Вы находитесь на странице: 1из 197

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi

Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB I PENDAHULUAN

II.1. Dasar Teori A. Sifat Optik Mineral Pengenalan mineral yang terdapat pada batuan umumnya di lakukan dengan pertolongan mikroskop polarisasi. Mikroskop demikian berbeda dengan mikroskop yang di pakai dalam pengeledikan biologi. Cahaya yang di pakai di polarisasi,yaituh cahaya yang bergetar dalam sebuah bidang saja. Jenis cahaya yang demikian didapat dengan memakai dua prisma polarisasi atau polarisator. Benda-benda ini berguna untuk mengdapat cahaya polarisasi yang lurus. Preparat yang akan di selidiki itu diatur di antara polarisasi (bawah) dan analisator (atas) Batuan yang akan di selediki itu sebelom diasam menjadi tipis, di retakan dengan Balsam Kanada pada sebuah kaca tipis. Batuan yang telah di retak pada kaca ini kemudian di tipiskan hingga mencapai ketebalan kurang lebih 0.03 mm. untuk mencegah agar batuan yang telah di tipiskan tidak rusak maka di tutup dengan kaca penutup.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 1

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

B. Sifat-sifat fisik Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur, komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat dideskripsi secara megaskopis di lapangan. Contoh batuan-batuan tersebut adalah: 1. 2. Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal gunungapi Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping, batupasir, napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain 3. Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain

Jadi mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang berfungsi untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan pengamatan secara optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop polarisasi. Beberapa sifat yang pentig yalah warna,kilap,bentuk,kekerasan,belahan,berat jenis dan sebagainya. Tidak semua sifat ini diperlukan untuk mengenal mieral tersebut,tetapi dua atau tiga dari sifat tersebut yang dikombinasikan telah cukup, disamping determinasi masih secara optikal. C. Pengenalan mineral Yang di maksud dengan mineral adalah sebagian besar zat hablur (Kristal) yang ada dalam kerak bumi yang bersifta homogeny,berupa fisik maupun kimiawi.mineral

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 2

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

itu merupakan persenyawaan anorganik asli serta mempunyai susunan kimia yang tetap. Yang di maksud dengan persenyawaan kimia (anorganik) asli yaituh bawah mineral itu hanya terbentuk di alam, karena banyak zat yang mempunyai sifat yang sama dengan mineral dapat dibuat di laboratorium. Jadi mineral inilah yang merupakan bagian-bagian pada batuan, denga kata lain,batuan adalah kumpulan mineral atau mineral adalah bahan yang membentuk batuan. Pengenalan atau determinasi mineral dapat didasarkankan atas berbagai sifat dari mineral tersebut,antara lain sifat-sifat fisik,bentuk Kristal dan sifat-sifat optic. II.2. Pengenalan alat a. Alat dan Bahan Lapangan 1. Palu sampel Palu Batuan Beku Palu Batuan Sedimen 2. Kompas Geologi 3. GPS 4. Peta geologi 5. Plastik Sampel, dll b. Peralatan yang digunakan di laboratorium Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur, komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat dideskripsi secara megaskopis di lapangan. Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 3

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Contoh batuan-batuan tersebut adalah: Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal gunungapi Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping, batupasir, napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain Jadi mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang berfungsi untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan pengamatan secara optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop polarisasi. Hal itu berhubungan dengan teknik pembacaan data yang dilakukan melalui lensa yang mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil polarisasi obyek selanjutnya dikirim melalui lensa obyektif dan lensa okuler ke mata (pengamat). Ada beberapa jenis mikroskop polarisasi, yaitu mikroskop terpolarisasi binokuler (Gambar I.1.a) dan trilokuler (Gambar I.1.b), baik non-digital maupun yang digital (Gambar I.2-3).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 4

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 1.1. Kiri: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi binokuler secara garis besar (sumber ZEISS, 1961). Kanan: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi trilokuler secara garis besar (sumber ZEISS, 1961).

Lampu terpisah dari mikroskup. Sinar lampu dipantulkan melalui cermin (mirror) lalu dilanjutkan ke lensa polarizer. Sinar menembus obyek yang diletakkan di atas meja obyektif. Sinar membawa data dari obyek (sayatan tipis) dikirimkan ke lensa obyektif, ditangkap oleh okuler dan diterima mata.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 5

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 1.2. Mikroskup digital dengan layar video; data pengamatan sayatan tipis dikirim ke layar LCD dan dapat disimpan di dalam hard disk.

Gambar 1.3. Mikroskup polarisasi binokuler digital dengan layar video yang lain (kiri) dan mikroskup polarisasi standar yang kini tersimpan di laboratorium Geologi ISTA (kanan). 1. Bagian-Bagian dari Mikroskup Polarisasi Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 6

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

a) Lensa Ocular (eye piece; Gambar 1. 4) Yaitu lensa dengan perbesaran yang biasanya mencapai 10x. Lensa ini berhubungan langsung dengan mata saat mengamati sayatan tipis batuan di bawah mikroskup. Dalam lansa ini terdapat benangsilang yang dapat membantu menentukan posisi utara-selatan (U-S) dan timur-barat (T-B). Benang silang juga sering digunakan untuk mengetahui sudut pemadaman suatu mineral, apakah miring atau tegak lurus. Perbesaran dari obyek sayatan tipis di atas meja obyektif (gambar samping) dihasilkan dari perbesaran okuler dan lensa obyektif (gambar bawah). Contoh: jika sayatan tipis dilihat dengan menggunakan lensa obyektif dengan perbesaran tertulis 4X, dan okuler 10X, maka memiliki perbesaran total 40X.

