Вы находитесь на странице: 1из 2

Menyoal Fanatisme Fatinistic

Keberadaan Fatinistic ternyata mengusik kehidupan beberapa orang. Fanbase Fatin Shidqia Lubis (Juara X Factor session I) yang belum genap setahun eksis, dianggap berperilaku berlebihan. Mereka dituduh alay, lebay, tukang memutarbalikan fakta, membabi buta, tidak rasional, anti kritik, menuhankan Fatin dan lain sebagainya dalam mendukung eksistensi Fatin di industri hiburan tanah air. Belum lagi keluarnya kata-kata sarkas (caci maki, sumpah serapah) yang sulit diterima nurani manusia beradab. Puncaknya predikat fanatik disematkan kepada Fatinistic ini. Benarkah anggapan itu? Mari kita uji. Fanatisme (adj. fanatik) diartikan sebagai keyakinan (kepercayaan) yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama, dsb) (http://artikata.com/arti-326982-fanatisme.html). Secara lebih lengkap fanatisme merupakan sebuah keadaan di mana seseorang atau kelompok yang menganut sebuah paham, baik politik, agama, kebudayaan atau apapun saja dengan cara berlebihan (membabi buta) sehingga berakibat kurang baik, bahkan cenderung menimbulkan perseteruan dan konflik serius (http://id.wikipedia.org/wiki/Fanatisme). Fanatisme juga berarti menggangap diri dan kelompoknya paling benar seraya menyalahkan entitas yang berbeda. Setidaknya ada dua frasa utama pada definisi itu yakni keyakinan kuat dan secara berlebihan. Singkatnya fanatisme selalu berkonotasi negative. Keyakinan terhadap sesuatu sesungguhnya bersifat given dari Sang Pencipta. Artinya keyakinan atas sesuatu tidak diperoleh melalui proses berpikir seorang anak manusia. Ia hadir begitu saja dalam diri seseorang sebagai anugerah dari Sang Pemilik Semesta. Tidak ada penjelasan tentang itu dan memang tidak perlu penjelasan sama sekali. Dengan kondisi seperti itu maka siapa pun sebenarnya tidak memiliki legal standing sama sekali untuk menanyakan, mengkiritisi apalagi menghakimi keyakinan seseorang. Sedangkan frasa secara berlebihan berarti di luar kewajaran. Masalahnya parameter berlebihan (maupun lawan katanya) itu sendiri bersifat subjektif. Maknanya frasa tersebut tidak akan pernah dapat dirumuskan secara tunggal yang kemudian disepakati oleh semua orang. Ingat manusia tidak berada di ruang hampa (bebas nilai). Saya bisa saja mengatakan bahwa lawakan Olga Syahputra tidak cerdas, tidak bermutu, dan tidak mendidik misalnya. Mungkin saja ada banyak orang yang sepakat dengan pandangan saya. Akan tetapi boleh jadi lebih banyak lagi orang di luar sana yang mengatakan hal sebaliknya. Semua tergantung nilai-nilai yang dianut sebagai representasi dari sunatullah manusia (makhluk individu maupun social). Jika menilik definisi fanatisme di atas maka saya (secara subjektif tentu saja) berpandangan bahwa perilaku Fatinistic dalam konteks pribadi, lebih-lebih social masih berada dalam batas kewajaran. Berdasarkan informasi yang dapat saya akses, tidak ada perilaku Fatinistic yang berlawanan dengan norma agama, hukum, maupun adat istiadat yang hidup di masyarakat. Rasanya belum pernah mendengar ada seseorang yang begitu menggemari Fatin kemudian memakai jilbab padahal ia laki-laki. Sejauh ini sepertinya tidak terdengar ada sekelompok Fatinistic yang berbondong-bondong belajar karate sebagaimana Fatin lakukan sampai memperoleh ban hitam walau pun hal itu positif. Fatinistic juga tidak menimbulkan kerusuhan social baik dengan fanbasefanbase penyanyi lain maupun dengan masyarakat kebanyakan. Fatinistic hanya ingin menikmati keindahan suara Fatin dan tetap mendukung eksistensinya di belantara musik nasional maupun global, tidak lebih. Kalau pun kemudian Fatinistic melakukan pembelaan atas tuduhan tidak berdasar yang dialamatkan kepada Fatin hal itu sangat lah wajar. Semua orang akan melakukan hal yang sama (jika keyakinannya dipermasalahkan) terlebih jika serangan-serangan itu berbasis kebencian. Ingat

kritik sama sekali berbeda dengan caci maki, sumpah serapah, bullying dan sejenisnya. Kritik dapat menjadi cambuk bagi kemajuan seseorang. Tetapi caci maki dan habitatnya hanya akan menjatuhkan mental seseorang. Dan memang itu tujuan utama seseorang melontarkan hal yang demikian. Intinya setiap orang boleh meyakini suatu hal tetapi jangan juga marah kalau ternyata ada yang berbeda dengan keyakinan kita. Lebih enak saling menghormati perbedaan sehingga kita bisa berdamai dengan hati dan pikiran masing-masing. Sekedar pendapat pribadi. Boleh sepakat. Tidak sepakat pun tentu tidak dilarang. Salam Foyyah! Salam jari kelingking! #Ting

Вам также может понравиться