Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DEMOGRAFI
Penduduk Indonesia selama kurun waktu 40 tahun sejak tahun 1970 telah mengalami perubahan struktur. Seiring dengan membaiknya kondisi kesehatan, struktur umur penduduk Indonesia juga mengalami peningkatan sebagai dampak meningkatnya angka harapan hidup. Hal ini mempengaruhi jumlah dan persentase penduduk lanjut usia yang terus meningkat
Berdasarkan kelompok umur, persentase penduduk lansia relatif kecil dibandingkan dengan penduduk usia dibawah 15 tahun (29,06 %), penduduk usia 15-35 tahun (34,53 %), maupun penduduk dewasa usia 36-59 tahun (28,04 %), penduduk lansia mencapai 19,32 juta (8,37 %) dari keseluruhan penduduk. (Komnas Lansia;2010) Meskipun persentasenya relatif kecil dibandingkan kelompok umur lainnya, namun secara umum jumlah penduduk lansia mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), pada 2050 akan terjadi perubahan struktur umur yang akan didominasi oleh mereka yang berusia 60 tahun ke atas. Indonesia saat ini berada dalam transisi demografi dengan persentase kaum lansia diproyeksikan menjadi 11,34% pada 2020 mendatang Dengan jumlah lansia sekarang telah mencapai 15 juta lebih penduduk, ia memperkirakan, persentase kenaikannya pada 20 tahun lagi menjadi makin besar dibanding negara lain.
Prof R Boedho Darmojo mengutip data demografi penduduk internasional yang dikeluarkan Bureau of the Cencus, 1993, bahwa Indonesia pada 1990-2025 mengalami peningkatan jumlah lansia sebesar 414%. ''Suatu angka yang paling tinggi di seluruh dunia, bandingkan dengan yang terjadi di negara Kenya sebanyak 347%, Brasil 255%, India 242%, China 220%, Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33%.
Suatu wilayah disebut berstruktur tua jika persentase lanjut usianya lebih dari 7 persen : Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur. (Komnas Lansia;2010)
Piramida penduduk Indonesia berubah bentuk dengan basis lebar (fertilitas tinggi) menjadi piramida berbentuk bawang yang menunjukan rendahnya fertilitas dan mortalitas. Perubahan struktur ini juga akan mempengaruhi rasio ketergantungan (Dependency Ratio). Dengan demikian lapisan kaum lansia dalam struktur demografi Indonesia menjadi makin tebal, dan sebaliknya kaum muda menjadi relatif lebih sedikit. Dengan kata lain, timbul regenerasi yang bisa membawa akibat negatif
Tahapan regenerasi
Tahap I Timbul kesenjangan antar generasi (generation gap), karena kaum muda secara lebih dinamis mengikuti kemajuan teknologi canggih, sedangkan kaum lansia acuh, tetap tertinggal dan membiarkan kaum muda berjalan terus. Keadaan ini belum berbahaya. Tahap II Karena makin tebalnya lapisan lansia dan makin meningkatnya tingkat kesehatan,mereka pun masih mampu mengimbangi kaum muda dan menghendaki tetap pada jabatannya, sehingga tidak mau digeser. Pada saat inilah timbul tekanan pada generasi muda (generation pressure) yang lebih berbahaya dari keadaan tahap I. Tahapan Indonesia saat ini adalah tahap I dan mulai memasuki tahap II dengan timbulnya isu peningkatan usia pensiun. Tahap III Adalah yang paling berbahaya, ditandai dengan timbulnya konflik anyar generasi (generation conflict). Dalam keadaan ini para lansia yang jumlahnya makin banyak merasa makin kuat dan terus-menerus menekan generasi di bawahnya, sedangkan generasi muda bereaksi dan melawan tekanan-tekanan tersebut sehingga timbul konflik yang berkepanjangan dan sulit diatasi dengan segera.