Gambar 1. 4. Lensa okuler dan lensa obyektif yang terdapat dalam mikroskop polarisasi. b) Prisma Nikol (Gambar 1. 5)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 7

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jika polarizer dipindahkan dari mikroskop dan sinar direfleksikan dari permukaan ke bidang horizontal, maka bidang terpolarisasi menjadi gelap jika diputar ke kanan. Biotit yang disayat memotong belahannya memiliki absorpsi terbaik jika bidang belahan sejajar dengan bidang vibrasi terpolarisasi. Pada posisi ini mineral menjadi gelap maksimum. Vibrasi gelapan juga dijumpai pada mineral Tourmaline yang diputar ke kanan dari sumbu C. Kedudukan normal dari vibrasi sinar yang melalui prisma (sinar ekstra-ordinary) dijumpai maksimum pada kanada balsam. Prisma nikol digunakan untuk melakukan pengamatan pada posisi nikol silang (Gambar 1.5)

Gambar 1. 5. Penggunaan Prisma Nikol untuk Pengamatan Nikol Silang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 8

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 1. 6. Prisma nikol, lensa obyektif dan lensa okuler pada mikroskup polarisasi.

c) Lensa lampu konvergen Mikroskop dioperasikan pada sinar lampu yang searah dengan tube dan obyek Lensa konvergen menangkap sinar tersebut secara maksimal dan melanjutkannya melalui tube ke lensa polarizer Sinar tersebut membawa data dari obyek yang selanjutnya dikirimkan ke lensa obyektif dan ditangkap oleh lensa okuler

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 9

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Yaitu dengan menaikkan nikol bagian bawah yang terletak di bawah meja obyektif, sehingga: Permukaan polarizer dapat menyentuh gelas preparat d) Meja obyektif (meja putar) Meja obyektif berbentuk melingkar atau kotak- kebanyakan bulat Meja ini terletak di atas polarizer dan di bawah lensa obyektif Merupakan tempat meletakkan sayatan tipis untuk diamati Pada meja dilengkapi dengan sekala besaran (mikrometer) yang melintang meja dan koordinat sumbu hingga 360O Bagian pusat meja harus satu garis dengan pusat optis dari tube. Centering dilakukan dengan memutar scroll (screws), centring 90o berada di bawah tube. Setelah posisinya centering, sayatan tipis diletakkan di atas meja obyektif, agar tidak bergeser-geser maka dapat dijepit dengan kedua penjepit. Meja obyektif dapat dinaik-turunkan sesuai dengan kebutuhan dan posisi sentringnya Kini, mikroskop modern telah dilengkapi monitor LCD

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 10

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

e) Benang Silang (Cross Hair) Benang silang (Gambar I.7) berada pada lensa okular, satu benang melintang ke kanan-kiri dan benang yang lain melintang ke atas dan ke bawah. Berfungsi untuk mengetahui kedudukan koordinat bidang sumbu mineral, atau sudut interfacial kristall. Meja obyektif harus berkedudukan centered dengan perpotongan benang silang, jika tidak centered maka benang silang tidak akan terlihat. Pembacaan akan dapat dilakukan jika salah satu sisi kristal sejajar dengan benang silang kanan-kiri, selanjutnya meja obyektif diputar sampai benang silang yang lain sejajar dengan arah lain dari meja obyektif tetapi berlawanan dengan center-nya.

Benang silang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 11

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 1. 7. Benang silang yang terdapat pada lensa okuler dalam mikroskup polarisasi. f) Cermin Pantul (The Mirror) Cermin pantul berfungsi untuk mengirimkan sinar dari lampu ke sumber obyek Berbentuk bidang datar pada sisi belakang dan cekung pada sisi depan Pembentuk yang pertama digunakan untuk perbesaran rendah, sedangkan yang terakhir untuk perbesaran yang lebih tinggi. Cermin ini berfungsi mengumpulkan sinar lampu dengan aperture yang menyudut pada sekitar 40o. Untuk perbesaran yang lebih besar dan dengan menggunakan sinar konvergen, maka menggunakan sinar konvergen Penggunaan cermin terutama untuk efisinsi penggunaan mikroskop. Ketika menggunakan sinar datang yang sejajar sebagai ordinary daylight, maka sinar tersebut direfleksikan dari cermin dengan intensitas yang rendah, yang datang bersamaan dengan focal point. Jika sumber sinar dekat dengan instrument, focal-length-nya besar, dan sebaliknya g) Lensa Obyektif Diklasifikaskan berdasarkan nilai perbesarannya.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 12

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Untuk obyektif yang memiliki power rendah, maka focal length-nya di atas 13 mm dan perbesarannya kurang dari 15 x; untuk power menengah focal length antara 12- 5 mm dan perbesarannya 40 x; dan power tinggi focal length kurang dari 4,5 mm dan perbesarannya mencapai 40 x. Lensa obyektif yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 dan 7 mm Dalam satu sayatan tipis sering terdiri atas suatu seri bidang yang saling menumpang, dan hanya salah satunya saja yang dapat diamati. Dalam lens obyektif low-power, dapat dilihat obyek yang menumpang bidang yang berbeda lainnya, tetapi dengan lensa high-power hal itu tidak mungkin dilakukan. Tingkat kecerahan (brightness) dari image akan meningkat jika hitungan aperturenya dapat diketahui dalam luasan pesegi. h) Resolving Power Bagian dari mikroskop yang berfungsi untuk pengaturan ketelitian alat. Dengan meningkatkan resolving power untuk mempertajam obyek

pengamatan maka dapat mengurangi masa pemakaian alat. Dalam praktik petrografis, dibutuhkan ketelitian maksimal sehingga sifat terkecil pun terdeteksi. Mata hanya mampu membedakan 250 garis dalam 1 inci Ketika dua titik berpindah dari posisi 6.876x dari mata, maka yang terlihat hanya satu titik. Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 13

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Dengan bantuan resolving power dan okuler, mata mampu membedakan pleurosigma angulatum sebanyak 50.000 garis .

i) Lensa Bertrand (Keping Gipsum) Berada pada center dari microscope di atas analyzer yang melintas masuk / keluar tube Digunakan sebagai mikroskop kecil bersama-sama dengan okuler untuk memperbesar gambaran interference Terutama digunakan untuk mengetahui warna birefringence, sehingga dapat diketahui ketebalan sayatannya Pada penggunaan alat ini, juga dilengkapi dengan tabel warna interference (Gamba1. 1)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 14

