Вы находитесь на странице: 1из 21

Problem Based Learning Blok 17 Hepatitis B Kronis, Sirosis Hati dan Peritonitis Bakterial Spontan Aditya Wicaksono Putra

NIM: 102011372 Alamat korespondensi: aditya_wicaksono_putra@yahoo.com

Pendahuluan Hati sebagai kelenjar terbesar di tubuh, memiliki banyak fungsi . Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sekitar satu liter perhari ke dalam usus halus . Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu . walaupun bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak mempunyai peran aktif, tetapi penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya . Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah.

Pria, 58 tahun datang ke UGD RSUD Koja dengan keluhan nyeri perut disertai demam sejak 2 hari SMRS. Perut membesar sejak 1 minggu SMRS, disertai kembung dan mual. BAB BAK biasa. Riw sakit kuning 3 tahun yl, beberapa kali kambuh, dokter mengatakan sakit hepatitis B.

Pembahasan 1. Anamnesis Pada penderita Sirosis hati, anamnesis yang bisa di dapat berupa : 1. Data subyektif Keluhan perut tidak enak, mual dan nafsu makan menurun. Mengeluh cepat lelah. Mengeluh sesak nafas
1

2. Data Obyektif Penurunan berat badan Ikterus. Spider naevi. Anemia.Air kencing berwarna gelap. Kadang-kadang hati teraba keras. Kadar cholesterol rendah, albumin rendah. Hematemesis (muntah darah yang berasal dari saluran cerna) dan Melena (pengeluaran feses yang yang berwarna hitam). Memiliki riwayat penyakit hati1

2. Pemeriksaan Fisik Inspeksi

Mata dan Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah

Bengkak pada perut dan tungkai Penurunan kesadaran Kelelahan Kelemahan Gatal Mudah memar karena pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati yang sakit.

Erythema Palmaris dan spider nevi.

Palpasi Hati perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya, prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati.
2

Limpa Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju umbilikus dan dari umbilikus ke SIAS kanan Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.

Perkusi Cara pemeriksaan asites dengan pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).

Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain.

Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang- ulang pada dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan gelombang.

Auskultasi Bising usus Bruit: bunyi atau murmur yang terdengar pada saat auskultasi, terutama yang abnormal.2,3

1. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium untuk sirosis hati

Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan trombositopenia

Kenaikan SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase. SGOT adalah enzim yang ada di dalam sel-sel hati dan jantung. SGOT disebut juga aspartate aminotransferase (AST). Batas normal: 0-37 U/l, SGOT dilepaskan dalam darah ketika jantung atau hati rusak. SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase. Disebut juga alanine aminotransferase (ALT). Batas normal:0-45 U/l

Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun. : kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati yang kurang .Penurunan kadar

albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti : tindakan operasi.

Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) : penting dalam menilai sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati,

kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal, mempunyai prognosis yang jelek.

Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati. Glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.

Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).

USG ultrasonografi

Gambaran ultrasonografi pada beberapa Sirosis hati :

Permukaan nodular Ehopattern meningkat, heterogin V.porta berkelok,ukuran membesar Pada awal sirosis hepar membesar Pada sirosis berat ukuran hati mengecil. Splenomegali mendukung sirosis Tanda-tanda hipertensi portal misalnya v. porta melebar, dinding kandung empedu menebal (edema karena tekanan portal)
4

Yang dilihat pinggir hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion). Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran empedu, dll.

Peritonitis bakterialis spontan The International Ascites Club (IAC) merekomendasikan dilakukannya parasentesis (pungsi asites) pada penderita sirosis hepatik yang disertai dengan asites. Diagnosis PBS dapat ditegakkan bila dijumpai hasil:

Hitung sel polimorfonukleus (PMN) > 250/mm3 Lekosit > 300/mm3 (terutama granulosit) Protein < 1g/dL Bilirubin > 43 mmol/L Aktivitas protrombin < 45%4

2. Diagnosis Kerja Asites Masive ec. Sirosis hati Sirosis hati ec. Hepatitis Peritonitis bakterial spontan

3. Diagnosis Banding TBC Peritonitis Hepatoma TBC peritonitis Suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral yamg disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyebaran penyakit ini melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru, melalui dinding ususyang terinfeksi, dari kelenjar limfe mesenterium, dan melalui tuba fallopii yang terinfeksi.

