Вы находитесь на странице: 1из 10

POTENSI UMBI GANYONG (Canna edulis) DAN HASIL OLAHANNYA SEBAGAI ALTERNATIF INDUSTRI HULU-HILIR PANGAN NASIONAL

Lilis Sulandari Jurusan PKK FT Universitas Negeri Surabaya Gedung A3 Jl. Ketintang Surabaya E-mail: lissofyan.unesa@gmail.com

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menggali potensi ganyong dan hasil olahannya sebagai bahan pangan sumber karbohidrat yang dapat dikembangkan menjadi industri hulu-hilir pangan nasional. Penelitian yang telah dilakukan adalah pembuatan mi kering dan instan dengan proporsi terigu-pati ganyong 60%:40%, 50%:50% dan 40%:60% beserta hasil olahannya. Hasil penelitian menunjukkan pembuatan mi kering dan instan terbaik menggunakan terigu-pati ganyong dengan proporsi 60%:40%. Penelitian mengenai ganyong perlu terus dilakukan. Gagasan membangun industri hulu-hilir berbasis ganyong dengan menerapkan konsep ABG (Academician, Bussinesman dan Goverment) perlu ditindaklanjuti. Kata kunci: pati ganyong, mi kering, mi instan Key words: ganyong flour, dried mie, instant mie

PENDAHULUAN Indonesia memiliki bahan pangan sumber karbohidrat non beras beragam yang tersebar di berbagai daerah. Salah satu sumber karbohidrat di Indonesia yang mempunyai prospek dalam mendukung ketahanan pangan sehingga penting untuk digali pemanfaatannya adalah umbi-umbian. Indonesia mempunyai bermacam-macam umbi, ada yang telah dibudidayakan secara instensif, tersedia dalam jumlah banyak, ada juga umbi yang ditanaman hanya sebagai tanaman sela, berjumlah terbatas, atau disebut umbi mayor dan umbi minor. Umbi mayor yang ada di Indonesia seperti ubi jalar dan singkong, sedangkan umbi minor, seperti: ganyong, gembili, gembolo, garut, talas, uwi, gadung, dsb. Sampai saat ini pemanfaatan umbiumbian masih belum optimal. Masyarakat 1

cenderung memanfaatkan umbi-umbian hanya sebagai makanan selingan, dengan direbus/kukus atau digoreng. Di samping itu industri pangan di Indonesia yang menggunakan bahan dari umbi-umbian masih terbatas. Salah satu jenis umbi-umbian yang tumbuh baik di Indonesia adalah tanaman umbi ganyong. Ganyong merupakan tanaman yang cukup potensial sebagai sumber karbohidrat. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan, namun sekarang telah tersebar dari Sabang sampai Merauke. Di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali tanaman ini telah diusahakan penduduk meskipun secara sampingan. Ganyong biasanya ditanam sebagai tanaman sela pada tanah tegalan. Tanaman umbi ganyong memiliki potensi atau kelebihan-kelebihan yang dapat dikembangkan. Ganyong dapat tumbuh baik

di dataran rendah maupun tinggi. Tumbuhan ini tahan terhadap beragam penyakit dan bisa ditanam di daerah perkebunan atau kehutanan. Satu hektare lahan bisa menghasilkan umbi ganyong sebanyak 60 ton dengan masa tanam delapan bulan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Umbi ganyong berbentuk lonjong dan ada yang bercabang. Panjang umbi sekitar 10-20 cm. Bagian dagingnya berwarna putih dan berserat. Umbi ganyong kaya serat dan unggul dalam hal mineral (fosfor, 70 mg) dibanding dengan umbi lainnya, yaitu suweg, gembili, gadung, kentang, sukun dan tales (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998; Nio, 1992). Umbi ganyong mempunyai potensi sebagai penyedia pati, karena umbi ganyong mempunyai banyak serat. Egbe dan Treche (1983) menyebutkan umbi-umbian yang mengandung serat tinggi paling sesuai untuk diambil patinya. Produk antara dalam bentuk tepung dan pati ganyong telah dilakukan oleh BKP Jatim bersama FTP Unej (2001). Hasil analisanya menunjukkan pati ganyong mengandung karbohidrat 84,34%, protein 0,44 %, lemak 6, 43 %, serat kasar, 0,040%, amilosa 28%, air 7,42%, dan abu 1,37%. Pati ganyong yang mengandung karbohidrat 84,34% dari jumlah tersebut terkandung amilopektin yang lebih tinggi dari amilosanya yang mencapai 50-60% (BKP Jatim dan FTP Unej, 2001). Dengan demikian pati ganyong mempunyai sifat daya lengket yang kuat dan sifat pembentukan gel melalui proses gelatinasi pati, bahkan pati yang telah kering masih tetap memiliki kemampuan untuk menyerap air kembali dalam jumlah yang besar (Mc. William, 1985). Dalam perkembangannya tepung pati ganyong telah dimanfaatkan sebagai bahan baku berbagai bentuk olahan pangan, salah satunya adalah mi. Indrawati dan Pangesthi (2007) telah membuat mi segar dengan 2