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tabel 1. 1. warna interference yang digunakan bersama-sama dengan keping gips untuk mengetahui warna birefringence. j) Lensa Ocular Disebut juga dengan lensa okuler Huygens Terdiri dari dua lensa simple plane-convex Terletak berhadapan langsung dengan mata. Lensa bagian atas berupa lensa mata dan lensa bagian bawah berfungsi untuk mengumpulkan data. Focal length dari lensa mata adalah 1/3-nya dari lensa pengumpul (field length). Sinar sinar ini yang menyebabkan kelelahan pada mata saat pengamatan. Pada okuler juga dijumpai benang silang, berbentuk jaring laba-laba dan mengikatkan tali tersebut pada perutnya. Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 15

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

k) Mikrometer 1. Berfungsi untuk mengukur jarak dalam sekala yang sempit, contoh: diameter mineral. 2. Terletak di atas meja obyektif. 3. Pada pembacaan langsung dalam meja obyektif, sekala dalam ratusan mm. 4. Jadi, dalam suatu pengamatan sayatan tipis dapat diketahui seberapa ratus mm dalam suatu divisi kristal. 5. Agar familier dalam penggunaannya, siswa dapat membuat sendiri mikrometer tersebut

l) Adjustment Screws Adjustment screw berfungsi untuk mengatur (bagian dalam 2) dan menghaluskannya (bagian luar 1) kefokusan lensa okuler dan obyektif Metodenya yaitu dengan memutar ke kanan untuk memperbesar dan ke kiri untuk memperkecil. Terletak pada gagang mikroskop (tube) Akurasi kerja Adjustment screw mencapai 0,001 mm.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 16

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 1. 8. Adjustment screw, mikrometer dan prisma nikol

c. Penggunaan Mikroskup Polarisasi Pencahayaan mikroskop sangat baik jika berasal dari arah utara; jika tidak mampu dari timur. Jangan menggunakan sinar matahari langsung. Meja (bangku) harus kuat, dan pengamat harus nyaman menggunakannya. Mikroskop harus terletak tepat di depan pengamat, kedua tangan leluasa mengoperasikannya. Jangan menutup mata sebelah, mata yang tidak dipakai untuk mengamati dibiarkan terbuka, agar tidak jereng atau mudah lelah. Pencahayaan harus cukup mampu menerangi pengamatan paralel nikol dan silang nikol. Agar mata tidak sakit, praktikan disarankan memfokuskan pengamatan dengan menaikkan power, dari pada menurunkannya --- agar dapat menghindari kalau-kalau lensa menyentuh preparat dan memecahkannya. Tempatkan pandangan (mata) setinggi dengan okuler, perlambatkan dalam memutar screw jika jarak obyektif dan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 17

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

preparat sangat dekat. Lakukan pengamatan hanya jika obyek pengamatan benarbenar telah fokus. Tip Menggunakan Mikroskop Polarisasi

Pada mineral tak-berwarna (ct. kuarsa), sebaiknya mengurangi pencahayaannya, dan memperhatikan adanya rongga atau inklusi.

Rongga / inklusi memiliki kenampakan yang hampir sama Sebaiknya menjaga betul-betul agar lensa dan nikol dapat awet dan meningkat efisiensinya.

Jangan membiarkan lensa mikroskop terkena sinar matahari langsung dan / uap radiator.

Lensa harus dijaga agar terbebas dari debu. Lensa obyektif jangan sampai bersinggungan dengan cover glass, karena akan tergores. BAB II MINERAL OPTIK

II.1. Sifat Optis Mmineral Pada Pengamatan Nikol Sejajar Setiap mineral memiliki sistem kristalnya masing-masing: isometrik (sumbu a = sumbu b = sumbu c; < = < = <); rhombik (sumbu a sumbu b sumbu c; < < <); triklin; monoklin; tetragonal, heksagonal dan lain-lain. Setiap sistem kristal memiliki sumbu kristal, walaupun sudut yang dibentuk oleh masing-masing sumbu Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 18

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

kristal antara sistem kristal yang satu terhadap yang lain berbeda. Untuk itulah setiap mineral memiliki sifat optis tertentu, yang dapat diamati pada posisi sejajar atau diagonal terhadap sumbu panjangnya (sumbu c). Pengamatan mikroskopis yang dilakukan pada posisi sejajar sumbu panjang disebut pengamatan pada nikol sejajar. a. Relief Relief adalah sifat optis mineral atau batuan yang menunjukkan tingkat / besarnya pantulan yang diterima oleh mata (pengamat). Semakin besar sinar yang dipantulkan atau semakin kecil sinar yang dibiaskan oleh lensa polarisasi, maka makin rendah reliefnya, begitu pula sebaliknya. Jadi, relief mineral berhubungan erat dengan sifat indek biasnya; Ngelas < Nobyek. Relief kadang-kadang juga diimplikasikan oleh tebal-tipisnya sayatan. Sayatan yang telah memenuhi standarisasi, tentunya memiliki relief yang standar juga, sehingga besarnya tertentu. Relief mineral dapat digunakan untuk memisahkan antara batas tepi mineral yang satu dengan yang lain. Suatu batuan yang tersusun atas berbagai macam mineral yang berbeda, masing-masing mineral tersebut tentunya memiliki sifat optis yang berbeda pula. Jadi, kesemua itu akan membentuk relief; ada yang tinggi, sedang atau rendah (Gambar 1. 9 ). Pada prinsipnya; kaca / air / udara memiliki indeks bias sempurna, sehingga memantulkan seluruh sinar yang menembusnya. Namun, suatu mineral memiliki indeks bias yang lebih rendah dibandingkan kaca / air / udara, sehingga reliefnya lebih tinggi.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 19

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Bandingkan indeks bias yang dipantulkan oleh mineral dengan indeks bias yang dipantulkan oleh kanada balsam. Kanada balsam memantulkan seluruh sinar yang menembusnya. Mineral menyerap sebagian sinar dan memantulkannya sebagian. Makin tidak berwarna sinar yang dipantulkan makin besar, sehingga reliefnya makin rendah.