Gejala klinis bervariasi, umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan. Kaluhan yang paling sering ialah tidak ada nafsumakan, batuk, dan demam. Pada pemeriksaan fisik gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam, pembengkakan perut, dan nyeri perut, pucat dan kelelahan.

Hepatoma Kanker hati (hepatocellular carcinoma, HCC), disebut juga hepatoma, adalah suatu kanker yang timbul primer dari hati. Faktor resiko yang menyebabkan hepatoma adalah sirosis hati (utama), hepatitis virus B, hepatitis virus C, penyakit hati alcohol, dan sebagainya. Manifestasi klinis bervariasi dari asimtomatik hingga gagal hati. Pada penderita sirosis hati yang makin memburukkondisinya perlu dicurigai kemungkinan telah timbulnya HCC. Keluhan utama yang sering ialah rasa tidak nyaman di perut kanan atas. Selain itu ada anoreksia, kembung, konstipasi atau diare. Juga terdapat pembengkakan di perut akibat massa tumor atau asites. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali (dengan/tanpa bruit hepatic), spelenomegali, asites, ikterus, demam, dan atrofi otot.5

4. Gejala Klinik

Tanda-tanda klinis sirosis hati (stigmata liver)


Spider naevi Eritema palmaris Vena kolateral Ascites Splenomegali Gynecomastia Ikterus sklera.

Keluhan dari sirosis hati dapat berupa : a. Merasa kemampuan jasmani menurun b. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan c. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap
6

d. Pembesaran perut dan kaki bengkak e. Perdarahan saluran cerna bagian atas f. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic Enchephalopathy) g. Perasaan gatal yang hebat seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur hati yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan perenkym hati yang masing-masing memperlihatkan gejala klinis berupa : Kegagalan sirosis hati Seperti edema, ikterus, koma, spider nevi, alopesia pectoralis, ginekomastia, kerusakan hati, asites,rambut pubis rontok, eritema Palmaris, atropi testis, dan kelainan darah(anemia,hematon/mudah terjadi perdaarahan) Hipertensi portal varises oesophagus spleenomegali perubahan sum-sum tulang caput medusa asites collateral veinhemorrhoid kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)

Peritonitis bakterialis spontan


Gejala klinis dari PBS dapat berupa demam, nyeri abdomen, mual, muntah, diare, nyeri tekan abdomen yang difus, dan berkurangnya bising usus.

Hepatitis B kronis
Keluhan dari hepatitis B kronis sangat bervariasi. Pada sebagian didapatkan hepatomegali atau bahkan splenomegali atau tanda-tanda penyakit kronis lainnya misalnya palmar eritema dan spider naevi,serta pada pemeriksaan laboratorium sering didapatkan peningkatan konsentrasi ALT. Pada umumnya konsentrasi albumin dan bilirubin normal. Secara sederhana manifestasi klinis hepatitis B kronik dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu :

1.

hepatitis B kronik yang masih aktif. HbsAg positif dengan DNA VHB lebih dari 10 ^5 kopi / ml, didapatkan kenaikan ALT menetap atau intermitten. Pada pasien sering didapatkan tandatanda penyakit hati kronik. Menurut status HbeAg pasien dikelompokan menjadi HbeAg positif dan negatif.

2.