menggunakan tepung pati ganyong. Mi segar terbaik diperoleh dengan tepung komposit terigu-ganyong (70%:30%). Pembuatan mi ganyong lainnya dalam bentuk kering juga telah dilakukan oleh Aksan (2009) dengan nama produk Mi Nyong. Pembuatan Mi Nyong dilakukan dengan merebus tepung pati ganyong menjadi serupa bubur untuk kemudian dijemur di atas daun pisang sampai mengering. Wujud mi akan diperoleh dengan cara merobek-robek daun pisang dengan ukuran sesuai selera. Wujud baru pangan olahan berbasis ganyong ini cukup membuktikan kemampuan pati ganyong dapat digunakan sebagai substitusi terigu. Optimalisasi pemanfaatan pati ganyong masih perlu ditingkatkan lagi dengan memanfaatkan sifat bawaan pati ganyong yang berkontribusi dalam membentuk karakter instan dan kenyal. Produk yang sesuai dengan karakter pati ganyong diantaranya mi dan aneka pasta baik dalam bentuk kering maupun instan. Sampai saat ini konsumsi masyarakat Indonesia terhadap mi atau pasta terus meningkat. Produk tersebut bahkan cenderung digunakan sebagai alternatif pengganti peranan hidangan pokok nasi dalam menu sehari-hari. Pembuatan mi dalam bentuk kering dan instan selain dapat meningkatkan umur simpan, juga memberi kemudahan dalam mengkonsumsi. Penganekaragaman makanan yang berbasis tanaman lokal akan menghasilkan produk pangan yang sangat bervariasi. Budaya makan makanan berbasis tepung bisa menjadi landasan bersama bagi usaha membangun ketahanan pangan masyarakat. Dalam bentuk tepung, bahan menjadi lebih awet, dapat diperkaya dengan zat gizi, dapat difortifikasi dengan tepung lain untuk mendapatkan nilai optimum dari segi rasa, harga, bentuk dan kandungan gizi produk yang dihasilkan.

Tulisan ini sebagian besar berupa hasil penelitian dan satu gagasan yang berkaitan dengan pengembangan umbi ganyong. Terbentuknya industri pangan hulu-hilir yang berbasis umbi ganyong dapat terwujud melalui peran nyata yang terpadu dari pihak akademisi (Academician), pengusaha (Bussinesman) dan pemerintah (Goverment) (ABG). Pemerintah berwenang membuat kebijakan melalui Departemen terkait dalam mewujudkan ketahanan pangan. Akademisi melakukan penelitian serta transformasi teknologi. Pengusaha adalah sebagai pengelola hasil penelitian dan produk dari masyarakat.

METODOLOGI Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam membuat mi: pati ganyong, terigu protein tinggi, air, telur, soda abu dan garam dapur. Alat-alat yang digunakan untuk membuat mi: timbangan, kom adonan, mesin pembuat mi, steamer, pengering blower, dan deep fryer. Produksi pati ganyong Pembuatan pati ganyong mengacu pada penelitian Pangesthi, dkk (2009). Umbi ganyong yang telah dicuci, diparut untuk mendapatkan bubur halus ganyong. Bubur halus ganyong ditambah air dengan perbandingan sama dan didiamkan selama 24 jam. Bubur selanjutnya diremas-remas dengan tangan dan disaring dengan menggunakan kalo untuk memisahkan bagian pati dari ampasnya. Pati yang telah mengendap dibuang airnya dan diganti dengan air yang baru. Proses perendaman pati ganyong dengan air diulang sebanyak 3 kali. Endapan hasil saringan dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Butiran pati yang telah kering kemudian digiling dan ditapis dengan tapis (strimin lembut) berukuran 150 mesh.

