Вы находитесь на странице: 1из 27

DISKUSI TOPIK BELLS PALSY

Oleh: Achmad Ali Machfud (109103000038)

Pembimbing: dr. Maysam Irawati, Sp. S

NEUROLOGI RSUP FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013

DAFTAR ISI Daftar Isi ...................................................................................................................... ii BAB I STATUS PASIEN ......................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................10 BAB III KESIMPULAN.......................................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 22

ii

BAB I STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Tempat / Tanggal Lahir Umur Agama Alamat Pendidikan Status Pekerjaan : Tn. RB : Laki-laki : Jakarta, 13/2/1973 : 40 tahun : Islam : Cilandak, Jaksel : Tamat SLTA : Menikah : Wiraswasta

II. ANAMNESIS A. Keluhan Utama Mulut mencong ke kiri sejak 5 hari yang lalu B. Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 5 hari yang lalu, mulut pasien mencong ke kiri, hal tersebut baru disadari saat bercermin. Pasien merasa khawatir karena wajahnya tampak tidak simetris baik pada saat tersenyum maupun saat pasien dalam keadaan diam. Pasien mengeluh bicara menjadi pelo. Pasien juga merasa kesulitan bila mengunyah menggunakan mulut bagian kanan, makanan sering tersangkut diantara pipi dan gusi. Ketika pasien berkumur-kumur, air terkadang keluar dari sudut mulut sebelah kanan. Terkadang juga merasa ngeces dari sudut mulut sebelah kanan. Mata kanan pasien juga tidak bisa menutup rapat. Pasien juga 1

mengatakan, terdapat air mata yang berlebihan pada mata kanan yang keluar terus menerus. Pasien merasa perih pada mata kanannya bila terkena angin. Pasien mengaku selalu menggunakan helm terbuka saat berkendara motor setiap hari. Gangguan penglihatan disangkal, gangguan pengecapan disangkal, rasa baal atau kesemutan pada wajah dan sekitar mulut disangkal, gangguan pendengaran disangkal, sering tersedak ketika makan atau minum disangkal. Keluhan pasien tidak didahului oleh demam atau nyeri pada daerah belakang telinga. Tidak terdapat kelemahan sisi tubuh pada pasien. C. Riwayat penyakit dahulu Pasien belum pernah menderita penyakit cacar, infeksi telinga sebelumnya, stroke sebelumnya disangkal, asma dan alergi disangkal, darah tinggi disangkal, kencing manis disangkal, cedera kepala sebelumnya disangkal.

D. Riwayat penyakit keluarga Tidak ada yang menderita penyakit serupa di keluarga, asma, alergi, kencing manis, darah tinggi, dan stroke disangkal. E. Riwayat Penyakit Sosial dan Kebiasaan Pasien mengaku jarang berolahraga. Pasien tidak pernah mengonsusmsi alkohol, tidak pernah merokok, IVDU disangkal, promiskuitas disangkal.

F. Riwayat Penyakit Lingkungan Tidak ada yang menderita penyakit serupa di sekitar lingkungan tempat tinggal pasien. III. PEMERIKSAAN FISIK : Tampak sakit ringan : Compos Mentis

Keadaan umum Kesadaran Tanda vital Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu

: 120/80 mmHg : 72x/mnt : 18x/mnt : Afebris

Keadaan Lokal Trauma Stigmata Pembuluh Darah Perifer Columna Vertebralis Kulit Mata Hidung Mulut Tenggorokan Telinga Leher : (-) : Capillary refill time < 2 detik : Lurus ditengah : Tidak pucat, ikterik (-) : Konjungtiva pucat -/-, ikterik -/-, : Deviasi septum tidak ada, secret tidak ada : Oral hygien baik, vesikel (-) : Tonsil T1/T1 tenang, tidak hiperemis : Normotia, liang telinga lapang, vesikel (-), serumen (+) : KGB tidak teraba membesar, JVP 5-2 cm H2O, pulsasi A. Carotis teraba kanan = kiri, regular, equal Paru : I: bentuk simetris, spider nevi tidak ada, gynecomastia tidak ada, pelebaran sela-sela iga tidak ada, penggunaan otot-otot bantu pernapasan tidak ada.P: vocal fremitus kanan = kiri P: Sonor +/+ A: suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Jantung : I : Ictus cordis tidak tampak P : Ictus cordis teraba setinggi
ICS 5, 1 jari medial dari linea

midclavikularis kiri, tidak teraba pulsasi abnormal

P : Batas jantung kanan setinggi ICS 4 linea sternalis kanan, Batas jantung kiri setinggi ICS 5, 1 jari medial linea midclavicularis kiri, Batas pinggang jantung ICS 3 line parasternal sinistra A : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen : I : datar, lemas, massa (-), venektasi (-), caput medusa (-) P : lemas, nyeri tekan epigastrium (-), Hepar tidak teraba, spleen tidak teraba P : Shifting Dullness (-), Ballotement (-) A : BU (+) Normal Ekstremitas : Akral hangat, edema pitting tungkai -/-, palmar eritem -/-, CRT < 2 3

Alat Kelamin Status Neurologis GCS 15: E4 M6 V5

: Tidak diperiksa

Mata: Pupil bulat isokor, 3 mm/ 3mm RCL +/+, RCTL +/+

1.