CarrierVHB inaktif. Pada kelompok ini HbsAg positif, titer DNA VHB rendah yaitu kurang dari 10 ^ 5 kopi .ml. konsentrasi ALT normal dan tidak didapatkan keluhan. Jenis ini sulit dibedakan dengan Hepatitis B kronik HbeAg negatif jika pemeriksaan DNA VHB tidak tersedia, maka dari itu perlu dilakukan pemeriksaan ALT berulang.6

5. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya asites dan penyakit kronik yang dapat menimbulkan asites
Asites dapat terjadi pada peritoneum yang normal atau peritoneum yang mengalami kelainan patologis. Jika peritoneum normal (tidak ada kelainan), maka penyebab asites adalah hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Sedangkan pada peritoneum yang mengalami kelainan patologis, penyebab asites antara lain infeksi (peritonitis bakterial/TBC/fungal, peritonitis terkait HIV dll), keganasan/karsinoma peritoneal dll. Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan asites antara lain :

Sirosis hati

Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang berujung kepada phipertensi porta. Hipertensi porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related peptide,endotelin dll). Dengan adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut, maka akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru akan membuat hipertensi porta menjadi semakin menetap. Hipertensi porta tersebut akan meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan kapiler usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya menyebabkan asites. Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen juga akan
8

mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu sistem renin-angiotensinaldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi air (H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di rongga tubuh. Asites biasanya terjadi akibat hipertensi porta. Akibat tingginya resistensi terhadap aliran darah yang melintasi hati, aliran darah dialihkan ke pembuluh - pembuluh mesenterika (abdomen peritonium). Peningkatan aliran menyebabkan peningkatan tekanan kapiler di pembuluhpembuluh rongga abdomen ini sehingga terjadi filtrasi bersih cairan keluar dari pembuluh dan masuk ke rongga peritonium. Selain itu, tekanan yang tinggi di hati itu sendiri menyebabkan cairan mengalir keluar hati untuk masuk ke rongga peritonium. Cairan ini berisi konsentrasi albumin yang tinggi. Keluarnya albumin dari dari kompartemen vaskular ( darah ) pada asites berperan pada penurunan protein darah yang dijumpai pada penyakit hati stadium lanjut selain berperan pada penurunan tekanan osmotik plasma, yang menyebabakan terjadinya edema interstisium. Edema interstisium juga terjadi di seluruh tubuh pada penyakit hati stadium lanjut. Hal ini terjadi sebagai akibat langsung berpindahnya albumin serum pada asites dan akibat gangguan sintesis protein. Apabila konsentrasi protein plasma berkurang, maka kekuatan yang mendorong reabsorsi cairan ke dalam semua kapiler dari ruang interstisium menurun sehingga terjadi edema di kompartemen interstisium. Ada 3 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites, yaitu: 1. Tekanan koloid osmotik plasma Biasanya bergantung pada kadar albumin. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya maka pembentukan albumin juga terganggu sehingga kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotik juga berkurang. Ada tidaknya asites pada penderita sirosis terutama tergantung pada tekanan koloid osmotik plasma. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3gr% sudah dapat merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites. 2. Tekanan vena porta

Pada penderita dengan hipertensi portal ekstrahepatik tidak selalu terjadi asites pada permulaannya. Tetapi bila terjadi perdarahan gastrointestinal, maka kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotik menurun pula dan baruterjadi asites. Bilamana kadar plasma protein kembali normal, asitesnya pun menghilang, walaupun hipertensi portal tetap ada. 3. Perubahan elektrolit a. Retensi natrium Penderita sirosis tanpa asites mempunyai ekskresi Na yang normal. Bila disertai asites, biasanya ekskresi Na terganggu. Ekskresi Na melalui urine menjadi kurang dari 5 meq/hari. Kadar Na dalam serum sedikit lebih rendah dari normal. Untuk mengembalikan cairan menjadi isotonis maka pada retensi Na terjadi retensi air, sehingga tekanan hidrostatik meninggi, hal ini menyebabkan terjadinya asites. Tubulus renis melakukan reabsorbsi Na sebanyak 99,5%, dan sebagian dari ini disebabkan karena bertambahnya produksi aldosteron. Berkurangnya perfusi dari ginjal kemungkinan menyebabkan terjadinya rangsangan untuk hiperaldosteronisme sekunder, keadaan ini merangsang juksta glomerularis dan sistem renin angiotensin, menyebabkan korteks adrenal memprodusir aldosteron. Pada penderita sirosis terjadi hipertrofi pada alat juksta glomerularis. Aldosteron berfungsi pada tubulus renalis bagian distal. Jadi ada kemungkinan terjadinya asites pada penderita penyakit hati tidak disebabkan pertama-tama oleh karena retensi Na, tapi secara skunder oleh