Pembuatan Mie Ganyong Kering Tepung komposit terigu-pati gayong yang digunakan: 60%:40%, 50%:50% dan 40%:60%. Pembuatan mi ganyong kering diawali dengan proses pencampuran bahan. Bahan-bahan dicampur dengan mikser hinggga berbentuk butiran. Adonan kemudiaan digiling hingga berbentuk adonan lembaran dengan tekstur yang halus dengan ketebalan 0,4 mm. Adonan lembaran mie dipotong dengan bentuk pipih. Adonan kemudian ditata bentuk melingkar dengan berat 30 gram. Adonan mi diletakkan pada cetakan aluminium berlubang-lubang dan dikukus selama 10 menit. Mie yang telah dikukus selanjutnya didinginkan dengan blower pada suhu 50C dan dikeringkan dengan cara dioven pada suhu 50-60C. Pembuatan Mie Ganyong Instan Tepung komposit terigu-pati gayong yang digunakan: 60%:40%, 50%:50% dan 40%:60%. Pembuatan mi ganyong instan pada tahap awal sama dengan pembuatan mi kering. Perbedaannya setelah dihasilkan mi ganyong kering selanjutnya mi digoreng dengan minyak banyak dengan bantuan alat deep fryer pada suhu 160 C selama 3 menit. Mi ganyong yang dihasilkan kemudian diangkat dan ditiriskan, lalu diperoleh mi instan. Prosedur pembuatan mi ganyong kering dan instan mengacu pada hasil penelitian Pangesthi, dkk (2009) yang dimodifikasi dari Astawan (2005). Prosedur pembuatan mi ganyong kering dan instan secara ringkas disajikan dalam bentuk bagan pada Gambar 1.

Terigu, Air, Soda Abu garam Pengadukan

Pembentukan lembaran adonan 1,5 mm Pencetakan

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji Friedman menunjukkan proporsi terigu-pati ganyong memberikan perbedaan yang tidak nyata terhadap kekenyalan, warna, rasa dan kesukaan mi kering yang direbus, tetapi berbeda nyata terhadap bentuk mi. Mi yang dihasilkan dengan proporsi terigu-pati gayong 60%:40%, 50%:50%,
40%:60% mempunyai kekenyalan yang sama yaitu kenyal. Kekenyalan mie ganyong

Pengukusan Dioven Penggorengan

Pendinginan

Mie Kering

Pendinginan

Mie Instan

Gambar 1. Bagan Alir Proses Pembuatan Mi Ganyong Kering dan Instan (Pangesthi, dkk, 2009)

HASIL DAN PEMBAHASAN Mi Ganyong Kering Data penilaian organoleptik oleh 15 orang panelis terhadap mie ganyong kering meliputi: kekenyalan, bentuk, warna, aroma, rasa dan kesukaan dilakukan setelah mi direbus. Rerata mutu organoleptik mi kering disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rerata mutu organoleptik mi kering setelah direbus
Mutu Organoleptik Tepung komposit terigu-pati ganyong

dibentuk oleh protein gluten dan pati yang berasal dari terigu dan tepung pati ganyong. Protein gluten memiliki sifat elastis yang memberikan karakter kekenyalan pada mi setelah direbus. Pati terigu dengan kedua unsur penyusunnya (amilosa dan amilopektin) merupakan agen pembentuk gel melalui proses gelatinasi pati yang akan membentuk karakter lengket. Kadar amilopektin yang tinggi dari pati ganyong mencapai 50-60% (BKP Jatim dan FTP Unej, 2001) justru lebih menguntungkan karena gel yang dihasilkan lebih bersifat lengket, sehingga dapat lebih menguatkan gel yang terbentuk. Dengan berkurangnya jumlah protein gluten dari terigu ternyata dapat tergantikan oleh pati ganyong yang justru memiliki kelebihan pada kadar amilopektin yang tinggi. Mi ganyong kering setelah direbus dengan proporsi terigu-pati gayong 60%:40%,
50%:50%, 40%:60% mempunyai bentuk helaian mi yang berbeda. Berdasarkan uji lanjut multiple comparison test menunjukkan proporsi terigupati gayong 60%:40% memberikan bentuk mi yang sama dengan proporsi 50%:50%, yaitu cukup utuh. Kedua proporsi tersebut berbeda dengan proporsi 40%:60%, yaitu helaian mi agak hancur.