Tanda Rangsang Meningeal :: > 700/ > 700 : > 1350/ > 1350 ::-

Kaku kuduk Lesegue Kernig Brudzinski I Brudzinski II

2.

Peningkatan Tekanan Intrakranial : tidak ada : tidak ada :: tidak diperiksa

Penurunan kesadaran Muntah proyektil Pupil anisokor Edema papil

3.

Nervus Kranialis : tidak dilakukan

N I (Olfaktorius)

N II (Opticus) Acies visus : >1/60 / >1/60

Visus campus : baik/ baik Lihat Warna : baik/ baik Funduskopi : tidak dilakukan

N III, IV, VI (Okulomotor, Troklear, Abducen) Kedudukan bola mata: ortoposisi/ ortoposisi Pergerakan bola mata Nasal Temporal : baik/ baik : baik/ baik 4

Nasal atas Temporal atas Temporal bawah Eksoftalmus Nistagmus Pupil Bentuk

: baik/ baik : baik/ baik : baik/ baik : -/ : -/ : isokor/ isokor : bulat/ bulat : +/ +

Refleks Cahaya Langsung

Releks Cahaya Tak Langsung : +/ + Akomodasi : baik/ baik

Konvergensi : baik/ baik

N. V (Trigeminus) Cabang motoric: baik/ baik Cabang sensorik Ophtalmik Maxilla : baik/ baik : baik/ baik

Mandibularis : baik/ baik

N. VII (Facialis) Motorik Orbitofrontal : tidak dapat mengangkat alis dan dahi kanan dengan

sempurna/ baik, mengernyitkan dahi tidak simetris Motorik Orbicularis oculi sempurna/ baik Motorik Orbicularis oris : saat tersenyum, bibir tertarik ke arah kiri, menggembungkan pipi bocor ke kanan, tidak dapat mencucukan bibirnya Pengecap lidah : tidak dilakukan : kelopak mata kanan tidak dapat menutup dengan

N. VIII (Vestibulokoklear)

Vestibular 5

Nistagmus Cochlear Rhinne : +/+

: -/ -

Weber : tidak ada lateralisasi Swabach: sama dengan pemeriksa

N. IX, X (Glossofaringeal, Vagus) Motorik Sensorik : uvula di tengah, arcus faring simetris : refleks muntah (+)

N. XI (Accesorius) Mengangkat bahu Menoleh : baik : baik/ baik

N. XII (Hypoglossus) Pergerakan Lidah Saat dijulurkan Saat istirahat Atrofi Fasikulasi Tremor : (-) : (-) : (-) : tidak ada deviasi : tidak ada deviasi

Kesan : Parese N. VII dextra perifer

Sistem Motorik Ekstremitas atas proksimal-distal Ekstremitas bawah proksimal-distal 5555 5555 5555 5555

Gerakan Involunter Tremor Chorea Atetose Miokloni : -/ : -/ : -/ : -/ 6

Tics Trofik Tonus

: -/ : Eutrofik : Normotonus

Sistem Sensorik Proprioseptif : baik/ baik Eksteroseptif : baik/ baik

Fungsi Otonom Miksi Defekasi Sekresi Keringat Ereksi : baik : baik : baik : tidak dilakukan

Refleks Fisiologis Kornea Bisep Trisep Radius Patella Achilles : +/ + : +2/ +2 : +2/ +2 : +2/ +2 : +2/ +2 : +2/ +2

Refleks Patologis Hoffman Trommer Babinsky Chaddock Gordon Gonda Scaeffer Klonus Lutut Klonus Tumit : -/ : -/ : -/ : -/ : -/ : -/ : -/ : -/ 7

Fungsi Serebelar Ataxia Tes Romberg Disdiadokokinesia Jari-jari Jari-hidung Tumit-lutut Fungsi Luhur Astereognosia Apraxia Afasia

::: -/: baik/baik : baik/baik : baik/baik

:::-

Keadaan Psikis Intelegensia : baik

Tanda regresi : Demensia :-

RESUME Tn. RB, 40 tahun mengeluh mulut mencong ke kiri, bicara pelo (+), sulit mengunyah menggunakan mulut bagian kanan (+), mengences dari pipi kanan (+), mata kanan pasien tidak bisa menutup rapat, keluar air mata berlebihan pada mata kanan (+). Sering berkendara motor dengan helm terbuka. Pada PF N. VII (Facialis): tidak dapat mengangkat alis dan dahi kanan sempurna, mengernyitkan dahi tidak simetris, kelopak mata kanan tidak dapat menutup sempurna, saat tersenyum bibir tertarik ke arah kiri, menggembungkan pipi bocor ke kanan, tidak dapat mencucukan bibirnya: parese N. VII dextra perifer.

