Вы находитесь на странице: 1из 21

AL-ALLA>F, AL-JUBBA>I DAN PEMIKIRANNYA

Makalah Dipresentasikan dalam Seminar Kelas Semester I Program Magister UIN Alauddin Makassar pada Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Islam

Oleh SY. JAPAR SADIQ N I M 80100212177

Dosen Pemandu
Prof. Dr. H. Samiang Katu, M.Ag Dr. H. Muhammad Amri, Lc, M.Ag

PROGRAM PASCA SARJANA

UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2013


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaum Mutazilah adalah golongan yang membawa

persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum

Khawarij dan Murjiah. Dalam pembahasan, mereka banyak menggunakan akal sehingga mereka mendapat nama kaum rasionalis Islam.1 Kontak dengan filsafat Yunani membawa pemujaan akal ke dalam kalangan Islam. Kaum Mutazilah banyak dipengaruhi hal ini dan tidak mengherankan kalau dalam pemikiran teologi mereka banyak menggukana akal atau rasio sehingga corak teologi mereka liberal.2 Mutazilah sebagai sebuah aliran teologi biasa disebut dalam buku-buku Ilm al-Kalam berpusat dari peristiwa yang terjadi antara Wasil Ibn Ata serta temannya Amr Ibn Ubaid dan Hasan al-Basri di Basrah. Wasil selalu mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh Hasan al-Basri di Mesjid Basrah. Pada suatu ketika datang seorang bertanya tentang orang yang berdosa besar,
1

Khawarij

mengklaim

mereka

kafir,

sedang

Murjiah

Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan ( Jakarta: UI Press, 2012), h. 40.
2

Idem, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta : UI-Press, 2009),

h. 33

mengklaim mereka tetap mukmin. Ketika Hasan al-Basri masih berfikir, Wasil mengeluarkan pendapatnya sendiri, orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berposisi di antara keduanya, kemudian ia berdiri menjauhkan diri dari Hasan al-Basri. Atas peristiwa ini Hasan al-Basri mengatakan : itazala anna (Wasil menjauhkan diri dari kita). Dengan demikian ia beserta teman-temannya disebut Mutazilah.3 Tokoh utama di balik munculnya paham teologi ini adalah Washil bin 'Atha. Ia lahir di tahun 81 H, di Madinah dan meninggal tahun 131 H. Ajaran-ajaran yang dibawanya adalah paham almanzilat baina al-manzilatain (posisi di antara dua posisi bagi pembuat dosa besar), paham qadariyyah dan paham peniadaan sifat-sifat Tuhan.4 Adapun murid-murid wasil yang melanjutkan pemikiranya antara lain adalah, Abu al-Huzail al-Alla>f, al-Naz}z}a>m, dan Abu Ali al-Jubba>'i.5 Dalam makalah ini membahas tokoh aliran Mutazilah yang meliputi; Abu al-Huzail al-Alla>f, dan Abu Ali al-Jubba>'i dan ajaran-ajaranya.

B.

Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas dirumuskan masalah sebagai

berikut:
3 4 5

Lot. Cit Harun Nasution, Teologi Islam, h. 44-45

Abdul Azis Dahlan, Sejarah dan Perkembangan Pemikiran dalam Islam (Cet. I; Jakarta: Beunebi Cipta, 1987), h. 75.

1. Siapa Abu al-Huzail al-Alla>f, dan Abu Ali al-Jubba>'i serta bagaimana pokok ajaran-ajaranya ? 2. Bagaimana perkembangan Mutazilah dan pengaruhnya di dunia Islam ?

BAB II SEJARAH TIMBULNYA MUTAZILAH DAN TOKOHNYA A. Sejarah Timbul Mutazilah


1. Sejarah Timbulnya Mutazilah.

Golongan ini muncul pada masa pemerintahan Bani Umayyah, tetapi baru menghebohkan pemikiran Islam pada masa pemerintahan Bani Abbas dalam masa yang cukup panjang. Para ulama berbeda pendapat pada waktu munculnya golongan ini. Sebagian berpendapat, golongan ini mulai timbul sebagai satu kelompok di kalangan pengikut Ali. Mereka mengasingkan diri dari masalah-masalah politik dan beralih ke masalah akidah ketika Hasan turun dari jabatan khalifah untuk digantikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan. Mengenai hal ini Abu al-Hasan al-Tharaifi dalam bukunya Ahl al-ahwa wa al-Bida

menyatakan Mereka menamakan diri dengan mutazilah ketika Hasan Ibn Ali membaiat Muawiyah dan menyerahkan jabatan khalifah kepadanya. Mereka mengasingkan diri dari Hasan, Muawiyah dan seuma orang lain, mereka menetap di rumahrumah dan di masjid-masjid. Mereka berkata, kami bergelut dengan ilmu dan ibadah6. Menjelang akhir kekuasaan Bani Umayyah dipertengahan abad VIII M, muncullah aliran baru yang disebut Mutazilah. Mutazilah menolak dua aliran yang mendahuluinya yaitu