Kekenyalan Bentuk Warna Aroma Rasa Kesukaan

60%:40% 3,000 3,545 3,273 3,273 2,909 3,455

50%:50% 3,455 3,727 3,000 2,545 3,455 3,091

40%:60% 2,818 2,818 3,091 3,091 3,192 2,727

Penggunaan pati ganyong yang relatif banyak mencapai 60%, akan menambah jumlah amilosa dalam adonan mi. Amilosa memiliki kemampuan mengikat air yang tinggi, akan tetapi cenderung untuk dilepaskan kembali karena asosiasi ikatan hidrogen antar gugus aktif-OH yang cende4

rung terjadi kembali, sehingga mempengaruhi kestabilan viskositas dan konsistensi gel cenderung lunak. Dengan demikian mi yang dihasilkan akan mengalami perubahan menjadi agak hancur apabila kena air panas (saat direbus). Warna mi ganyong kering setelah direbus dengan proporsi terigu-pati gayong
60%:40%, 50%:50%, 40%:60% menunjukkan tidak ada perbedaan, yaitu putih kekuningan sedikit kusam. Warna kusam pada mi disebabkan oleh adanya senyawa fenol pada pati ganyong. Winarno (1992) menyebutkan senyawa fenol akan menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis. Senyawa fenol terkandung dalam

yang relatif tajam pada produk pati ganyong. Dengan demikian jenis pati ini memiliki aroma yang kuat. Kekurangan ini menjadikan kendala atas produk mi yang dibuat dari pati ganyong, karena merubah aroma dan rasa mie yang dihasilkan. Berdasarkan penilaian panelis terhadap kesukaan mi kering setelah direbus menunjukkan mi dengan proporsi terigu-pati gayong 60%:40%, 50%:50% dan 40%:60%
cukup disukai panelis. Apabila dilihat dari besar nilai kesukaan panelis mi dengan proporsi 60%:40% memiliki nilai tertinggi. Berdasarkan uji indeks efektifitas untuk penentuan produk terbaik dengan nilai hasil tertinggi pada proporsi 60%:40%.

lendir yang terdapat pada bagian luar atau di dalam jaringan umbi (Makfoel, 1982). Kelarutan senyawa fenol dalam air sangat tinggi. Dengan sifat ini senyawa fenol akan banyak hilang dalam proses pengolahan pati terutama pada tahapan pati dicuci dan diendapkan. Pengulangan proses pencucian yang dilakukan pada tahapan ini memberikan keuntungan karena aktivitas enzim polifenolase menjadi rendah sekali sehingga mengurangi efek warna coklat pada pati. Faktor lain yang mempengaruhi derajat putih tepung adalah keberadaan pigmen dan gum dalam umbi (Swinkels dan Veendams, 1985). Mi kering dengan proporsi terigu-pati gayong 60%:40%, 50%:50%, 40%:60% setelah direbus mempunyai aroma dan rasa yang sama, yaitu cukup beraroma ganyong dan cukup berasa ganyong. Aroma dibentuk oleh senyawa volatile, protein dan lemak dalam bahan pangan yang menguap ketika diberikan perlakuan pemanasan. Rasa diperoleh dari perpaduan komposisi bahan penyusun. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh BKP dan FTP UNEJ, ternyata jenis pati gayong mengandung kadar protein di bawah 1%, akan tetapi kadar lemaknya tertinggi dibanding jenis tepung dan pati lainnya, yaitu mencapai 6,43%. Inilah penyebab munculnya rasa dan aroma khas 5

Mi Ganyong Instan Data penilaian organoleptik diperoleh dari 15 orang panelis terhadap mie ganyong instan yang meliputi: kekenyalan, bentuk, warna, aroma, rasa dan kesukaan dilakukan setelah mi direbus. Rerata mutu organoleptik mi kering disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rerata mutu organoleptik mi instan setelah direbus
Mutu Organoleptik Tepung komposit terigu-pati ganyong