DIAGNOSIS Diagnosis Klinis: Parese N.VII dextra perifer/ Bells Palsy Diagnosis Topis: kanalis nervi facialis 8

Diagnosis Etiologis: idiopatik

PENATALAKSANAAN Non-Farmakologis :

o Fisioterapi: Infra Merah, terapi Ultrasound, Electrical stimulation, short wave diathermy (SWD), micro wave diathermy (MWD), massage, dan excersise o Latihan penguatan otot pipi dan wajah kiri dengan kerut dahi, tutup mata, tersenyum, meringis, meniup bola pingpong/lilin, berkumur o Latihan makan dengan mengunyah di sisi yang lemah o Gunakan kacamata untuk melindungi mata

Farmakologis

o Prednisone 60 mg PO selama 3 hari

PROGNOSIS Ad vitam Ad functionam Ad sanationam : bonam : bonam : dubia ad bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bells palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis tipe lower motor neuron akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya. Paralisis fasial idiopatik atau Bells palsy, ditemukan oleh Sir Charles Bell, dokter dari Skotlandia. Bells palsy sering terjadi setelah infeksi virus atau setelah imunisasi, lebih sering terjadi pada wanita hamil dan penderita diabetes serta penderita hipertensi. Bukti-bukti dewasa ini menunjukkan bahwa Herpes simplex tipe 1 berperan pada kebanyakan kasus. Berdasarkan temuan ini, paralisis fasial idiopatik sebagai nama lain dari Bells palsy tidak tepat lagi dan mungkin lebih baik menggantinya dengan istilah paralisis fasial herpes simpleks atau paralisis fasial herpetik. Lokasi cedera nervus fasialis pada Bells palsy adalah di bagian perifer nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum. Salah satu gejala Bells palsy adalah kelopak mata sulit menutup dan saat penderita berusaha menutup kelopak matanya, matanya terputar ke atas dan matanya tetap kelihatan. Gejala ini disebut juga fenomena Bell. Pada observasi dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih lambat jika dibandingkan dengan gerakan bola mata yang sehat (lagoftalmos).

2.1 Epidemiologi Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemikan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester 10

ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat. 2.2 Etiologi Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah virus. Akan tetapi, baru beberapa tahun terakhir ini dapat dibuktikan etiologi ini secara logis karena pada umumnya kasus Bells palsy sekian lama dianggap idiopatik. Telah diidentifikasi gen Herpes Simpleks Virus (HSV) dalam ganglion genikulatum penderita Bells palsy. Dulu, masuk angin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu Bells palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bells palsy. Tahun 1972, McCormick pertama kali mengusulkan HSV sebagai penyebab paralisis fasial idiopatik. Dengan analaogi bahwa HSV ditemukan pada keadaan masuk angin (panas dalam/cold sore), dan beliau memberikan hipotesis bahwa HSV bisa tetap laten dalam ganglion genikulatum. Sejak saat itu, penelitian biopsi memperlihatkan adanya HSV dalam ganglion genikulatum pasien Bells palsy. Murakami at.all melakukan tes PCR (Polymerase Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bells palsy berat yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural. Apabila HSV diinokulasi pada telinga dan lidah tikus, maka akan ditemukan antigen virus dalam nervus fasialis dan ganglion genikulatum. Varicella Zooster Virus (VZV) tidak ditemukan pada penderita Bells palsy tetapi ditemukan pada penderita Ramsay Hunt syndrome. 2.3 Anatomi Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu : 1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m. levator palpebrae (n.II), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah. 2. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis. 3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah.

11

4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.1

Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot mimik wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius Wrisberg yang mengantarkan rasa kecap dari dua pertiga bagian lidah dan sensasi kulit dari dinding anterior kanalis auditorius eksterna. Serabut-serabut kecap pertama-tama melintasi nervus lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu masuk ke korda timpani dimana ia membawa sensasi kecap melalui nervus fasialis ke nukleus traktus solitarius. Serabut-serabut sekretomotor menginnervasi kelenjar lakrimal melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual serta kelenjar submaksilar melalui korda tympani. Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus abdusens, dan serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian ventrolateral nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di bagian lateral traktus kortikospinal. Karena posisinya yang berdekatan (jukstaposisi) pada lantai ventrikel IV, maka nervus VI dan VII dapat terkena bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi infiltratif. Nervus fasialis masuk ke 12