Khawarij dan Murjiah, dan mengatakan bahwa sebenarnya pelaku dosa besar tidak mukmin dan tidak pula kafir, tetapi berada pada posisi menengah antara mukmin dan kafir. Ajaran ini dalam Mutazilah disebut al-Manzilat Bayna al-Manzilatain. Secara historis dapat dikatakan bahwa ajaran inilah yang menandai lahirnya Mutazilah. Paham tersebut untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Wasil Bin Atha yang dikenal sebagai tokoh Mutazilah7. Mutazilah adalah sebutan bagi orang-orang yang memisahkan diri dari jamah Hasan al-Bashri, yang dipimpin oleh Washil bin Atha. Walaupun selanjutnya Washil bin Atha menamakan diri kelompoknya dengan sebutan Ahl al-Adl wa alTauhi>d.8 Istilah Mutazilah sebenarnya telah muncul sejak abad I H. Istilah tersebut dialamatkan kepada para sahabat yang
Imam Muhammad Abu Zahrah, Ta>ri>kh al-Maza>hib al-Isla>miyyah, diterjemahkan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, dengan judul Aliran Politik dan Aliran Islam (Cet.I; Jakarta:Logos Publishing House, 1991), h. 149. 7 Hamka Haq, Dialog: Pemikiran Islam, ( Makassar: Yayasan al-Ahkam, Cv. Berkah Utami, 2000) h. 8. Sahilun A. Natsir, Pengantar ilmu Kalam, (Cet. II ; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994) h. 93.
8 6

memisahkan diri atau bersikap netral dalam masalah-masalah politik ketika terjadi pertikaian antara Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi, jika memperhatikan keadaan masyarakat dan situasi politik serta latar belakang lahirnya Mutazilah di atas, tidak ada hubungan antara Mutazilah yang muncul abad pertama hijriah dengan Mutazilah yang dipelopori Washil bin Atha. Yang pertama akibat kemelut politik, yang kedua didorong persoalan keimanan.9 Berbagai analisis dimajukan tentang pemberian nama Mutazilah kepada mereka. Uraian yang biasa disebut buku-buku Ilmu Kalam berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil bin Atha serta temanya Amr Ibn Ubaid dan Hasan al-Basri di Basrah. Wasil selalu mengikuti pelajaran-pelajaran yang

diberikan Hasan al-Basri di mesjid Basrah. Pada suatu hari datang seorang bertanya tentang status orang yang berdosa besar. Sebagai mana diketahui kaum Khawarij memandang mereka mukmin. kafir sedang kaum Murjiah memandang berfikir, mereka Wasil

Ketika

Hasan

al-Basri

masih

mengeluarkan pendaptnya sendiri dengan mengatakan bahwa orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi diantara ke duanya; tidak mukmin dan tidak pula kafir. Kemudian ia berdiri dan menjauhkan diri dari Hasan al-Basri dan pergi ke tempat lain di mesjid. Di sana ia mengulangi pendapatnya kembali. Atas peristiwa ini Hasan alBas}ri mengatakan: Was}il menjauhkan diri dari kita (itazala
M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid Persada, 1994) h.. 113-114.
9

(Cet. II; Jakarta: Rajawali Grafindo

anna>). Dengan demikian ia serta teman-temanya disebut kaum Mutazilah.10 Versi lain yang diberikan oleh Ta>sy Kubra> Za>dah, menyebutkan bahwa Qata>dah Ibn Daamah pada suatu hari masuk ke Mesjid Basrah dan menuju ke majelis Amr Ibn Ubaid yang disangkanya adalah majelis Hasan al-Basri. Setelah

mengetahui bahwa itu bukan majelis Hasan al-Basri ia berdiri dan meninggalkan tempat itu, sambil berkata: Ini kaum Mutazilah. Semenjak itu, menurut Ta>sy Kubra> Za>dah, mereka disebut kaum Mutazilah.11 Asal-usul penamaan Mutazilah cukup sulit untuk diketahui secara pasti, berbagai di pendapat antara para ahli menunjukkan Mutazilah

perbedaan

pendapat

mereka.