Gambar 1. 9. Sifat optis relief tinggi pada mineral olivin (atas) dan relief rendah (bawah) yang diamati pada posisi nikol sejajar b. Pleokroisme Yaitu sifat penyusupan mineral anisotropic dalam menyerap sinar mengikuti sistem kristalografinya. Ditunjukkan oleh beberapa kali perubahan warna kristal setelah diputar hingga 360O. Dapat diamati pada posisi terpolarisasi maupun nikol sejajar. Mineral uniaxial disebut dichroic: dua warna yang berbeda dari vibrasi sinar yang parallel terhadap sumbu vertikal dan sumbu dasar. Mineral biaksial: trichroic, 3

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 20

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

perubahan warna berhubungan dengan 3 sumbu elastisitas utama. Ct: horenblende pleokrois kuat dan piroksen tak-pleokrois

Gambar 1. 10. a: warna interferensi biotit sejajar sumbu C; Pleokroisme biotit berwarna coklat kekuningan Orde 1. b. pleokroismenya pada sudut putaran 90O ; Pleokroisme biotit berwarna coklat gelap Orde I c. Bentuk Kristal Bentuk kristal adalah bentuk suatu kristal mineral mengikuti pertumbuhan / tata aturan pertumbuhan kristal. Bentuk kristal yang ideal pasti mengikuti susunan atom dan pertumbuhan atom-atom tersebut, atau dapat pula mengikuti arah belahannya. Sebagian besar mineral yang terbentuk oleh proses pembekuan magma di luar, menunjukkan bentuk kristal yang tidak sempurna, karena pembekuannya / pengkristalisasiannya sangat cepat sehingga bentuknya kurang sempurna, begitu pula sebaliknya. Jadi, bentuk kristal dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui tingkat kristalisasi mineral secara umum. Namun, mineral yang berukuran besar bukan berarti tingkat kristalisasinya sempurna. Sebagai contoh adalah mineralmineral penyusun batuan gunung api yang terkristalisasi dengan cepat dapat tumbuh

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 21

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

membentuk mineral dalam diameter yang besar, tetapi bentuk kristalnya anhedral membentuk fenokris dalam batuan bertekstur porfiritik. Dalam pendeskripsiannya, bentuk kristal ditentukan dari orientasi tepian mineralnya. Bentuk kristal yang tidak beraturan pada seluruh sisinya disebut anhedral; jika sebagian sisi kristal yang tidak beraturan disebut subhedral; dan jika seluruh sisi kristal beraturan disebut euhedral (Gambar 2.1)

Gambar 2.1. Gambar atas: bentuk kristal subhedral pada piroksen dan anhedral pada horenblenda dan gambar bawah: bentuk kristal euhedral, subhedral dan anhedral pada mineral piroksen (HBL: horenblenda dan Px: piroksen). d. Bentuk mineral Bentuk mineral tidak harus sama dengan bentuk kristal. Bentuk mineral adalah bentuk secara fisik, seperti takteratur (irregular), memanjang, prismatik, fibrous, membulat dan lain-lain (Gambar II.4). bentuk-bentuk mineral tersebut tidak berhubungan dengan tingkat kristalisasinya. Bentuk mineral secara sempurna dapat mengikuti bentuk pertumbuhan kristalnya, namun tidak dapat digunakan sebagai parameter tingkat kristalisasi.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 22

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 2.2. bentuk-bentuk mineral blocky, irregular; gambar bawah: bentuk mineral euhedral

e. Belahan Belahan adalah sifat mineral yang berhubungan dengan sistem kristalnya juga. Pada umumnya, suatu mineral memiliki bentuk kristal dari suatu sistem kristal tertentu, sesuai dengan pertumbuhan kristalnya. Pertumbuhan kristal sendiri dibentuk / dibangun oleh susunan atom di dalamnya. Dengan demikian, sisi-sisi susunan atom-atom tersebut menjadi lebih lemah dibandingkan dengan ikatannya. Hal itu berpengaruh pada tingkat kerapuhannya. Saat mineral mengalami benturan / terdeformasi, maka pecahannya akan lebih mudah mengikuti arah belahannya.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 23

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Belahan lebih mudah diamati pada posisi nikol sejajar tetapi beberapa mineral juga dapat diamati pada posisi nikol silang. Tidak semua belahan mineral dapat diamati di bawah mikroskup, contoh: kuarsa dan olivin (Gambar II.5). Tetapi, sebenarnya keduanya memiliki pecahan yang jelas. Kuarsa, secara megaskopis memiliki pecahan konkoidal (seperti kaca) akibat bentuk kristalnya yang bipiramidal, namun di bawah mikroskup belahan konkoidal-bipiramidal sulit dapat diamati. Olivin kadang-kadang menunjukkan belahan dua arah miring, namun karena bentuknya yang membotol, jadi sulit diamati juga di bawah mikroskup.

Gambar 2. 3. a. Contoh mineral dengan susunan acak (belahan tidak jelas) atau tanpa belahan: olivin; b. Contoh mineral kuarsa tanpa belahan Belahan jelas 1 arah: kelompok mika Belahan jelas 2 arah: piroksen dan amfibol Mineral dengan sudut belahan 2 arah membentuk perpotongan dengan sudut 60/120: amfibol / horenblende (Gambar 2. 3a) dan mineral dengan sudut belahan dua arah membentuk sudut 90 piroksen (Gambar 2. 3b)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 24

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 2.4. a. Belahan jelas pada dua arah miring; b. Belahan kurang jelas pada dua arah dengan sudut 90O

II.2. Sifat Optis Mineral Pada Pada Pengamatan Nikol Silang Pengamatan nikol silang dilakukan jika sayatan berada pada diagonal sumbu C, yaitu dengan memasang prisma polarisasi bagian atas. Sifat-sifat optis mineral yang diamati pada posisi nikol silang adalah birefringence (interference ganda), twinning (kembaran): tipe kembaran dan arah orientasinya dan sudut gelapan: sejajar / miring pada sudut berapa. a. Sifat Birefringence (BF) Standardisasi sayatan tipis memiliki ketebalan 0,03 mm. Dalam sayatan tipis, interference mineral harus dapat diamati, yang hanya dapat dalam sayatan tipis 0,03 mm. Ct. warna interference kuarsa terrendah berada pada orde pertama putih (abuabu) atau mendekati warna kuning orde I. Warna interference dapat dilihat dari posisi horizontal sayatan. Setelah warna interference diketahui, pengamatan dilanjutkan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 25