hiperaldosteronisme. b. Retensi air Ekskresi air pada penderita sirosis umumnya mengalami gangguan. Ini mungkin disebabkan karena aktivitas dari hormon anti diuretik (A.D.H) Gangguan tersebut kemungkinan besar merupakan akibat dari absrobsi Na pada tubulus renalis bagian proksimal yang sedemikian besar, sehingga tak ada yang melewati bagian distal. c. Perubahan kalium Kadar kalium dalam serum terdapat normal atau sedikit berkurang. Hal ini tidak disebabkan karena hilangnya ion-ion, tapi terganggunya sel-sel untuk mempertahankan kadar K. Di dalam sel itu sendiri.

10

Ada 2 faktor terpenting untuk timbulnya asites, yaitu: 1. Terganggunya faal hati dalam pembentukan albumin yang berakibat kadar serum albumin menurun, sehingga tekanan plasma osmotik pun menurun. 2. Adanya hipertensi portal . Lebih banyak cairan yang masuk kedalam kavum peritonei dari pada yang meninggalkan kavum peritonei menyebabkan terjadinya asites. Hal ini dapat mengakibatkan pengurangan cairan dalam badan, yang akan menyebabkan terjadinya retensi Na & air pada ginjal. Efek pada tubulus renalis bagian distal adalah kemungkinan melalui aldosteron, sedangkan mekanisme pada tubulus renalis bagian proksimal belum diketahui benar. Pada beberapa keadaan aliran darah dan kecepatan filtrasi-glomerulus mungkin berkurang dan akan menambah terjadinya retensi natrium. Peritonitis bakterialis spontan Pada sirosis hepatik, lebih dari 80% aliran darah portal melewati hati. Hal ini menyebabkan bakteri yang terdapat dalam darah dapat melewati sistem retikuloendotelial hati dan menyebabkan penyebaran secara hematogen. Jalur penyebaran infeksi lain adalah melalui sistem limfatik, translokasi bakteri melalui dinding usus dan dari saluran kemih wanita melalui tuba Fallopii.

Hepatitis B kronis Virus hepatitis B masuk secara parenteral, partikel dane dari virus masuk kehepar, kemudian bereplikasi. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi partikel dane utuh, partikel HbsAg ,danHBeAg. Awalnya terjadi responimun nonspesifik, kemudian respon imun spesifik yaitu aktifasi sel limfosit T dan sel Limfosit B sehingga terbentuk anti bodi antara lain anti HBs Anti HBe, anti HBc. Respon imun mengeliminasi sasaran dengan cara sitolitik / nekrosis hati atau non sitolitik melalui aktifitas interferon gamma dan tissue nekroting factor. Virus hepatitis B bersifat tidak sitopatik, kerusakan hepatosit terjadi akibat lisis hepatosit melalui mekanisme imunologis. Kesembuhan dari infeksi VHB bergantung pada integritas