Nama

merupakan designasi bagi aliran teologi rasional yang sifatnya liberal dalam Islam timbul setelah peristiwa Washil bin Atha dengan Hasan al-Bashri di Basrah, inilah yang bersifat umum dan yang dimaksud dalam penulisan ini.

2. Al-Us>ul al-Khamsah.

Mengenai al-Us}ul al-Khamsah secara harfiah berarti lima dasar. Mutazilah memahami dan meyakini bahwa ada lima dasar dalam akidah Islam yaitu; al-Tauhid, al-Adl, al-Wad wa al-Waid, al-Manzilah Baina al-Manzilatain, dan al-Amr bi al-Maruf wa al-

Abu Al-Fath al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, juz 1 (Cet. I:Beirut; dar al-Kutub al-Ilmiah,1410 H/1990M) h. 42.
11

10

Ahmad Mahmud Subhi, Fi Ilm al-Kala>m (Kairo:t.p,1969) h. 75.

Nahyi

an

al-Munkar.

Kelima

dasar

keyakinan

tersebut

merupakan prasyarat untuk menjadi kaum Mutazilah. Al-Tauhid, (pengesaan Tuhan) yang merupakan inti paham Mutazilah; maksudnya pemurnian esensi Tuhan; Tuhan tidak memiliki sifat-sifat. Lebih lanjut Washil bin Atha mengatakan, Tuhan tak mungkin diberikan sifat yang mempunyai wujud tersendiri yang melekat pada Zat Tuhan. Abu al-Huzail mencoba membawa penyelesaian. Tuhan betul mengetahui tetapi bukan dengan sifat melainkan mengetahui dengan pengetahuan-Nya dan pengetahuan-Nya adalah Zat-Nya demikian seterusnya dan sifat-sifat lainnya12. Al-Adl, Mutazilah, menciptakan (prinsip Allah keadilan Tuhan). Menurut dan paham tidak yang

tidak

menyukai hamba,

kerusakan, tetapi

perbuatan

hambalah

melakukan apa yang diperintahkan dan yang dilarang dengan kudrat yang diberikan dan ditetapkan Allah kepada mereka. Tidak mungkin Tuhan menghendaki supaya manusia berbuat halhal yang bertentangan dengan perintah-Nya. Al-Waad wa al-Waid, (prinsip janji dan ancaman).

Mutazilah berkeyakinan bahwa janji berupa balasan kebaikan dan ancaman berupa siksaan tidak mustahil diturunkan. Janji Allah tentang pahala atas kebaikan akan terjadi, janji siksaan atas kejahatan juga akan terjadi.13

Syahrin Harahap dkk, Eksiklopedi Islam,( Cet. I; Jakarta: Kencana, 2003) h. 457. Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Cet. IX; Jakarta: Bulan Bintang, 199) h. 47.
13

12

al-Manzilat Baina al-Manzilatain (posisi di antara dua posisi). Washil bependapat bahwa orang Islam yang berbuat dosa besar tidaklah kafir, bukan pula mukmin, tetapi mengambil posisi antara kafir dan mukmin. Kalau orang Islam tersebut bertaubat sebelum dia meninggal maka ia akan masuk surga, tetapi kalau orang Islam tersebut belum sempat bertaubat, maka ia akan masuk neraka selama-lamanya, namun azab yang ia terima lebih ringan dari azab yang diterima oleh orang kafir.14 Al-Amr bi al Maruf wa an-Nahy an al-Munkar, (prinsip menyuruh berbuat baik dan melarang kemungkaran). Prinsip ini adalah dasar yang kelima dari dasar-dasar paham Mutazilah yang disepakati. Kaum mutazilah menetapkan bahwa semua muslim wajib melakukan upaya tersebut untuk menyiarkan dakwah Islam dan menunjuki orang yang sesat serta mencegah serangan orang yang mencampuradukkan kebenaran dan

kebatilan sehingga mereka tidak dapat menghancurkan Islam.