meatus akustikus internus bersama dengan nervus akustikus lalu membelok tajam ke depan dan ke bawah di dekat batas anterior vestibulum telinga dalam. Pada sudut ini (genu) terletak ganglion sensoris yang disebut genikulatum karena sangat dekat dengan genu. Nervus fasialis terus berjalan melalui kanalis fasialis tepat di bawah ganglion genikulatum untuk memberikan percabangan ke ganglion pterygopalatina, yaitu nervus petrosus superfisial major, dan di sebelah yang lebih distal memberi persarafan ke m. stapedius yang dihubungkan oleh korda timpani. Lalu n. fasialis keluar dari kranium melalui foramen stylomastoideus kemudian melintasi kelenjar parotis dan terbagi menjadi lima cabang yang melayani otot-otot wajah, m. stilomastoideus, platisma dan m. digastrikus venter posterior. Lokasi cedera nervus fasialis pada Bells palsy adalah di bagian perifer nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum. Jika lesinya berlokasi di bagian proksimal ganglion genikulatum, maka paralisis motorik akan disertai gangguan fungsi pengecapan dan gangguan fungsi otonom. Lesi yang terletak antara ganglion genikulatum dan pangkal korda timpani akan mengakibatkan hal serupa tetapi tidak mengakibatkan gangguan lakrimasi. Jika lesinya berlokasi di foramen stilomastoideus maka yang terjadi hanya paralisis fasial (wajah).

13

2.4 Patofisiologi Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Karena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam bahasa inggris cold. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada 14

usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu. 2.5 Gejala Klinik Pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Setelah merasakan adanya kelainan di daerah mulut maka penderita biasanya memperhatikannya lebih cermat dengan menggunakan cermin. Mulut tampak moncong terlebih pada saat meringis, kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos), waktu penderita disuruh menutup kelopak matanya maka bola mata tampak berputar ke atas.(tanda Bell). Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila berkumur atau minum maka air keluar melalui sisi mulut yang lumpuh. Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan tempat/lokasi lesi:

a. Lesi di luar foramen stilomastoideus Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat, makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka aur mata akan keluar terus menerus.

b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis.

c.Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius) Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b), ditambah dengan adanya hiperakusis.

d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum) Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c) disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan 15

konka. Ramsay Hunt adalah paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Lesi herpetik terlibat di membran timpani, kanalis auditorius eksterna dan pina.

e.Lesi di daerah meatus akustikus interna Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c), (d), ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus.

f. Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons. Gejala dan tanda klinik sama dengan di atas, disertai gejala dan tanda terlibatnya nervus trigeminus, nervus akustikus, dan kadang-kadang juga nervus abdusens, nervus aksesorius, dan nervus hipoglosus. Sindrom air mata buaya (crocodile tears syndrome) merupakan gejala sisa Bells palsy, beberapa bulan pasca awitan, dengan manifestasi klinik: air mata bercucuran dari mata yang terkena pada saat penderita makan. Nervus fasilais menginervasi glandula lakrimalis dan glandula salivatorius submandibularis. Diperkirakan terjadi regenerasi saraf salivatorius tetapi dalam perkembangannya terjadi salah jurusan menuju ke glandula lakrimalis.

2.6 Pemeriksaan A. Pemeriksaan Fisis Kelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik tetapi yang harus diteliti lebih lanjut adalah apakah ada penyebab lain yang menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Pada lesi supranuklear, dimana lokasi lesi di atas nukleus fasialis di pons, maka lesinya bersifat UMN. Pada kelainan tersebut, sepertiga atas nervus fasialis normal, sedangkan dua pertiga di bawahnya mengalami paralisis. Pemeriksaan nervus kranialis yang lain dalam batas normal.

B.Pemeriksaan Laboratorium Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bells palsy.

C. Pemeriksaan Radiologi 16

Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bells palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bells palsy akan menunjukkan adanya penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum.

2.7 Diagnosis Diagnosis Bells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan mata dan rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan. Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bells palsy lesinya bersifat LMN.

2.8 Pengobatan Melindungi mata pada saat tidur dan pemberian tetes mata metilselulosa, memijat otot-otot yang lemah dan mencegah kendornya otot-otot di bagian bawah wajah merupakan kondisi yang dapat dikelola secara umum. Belum ada bukti yang mendukung bahwa tindakan pembedahan efektif terhadap nervus fasialis, bahkan kemungkinan besar dapat membahayakan. Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien. Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit. Penemuan genom virus disekitar nervus fasialis memungkinkan digunakannya agenagen antivirus pada penatalaksanaan Bells palsy. Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bells palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednison. Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus. 17