11

sistem imunologis seseorang. Infeksi kronis terjadi jika terdapat gangguan respon imunologis terhadap infeksi virus. Hepatitis virus B yang berlanjut menjadi kronik menunjukkan bahwa respons imunologis selular terhadap infeksi virus tidak baik. Jika respons imunologis buruk, lisis hepatosit yang terinfeksi tidak akan terjadi, atau berlangsung ringan saja. Virus terus berproliferasi sedangkan faal hati tetap normal. Kasus demikian disebut pengidap sehat. Di sini ditemukan kadar HbsAg serum tinggi dan hati mengandung sejumlah besar HbsAg tanpa adanya nekrosis hepatosit. Pasien dengan respons imunologis yang lebih baik menunjukkan nekrosis hepatosit yang terus berlangsung, tetapi respons ini tidak cukup efektif untuk eliminasi virus dan terjadilah hepatitis kronik. Pada hepatitits B kronikterdapat 3 faseyaitu : 1. Fase imunotoleran : Terjadi pada masa anak-anak dan dewasa muda, yang mana system imuntoleran terhadap VHB. Dari pemeriksaan labor didapatkan HBsAg serta HBeAg di dalam serum serta titer HBV DNA nya tinggi, akan tetapi ALT normal. 2. Fase imunoaktif/imuno clearance : pada 30 % individu dengan persistensi VHB yang terjadi karna replikasi virus berkepanjangan, terjadi nekroinflamasi yang ditandai dengan kadar ALT menaik. Pada fase ini, imun mulai menghancurkan VHB dan mengakibatkan pecahnya selhati.Pada fase ini terjadi serokonversi HBeAg secara spontan atau terapi. 3. fase non replikatif : pada 70 % atau sisanya, proses menghilangkan HBV tidak dengan kerusakan selhati yang berarti. Pada pemeriksaan labor ditemukan HBsAg rendah, HBeAg menjadi (-), anti HBe (+) spontan, ALT normal.20 % dari fase ini bisa kambuh/reaktifasi.7

6. Etiologi

Sirosis Hati

Secara lengkap sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh system hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
12

Penyebab sirosis hati beragam. Selain disebabkam oleh infeksi virus hepatitis B ataupun C, juga dapat diakibatkan oleh konsumsi alcohol yang berlebihan, berbagai macam penyakit metabolic, adanya gangguan imunologis, dsb.

Peritonitis baktrial spontan

Penyebab dari PBS umumnya bersifat monobakterial seperti Escherichia coli, Klebsiella spp, Streptococcus dan Enterococcus spp, sementara kuman anaerob jarang menyebabkan PBS. Secara tradisional, tiga perempat spontan infeksi bacterial peritonitis disebabkan oleh aerobik organisme gram negatif (50% dari Escherichia coli menjadi). Sisanya telah karena aerobik organism gram positif (19% spesies streptokokus). E coli ditampilkan pada gambar di bawah.

Namun, beberapa data menunjukkan bahwa persentase gram positif infeksi dapat meningkat. Salah satu penelitian menyebutkan insiden 34,2% dari streptokokus, peringkat di posisi dua setelah Enterobacteriaceae. kelompok streptokokus viridans (VBS) berjumlah 73,8% dari isolat streptokokus.

Organisme anaerobik jarang terjadi karena tekanan oksigen tinggi cairan asites.

Organisme tunggal dicatat dalam 92% kasus, dan 8% kasus adalah polimikroba.

Hepatitis B kronis

Akibat infeksi virus hepatitis B. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dari virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui.8

7. Epidemiologi
13

Sirosis hati

Di Indonesia, sirosis hati lebih sering dijumpai pada lelaki daripada wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata 30-59 tahun.

Peritonitis bakterialis spontan

Pada pasien dengan asites, frekuensi dapat setinggi 18%. Jumlah ini telah berkembang dari 8% selama 2 dekade terakhir, yang paling mungkin sekunder untuk kesadaran peningkatan peritonitis bakteri spontan dan ambang diturunkan untuk melakukan paracentesis diagnostik.