B. Tokoh Penting (al-Allaf, dan al-Jubbai), dan Perkembangan al-Mutazilah sebagai Aliran Kalam, serta Pengaruhnya di Dunia Islam. 1. Al-Alla>f. a. Biografi Al-Alla>f Termasuk tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan Mutazilah adalah al-Allaf. Nama lengkapnya Muhammad bin al-Huzail al-Allaf. Ia merupakan seorang tokoh Mutazilah

14

Abu Al-Fath al-Syahrasta>ni, op. cit. h. 39.

10

yang menjadi pemimpin kedua Mutazilah cabang Basrah setelah Washil bin 'Atha. Ia lahir pada tahun 135 / 751 M, tiga tahun setelah berdirinya Daulah Abbasiyah dan wafat pada tahun 235 H/849 M.15 Ia menyaksikan aliran Mutazilah mencapai puncak kekuasaannya di dalam imperium Islam dan juga turut menyaksikan kemunduran dan tumbangnya aliran Mutazilah dari kekuasaannya pada masa khalifah alMutawakkil.16

b.Pemikiran Al-Alla>f Di antara pemikirannya yang berbeda dengan tokoh-tokoh al-Mutazilah adalah: a. Allah itu Alim (Maha Mengetahui) dengan dzat-Nya, Allah itu Qadir (Maha Berkuasa) dan Qudrah Allah adalah dzat-Nya, demikian seterusnya. Singkatnya dia meniadakan seluruh sifat selain dzat Allah sebagaimana yang dilakukan oleh Wasil akan tetapi dia lebih mendalam. b. Alam memiliki cakupan dan batasan karena alam adalah hal yang baru, termasuk surga dan neraka.

15 16

Harun Nasution, Teologi, h. 47.

Joesoef Soueyb, Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Alam Pikiran Islam (Cet.I; Jakarta: Pustaka al-Husna, 1982) h. 212.

11

c. Manusia terbebani taklif (kewajiban) yang mampu dibedakan oleh akal antara yang baik dan yang buruk meskipun tanpa syariat atau wahyu. d. Ajaran al-s}ala>h wa al-as}lah (Allah wajib berbuat baik dan terbaik).17 akibat lama berhubungan dengan filsafat Yunani.18

Abu al-Huzail menjelaskan apa sebenarnya dengan nafy alSifat atau peniadaan sifat-sifat Tuhan. Tuhan mengetahui bukan dengan sifat, malahan mengetahui dengan pengetahuan-Nya, dan pengetahuan-Nya adalah zat-Nya. Pendapat selanjutnya, mengenai kemampuan manusia menggunakan akalnya untuk mengetahui Tuhan, oleh karena itu manusia yang lalai mengetahui Tuhan diberi ganjaran, begitu juga baik dan buruk. Kelihatan sekali pendapatnya dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Yunani. Tuhan menciptakan manusia bukan karena Ia berhajat pada mereka, tetapi karena nikmat lain. Dan Tuhan tidak menghendaki kecuali hal-hal yang bermanfaat bagi manusia. Inilah landasan paham al-salah wa al-aslah, dalam arti Tuhan wajib mewujudkan yang baik.19

c. Pengikut Abu Huzail Al-Alla>f


Azyumardi Azra, dkk, Ensiklopedi Islam, Jilid 5 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005 M) h. 97. Abu Mans}ur al- Bagda>di>, al-Farqu baina al-Firaq (S}aida>: alT{abah al-As}riyah, t.th) h. 131. 19 Harun Nasution, Teologi, h. 47-48
18 17

12

Pengikut Abu Huzail al-Alla>f, mendasarkan ajaran mereka pada sepuluh kaidah : 1) Allah mengetahui dengan pengetahuan-Nya, dan pengetahuan-Nya adalah zat-Nya. 2) Allah mempunyai keinginan, tetapi tidak mempunyai tempat 3) Perkataan Allah sebagian tidak punya tempat seperti kata Kun , sebagian berbentuk perintah, larangan, berita dan pemberitahuan. Perintah untuk penciptaan bukan untuk taklifi 4) Manusia bebas berbuat apa saja tanpa campur tangan Allah di dunia ini, tapi di Akhirat perbuatan manusia diciptakan Allah karena bila diusahan berarti manusia mendapat taklif. 5) Manusia di surga kekal mendapat nikmat begitu pula yang ada di neraka selamanya mendapat siksaan. 6) Kemampuan manusia hanyalah selain kesehatan. Perbuatan hati tidak sah bila tidak ada kemampuan, tetapi perbuatan anggota badan sah meski tidak ada kemampuan. 7) Seseorang menjadi mukallaf sebelum datangnya wahyu karena baik buruk dapat ditentukan akal. 8) Seseorang bila tidak dibunuh akan mati pada waktu itu juga tidak mungkin ditambah atau dikurangi umurnya. Adapun masalah rezki, yaitu yang diciptakan Allah