2.9 Pembedahan Tindakan pembedahan dekompresi saraf fasialis dapat menjadi salah satu pilihan dalam penatalaksanaan, terutama sebagai intervensi yang lebih awal, yaitu dalam 14 hari setelah onset paralisis total. Tidak disarankan dilakukan tindakan bedah yang agresif pada pasien dengan paralisis inkomplit karena pasien dengan paralisis inkomplit dapat pulih sempurna. Daerah patologik primer dari saraf fasialis adalah segmen labirin, dengan demikian dekompresi pada paralisis total dengan kraniotomi subtemporal pada fosa media adalah paling aman dan efektif. 2.10 Diagnosis Banding Kondisi lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis diantaranya tumor, infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom), penyakit Lyme, AIDS dan sarkoidosis, Guillain Barre syndrom, Diabetes Mellitus. 2.11 Komplikasi Kira-kira 30% pasien Bells palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti fungsi motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf parasimpatik. Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau ageusia, spasme nervus fasialis yang kronik dan kelemahan saraf parasimpatik yang menyebabkan kelenjar lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi infeksi pada kornea. a. Crocodile tears phenomenon Yaitu keluarnya air mata saat penderita makan makanan, dapat timbul beberapa bulan setelah terjadi parese dan terjadinya akibat terjadi regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum. b. Synkinesis Yaitu keadaan dimana otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu, selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata maka akan timbul gerakan involunter elevasi sudut mulut, kontraksi platisma atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah inervasi yang salah,serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut otot yang salah. c. Hemifacial spasm 18

Timbul kedutan pada wajah dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah, tapi kemudian akan mnegenai sisi yang lainnya d. Kontraktur Dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih terlihat pada sisi yang lumpuh. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah bergerak.

2.12 Prognosis Walaupun tanpa diberikan terapi, pasien Bells palsy cenderung memiliki prognosis yang baik. Dalam sebuah penelitian pada 1.011 penderita Bells palsy, 85% memperlihatkan tanda-tanda perbaikan pada minggu ketiga setelah onset penyakit. Lima belas persen kesembuhan terjadi pada 3-6 bulan kemudian. Sepertiga dari penderita Bells palsy dapat sembuh seperti sedia kala tanpa gejala sisa. 1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak berfungsi dengan baik. Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata. Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah: Usia di atas 60 tahun Paralisis komplit Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh Nyeri pada bagian belakang telinga Berkurangnya air mata. Pada penderita kelumpuhan nervus fasialis perifer tidak boleh dilupakan untuk mengadakan pemeriksaan neurologis dengan teliti untuk mencari gejala neurologis lain. Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya punya perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 19

bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme hemifasial. Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM. Hanya 23 % kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bells palsy kambuh pada 10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis. 2.13 Fisioterapi Salah satu penanganan atau pengobatan pada Bell Palsy ini adalah Fisioterapi. Diantara modalitas yang efektif dan sering digunakan antara lain; terapi Infra Merah, terapi Ultrasound, terapi Stimulasi Elektrik, micro wave diathermy, massage, dan excersise. Pemilihan modalitas yang sesuai tergantung pada pengalaman atau pilihan fisioterapis yang berpengalaman. Fisioterapi dapat memilih dari sejumlah modalitas yang tersedia. penanganan fisioterapi di bagi pada 2 tahap. Yang pertama pada Periode Paralisis, yaitu sesaat setelah terjadi serangan berupa kelumpuhan saraf fasialis : Infra Merah Infra merah dapat diterapkan untuk menghangatkan otot dan meningkatkan fungsi, tetapi Anda harus memastikan bahwa mata dilindungi dengan penutup mata. Waktu penerapan selama 10 sampai 20 menit pada jarak biasanya antara 50 dan 75 cm.

Terapi Ultrasound Terapi ultrasound diaplikasikan pada batang saraf (nerve trunk) di depan tragus telinga dan di daerah antara prosesus mastoideus dan mandibula. Tidak ada rasa takut/khawatir dalam menerapkan terapi ultrasound saat diaplikasikan pada pasien Bell Palsy. Terapi ultrasound selalu diterapkan pada sisi lesi di depan tragus telinga & di daerah antara prosesus mastoideus dan mandibula dimana kelembutan maksimum saraf wajah ditentukan dengan cara palpasi. Hal ini diterapkan dengan gerakan melingkar yang lambat dengan dosis awal 1 watt per sentimeter persegi untuk 10 menit. Dosis dapat ditingkatkan pada sesi berikutnya jika tidak ada peningkatan yang luar biasa dicatat. Perlu diketahui bahwa gelombang ultrasound tidak dapat melintasi atau menembus tulang. Itu berarti bahwa 20

ultrasound memiliki penetrasi nol pada tulang. Secara nyata bahwa gelombang ultrasound terpantul jauh dari tulang. Jadi tidak ada rasa takut dan khawatir jika terapi ultrasound diterapkan pada wajah. Penerapan terapi ultrasound pada bell palsy Ini hanya untuk jenis lesi saraf tepi (Lower Motor Neuron).