Karena usia harapan hidup perempuan lebih panjang dibandingkan laki-laki, maka jumlah penduduk lanjut usia perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki (11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa). Oleh karena itu, permasalahan lanjut usia secara umum di Indonesia, sebenarnya tidak lain adalah permasalahan yang lebih didominasi oleh perempuan
Permasalahan umum
Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan Makin melemahnya nilai kekerabatan sehinggan anggota keluaraga yang lanjut usia kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati. Lahirnya kelompok masyarakat industry Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia
Masalah globalisasi akan menuntut perkembangan keluarga yang tadinya berintikan nilai tradisional / keluarga guyub beralih dan cenderung berkembang menjadi keluarga individual / patembayan. Norma masyarakat juga akan bergeser dan mengarah pada kehidupan yang egosentris. Masalah gender akan berkembang menjadi topik besar, karena jumlah lansia wanita akan melebihi jumlah prianya (karena umur harapan hidup wanita memang lebih tinggi), sedangkan kelompok wanita tua lebih bercirikan kekurangmampuan/ kemiskinan, kurangnya ketrampilan yang dimiliki dibandingkan dengan kelompok pria dan ketidakberdayaan. Di lain pihak, kelompok yang melayani lansia umumnya terdiri dari para wanita. Terbatasnya aksebilitas lansia sehingga mobilitas menjadi sangat terbatas.
Terbatasnya hubungan dan komunikasi lanjut usia dan lingkungannya dan penurunan kesempatan dan produktivitas kerja. Terbatasnya kemampuan dalam memanfaatkan dan mendayagunakan sumber-sumber yang ada. Terberantasnya penyakit infeksi yang disebabkan kuman dan parasit, Berkembangnya ilmu kesehatan lingkungan serta keberhasilan program keluarga berencana menyebabkan meningkatnya angka harapan hidup dan tentunya dibarengi konsekuensi lainnya yang lebih kompleks. Perkembangan ilmu kesehatan yang berkaitan dengan lansia juga tumbuh lebih cepat, karena penyakit lanjut usia memiliki karakteristik tertentu yang jarang didapatkan pada masa anak dan dewasa muda.
Morbiditas
Fungsi tubuh dirasakan menurun: Penglihatan (76,24 %), Daya ingat (69,39 %), Sexual (58,04%), Kelenturan (53,23 %). Masalah kesehatan yang sering muncul : Sakit tulang (69,39 %), Sakit kepala (51,15 %), Daya ingat menurun (38,51 %), Selera makan menurun (30,08 %), Mual/perut perih (26,66 %), Sulit tidur (24,88 %) dan sesak nafas (21,28 %).
Morbiditas
Angka kesakitan (morbidity rates) lansia adalah proporsi penduduk lansia yang mengalami masalah kesehatan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari selama satu bulan terakhir. Separuh lebih lansia (54,57 persen) mengalami keluhan kesehatan sebulan terakhir. Persentase penduduk lansia laki-laki yang mengalami keluhan kesehatan sebulan terakhir sebesar 54,67 persen dan lansia perempuan 54,49 persen
Angka kesakitan penduduk lansia tahun 2009 sebesar 30,46 persen, artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat sekitar 30 orang diantaranya mengalami sakit. Angka kesakitan penduduk lansia perkotaan (27,20 persen) lebih rendah dibandingkan lansia perdesaan (32,96 persen).
Jenis keluhan lainnya diantaranya keluhan yang merupakan efek dari penyakit kronis seperti asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah, dan diabetes. Kemudian jenis keluhan yang juga banyak dialami lansia adalah batuk (20,53 persen), pilek (14,64 persen), dan panas (11,42 persen).
Azas
Menurut WHO (1991) adalah to Add life to the Years that Have Been Added to life, dengan prinsip kemerdekaan (independence), partisipasi (participation), perawatan (care), pemenuhan diri (self fulfillment), dan kehormatan (dignity). Azas yang dianut oleh Departemen Kesehatan RI adalah Add life to the Years, Add Health to Life, and Add Years to Life, yaitu meningkatkan mutu kehidupan lanjut usia, meningkatkan kesehatan, dan memperpanjang usia
Prinsip
1. Prinsip holistik Seorang penderita lanjut usia harus dipandang sebagai manusia seutuhnya (lingkungan psikologik dan sosial ekonomi). Sifat holistik mengandung artian baik secara vertikal ataupun horizontal. Secara vertikal dalam arti pemberian pelayanan di masyarakat sampai ke pelayanan rujukan tertinggi, yaitu rumah sakit yang mempunyai pelayanan subspesialis geriatri. Holistik secara horizontal berarti bahwa pelayanan kesehatan harus merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan lansia secara menyeluruh. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan harus bekerja secara lintas sektoral dengan dinas/ lembaga terkait di bidang kesejahteraan, misalnya agama, pendidikan, dan kebudayaan, serta dinas sosial Pelayanan holistik juga berarti bahwa pelayanan harus mencakup aspek pencegahan (preventif), promotif, penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif).