13

sebagai rezkinya, sedang yang diharamkan maka bukan rezki. 9) Iradah Allah bukan apa yang Allah kehendaki. Kehendak Allah ketika meciptakan yaitu penciptaan untuk ciptaanNya. Penciptaan-Nya untuk sesuatu bagi-Nya bukan sesuatu. Tetapi penciptaan bagin-Nya adalah perkataan bukan sesuatu yang bertempat. 10) Dalam masalah yang gaib, tidak dapat ditetapkan

kecuali dengan khabar 20 orang dan di antara 20 orang itu ada seorang atau lebih yang menjadi ahli surga.20 Paham inilah yang menjadi landasan pokok para pengikut Abu Huzail Al-Alla>f

2. Al-Jubbai. a. Biografi Al-Jubbai Al-Jubbai, merupakan tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan Mutazilah. Nama lengkapnya adalah Abu 'Ali Muhammad bin 'Abd al-Wahhab al-Jubba'i. Lahir pada tahun 295 H, dan wafat pada tahun 321 H. Dia adalah guru dari Abu Hasan al-Asyari pendiri aliran Asy-ariyah.21

b. Pemikiran Al-Jubbai Terkait dengan sifat Tuhan, al-Jubba'i berpendapat bahwa Tuhan itu mengetahui sesuatu melalui esensi (Zat) Nya, Ia maha kuasa dan hidup melalui esensi-Nya. Olehnya
20 21

Abu Al-Fath al-Syahrasta>ni, op. cit. h. 64-67. Harun Nasution, Teologi, h. 66.

14

itu, untuk mengetahui sesuatu, Tuhan tidak perlu pada sifat mengetahui, dan tidak pula perlu pada keadaan mengetahui.22 al-Jubbai juga mengatakan bahwa Allah menciptakan "kalam-Nya" sendiri di tempat pembacaan kapan saja seorang manusia membacakan Al-Quran.23 Demikianlah pemikiran dari tokoh yang berpengaruh dalam aliran mutazilah, yang pada intinya pemikiran mereka tidak jauh beda dengan tokoh-tokoh yang lainya atau pemikiran yang satu dengan yang lainnya hampir sama karena mereka pada hakikatnya menggunakan rasio.

c. Pengikut Al-Jubbai Pengikut al-Jubbai mendasarkan pemahaman mereka di antaranya 1) Tetapnya seluruh yang ada 2) Adanya Allah berkata dengan suatu perkataan, Dia menciptakannya pada suatu tempat 3) Tidak bisanya melihat Allah di dunia dan di akhirat 4) Untuk mengetahui baik dan buruk dan berterima kasih terhadap nikmat Allah dapat dicapai dengan akal. Syariat terbagi dua; syariat akal dan syariat nabi.

22 23

Ibid., h.51-52.

Abu al-Izz al-Dimasyqi, Syarh al-Aqi>dah al-T}ahawiyah, jilid 1 (Cet.10; Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1417 H/1997 M) h. 173.

15

5) Persoalan imamah dan kekeramatan para wali dan sahabat mereka mengingkari, tetapi tetap mengakui kemasuman para nabi dan rasul.24

3. Peristiwa Mutazilah

al-Mihnah sebagai

dan Aliran

Perkembangan Kalam, serta

Pengaruhnya di Dunia Islam Peristiwa al-mihnah terjadi sekitar tahun 198 H. sampai dengan tahun 232 H. Hanya saja pelaksanaannya nanti diterapkan secara efektif di tengah masyarakat mulai pada tahun 218 H. Hal itu dilakukan karena adanya kekhawatiran akan mendapat tantangan dari masyarakat di masa awal pemerintahan al-Makmun. Berawal dari Khalifah al-Makmun terkontaminasi oleh paham Mutazilah yang dimiliki oleh Ahmad bin Abu Du'ad. Dia berusaha mempengaruhi melaksanakan masyarakat Khalifah mihnah dan untuk soal menelurkan ide untuk akidah adalah

menjernihkan Al-Quran

terutama

doktrin

Makhluk. Akhirnya, pada tahun 212 H, mulailah alMakmun menganut paham Mutazilah. Pada masa pemerintahan al-Makmun, diterapkan empat macam tingkatan sanksi atas mereka yang membangkang, yaitu pertama, mereka yang menolak tidak dapat diterima kesaksiannya di pengadilan, kedua, bagi mereka yang bekerja sebagai guru atau muballigh
24

Abu Al-Fath al-Syahrasta>ni, op. cit. h. 90-96.