Stimulasi Elektrik (Electrical Stimulation) Stimulasi listrik adalah teknik yang menggunakan arus listrik untuk mengaktifkan saraf penggerak otot dan ekstremitas yang diakibatkan oleh kelumpuhan akibat cedera tulang belakang (SCI), cedera kepala, stroke dan gangguan neurologis lainnya. Satu-satunya bentuk arus listrik yang digunakan pada wajah adalah arus searah yang diputus-putus (Interrupted Direct Current) atau disebut juga Arus Galvanic, apakah itu ada reaksi degenerasi atau tidak ada reaksi. Hal ini diminta hanya untuk menjaga sebagian besar otot-otot wajah dan mencegah atrofi sambil menunggu untuk reinnervasi dalam kasus axotomesis atau reconduction setelah neurapraxia jika saraf tidak rusak sepenuhnya. Tidak ada ruang bagi penggunaan arus faradik pada wajah karena bisa menyebabkan kontraktur sekunder pada wajah. Selain itu, sebagian besar pasien merasa tidak mampu menahan nyeri pada wajah karena stimulasi sensorik yang tidak nyaman. Hal ini dikarenakan bahwa arus faradic memiliki frekuensi 50 siklus per detik, sehingga menghasilkan kontraksi tetanik pada otot-otot yang terangsang. Meskipun untuk saat ini adalah kontraksi otot arus faradic melonjak untuk menghasilkan kontraksi alternatif dan relaksasi namun berhubung tipe tatanik pada kontraksi yang menghasilkan 50 pulse hanya dalam satu detik, tidak diperlukan pada wajah. Otot-otot wajah yang sangat tipis dan halus dan tidak bisa mentolerir jenis arus ini yang dapat merusak dan menghasilkan kontraktur sekunder. Jika kontraktur sekunder terjadi, semua bentuk stimulasi listrik harus ditinggalkan sementara untuk menghindari kerusakan lebih lanjut pada otot. Wajah harus segera direnggangkan dan dipijat lembut.

Microwave Diathermy Micro Wave Diathermy (MWD) adalah suatu jenis terapi dengan menggunakan stressor fisik berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm. Bertujuan untuk Micro Wave Diathermy (MWD) adalah suatu jenis terapi dengan menggunakan stressor fisik berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm. Micro Wave Diathermy (MWD) adalah suatu jenis 21

terapi dengan menggunakan stressor fisik berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm. Bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah, relaksasi otot-otot wajah dan mengurangi spasme otot stilomastoideus.

Massage Pijat adalah manipulasi lapisan superficial otot dan jaringan ikat untuk meningkatkan fungsi dan relaksasi otot dan kebugaran. Pada kondisi Bells palsy massage diberikan dengan tujuan memobilisasi serabut-serabut otot di area yang mengalami paralysis sehingga terjadi pergerakan pasif dari otot wajah dan memberikan stimulasi gerak. selain itu juga berguna untuk mencegah terjadinya kontraktur otot. Exercise Latihan yang diberikan umumnya merupakan latihan aktif berupa Mirror Exercise. Pasien diminta untuk berdiri di depan cermin sambil berusaha untuk menggerakkan otot wajah yang mengalami kelumpuhan. Fisioterapis akan mengajarkan bentuk-bentuk latihan dan menentukan frekuensi atau dosis latihan yang dibutuhkan pasien. Dengan penanganan yang cepat, tepat, akurat dan hebat maka bells palsy dapat disembuhkan Tahap Kedua yaitu Selama Pemulihan: Teknik PNF digunakan untuk edukasi kembali pada otot-otot yamg mengalami parese atau paralisis:

Peregangan cepat (quick stretch) dapat diterapkan untuk dapat membesarkan alis mata dan gerakan sudut bibir.

Para fisioterapis dapat memberikan gerakan pasif dan kemudian meminta pasien untuk menahan, dan kemudian mencoba untuk menggerakannya. goresan dengan es, menyikat, menekan atau membelai cepat dapat diterapkan sepanjang otot-otot.misalnya otot zygomaticus Latihan mandiri di rumah:

1. 2. 3. 4. 5. 6.

ekspresi terkejut kemudian cemberut, menutup mata erat-erat kemudian dibuka lebar-lebar, tersenyum, menyeringai, dan berkata 'o' mengatakan; e, i, o, u menyedot dan meniup sedotan meniup peluit, bersiul, dan bisa juga meniup lilin 22