Hepatitis b kronis

Infeksi hepatitis B yang didapat pada masa perinatal dan balita biasanya bersifat asimtomatik dan dapat menjadi kronikpada 90 % kasus. Pada orang dewasa 10 % menjadi kronis.Dari yang terinfeksi secara kronis 20 % menjadi sirosis hati dan HCC.8

8. Komplikasi Sirosis

Perdarahan Gastrointestinal Koma hepatikum Ulkus peptikum Karsinoma hepatoselular Infeksi Sindrom hepatorenal (SHR)

Peritonitis bakterialis spontan Komplikasi yang dapat timbul pada PBS adalah terbentuknya abses intraabdominal. Hepatitis B kronis

14

Komplikasi umum pada sirosis hati adalah hematemesis melena, asites, peritonitis bakterian spontan, sindrom hepatorenal, dan ensefalopati hepatikum.9

9. Penatalaksanaan Sirosis Hati bila terjadi Asites Pengobatan asites transudat sebaiknya dilakukan secara komperhensif meliputi: Tirah Baring Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika, pada pasien asites transudat yang berhubungan dengan hipertensi porta. Perbaikan efek diuretika tersebut berhubungan dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus akibat tirah baring. Tirah baring akan menyebabkan aktifitas simpatis dan sistem renin-angiostensin-aldosteron menurun. Yang dimaksud dengan tirah baring disini bukan istirahat total di tempat tidur sepanjang hari, tetapi tidur terlentang, kaki sedikit diangkat, setelah beberapa jam setelah minum obat diuretika. Diet Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat membantu diuresis. Konsumsi garam (NaCl) perhari sebaiknya dibatasi hingga 40-60 meq/hari. Hiponatremia ringan sampai sedang bukan merupakan kontraindikasi untuk memberikan diet rendah garam, mengingat hiponatremia pada pasien asites transudat relatif. Jumlah total Na dalam tubuh sebenarnya diatas normal. Biasanya diet rendah garam yang mengandung NaCl kurang dari 40 meq/hari tidak diperlukan. Konsentrasi NaCl yang amat rendah justru dapat menggangu fungsi ginjal.2 Diuretika

15

Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron, misalnya, Spironolakton. Diuretika ini merupakan diuretika hemat kalium, bekerja ditubulus distal dan menahan reabsorbsi Na. Sebenarnya potensi natriuretik diuretika distal lebih rendah daripada diuretika loop bila etiologi peningkatan air dan garam tidak berhubungan dengan

hiperaldosteronisme. Efektifitas obat ini lebih bergantung pada konsentrasinya di plasma, semakin tinggi semakin efektif. Dosis yang dianjurkan antara 100-600mg/hari. Jarang diperlukan dosis yang lebih tinggi lagi. Target yang sebaiknya dicapai dari tirah baring, diet rendah garam dan terapi diuretika adalah peningkatan diuresis sehingga berat badan turun 400-800gr/hari. Pasien yang disertai edema perifer penurunan berat badan dapat sampai 1500gr/hari. Setelah cairan asites dapat dimobilisasi, dosis diuretika dapat disesuaikan. Biasanya diet rendah garam dan Spironolaktonmasih tetap diperlukan untuk mempertahankan diuresis dan natriuresis sehingga asites tidak terbentuk lagi.2 Asites pada Penyakit Hati Kronik diberi Spironolakton (sendiri atau bersama tiazid atau diuretik kuat). Diuretik kuat harus digunakan dengan hati-hati. Bila ada gangguan fungsi ginjal, jangan menggunakan spironolakton Peritonitis bakterialis spontan Pengobatan pilihan terhadap infeksi aktif, adalah: 1. Cefotaxim i.v minimal 2 gram tiap 12 jam selama 5 hari i.v. 2. Kombinasi 1 gram amoxicillin dan 0,2 gram asam klavulanat i.v diberikan 4 kali sehari. 3. Ofloxacin oral 400 mg setiap 12 jam. Pemberian ofloxacin per oral ini menguntungkan bagi pasien PBS tanpa komplikasi yang tidak perlu dirawat.
Profilaksis: Norfloxacin 400 mg tiap 12 jam selama 7 hari. Pada pasien yang baru sembuh dari PBS maka

16

Norfloxacin diberikan paling sedikit selama 6 bulan.