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

melalui garis diagonalnya hingga didapatkan sifat birefringence (BF). Dari posisi birefringence, dengan meluruskan ke bawah melalui garis diagonal ke

perpotongannya, akan diketahui ketebalan standarnya, apakah lebih tebal atau tidak dari 0,03 mm. Orde warna interference dan birefringence menggunakan tabel warna Michel-Levy (Gambar 2. 5). Birefringence ditentukan dari refraksi ganda pada pantulan sinar maximum (warna orde tertinggi). BF dapat dilihat jika posisi sayatan berada pada sudut pemadaman 45O terhadap nikol. BF dapat digunakan (bertujuan) untuk menguji ketebalan sayatan kristal. Sifat BF mineral dapat dilihat pada tabel sifat-sifat mineral (Bloss, 1961; Kerr, 1959; Larsen and Berman, 1964; Rogers and Kerr, 1942) yang disertai dengan perubahan antara indeks refraksi tertinggi dan terrendahnya. Sifat difraksi maximum biasanya juga dapat diperikan dalam sifat ini. Jika obyek memiliki belahan jelas atau bentuk kristalnya terorientasi pada keping gelas dasarnya, beberapa partikel harus disusun ulang hingga berorientasi baru, yaitu dengan membuka cover glass dan mineral didorong secara horizontal. Birefringence secara relatif sama pada setiap kelompok (kelas) mineral yang sama, ct. piroksen, amfibol dan plagioklas. Indeks refraksi dan warna mungkin berbeda di antara satu kelompok mineral, namun warna BF-nya hampir sama. BF dapat diamati di bawah mikroskup dengan memasang lensa Bertrand (keping gipsum). Lensa Bertrand keberadaannya sering terpisah dari mikroskop. Lensa ini

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 26

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

dapat dilepaskan. Sifat BF dapat diamati pada posisi nikol silang, yaitu dengan memasang lensa Bertrand pada posisinya (yaitu di atas analyzer). Perubahan warna yang dihasilkan biasanya ditentukan oleh warna reliefnya dan ketebalan sayatannya. Jika reliefnya rendah (tidak berwarna) maka memiliki sifat BF tinggi. Kanada balsam memiliki sifat BF tertinggi hitam.

Gambar 2.5. Diagram Michel-Levy untuk mengetahui orde warna BF pada mineral; yaitu warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa Bertrand (keping/prisma gips) dipasang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 27

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 2. 6. Warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa Bertrand (keping/prisma gips) dipasang

Sifat BF juga bertujuan untuk mengetahui sifat anisotropi mineral. Latihan: Posisikan kristal anisotropi pada: D = 100 nm (abu-abu orde 1); sudut pemadaman 45o Jika indek bias keping gipsum sejajar indek bias kristal, maka terjadi PENJUMLAHAN Sinar yang sejajar terhadap indek bias keping gipsum tertanam dalam keping gipsum pada 100 nm dan lebih jauh tertanam oleh keping gipsum 550 nm ---- tebal gips digambarkan pada grafik horizontal (bawah) dalam diagram Michel-Levy (Gambar III.1) 100 + 550 = 650 nm Tentukan warna mineral (pada tabel warna interference) Yaitu Original 1o abu-abu menjadi 2o biru (Gambar III.3)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 28

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 2. 7. Contoh warna birefringence kuarsa pada sudut pemadaman diputar 45o setelah didapatkan warna BF 1, lalu putar meja obyektif dan kristal pada sudut 90o Ngyp || nxl (D masih = 100 nm)

Ngyp || nxl PENGURANGAN Sinar kristal yang parallel terhadap Ngyp dimajukan oleh gips 100nm dan dihambat oleh keping gypsum 550mm maka kristal berada pada 450nm di belakang Warna BF menjadi 1o orange

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 29

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 2.8. Contoh warna birefringence kuarsa pada posisi sudut pemadaman mineral 90o

Gambar 2. 9. Warna birefringence plagioklas pada berbagai kedudukan sudut pemadalam dalam suatu sayatan tipis

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 30

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

b. Sifat Kembaran (Twinning) Yaitu sifat yang ditunjukkan oleh mineral akibat pertumbuhan bersama kristal saat pengkristalannya. Berbentuk kisi-kisi yang dibentuk oleh orientasi pertumbuhan kristalografi. Sifat ini dapat diamati pada posisi pengamatan nikol silang. Berhubungan dengan sifat pemadamannya. Bentuk Kembaran berhubungan dengan bentuk simetri dari dua atau lebih bagian-bagian (bayangan kembar, sumbu rotasi). Macam-macam kembaran: 1) Refleksi (berbentuk bidang kembar); Ct: model kembaran gypsum fishtail, 102 dan 108 2) Rotasi dengan memutar meja obyektif (biasanya 180o) memiliki bentuk kembaran sumbu: normal parallel. Ct: kembaran carlsbad, model 103 3) Inversi (kembaran ke pusat) Kembaran Multiple (> 2 segmen memiliki kesamaan sifat optis yang terulang) Kembaran Cyclic - kembaran berulang yang bidang-bidang kembarannya tidak parallel; ct: kembaran polisintetik Albite pada plagioklas (Gambar 2. 10 ). Jenis-jenis kembaran lain yang umum dijumpai dalam beberapa mineral adalah:

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 31

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Kembaran Albit: terbentuk oleh pertumbuhan bersama feldspar plagioklas dengan sistem kristal: Triclinic; merupakan kembaran yang umum dijumpai pada plagioklas pada 010

Gambar 2.10. Kembaran Polisintetik Albit pada Plagioklas

Kembran polisintetis juga dapat diamati dalam pengamatan megaskopis pada Chrysoberryl dan Aragonit membentuk kembaran cyclic (Gambar 3. 1.)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 32

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3.1. Kembaran polisintetik cyclic pada Chrysoberryl dan Aragonit

Kembaran sederhana, contoh pada piroksen posisi {100}

Gambar 3. 2. Kembaran sederhana pada Clinopiroksen (augite) posisi {100}

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 33

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Mineral-mineral prismatik panjang biasanya memiliki kembaran, sebagai contoh adalah plagioklas dan klinopiroksen. Kembaran yang umum dijumpai pada Plagioklas: Sederhana Carlsbad pada (010)
Polysynthetic albite pada (010)