BAB III KESIMPULAN

1. Tn. RB, 40 tahun mengeluh mulut mencong ke kiri, bicara pelo (+), sulit mengunyah menggunakan mulut bagian kanan (+), mengences dari pipi kanan (+), mata kanan pasien tidak bisa menutup rapat, keluar air mata berlebihan pada mata kanan (+). Sering berkendara motor dengan helm yang terbuka. 2. Pada PF N. VII (Facialis): tidak dapat mengangkat alis dan dahi kanan, kelopak mata kanan tidak dapat menutup, saat tersenyum bibir tertarik ke arah kiri, menggembungkan pipi bocor ke kanan, tidak dapat mencucukan bibirnya: parese N. VII dextra perifer. 3. Non-Farmakologis :

a. Fisioterapi: Infra Merah, terapi Ultrasound, Electrical stimulation, short wave diathermy (SWD), micro wave diathermy (MWD), massage, dan excersise b. Latihan penguatan otot pipi dan wajah kiri dengan kerut dahi, tutup mata, tersenyum, meringis, meniup bola pingpong/lilin, berkumur c. Latihan makan dengan mengunyah di sisi yang lemah d. Gunakan kacamata untuk melindungi mata Farmakologis :

o Prednisone 60 mg PO selama 3 hari 4. Prognosis: Ad vitam bonam, Ad functionam bonam, Ad sanationam dubia ad bonam.

23

DAFTAR PUSTAKA 1. Sidharta Priguna, M. D., Ph. D. Neurologi Klinik Dalam Praktek Umum, cetakan kelima, PT. Dian Rakyat, Jakarta, 2005,403. 2. Djamil Y, A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.2003. p 297-300 3. Campbell WW, editor. The Facial Nerve. DeJongs The Neurologic Examination. 6th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 1992. p 208-211. 4. Ropper AH, Brown RH, editors. The Seventh, or Facial Nerve. Adams and Victors Principles of Neurology. 8th ed. New York: MacGraw-Hill; 2003. p 1180-1182. 5. Monnell K. Bells palsy. [online]. 2006. [cited 23 jan 2008]. Available from: URL:www.eMedicine.com 6. Holland J, Weiner M. Recent developments in bells palsy.[online]. 4 sept 2004. [cited 24 jan 2008]. Available from: URL:www.BMJ.com 7. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon, RP, editors. Mononeuropathy Simplex. A Lange Medical Book Clinical Neurology. 3th ed. USA: Appleton & Lange; 1993. p 171. 8. Shmorgun D, Chan W, Ray J. Association between bells palsy in pregnancy and preeclampsia. [online]. 6 maret 2002. [cited 25 jan 2008]. Vol:95:359-362. available from: URL: http://qjmed.oxfordjournals.org/cgi/reprint/95/6/359 9. Sweatervest S. Bells palsy: A life changing year. [online]. Jan 2004. [cited 25 jan 2008]. Available from: URL: http://www.eccw.com/magazine/2004-01sweatervestarticle.php 10. Saraf Otak. Dalam: Prof. DR.dr.SM. Lumbantobing, ed. Neurologi klinik, pemeriksaan Fisik dan Mental; Jakarta: FK-UI.2004. p 55-57. 11.Patofisiologi nervus fasialis. Dalam: Prof.DR.Mahar Mardjono, Prof.DR. Priguna Sidharta, eds. Neurologi klinis dasar; Jakarta: PT. Dian Rakyat. 2003. p 161-162 12. Bells Palsy. In : Gerald M. Fenichel, eds. Clinical Pediatric Neurology, A sign and symptoms Approach 5th ed. United States. Elseivers saunders.2005. p 335-336 24

13. Banati R. Neuropathological imaging: in vivo detection of glial activation as a measure of disease and adaptive change in the brain. [online]. 2003. [cited 26 jan 2008]. Vol:65:121-131. Available from: URL: http://bmb.oxfordjournals.org/cgi/content/full/65/1/121 14. Weiner HL, Levitt LP. Ataksia. Wita JS, editor. Buku Saku Neurologi. Ed 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. p 174 15. Samuel. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Bells Palsy Kiri Dengan Modalitas Electrical Stimulation dan Massage. Semarang: Akademi Fisioterapi Widya Husada. 2012.