Kekenyalan Bentuk Warna Aroma Rasa Kesukaan

60%:40% 3,273 4,000 3,456 3,001 3,182 3,455

50%:50% 3,364 3,727 3,091 3,000 3,091 2,909

40%:60% 2,636 2,818 3,455 3,364 3,091 3,091

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji Friedman menunjukkan proporsi terigu-pati ganyong 60%:40%, 50%:50%, 40%:60% memberikan perbedaan yang tidak nyata terhadap kekenyalan, bentuk, warna, aroma, rasa dan kesukaan mi instan. Kekenyalan mi ganyong instan setelah direbus dengan proporsi terigu-pati ganyong
60%:40%, 50%:50% dan 40%:60% adalah kenyal. Hasil rerata kekenyalan terbaik de-

ngan proporsi tepung komposit terigu-pati ganyong 50%:50%. Bentuk mi ganyong instan yang dihasilkan adalah helain mi utuh. Hasil rerata bentuk mi instan yang dihasilkan tertinggi ditunjukkan pada proporsi 60%:40% dengan kriteria bentuk helaian mie utuh. Hasil rerata terbaik dengan tepung komposit terigu-pati ganyong 60%:40%. Warna mi ganyong instan yang dihasilkan adalah putih kekuningan cukup kusam, seperti yang ditunjukkan pada mi kering. Hasil rerata warna mi instan ganyong tertinggi dengan tepung komposit terigu-pati ganyong 60%:40%. Warna mi instan dipengaruhi oleh warna bahan utamanya, yaitu terigu dan pati ganyong. Terigu adalah jenis tepung yang berasal dari gandum dengan tingkatan derajat putih dengan nilai 82,17 (BKP dan FTP Unej, 2001). Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan derajat putih yang dihasilkan dari hasil ekstraksi optimal umbi ganyong dengan natrium bisulfit konsentrasi 0,1% adalah 72,1. Perbedaan derajat putih yang tidak terlalu jauh inilah yang menyebabkan proporsi tepung komposit tidak berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan pada mie ganyong. Aroma mi ganyong instan yang dihasilkan cukup beraroma ganyong seperti pada mi kering. Rasa mi ganyong instan cukup berasa ganyong seperti pada mi kering. Hasil rerata terbaik untuk rasa mi ganyong instan dengan proporsi tepung komposit terigu-pati ganyong 60%:40%. Hasil penilaian terhadap kesukaan mi ganyong instan menunjukkan kriteria cukup suka seperti pada mi ganyong kering. Nilai rerata kesukaan tertinggi pada mi ganyong dengan proporsi tepung komposit terigu-pati ganyong 60:40. Berdasarkan hasil penilaian mutu organoleptik mi ganyong instan yang terbaik ditunjukkan pada penggunaan proporsi tepung komposit terigu-pati ganyong 60%:40%. Selanjutnya produk mi ganyong instan terbaik digunakan untuk membuat 6

produk olahan mi ganyong instan. Wujud mi ganyong yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Mi Ganyong Instan Komposisi Kimia Mi Ganyong Hasil uji kimiawi mi ganyong kering dan mi ganyong instan dengan proporsi tepung komposit terigu-pati ganyong 60%: 40% disajikan pada Tabel 3. Adapun formula mi ganyong kering dan instan, yaitu: proporsi tepung terigu dan tepung pati ganyong 60:40, air 40%, garam 0,8 % dan soda abu 0,75% dari berat total tepung (100g). Tabel 3. Hasil Analisis Kimia Mi Ganyong (g/100g)
Komposisi Air (g) Abu (g) Karbohidrat (g) Protein(g) Lemak(g) Mi Ganyong Kering 6,43 3,67 79,27 4,67 4,30 Mi Ganyong Instan 5,50 5,05 81,23 3,15 3,54

Berdasarkan hasil analisis kimia pada Tabel 3 menunjukkan karbohidrat mi ganyong kering adalah 79,27g dan mi ganyong instant mencapai 81,33g. Nilai tersebut jauh lebih tinggi dibanding kandungan karbohidrat pada mi kering terigu yang hanya mencapai 50g, bahkan lebih besar dari kandungan karbohidrat pada beras giling, yaitu 78g (Nio, 1992). Melihat hasil tersebut maka mi ganyong kering dan instan berpotensi