16

diputuskan tunjangan yang diperolehnya dari Khalifah, ketiga, jika masih menolak akan dicambuk dan dirantai, kemudian dimasukkan ke dalam penjara, dan keempat, proses terakhir dari segalanya adalah hukuman mati dengan leher dipancung.25 Pada masa pemerintahan al-Watsiq (842-847 M./227232 H.), dia masih menjalankan kebijakan al-mihnah. Bahkan pada masa ini, pernah dikeluarkan perintah untuk membunuh Ahmad bin Nashr al-Khuzaiy, seorang ulama yang mendukung pendapat Imam Ahmad Ibnu Hanbal tentang ke-qadiman al-Qur'an. Akibatnya, beberapa tokoh dan ulama mati di penjara karena mempertahankan pendapat mereka, di antaranya : Naim bin Hammad, dan Yusuf bin Yahya al-Buwaiti.26 Seiring dengan terpilihnya Khalifah al-Mutawakkil sebagai pengganti khalifah al-Wasiq (232/847), ajaran Mutazilah dihapuskan dari mazhab negara dan digantikan dengan ajaran al-Asyariyyah.27 Dengan demikian, berakhirlah riwayat al-Mihnah pada masa ini, dan pengaruh kaum Mutazilah pun mulai menurun.
28

Adapun perkembangan Mutazilah sebagai aliran kalam dan pengaruhnya dalam dunia Islam adalah, kelompok Mutazilah pada mulanya lahir sebagai reaksi
25 26 27 28

Hamka Haq, op. cit, h. 11. Joesoef Soueyb, op. cit, h. 177-179. Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, op. cit., h. 191.

Harun Nasution, Islam rasional; Gagasan dan Pemikiran (Cet. IV; Bandung: Mizan, 1996), h. 65.

17

terhadap paham-paham yang dikemukakan oleh golongan Khawarij dan golongan Murjiah. Kemudian Mutazilah muncul dengan pemahamanya dengan konsep al-Manzilah bain al-Manzilatain bahwa sesungguhnya orang yang berdosa besar dia bukan kafir dan bukan pula mumin. Setelah golongan Muktazilah mencapai puncak kepesatan dan kemegahannya pada masa Al-Makmun dan alMutashim, tidak berapa lama kemudian aliran ini akhirnya mengalami kemunduran. Kondisi itu utamanya terjadi pada masa khalifah al-Mutawakkil. Walaupun demikian, aliran ini tidak serta merta hilang dari permukaan. Dalam beberapa catatan sejarah disebutkan bahwa beberapa pengikutnya yang setia masih tetap eksis dan menjadi tokoh penting dan ulama produktif. Sebut saja misalnya, al-Khayyath yang muncul pada akhir abad ke III H. Kemudian Abu Bakar al-Zamakhsyari (w. 320 H./932 M.) yang muncul pada abad ke IV H. yang dikenal dengan tafsirnya al-Kasysyaf. Pengaruh kedua tokoh tersebut sangat besar di kalangan kelompok Ahlussunnah wa al-Jamaah.29 Selanjutnya paham ini berkembang menjadi aliran kalam yang dikenal dengan nama Mutazilah.

Kemunculannya seiring dengan telah banyaknya umat Islam yang melakukan kontak dengan pemikiran Filsafat Yunani yang dikenal menjadikan akal sebagai power dalam berfikir sampai-sampai menilai benar-salahnya sesuatu
Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Ilmu Kalam) (Cet.XI; Jakarta: Bulan Bintang, 1996) h.100.
29