Pericline pada (101)

Ganbar 3.3. Kembarran sederhana Carlsbad, Polisintetik albit dan Pericline pada Plagioklas

c. Sifat Gelapan (Extinction) Adalah fungsi hubungan orientasi indikatrik dan orientasi kristalografik. Mineral anisotropik menunjukkan gelapan pada posisi nikol silang dengan rotasi tiap 90 O. Gelapan muncul ketika kedudukan salah satu vibrasi sejajar polarizer bawah. Dampaknya adalah seluruh sinar datang ditahan oleh polarizer atas sehingga tidak

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 34

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

membentuk getaran. Seluruh sinar yang melalui mineral terserap pada polarizer atas, dan mineral terlihat gelap. Pada putaran posisi 45, komponen maximum dari sinar cepat dan sinar lambat mampu dirubah menjadi vibrasi pada polarizer atas. Hanya perubahan warna interference saja yang menjadi lebih terang atau lebih gelap saja, warna sebenarnya tidak berubah. Banyak mineral secara umum membentuk butiran memanjang dan dengan mudah dikenali kedudukan belahannya, ct. biotit, horenblenda, plagioklas. Sudut pemadaman adalah sudut antara panjang atau belahan mineral dan kedudukan vibrasi mineral. Nilai sudut pemadaman masing-masing mineral bervariasi mengikuti arah orientasi butirannya. Tipe Pemadaman Pemadaman Parallel; Mineral menjadi gelap ketika belahannya atau sumbu panjang searah terhadap salah satu benang silangnya. Sudut pemadaman (EA) = 0; contoh: Orthopiroksen dan Biotite

Pemadaman Miring; mineral gelap ketika belahan membentuk sudut dengan benang silang, (EA) > 0 ; contoh: Klinopiroksen dan Horenblenda

Pemadaman Simetri; mineral menunjukkan belahan 2 arah atau dua

perbedaan muka kristal---- memungkinkan untuk mengukur dua sudut

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 35

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

gelapan antara masing-masing belahan atau muka dan kedudukan vibrasi. Jika 2 sudut sama maka akan dijumpai pemadaman simetri, (EA1 = EA2); contoh: Amfibol dan Kalsit

Tanpa belahan: mineral yang tidak memanjang atau tidak memperlihatkan belahan yang mencolok, akan memberikan pemadaman setiap diputar 90, tetapi tidak dapat diukur sudut pemadamannya; contoh: Kuarsa dan olivin

a. Pemadaman Paralel semua mineral uniaxial menunjukkan pemadaman parallel mineral-mineral orthorhombik menunjukkan pemadaman parallel (hal itu karena sumbu kristal dan sumbu indicatrik serupa) b. Sudut Pemadaman Miring Mineral-mineral Monoclinic dan Triclinic memiliki sumbu indikatrik yang tidak serupa dengan subu kristalnya ---- memiliki pemadaman miring sudut pemadaman dapat membantu memerikan nama mineralnya

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 36

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3.4. Ilustrasi pemadaman paralel (kiri) dan pemadaman miring (kanan)

Gambar 3.5. Contoh mineral dengan pemadaman paralel pada ortopiroksen (atas) dan pemadaman miring pada klinopiroksen (bawah)

II.3. pengambilan sampel batuan a. Teknik Pengambilan Contoh Batuan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 37

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Keberhasilan pembuatan sayatan tipis ditentukan oleh benar-tidaknya prosedur pengambilan contoh di lapangan dan teknik preparasinya. Pembuatan sayatan tipis juga harus mengikuti petunjuk si pengamat. Apa tujuan pengamatan sayatan tipis, apakah ditujukan untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi batuan (eksplorasi kandungan mineral tertentu), tingkat sifat deformasi batuan atau ada tujuan yang lain. Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara si pengambil, pemotong / penyayat dan pengamat. Jika tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi dan sifat fisik batuannya, maka diperlukan contoh batuan yang segar. Ciri-ciri batuan yang segar adalah: Warnanya segar, tidak dijumpai warna alterasi (lapuk). Contoh: andesit dan diorit berwarna abu-abu terang-agak gelap; warna lapuk keputih-putihan, kemerah-merahan, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Warna segar dasit abu-abu agak keunguan; warna lapuk abu-abu terang bintik-bintik hijau, putih dan merah. Batupasir kuarsa segar warna putih dengan butiran- butiran transparan; warna lapuk putih terang agak kecoklatan hingga kekuningan. Batugamping dolomit warna segar abu-abu kemerahan cerah dengan pecahan tajam dan sangat keras; warna lapuk abu-abu kekuningan-kecoklatan (merah bata) dengan pecahan tumpul dan mudah hancur. Jika dipukul berbunyi cling; batuan yang lapuk jika dipukul berbunyi bug atau blug; pada batuan beku luar (bersifat gelasan) batuan yang segar sangat Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 38

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

keras tetapi lebih mudah pecah, pecahannya runcing-runcing tajam, tetapi batuan yang lapuk tidak tajam feldsparnya (putih) mengembang sehingga ukurannya menjadi lebih besar. Tidak terdeformasi, massif (inti lava / intrusi); batuan yang segar tidak dijumpai rekahan-rekahan baik akibat deformasi saat pembekuan,

pembebanan, tektonik maupun pelapukan; usahakan mengambil batuan yang betul-betul masif (tak-terdeformasi). Singkapan batuan yang dapat direkomendasikan untuk lokasi pengambilan

contoh batuan yang ditujukan untuk pengamatan sayatan tipis tersebut adalah: Pada singkapan tanpa deformasi; kalau sekiranya tidak dapat dihindari, maka diusahakan pada singkapan yang paling bebas dari deformasi. Pada singkapan yang telah diledakkan (quarry): akan banyak dijumpai batuan yang sangat segar, karena bagian yang lapuk telah dibersihkan pada saat penggalian (Gambar IV.1). Mencari batuan yang segar juga dapat dilakukan pada tebing-tebing dan badan sungai / jalan, terutama pada musim kemarau.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 39

