Вы находитесь на странице: 1из 5

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Permasalahan Seorang pasien masuk VK IGD RSUD AA Pekanbaru pada tanggal 04 April 2012, jam 20.21 WIB rujukan bidan luar. Diagnosis di IGD adalah G1P0A0H0 gravid aterm inpartu + kala I fase aktif + HDK + JHTIU + letak memanjang + presentasi kepala. Dari uraian kasus diatas didapatkan permasalahan yakni sebagai berikut : 1. Apakah diagnosis masuk pada pasien ini sudah tepat? 2. Apakah etiologi dan faktor risiko terjadinya preeklampsia pada pasien ini? 3. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?

4.2 Pembahasan 1. Apakah diagnosis masuk pada pasien ini sudah tepat? Pada awal masuk, diagnosa pasien ini adalah G1P0A0H0 gravid aterm inpartu + kala I fase aktif + HDK + JHTIU + letak memanjang + presentasi kepala. Penulisan G1P0A0H0 sudah tepat. Penulisan status paritas yaitu G1P0A0 sudah tepat karena telah sesuai dengan kaidah penulisan status obstetri. Usia kehamilan gravid aterm sudah tepat karena jika dihitung dari HPHT yaitu pada tanggal ? bulan juli 2011 maka usia kehamilannya saat datang ke VK IGD RSUD Arifin Achmad pada tanggal 04 April 2012 adalah + 39 minggu. Jika dikonfirmasi dengan pemeriksaan lain, seperti tinggi TFU dimana TFU teraba 2 jari di bawah processus xyphoideus, hasil pemeriksaan TFU sesuai dengan usia kehamilan. Untuk mengetahui usia kehamilan pasien dengan tepat sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG abdomen. Dari anamnesa ditemukan tanda-tanda inpartu berupa nyeri pinggang menjalar keariari dan keluarnya lendir bercampur darah dari kemaluan dan dari pemeriksaan fisik didapatkan pembukaan serviks sebesar 4 cm sehingga diagnosis parturient kala satu fase aktif sudah tepat. Diagnosis penyulit kehamilan adalah hipertensi dalam kehamilan karena ditemukan tekanan darah 150/100 mmHg. Hipertensi adalah suatu keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik minimal 140 mmHg atau kenaikan tekanan diastolik minimal 15 mmHg atau kenaikan tekanan sistolik minimal 30 mmHg. Tekanan
19

darah harus diukur 2 kali dengan selang waktu 6 jam.Sebagai tambahan pada pasien ini juga ditemukan udem tungkai, walaupun sekarang udem bukan merupakan kriteria diagnosis preeklampsia tetapi bila menemukan wanita hamil dengan hipertensi dan udem dapat dicurigai adanya preeklampsia. Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan protein urin. Dari hasil pemeriksaan laboratorium rujukan, didapatkan proteiunuria (++), sedangkan ketika pemeriksaan urin diulang di VK IGD didapatkan proteinuri labor (-) dan protein bakar (-). Hasil pemeriksaan protein bakar juga (-) ketika diulang di VK camar. Karena pasien tidak memiliki riwayat hipertensi sebelum kehamilan, maka pada pasien ini didiagnosis sebagai hipertensi dalam kehamilan. Diagnosis janin pada kasus ini adalah janin hidup tunggal intra uterin presentasi kepala didasarkan atas pemeriksaan Leopold dan adanya denjut jantung janin 142x/menit yang didengar dengan doppler saat di VK IGD. Pasien ini didiagnosis eklampsia pada tanggal 05 April 2012 karena saat di VK Camar pasien mengalami kejang dan dari hasil pemeriksaan protein urin di bakar didapatkan hasil (+3). Seharusnya tindakan pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah rutin, fungsi hati dan urin rutin. Jadi, secara keseluruhan penulisan diagnosis masuk pada pasien ini sudah tepat. 2. Apakah etiologi dan faktor risiko terjadinya eklampsia pada pasien ini? Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa penelitian menyimpulkan terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi; Primigravida, Usia ibu < 20 tahun atau > 40 tahun, Diabetes mellitus, Hipertensi kronik, Kehamilan multiple, Obesitas, Riwayat keluarga preeklampsia, dan riwayat ANC yang minimal.2,3,5,6 Pada kasus pasien hamil anak pertama, berusia 21 tahun, tidak memiliki riwayat DM, tidak memiliki riwayat hipertensi sebelum hamil, hamil anak tunggal, tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa, dan kontrol ke bidan 5 kali selama kehamilan. Jadi pada kasus ini, faktor risiko yang dapat diketahui pada pasien yaitu primigravida. Hal ini sesuai dengan teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin yang menyatakan bahwa hasil konsepsi yang memapar ibu untuk pertama kali cenderung menimbulkan reaksi penolakan dari ibu sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia pada primigravida.2

3.

Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?