Hepatitis B kronis
Tujuan Terapi Hepatitis Kronik B 1. Menekan dan menghilangkan replikasi virus (HbeAg, HBV DNA) 2. Kontrol jangka panjang nekroinflamasi dai hepatosit (GPT) 3. Mencegah transformasi maligna dari hepatosit (Integrasi HBV DNA virus ke dalam DNA genom host) Ketiga hal di atas bertujuan mencegah sekuele sirosis hepatis atau KHP. Penerapan secara serologis: HbeAg (+) HbeAg (-) dan HbeAb (+) HBV DNA HBV DNA / (-) HbsAg (+) HbsAb (+)

Terapi Nonmedikamentosa 1. Umum Pengidap dilarang menjadi donor darah, sperma, susu atau organ tubuh lainnya, pinjam meminjam alat cukur dan gosok. Pengidap harus memberitahukan status pengidapnya kepada dokter gigi, dokter pribadi, dan petugas laboratorium. Keluarga di rumah, istri/keluarga seharusnya diimunisasi bila HbsAg (-) dan HbsAb (-). Bila ibu pengidap hamil, diberitahu dokter kebidanan untuk segera mengimunisasi bayi yang baru lahir (pasif dan aktif). 2. Diet Makanan sehat bergizi untuk mempertahankan berat badan tetap normal. Dianjurkan diet tinggi kalori, protein, lemak secukupnya (diet hati). Bila sudah terjadi komplikasi sirosis hati terutama dengan asites dianjurkan restriksi lemak, garam, air, protein, sebaiknya diberikan vitamin. 3. Latihan/kerja Pengidap asimtomatis bisa kerja dan olah raga seperti biasa. Bila timbul sirosis hati hindari latihan berat. 4. Alkohol dan obat-obatan 17

Hindari hepatotoksik potensial, hindari minum alkohol secara rutin dan regular. Steroid dan obat imunosupresif akan memperberat infeksi laten dan dapat menimbulkan suatu hepatitis fatal.

MEDIKAMENTOSA Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kronik yaitu : Kelompok imunomodulasi Interferon : kelompok protein intra seluler normal yang diproduksi tubuh oleh limfosit B. Sivat antivirus interferon tidak secara langsung tapi melalui pengaktifan protein efektor yang berkasiat antivirus. Pada pasien hepatitis kronis, terjadi penurunan fungsi interferon akibatnya terjadi gangguan penampilan molekul HLA kelas 1 pada membran hepatosit yang sangat diperlukan agar sel limfosit T mengenai viru HBV. Penggunaan interferon : hepatitis B kronik yang HbsAg positif , aktifasi ringan sampai sedang, yang belum sirosis. Dosis : Penyuntikan subkutis selama 4 bulan (16 minggu) setiap hari dengan dosis 5 juta unit, atau 3 kali seminggu dengan dosis 10 juta unit, menyebabkan serokonversi 40% dari infeksi HBV replikatif (HbeAg dan DNA HBV terdeteksi dalam serum) menjadi nonreplikatif (anti HbeAg terdeteksi) disertai perbaikan gambaran histologi hati, dan pada 10% HbsAg mungkin tidak terdeteksi lagi. Respon terhadap interferon meningkat pada pasien dengan kadar DNA HBV yang rendah sampai sedang (<200pg/mL) dan pada pasien dengan lama sakit yang singkat (ratarata 1,5 tahun), 70%nya mengalami perubahan status replikatif bila diikuti selama 5 tahun. Efek samping interferon: lelah, sakit otot-otot, demam, sakit kepala, anoreksia, berat badan menurun, rambut gugur, leukopenia, trombositopenia. Seleksi penderita yang diberi IFN : 1. HbsAg (+), HbeAg (+), HBV DNA (+) lebih dari 6 bulan 2. Kenaikan nilai ALT persisten (1,5 kali nilai tertinggi atau 100/L) 3. Biopsi hati: hepatitis kronis sirosis Tanda perbaikan dalam terapi: Ditandai hilang atau menurunnya HBV DNA, serokonversi HBeAg anti Hbe, HbsAg anti HBs, lisis hepatosit yang terinfeksi, peningkatan ALT. 18

