saja. Oleh karena itu pendekatan seperti ini bukan jalan terbaik untuk menanggulangi penyakit talasemia, diperlukan suatu usaha pencegahan terutarna untuk bentuk talasemia lain. Usaha ini yaitu berupa: 1) Skrining/penapisan terhadap populasi sccara aktif, mencari pembawa sifat (karier), genetic counseling dan memperigatkan kepada karier resikonya bila menikah dengan karier lain, 2) Diagnosis pranatal yaitu dilakukan dengan skrining ibu hamil pada saat mereka pertama kali datang, skrining juga dilakukan terhadap suami bila diketahui istrinya karier, menawarkan kepada pasangan itu sendiri kemungkinan diagnosis pranatal dan terminasi kehamilan bila diketahui keduanya pembawa gen talasemia berat. Di negara-negara sekitar Laut Tengah seperti Italia, Siprus, Yunani dan negara Eropa lain dengan cara ini dapat menurunkan jumlah kelahiran talasemia berat sampai 80-90 % dari yang diperkirakan semula oleh WHO.

Вам также может понравиться