20

Pada saat pasien masuk di camar II, dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik lebih lengkap terhadap pasien. Dari anamnesis pasien menyangkal riwayat hipertensi maupun penyakit lain sebelumnya yang dapat mendasari kejadian hipertensi saat ini. Riwayat perkawinan 1 kali dan riwayat pemakaian KB di sangkal. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg. Tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik umum, udem tungkai (+), dari pemeriksaan status obstetrikus didapatkan TFU teraba 2 jari di bawah Processus xyphoideus, tahanan terbesar pada sisi kanan, di bagian terbawah teraba massa keras dan sudah masuk PAP serta DJJ 150x/menit. Pemeriksaan HIS 4 x 10 menit, lamanya . Pada pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 4 cm. Dilakukan pemeriksaan urin ulang dengan di bakar dan hasilnya negatif. Kemudian pasien ini didiagnosis dengan G1P0A0H0 gravid aterm inpartu + kala I fase aktif + HDK + JHTIU + letak memanjang + presentasi kepala. Pasien di observasi dengan rencana persalinan per vaginam. Dilakukan pemeriksaan dalam (VT) ulang pada pukul 01.50 WIB didapatkan portio tipis, pembukaan 6, ketuban (+), Hodge I/II, dengan His 3x/10 menit selama 10 detik. Kemudian pasien di drip oksitosin 5 IU dalam 500 cc RL dengan tetesan awal 4 tetes/menit selama 30 menit dan dosis ditingkatkan 4 tetes tiap 30 menit berikutnya. Pemberian drip oksitosin ini sudah tepat karena pasien sudah inpartu dengan pembukaan 6 cm dan HIS pasien ini tidak mengalami peningkatan baik dalam frekuensi maupun durasi. Untuk mencapai proses persalinan yang baik diperlukan HIS yang adekuat dengan frekuensi dan durasi yang cukup (3x/10 menit lamanya 30 detik). Kemudian pasien di observasi didapatkan HIS meningkat menjadi 4x/10 menit dengan durasi 40 detik. Pukul 05.00 WIB dilakukan VT ulang dan didapatkan portio tipis, pembukaan 9 cm, ketuban (+), penurunan kepala Hodge II. Tindakan VT ulang pada pasien ini sudah tepat, yaitu setiap 4 jam. Pada pukul 07.00 WIB dilakukan VT kembali dan didapatkan portio tidak teraba, pembukaan lengkap (10 cm), ketuban (-), penurunan kepala Hodge III. Ini adalah tanda kala II dimulai, dan ibu dipimpin untuk meneran. Pada pukul 08.00 WIB, pasien tibatiba kejang selama 3 menit. Kemudian dilakukan pemeriksaan protein urin dengan cara dibakar, didapatkan hasil +3. Keadaan ini sesuai dengan eklampsia, dimana hipertensi disertai dengan kejang dan proteinuria +3. Untuk penatalaksanaan kejang diberikan regimen sulfas magnesikus 40% dalam 500 ml RL, loading dose 200 ml dalam jam I dan dilanjutkan dengan maintenance dose 20 tetes per menit. Terapi ini terlambat karena kurangnya ketelitian dalam menegakkan diagnosis preeklampsia sebelumnya. Sebab, berdasarkan literatur, eklampsia didahului oleh preeklampsia. Hal ini mungkin terjadi karena kesalahan dalam pemeriksaan protein urin saat pasien baru masuk. Terapi ini juga kurang tepat. Karena,
21

menurut protap dari satgas gestosis POGI dalam buku Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia menganjurkan cara pemberian magnesium sulfat pada eklampsi. Dosis awal :4 gram magnesium sulfat 20% dalam larutan 20 ml intravena selama 4 menit, disusul 8 gram larutan 40% dalam larutan 10 ml diberikan pada bokong kiri dan bokong kanan masing-masing 4 gram. Dosis pemeliharaan : tiap 6 jam diberikan lagi 4 gram intramuskuler. Dosis tambahan : bila timbul kejang lagi dapat diberikan MgSO4 2 gram intravena 2 menit. Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir.Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan sekali dalam 6 jam saja. Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/KgBB secara intravena perlahan-lahan. Saat kala II, dilakukan ekstraksi vakum. Tindakan ini juga sudah tepat, karena kala II pada pasien eklampsia harus dipercepat untuk mencegah berulangnya kejang akibat peningkatan tekanan darah dan ambang rangsang kejang. Bayi lahir dengan presentasi kepala berat badan bayi 2800 gram, bayi tidak langsung menangis, dan dirawat di ruang perinatologi. Pada pasien ini, dilakukan persalinan pervaginam. Persalinan pervaginam pada pasien eklampsia merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksananakan cepat tanpa banyak kesulitan. Untuk mempersingkat kala II, dilakukan vakum ekstraksi. Diagnosis post partum pasien ini adalah P1A0H1 post partus pervaginam dengan vakum ekstraksi atas indikasi eklampsia sudah tepat. Pemberian regimen SM pada pasien ini sudah tepat karena diberikan sampai 24 jam post partum. Dan pemberian ceftriaxone pada masa nifas sudah tepat, karena ceftriaxone sebagai antibiotik profilaksis. Pasien tidak diberikan obat anti hipertensi karena TD pasien 160/100 mmHg karena obat anti hipertensi hanya diberikan bila tensi 180/110 mmHg atau MAP 126. Pemberian regimen SM berguna sebagai anti kejang, pemberian regimen SM ini harus disertai dengan pemasangan foley catheter untuk monitoring produksi urin. Pasien tanpa kontraindikasi obstetri harus diizinkan partus pervaginam. Sebaliknya, pada semua pasien dengan umur kehamilan > 32 minggu persalinan dapat dimulai dengan infus oksitosin seperti induksi, sedangkan untuk pasien < 32 minggu serviks harus memenuhi syarat untuk induksi. Pada pasien dengan serviks belum matang dan umur kehamilan < 32 minggu, seksio sesarea elektif merupakan cara terbaik. Jika serviks matang, dilakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin, jika belum matang, dilakukan pematangan serviks dengan prostaglandin atau kateter foley. Pada pasien dilakukan induksi dengan oksitosin.
22

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium kimia darah dari awal pasien masuk hingga pasien pada pulang. Hal ini sangat penting untuk mendeteksi kemungkinan terjadi komplikasi eklampsia. Jadi, tatalaksana akhir pada pasien ini sudah tepat, Pasien ini adalah P 1A0H1 post partus pervaginam dengan vakum ekstraksi atas indikasi eklampsia sudah tepat.

23

Вам также может понравиться