Timosin alfa : merangsang fungsi limfoeit sehingga menurunkan konsentrasi / menghialangkan DNA vhb. Keunggulan timosin alafa adalah karena tidak adanya efeksamping sepertiinterferon. Vaksinasi terapi : prinsip vaksinasi terapi adalah pengidap HBV tidak memberikan respon terhadap vaksinasi hepatitis B konvensional yang mengandung HbsAg karena individu sudah mengalami imuno toleran terhadapvksinasi tersebut. Jadi vaksin yang bagus saat ini adalah yang bisa menurunkan imunotoleran tersebut. Yaitu vaksinasi yang menyertakan epitop yang merangsang sel T sitotoksik yang bersifat HLA restricted.

Strateginya adalah : penggunaan vaksin yang mengandung protein S, menyertakan antigen kapsit yng spesifik untuk sel limfosit T sitotoksik, vaksinasi DNA.

II Kelompok Terapi antivirus Terapi antivirus dianjurkan untuk pasien hepatitis B kronik dengan ALT > 2 x nilai normal tertinggi dengan DNA VHB positif. Lamivdin Entecavir10

10. Preventive

Hindari Kelebihan Minum Hindari Hepatitis B atau C Infeksi Mendapatkan Imunisasi Kenakan Pakaian pelindung

11. Prognosis Peritonitis bakterialis spontan Angka kematian pada pasien dengan spontan berkisar peritonitis bakteri dari 40-70% pada pasien dewasa dengan sirosis. Tarif lebih rendah pada anak dengan nephrosis. Pasien dengan insufisiensi ginjal bersamaan telah terbukti berada pada risiko kematian yang lebih tinggi dari bacterial peritonitis spontan daripada mereka yang tidak insufisiensi ginjal bersamaan.
Kematian dari spontan bacterial peritonitis dapat menurun antara semua sub kelompok pasien karena kemajuan dalam diagnosis dan pengobatan

19

Hepatitis B kronis Hepatitis B akutdapatsembuhsempurna virus amatsukar. 90 %, sedangkan hepatitis virus

kronispotensiuntukhilangnya

Meskipundemikianreplikasi

dapatdikontroldenganpengobatanantivirus . 5 tahun survival rate pada pasien hepatitis kronis B dengan kelainan hati ringan adalah 97%, untuk kronik aktif 86% dan 55% untuk kronik aktif hepatitis dengan sirosis. Imunisasi massal pada bayi yang baru lahir, anak di bawah umur 1,5 tahun adalah cara yang terbaik untuk mencegah hepatitis akut, kronis, sirosis hati, KHP.10

Penutup

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada pria 58 tahun dengan keluhan nyeri perut disertai demam sejak 2 hari SMRS, perut membesar sejak 1 minggu SMRS, mempunyai riwayat sakit kuning 3 tahun yang lalu dan didiagnosis oleh dokter menderita hepatitis B, diagnosis pasti adalah asites et causa sirosis hati, sirosis hati et causa hepatitis dan peritonitis bakterialis

DAFTAR PUSTAKA

1. Supartondo, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Anamnesis. Ed.5. Vol.1. Jakarta. Interna
Publishing, 2009.h. 25-7

2. Jonathan Gleadle. At aglance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga. 2007. Hal : 81,155,7. 3. Bickley L.S, Szilagyi Peter G. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta: ECG; 2009.h.344-7
4. Kee JL; editor bahasa Indonesia: Ramona P. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2007.h.59-60,407-9,415-6. 20

5. 6.

J. Corwinn, Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi edisi 3 halaman 657. Jakarta: EGC. 2009. Sujono Hadi.Dr.Prof.,Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung ; 2002.

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. edisi 5 jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.644-52,692-4,708-13,718-20. 8. Pringgutumo S, Himawan S, Tjarta A. Buku ajar patologi I (umum). Edisi Ke-1. Jakarta: Sagung Seto. 2003. Hal 129-34. 9. Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Vol. 4. Jakarta EGC; 2000.h.1615-99. 10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. edisi 5 jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2780-2,2797-812.

21

Вам также может понравиться