untuk digunakan sebagai alternative pangan olahan sumber karbohidrat, bahkan dapat menggantikan beras dan mengurangi penggunaan terigu. Industri Hulu-Hilir Berbasis Ganyong (Sebuah Gagasan) Dalam Undang-undang RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan dinyatakan bahwa : ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Oleh karena itu penggalian potensi pangan lokal perlu terus dilakukan guna menunjang ketahanan pangan bangsa Indonesia. Kemandirian pangan dapat dibangun dengan adanya kebijakan pengembangan agroindustri pangan secara terpadu dari hulu sampai hilir. Industri pangan merupakan industri hilir yang memegang peranan penting dalam rantai agribisnis secara keseluruhan, karena berada di ujung tombak yang berhadapan langsung dengan end user. Kemajuan industri pangan sangat tergantung dari kinerja di bagian hulunya. Selain itu, semakin padatnya kandungan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam kegiatan agroindustri menjadikan peranan pendidikan semakin penting. Semua kegiatan dalam industri pangan perlu saling menunjang satu sama lain untuk menghasilkan produk yang berkualitas (Welirang, 2009). Industri pangan hulu-hilir disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Industri Pangan Hulu-hilir Hasil produksi industri pangan primer selain langsung dapat dikonsumsi juga dapat menjadi bahan baku bagi industri pangan sekunder. Begitu juga hasil produksi dari industri pangan sekunder dapat langsung dikonsumsi dan juga dapat menjadi bahan baku indusrti pangan tertier. Di sini terlihat hubungan erat di antara berbagai industri pangan di mana semuanya saling kait-mengkait dan saling mempengaruhi. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan mengenai umbi ganyong, umbi ganyong masih banyak dibudidayakan oleh masyarkat terutama Jawa Timur: Malang, Magetan, Madiun, dsb. Desa Pandansari Pujon Malang merupakan daerah penghasil umbi ganyong yang banyak. Masyarakat telah mengolah umbi ganyong menjadi pati sebagai usaha rumahan. Pati yang dihasilkan dijual di pasar Batu dan sebagian diambil oleh tengkulak. Potensi yang tersedia apabila digagas menjadi industri hulu-hilir berbasis umbi ganyong dengan menerapkan konsep ABG sangatlah tepat. Konsep yang dapat dibangun untuk mensinergiskan peran akademisi perguruan tinggi, pengusaha dan pemerintah dalam upaya membangun industri pangan hulu-hilir seperti tersaji dalam Gambar 4. 7

Budidaya: Bibit, cara tanam, hama penyakit, dsb Pengemasan, penyimpanan, dsb

Umbi Ganyong

Pemanenan: Pacsa panen, penyimpanan, dsb

Pati Ganyong

Teknik produksi, kualitas, dsb

Mi kering dan instan

Olahan Pati Ganyong

Pasta kering dan instan

Gambar 4. Konsep ABG dalam Agroindustri Akademisi terus menggali potensi ganyong beserta produk olahannya, karena masih banyak informasi mengenai umbi ganyong yang dibutuhkan. Kegiatan yang dapat diupayakan antara lain melakukan penelitian-penelitian mengenai budi daya dan produksi tanaman umbi ganyong, teknologi produksi pati ganyong, pengembangan produk-produk pangan berbasis pati ganyong, pengemasan produk dan pemasaran serta melakukan kegiatan transformasi teknologi kepada masyarakat dan industri. Produk hasil temuan dilanjutkan sampai dengan mendapatkan hak paten. Penelitian mengenai penerapan teknologi produksi pati ganyong telah dilakukan oleh Pangesthi, dkk (2009). Hasil penelitian menunjukkan produksi pati ganyong efektif dengan cara diparut, tanpa penambahan natrium bisulfit. Rendemen pati gayong yang diperoleh 22%, tingkat kecerahan (lightness) 72,1, kadar protein 0,04%, lemak 0,53%, air 6,84%, abu 1,43%, pati 75,53%, amilosa 36,20%, nilai kelarutan air (NKA) 6,91%, serat kasar 1,03% dan viskositas 26.000cp. Pati ganyong yang dihasilkan selanjutnya diolah menjadi mi dan pasta. Penelitianpenelitian berbasis umbi ganyong masih banyak yang belum dilakukan. Materi-materi penelitian lain yang berbasis umbi ganyong disajikan pada Gambar 5. 8