WHO menganjurkan agar diagnosis penyakit pada Lansia harus meliputi 4 tingkatan penyakit : 1. Disease (penyakit), yaitu diagnosis penyakit pada penderita, misalnya penyakit jantung iskemik. 2. Impairment (kerusakan/ gangguan), yaitu adanya gangguan atau kerusakan dari organ akibat penyakit, missal pada MCI akut ataupun kronis. 3. Disability (ketidakmampuan), yaitu akibat obyektif pada kemampuan fungsional dari organ atau dari individu tersebut. Pada kasus di atas misalnya terjadi decompensasi jantung. 4. Handicap (hambatan), yaitu akibat sosial dari penyakit. Pada kasus tersebut di atas adalah ketidakmampuan penderita untuk melakukan aktivitas sosial, baik di rumah maupun di lingkungan sosialnya.
2. Tatakerja dan tatalaksana secara TIM Tim geriatrik merupakan bentuk kerjasama multidisipliner yang bekerja secara interdisipliner dalam mencapai tujuan pelayanan geriatrik yang dilaksanakan. Berbagai disiplin ilmu kesehatan yang secara bersama-sama melakukan penanganan pada penderita lanjut usia. Komponen utama tim geriatrik terdiri dari dokter, pekerja sosio medik, dan perawat
Pendekatan
Menikmati hasil pembangunan (sharing the benefits of social development) Masing-masing lansia mempunyai keunikan (individuality of aging persons) Lansia diusahakan mandiri dalam berbagai hal (nondependence) Lansia turut memilih kebijakan (choice) Memberikan perawatan di rumah (home care) Pelayanan harus dicapai dengan mudah (accessibility) Mendorong ikatan akrab antar kelompok/ antar generasi (engaging the aging) Transportasi dan utilitas bangunan yang sesuai dengan lansia (mobility) Para lansia dapat terus berguna dalam menghasilkan karya (productivity) Lansia beserta keluarga aktif memelihara kesehatan lansia (self help care and family care) (WHO)
2. Pelayanan Tingkat Dasar Pelayanan diselenggarakan oleh berbagai instansi dan swasta serta organisasi masyarakat, organisasi profesi dan yayasan seperti: praktek dokter, praktek dokter gigi, balai pengobatan dan klinik, Puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat, Panti Tresna Werdha, Pusat Pelayanan dan Perawatan Lanjut Usia.
3. Pelayanan Rujukan Tingkat I dan Tingkat II Pelayanan yang diberikan dapat bersifat sederhana, sedang, lengkap, dan paripurna : Rumah sakit yang memiliki : Poliklinik Geriatri / Gerontologi, unit rehabilitasi, ruang rawat, laboratorium, Day Hospital, Unit Gawat Darurat, Instalasi Gawat Darurat, Bangsal Akut. Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Khusus (lainnya) Hospitium : Melalui pelayanan kesehatan yang dikerjakan terpadu dengan pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, ketenagakerjaan, hukum dan bidang-bidang lainnya, diharapkan angka kesakitan (morbiditas), angka kematian (mortalitas) serta permasalahan lanjut usia semakin menurun
1. Promosi kesehatan
BAHAGIA (Slamet Suyono :RSCM, 1997)
Berat badan berlebihan agar dihindari dan dikurangi
Aturlah makanan hingga seimbang Hindari faktor risiko penyakit degeneratif Agar terus berguna dengan mempunyai hobi yang bermanfaat Gerak badan teratur agar terus dilakukan
Iman dan takwa tingkatkan, hindari dan tangkal situasi yang menegangkan Awasi kesehatan dengan memeriksakan badan secara periodik
DEPKES 1. Perkuat ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa untuk mengendalikan stress 2. Periksakan kesehatan secara berkala 3. Makan dan minum : kurangi gula, lemak, dan garam, perbanyak buah, sayur, susu tanpa lemak dan ikan, hindari alkohol,berhenti merokok, Perbanyak minum air putih 6-8 gelas per hari atau sesuai anjuran petugas kesehatan 4. Kegiatan fisik dan psikososial : pertahankan berat badan normal, lakukan kegiatan fisik sesuai kemampuan, lakukan latihan kesegaran jasmani sesuai kemampuan seperti jalan kaki, senam, berenang, dan bersepeda tingkatkan silaturahmi, sempatkan rekreasi dan salurkan hobi secara teratur dan bergairah, gunakan obat-obatan atas saran petugas kesehatan, pertahankan hubungan harmonis dalam keluarga tetap melakukan kegiatan seksual dengan pasangan hidup