18

menurut ukuran rasio. Ibarat tersengat retorika berfikir tersebut, orang-orang Mutazilah pun amat tertarik dengan filsafat tersebut. Oleh karena itu tidak mengherankan jika aliran Mutazilah ini banyak berpegang pada rasio dalam membicarakan perkara-perkara teologi.30 Meskipun aliran Mutazilah tidak lagi menjadi satu golongan namun tidak dapat disangkal bahwa

perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan dan falsafah dalam Islam tidak lepas dari peran serta pengaruh paham Mutazilah yang lebih mengutamakan akal dalam

memahami dan memecahkan persoalan-persoalan teologi. Bahkan, menurut Harun Nasution, di zaman modern dan kemajuan iptek sekarang ini, ajaran-ajaran Mutazilah yang bersifat kalangan rasional umat tersebut Islam, telah tumbuh di kembali di

terutama

kalangan

kaum

terpelajar.31

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf (Dirasah Islamiyah IV) (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995) h. 63.
31

30

Harun Nasution, Teologi. h. 60.

19

1. Sejarah munculnya aliran Mutazilah berawal dari adanya perbedaan pendapat tentang orang yang berdosa besar, apakah dia kafir atau tetap mukmin. Kemudian Mutazilah berpendapat bahwa dia tidak kafir dan tidak pula mumin atau berada di antara dua tempat, dengan kata lain alManzilat Bayn al-Manzilatain. Paham tersebut untuk

pertama kalinya dikemukakan oleh Wasil Bin Atha yang dikenal sebagai aliran Mutazilah. Kemudian berkembang menjadi konsep Lima Dasar (al-Ushul al-Khamsah) yakni al-Tauhid, al-Adl, al-Wad wa al-Waid, al-Manzilah Baina al-Manzilatain, dan al-Amr bi al-Maruf wa al-Nahyi an alMunkar. 2. Adapun termasuk tokoh yang berpengaruh dalam

perkembangan Mutazilah adalah al-Allaf, dan al-Jubbai dalam pendapat-pendapatnya tidak jauh beda yang satu dengan yang lainya karena masing-masing menggunakan rasio. 3. Adapun pengaruhnya dalam dunia Islam atau zaman modern ini ajaran-ajaran Mutazilah yang bersifat rasional tersebut telah tumbuh kembali di kalangan umat Islam, terutama di kalangan kaum terpelajar.

20

DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhammad, Risalah Tauhid, (Cet. IX; Jakarta: Bulan Bintang, 199) Al-Bagda>di, Abu Mans}ur >, al-Farqu baina al-Firaq (S}aida>: al-T{abah al-As}riyah, t.th) Al-Dimasyqi, Abu al-Izz, Syarh al-Aqi>dah al-T}ahawiyah, jilid 1 (Cet.10; Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1417 H/1997 M) Al-Syahrastani, Abu Al-Fath, al-Milal wa al-Nihal, juz 1 (Cet. I:Beirut; dar al-Kutub al-Ilmiah,1410 H/1990M) Asmuni, M. Yusran, Ilmu Tauhid (Cet. II; Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 1994) Azra, Azyumardi, dkk, Ensiklopedi Islam, Jilid 5 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005 M) Dahlan, Abdul Azis, Sejarah dan Perkembangan Pemikiran dalam Islam (Cet. I; Jakarta: Beunebi Cipta, 1987) Hanafi, Ahmad, Pengantar Teologi Islam (Ilmu Kalam) (Cet.XI; Jakarta: Bulan Bintang, 1996) Haq, Hamka, Dialog: Pemikiran Islam, ( Makassar: Yayasan alAhkam, Cv. Berkah Utami, 2000) Harahap, Syahrin dkk, Eksiklopedi Islam,( Cet. I; Jakarta: Kencana, 2003) Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta : UI-Press, 2009) _____________, Islam rasional; Gagasan dan Pemikiran (Cet. IV; Bandung: Mizan, 1996) _____________, Teologi Islam; Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI Press, 2012) Nata, Abuddin, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf (Dirasah Islamiyah IV) (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995) Natsir, Sahilun A., Pengantar ilmu Kalam, (Cet. II ; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994) Soueyb, Joesoef, Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Alam Pikiran Islam (Cet.I; Jakarta: Pustaka al-Husna, 1982) Subhi, Ahmad Mahmud, Fi Ilm al-Kala>m (Kairo: t.p, 1969) Zahrah, Imam Muhammad Abu, Ta>ri>kh al-Maza>hib alIsla>miyyah, diterjemahkan oleh Abd. Rahman Dahlan dan

21

Ahmad Qarib, dengan judul Aliran Politik dan Aliran Islam (Cet.I; Jakarta:Logos Publishing House, 1991), h. 149.

Вам также может понравиться