Anekaragam olahan

- Tepung modifikasi - Beras artifisial - dll

Anekaragam olahan

Gambar 5. Materi-materi Penelitian Umbi Ganyong Hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian mengenai ganyong seyogyanya tidak hanya berhenti sebagai informasi yang tersimpan sebagai arsip, namun dapat dimanfaatkan oleh pihak industri (pengusaha) secara komersial. Pengusaha dapat sebagai pengelola hasil research sehingga berdayaguna secara ekonomis, memberikan modal usaha, market, dan jembatan bagi konsumen. Pemerintah berwenang membuat kebijakan melalui Departemen terkait dalam mewujudkan ketahanan pangan mulai budidaya samapi dengan pemasaran produk pada konsumen. Perbaikan program ketahanan pangan mulai dari hulu-hilir yang seharusnya dilakukan meliputi: benih yang baik, lahan pertanian yang cocok, cara bertani yang sesuai (pengolahan tanah, penanaman, penyiraman, pemupukan, dan pemberantasan hama penyakit), pemanenan yang baik (umur panen yang tepat, cara panen yang baik), penanganan pasca panen, pengawetan (peng-

olahan primer), pengolahan sekunder, serta penyimpanan (penggudangan) dan distribusi. Peran nyata berbagai pihak sangat diharapkan agar dapat mewujudkan industri pangan nasional yang tangguh.

SIMPULAN Simpulan dari penelitian ini adalah pembuatan mi kering dan instan terbaik menggunakan terigu-pati ganyong adalah 60%:40%. Mi ganyong kering dan instan yang dihasilkan mempunyai kriteria kenyal, bentuk helaian cukup utuh, warna putih kekuningan cukup kusam, cukup beraroma dan cukup berasa ganyong serta cukup disukai. Umbi ganyong mempunyai potensi yang dapat dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif sumber karbohidrat. Pati ganyong yang dihasilkan mempunyai karakter yang menyerupai terigu sehingga cocok untuk produk olahan mi maupun aneka pasta. Perlu dilakukan penelitian lanjutan berbasis umbi ganyong (pembuatan beras, tepung modifikasi, dsb). Gagasan membangun industri hulu-hilir berbasis umbi ganyong dengan menerapkan konsep ABG perlu ditindaklanjuti. Perlu dilakukan sosialisasi metode sederhana pembuatan pati ganyong pada masyarakat. Hasil olahan berbasis pati ganyong atau umbi-umbian lain perlu terus digali dan dikembangkan sebagai upaya mendukung program ketahanan pangan bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA Aksan, Mashuri. 2009. Mi Nyong Sehat Bergizi. Gemari. Edisi 98/Tahun X/Maret 2009 Astawan. M. 2005. Membuat Mi dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya.

BKP Propinsi Jawa Timur dan FTP-Unej. 2001. Kajian Tepung Umbi-umbian Lokal sebagai Pangan Olahan. Jember: Unej. Egbe, T.A. dan S. Treche. 1983. Variability in the Chemical Composition of Yam Grown in Cameroon In Terry, E.R., E.V. Doku, O.B. Arene dan N.M. Mahungu (Ed.), Tropical Root Crops: Production and Uses in Africa. Indrawati, Veni dan Pangesthi, Lucia Tri. 2007. Pemanfaatan Ganyong Sebagai Olahan Produk Mie Dalam Upaya Penganekaragaman Pangan non Beras. Laporan Penelitian Dosen Muda. Surabaya: Lembaga PenelitianUnesa. Tidak dipublikasikan. Pangesthi, L.T., Sulandari, L, Astuti, N dan Handayani, S. 2009. Optimalisasi Produksi Pati Ganyong (Canna edulis) pada Pembuatan Mi Kering dan Instan serta Hasil Olahannya Menuju Ketahanan Pangan Nasional. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Penelitian Sesuai Prioritas Nasional. Lemlit Unesa. Tidak dipublikasikan. Makfoel, D. 1982. Deskriptif Pengolahan Hasil Nabati. Agritek Vol.II. UGM. Yogyakarta. Mc Williams, Margaret. 1985. Food Fundamentals. USA: John Wiley and Sons. Nio, Oey Kam. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Bhatara. Rubatzky, Vincent E. dan Yamaguchy, Mas. 1998. Sayuran Dunia I. Bandung: ITB. Swinkels dan J.J.M. Veendams. 1985. Composition and Properties of Comercial Native Starches, Starch 37: 1-5. Welirang, Fransiscus. 2009. Revitalisasi Republik: Prespektif Pangan dan Kebudayaan. book.google.co.id/book/ about/ Revitalisasi_republik.html. Winarno, FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 9

10

Вам также может понравиться