25

Вам также может понравиться

  • Psikologi Sosial
    Psikologi Sosial
    Документ8 страниц
    Psikologi Sosial
    Khoirun Mukhsinin Putra
    Оценок пока нет
  • F 10 - F 19
    F 10 - F 19
    Документ18 страниц
    F 10 - F 19
    Khoirun Mukhsinin Putra
    Оценок пока нет
  • Khoirun M. Putra 109103000053
    Khoirun M. Putra 109103000053
    Документ16 страниц
    Khoirun M. Putra 109103000053
    Khoirun Mukhsinin Putra
    Оценок пока нет
  • PEMBEKAPAN
    PEMBEKAPAN
    Документ21 страница
    PEMBEKAPAN
    Herdhika Ayu Kusumasari
    Оценок пока нет
  • DAFTAR KOS
    DAFTAR KOS
    Документ5 страниц
    DAFTAR KOS
    Dimas Bayu Pradipta
    Оценок пока нет
  • Tamba Han
    Tamba Han
    Документ2 страницы
    Tamba Han
    Khoirun Mukhsinin Putra
    Оценок пока нет
  • Manual - Reg Nusantara Sehat
    Manual - Reg Nusantara Sehat
    Документ9 страниц
    Manual - Reg Nusantara Sehat
    pupu saepu
    Оценок пока нет
  • REFERAT Noise Induced Hearing Loss
    REFERAT Noise Induced Hearing Loss
    Документ23 страницы
    REFERAT Noise Induced Hearing Loss
    lazargport
    50% (2)
  • 980
    980
    Документ14 страниц
    980
    Khoirun Mukhsinin Putra
    Оценок пока нет
  • Optik
    Optik
    Документ8 страниц
    Optik
    Tikka Rujianugroho
    Оценок пока нет
  • Gangguan Pendengaran Akibat Bising
    Gangguan Pendengaran Akibat Bising
    Документ11 страниц
    Gangguan Pendengaran Akibat Bising
    Ahmad Farozi
    Оценок пока нет
  • DAFTAR KOS
    DAFTAR KOS
    Документ5 страниц
    DAFTAR KOS
    Dimas Bayu Pradipta
    Оценок пока нет
  • Cover PDF
    Cover PDF
    Документ10 страниц
    Cover PDF
    Khoirun Mukhsinin Putra
    Оценок пока нет
  • 980
    980
    Документ14 страниц
    980
    Khoirun Mukhsinin Putra
    Оценок пока нет
  • Optik
    Optik
    Документ8 страниц
    Optik
    Tikka Rujianugroho
    Оценок пока нет
  • UKRIDA Kandidiasis
    UKRIDA Kandidiasis
    Документ17 страниц
    UKRIDA Kandidiasis
    nana_slashies
    100% (1)
  • Gangguan Bipolar PDF
    Gangguan Bipolar PDF
    Документ7 страниц
    Gangguan Bipolar PDF
    Putu Ratih Wijayanthi
    Оценок пока нет
  • Darah
    Darah
    Документ11 страниц
    Darah
    Khoirun Mukhsinin Putra
    Оценок пока нет
  • UKRIDA Kandidiasis
    UKRIDA Kandidiasis
    Документ17 страниц
    UKRIDA Kandidiasis
    nana_slashies
    100% (1)
  • Presentasi Kasus Dermatitis Numularis Fix
    Presentasi Kasus Dermatitis Numularis Fix
    Документ44 страницы
    Presentasi Kasus Dermatitis Numularis Fix
    reyza_h
    Оценок пока нет
  • PRESKAS Toyib
    PRESKAS Toyib
    Документ51 страница
    PRESKAS Toyib
    Khoirun Mukhsinin Putra
    Оценок пока нет
  • Penyebab Gangguan Jiwa
    Penyebab Gangguan Jiwa
    Документ34 страницы
    Penyebab Gangguan Jiwa
    Sandy Canizares
    Оценок пока нет
  • Gejala Dan Penatalaksanaan Stroke
    Gejala Dan Penatalaksanaan Stroke
    Документ3 страницы
    Gejala Dan Penatalaksanaan Stroke
    mrezasyahli
    Оценок пока нет
  • Mukos
    Mukos
    Документ20 страниц
    Mukos
    Khoirun Mukhsinin Putra
    Оценок пока нет
  • Pharmaceutical Care Penyakit Artritis
    Pharmaceutical Care Penyakit Artritis
    Документ82 страницы
    Pharmaceutical Care Penyakit Artritis
    Niya Eka Permana
    0% (1)
  • Nyeri Kepala
    Nyeri Kepala
    Документ6 страниц
    Nyeri Kepala
    Kamariah Mohamed
    50% (2)
  • Illness Script Kasus THT
    Illness Script Kasus THT
    Документ1 страница
    Illness Script Kasus THT
    Khoirun Mukhsinin Putra
    Оценок пока нет
  • Contoh Lapkas Stroke Hemoragik Lapkas - Bukit Hutabarat
    Contoh Lapkas Stroke Hemoragik Lapkas - Bukit Hutabarat
    Документ60 страниц
    Contoh Lapkas Stroke Hemoragik Lapkas - Bukit Hutabarat
    Janice Muliadi
    Оценок пока нет
  • Aspek Anemia Penyakit Kronik Pada Lansia
    Aspek Anemia Penyakit Kronik Pada Lansia
    Документ27 страниц
    Aspek Anemia Penyakit Kronik Pada Lansia
    aya405
    Оценок пока нет