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3.5. Contoh singkapan yang direkomendasikan untuk pengambilan contoh batuan; yaitu pada lokasi penambangan (quarry)

Singkapan batuan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan contoh batuan adalah: Singkapan dengan struktur geologi, seperti sesar, kekar dan lipatan (Gambar IV.2.kanan); kecuali jika pengamatan ditujukan untuk mikrotektonik. Jika pengamatan sayatan tipis batuan ditujukan untuk mikrotektonik, maka contoh harus ditandai arah pengambilannya (N .
O

E) dan arah pemotongan yang diinginkan

Lapuk; saran: sebaiknya jika tidak ada singkapan lain dicari batuan yang paling masif; kecuali jika tujuan pengamatan batuan adalah untuk mengetahui tingkat pelapukan.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 40

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tidak insitu : bongkah yang tidak jelas asalnya (Gambar IV.2 kiri); kecuali jika telah jelas dketahui asalnya dari mana dan kondisinya segar. Saran: lakukan pengambilan bongkah hanya di daerah quarry yang sedang digali

Gambar 3.6. Contoh singkapan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan contoh batuan

b. Pemilihan Contoh Batuan Pengambilan contoh batuan juga dapat dilakukan pada inti bor: 1. Pilih batuan yang paling segar 2. Jangan mengambil bagian kontak (ditunjuk pena), karena ada kemungkinan mengandung fragmen lain (batuan yang lebih tua atau lebih muda) dan biasanya tidak segar

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 41

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3. 7. Contoh batuan yang diambil dari inti bor; yaitu pada bagian yang paling segar (dilingkari), bukan pada bagian yang ditunjuk pena

Sifat contoh batuan yang dapat disayat untuk analisis petrografi: Contoh betul-betul segar Besarnya setangan (segenggam) Setelah contoh diambil, sesegera mungkin agar dikirim ke lab praparasi sayatan tipis

Gambar 3. 8. Contoh diorit yang direkomendasikan untuk penyayatan (segar dan masif)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 42

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

c. Preparasi Batuan Contoh batuan yang telah di dapatkan dari lapangan dilabeli, meliputi no lokasi pengambilan, tahun pengambilan dan kode tujuan pengambilan. Untuk contoh yang ditujukan untuk analisis petrografi dengan tujuan pengamatan tertentu, diberi tanda khusus seperti arah penyayatan, posisi utara / timur dan kode-kode pendukung yang lain. Contoh selanjutnya dibawa ke bengkel untuk dilakukan pemotongan, penyayatan dan preparasi selanjutnya seperti yang dapat dilihat pada Gambar IV.5 dan IV.6.

Gambar 3.9. Contoh diorit yang telah dipotong berukuran 10-15x10x2,5 cm, pemotongan bertujuan untuk menghilangkan bagian yang lapuk.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 43

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3. 10. Contoh diorit yang telah disayat berukuran 4x2,5x0,003 cm dan dipoles selanjutnya ditempelkan di atas gelas obyek, dan ditutup dengan gelas penutup (deg glass). Sayatan siap untuk dianalisis.

II. 4. Sifat Optis Mineral Plagioklas a. Sitat Sifat Umum Rumus kimia: (Na,Ca)(Si,Al)4O8 Berat molekul = 270,77 gram Sodium Calcium Aluminum Silicon Oxygen 4,25 % 7,40 % 9,96 % 31,12 % 47,27 % 100,00 % Rumus empiris: Na 0,5Ca 0,5Si 3AlO8 Na 5,72 % Na2O Ca 10,36 % CaO Al 18,83 % Al2O3 Si 66,57 % SiO2 O 00,00 101,48 % = total oksida

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 44

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Keterdapatannya: pada batuan beku dan metamorf. Masuk dalam kelompok Na, Ca feldspar. IMA Status: Not Approved IMA Locality: Common world wide occurrences. Asal Nama: dari bahasa Yunani plagios ~"oblique" dan klao ~ "I cleave" berarti mudah membelah ~ memiliki sudut belahan yang baik. b. Sifat-Sifat Fisik Gambar 4.1 adalah sifat-sifat secara fisik mineral plagioklas, terdiri dari albit, oligoklas, andesin, bitownit, labradorit dan anortit. Belahan : [001] baik, [010] baik Warna: putih, abu-abu, putih kebiruan, putih kemerahan dan putih kehijauan. Density: 2,61 2,76, rata-rata = 2,68 Diaphaniety: Transparent sampai translucent Pecahan: Brittle umumnya mirip dengan gelas dan mineral-mineral nonmetallik. Perlakuan: Massive - Granular banyak dijumpai dalam granit dan batuan beku lainnya. Kekerasan: 6-6,5 - Orthoclase-Pyrite

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 45

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Luminescence: Non-fluorescent. Luster: Vitreous (Glassy) Streak: putih

Gambar 4.1. Sifat-sifat fisik mineral plagioklas dari anorthit hingga albit (www.webminerals.com/specimens) c. Sifat-Sifat Optis NCalc= 1,56 - dari Gladstone-Dale hubungannya (KC = 0,2101), Ncalc=Dmeas*KC+1 Plagioclase (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1 Albite NaAlSi3O8 C1 1 Oligoclase (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1 Andesine (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 46

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Labradorite (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1 Bytownite (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1


Anorthite CaAl2Si2O8 P1,I1 1

Gambar 5.2 adalah mineral plagioklas dalam sayatan tipis

Gambar 4.2. Kenampakan plagioklas dalam sayatan tipis nikol silang; identifikasi mineral plagioklas lebih mudah dilakukan pada posisi nikol silang

1. Menentukan Nama Mineral Berdasarkan Sifat dan Komposisi Optisnya Orientasi optis plagioklas bervariasi, tergantung pada komposisinya. Konsekuensinya, sudut pemadaman terhadap sistem kristalografinya juga bervariasi, sesuai dengan komposisi kimiawinya. Ada dua metode dalam penamaan komposisi plagioklas berdasarkan sudut pemadamannya, yaitu: 1. Metode Michel-Levy 2. Metode gabungan Carlsbad-Albite.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 47