a. Upaya pencegahan primer (Primary prevention). Ditujukan kepada Lansia yang sehat, mempunyai risiko akan tetapi belum menderita penyakit. Dapat digolongkan pada upaya peningkatan b. Upaya pencegahan sekunder (Secondary prevention) Ditujukan kepada penderita tnpa gejala, yang mengidap faktor risiko. Upaya ini dilakukan sejak awal penyakit hingga awal timbulnya gejala atau keluhan. Menurut DepKes RI 1998, keluhan yang perlu diwaspadai : - cepat lelah - nyeri pinggang - nyeri dada - nyeri sendi - sesak napas - gangguan gerak - berdebar-debar - kaki bengkak - sulit tidur - kesemutan - batuk - sering haus - gangguan penglihatan - gangguan BAB/ BAK - gangguan pendengaran - benjolan tidak normal / daging - gangguan mulut tumbuh - nafsu makan meningkat atau menurun - keluarnya darah atau cairan melalui vagina secara terus-menerus
c. Upaya pencegahan tersier (Tertiary prevention) Ditujukan kepada penderita penyakit dan penderita cacat, yang telah memperlihatkan gejala penyakit Tahap I : Ketika Lansia dirawat di RS Tahap II : Ketika Lansia pada masa rehabilitasi atau rawat jalan. Tahap III : Ketika Lansia pada saat pemeliharaan jangka panjang
2. Pelayanan Kesehatan Lansia di Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based Community Geriatric Service) Pada layanan tingkat ini, rumah sakit setempat yang telah melakukan layanan geriatri bertugas membina Lansia yang berada di wilayahnya, baik secara langsung atau tidak langsung melalui pembinaan pada Puskesmas yang berada di wilayah kerjanya. Transfer of Knowledge berupa lokakarya, symposium, ceramah-ceramah, baik kepada tenaga kesehatan ataupun kepada awam perlu dilaksanakan. Di lain pihak, rumah sakit harus selalu bersedia bertindak sebagai rujukan dari layanan kesehatan yang ada di masyarakat
3.
Layanan Kesehatan Lansia Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based Geriatric Service) Pada layanan ini rumah sakit, tergantung dari jenis layanan yang ada, menyediakan berbagai layanan bagi para Lansia, sampai pada layanan yang lebih maju, misalnya bangsal akut, klinik siang terpadu (day hospital), bangsal kronis, dan atau panti rawat wredha (nursing homes). Di samping itu, rumah sakit jiwa juga menyediakan layanan kesehatan jiwa bagi Lansia sengan pola yang sama. Pada tingkat ini, sebaiknya dilaksanakan suatu layanan terkait (con-joint care) antara unit geriatri rumah sakit umum dengan unit psikogeriatri suatu rumah sakit jiwa, terutama untuk menangani penderita penyakit fisik dengan komponen gangguan psikis berat dan sebaliknya.
Kesimpulan
Karena jumlah Lansia dari hari ke hari makin meningkat dengan cepat, dan hal ini dapat menimbulkan permasalahan yang akan mempengaruhi kelompok penduduk lain, maka aspek demografi dari kelompok Lansia ini penting diketahui dan dipahami, sehingga dapat diambil langkah antisipasi untuk mengatasi permasalahan yang dapat timbul tadi. Dengan kemajuan teknologi dan umur manusia yang makin panjang, maka terjadi pergeseran sebab-sebab kematian, dari penyakit infeksi kearah penyakit degeneratif. Hal ini tentu memerlukan pendekatan yang berbeda di bidang kesehatan.
Peranan prevensi/ pencegahan semakin besar, karena jika dilakukan secara cermat dan terus menerus akan memberikan hasil yang lebih baik dengan biaya yang lebih murah. Maksud dari prevensi sendiri adalah menghindarkan sejauh mungkin penyakit-penyakit yang dapat timbul dan mengusahakan agar fungsi tubuh selama mungkin dapat dipertahankan Karena alasan-alasan di atas, prinsip pelayanan kesehatan pada Lansia adalah holistik dan bekerja di dalam tim. Sedangkan pelaksanaannya sendiri melibatkan masyarakat juga Rumah Sakit dan berada dalam tingkatan-tingkatan. Pelayanannya sendiri dikelompokkan menjadi 5, promosi, prevensi, diagnosis dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, dan rehabilitasi. Sebagai pelengkap adalah pelayanan sosial
44