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

1) Metode Michel-Levy Ditentukan dengan berdasarkan besarnya sudut pemadaman yang dibentuk oleh kembaran albit dalam plagioklas Kembaran albit memiliki bidang (010) dalam kembaran polysynthetik Prosedurnya adalah: a. Pertama-tama tentukan kembaran polisintetik pada bidang (010), tegak lurus terhadap meja obyektif mikroskup (pada sumbu vertikal). Perilaku kristal dapat diidentifikasi dengan memfokuskan bidang kembaran lamelae gelap maksimum, selanjutnya diputar perlahan untuk mencari gelap maksimum / terang maksimum berikutnya. Jika bidang kembaran pada kedudukan vertikal (sejajar sb C), maka akan terlihat sama. Jika bidang kembaran pada kedudukan miring (membentuk sudut dengan sb. C), maka akan nampak bergerak dari sisi yang satu ke sisi yang lain, seakan-akan pada bidang/bagian sayatan yang lain. b. Selanjutnya putar kembali bidang kembaran ke arah utara-selatan. c. Putar meja obyektif berlawanan arah jarum jam hingga garis-garis kembaran albit pada kondisi gelap maksimum, dan catat sudut putarannya. d. Teliti kembali sudut putaran tersebut, dengan mengukur sudut sinar cepat (fast ray) dengan memutar meja obyektif 45 o searah jarum jam dari posisi awalnya. Pada kondisi sinar cepat (fast ray), kristal berwarna kuning orde I. Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 48

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

e. Putar kembali bidang kembaran pada arah orientasi utara-selatan. f. Putar meja obyektif searah jarum jam, hingga lamelae gelap maksimum, catat kembali sudut putarannya; jika kedua hasil pencatatan sudut putaran bidang kembaran memiliki perbedaan ~ 4o, maka hitung rata-ratanya. g. Ulangi prosedur nomor (6-10) untuk mendeterminasi sudut gelapan maksimum. h. Gunakan sudut gelapan maksimum untuk mengetahui jenis plagioklasnya dengan menggunakan diagram Michel-Levy. Contoh: Michel-Levy (Gambar 4. 3)

Gambar 4.3. Kembaran polisintetik albit pada plagioklas yang akan digunakan sebagai dasar untuk mengetahui jenis plagioklasnya menggunakan metode MichelLevy

1. Pada Gambar 4.3. kiri; meja obyektif telah diputar berlawanan arah dengan jarum jam, sehingga nampak kembaran polisintetik albit. Sudut kembaran didapatkan 24,9o.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 49

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

2. Pada gambar kanan nampak kristal yang sama setelah diputar searah jarum jam hingga lamelae gelap maksimum, didapatkan sudut gelapan 26,2o. 3. Diketahui, bahwa selisih dari kedua data sudut gelapan adalah 2 o, sehingga dapat menggunakan metode Michel-Levy untuk mengetahui jenis plagioklasnya. Sudut pemadaman rata-rata 25,55o. 4. Plot besarnya sudut pemadaman tersebut pada sumbu vertikal diagram MichelLevy, dan ketahui nama mineralnya dengan menarik secara lateralnya hingga memotong garis lengkung (Gambar 4. 4). Didapatkan nilai An-44, sehingga nama mineralnya andesin. Untuk plagioklas dari batuan beku plutonik, kurva suhu rendah (garis tegas) didapatkan An-44: Andesin Untuk batuan vulkanik, berlaku kurva suhu tinggi (garis putus-putus), didapatkan angka An-38: Andesin Michel-Levy Diagram

Gambar 4.4. Determinasi mineral plagioklas menggunakan metode Michel-Levy

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 50

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

2) Metode Kombinasi Carlsbad-Albite Gambar 4.5 menunjukkan kristal plagioklas dengan kembaran sederhana Carlsbad (kuning). Ada dua sisi yang berbeda dalam satu mineral, pada sisi kiri berlaku kembaran Carlsbad, sisi kanan kembaran polisintetik albit.

Gambar 4.5. Kembaran Carlsbad pada mineral plagioklas; sisi kanan garis kuning memiliki kembaran polisintetik dan sisi kiri kembaran sederhana Carlsbad.

1. Di sebelah kiri kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan maksimum pada bidang (010) fast ray sebagaimana pada metode Michel-Levy. Rata-ratakan kedua sudut gelapan. 2. Pada sisi kanan kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan (010) sebagaimana metode di atas, rata-ratakan. 3. Kedua sudut gelapan yang telah dirata-rata tersebut akan tidak sama, salah satu akan lebih besar dari yang lainnya. Gunakan diagram Carlsbad-Albite untuk mendeterminasi nama mineralnya (lihat halaman 275 pada text book:

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 51

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Introduction to Optical Mineralogy, 2nd Ed. by W.D. Nesse): garis putus-putus untuk batuan vulkanik dan garis tegas untuk batuan plutonik atau metamorfik.

Gambar 4.6. Kembaran albit pada plagioklas

d. Struktur Zoning dalam Plagioklas Secara normal, suatu mineral yang terbentuk secara sempurna tanpa adanya gangguan percepatan, akan membentuk sistem kristal dengan bentuk mineral yang sempurna homogen. Struktur zoning adalah struktur mineral (biasanya plagioklas) yang dari luar ke dalam (inti mineral) terjadi gradasional komposisi dari mineral plagioklas kaya An ke mineral plagioklas kaya Ab. Ada tiga jenis struktur zoning, yaitu Reverse Zoning, Oscillatory Zoning, Discontinuous Zoning, Sector Zoning dan Patchy Zoning.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 52

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

1. Reverse zoning (zoning terbalik) tersusun atas mineral yang makin ke dalam (inti) makin kaya An-. 2. Oscillatory Zoning; zoning yang terbentuk dari osilasi repetitif bersekala halus, antara 1-2 sampai 20-25 mol % An. 3. Discontinuous Zoning; suatu runtunan zona-zona lembut yang konsentris (secara tak-menerus) dengan komposisi mol % An berubah (10-30 mol % An) dari inti ke luar rim. 4. Sector Zoning; zoning yang terletak pada tepian-tepian orientasi kristalografi dengan komposisi yang berbeda pada masing-masing sektornya. 5. Patchy Zoning; zoning secara lokal dalam beberapa bagian mineral, tanpa mengikuti sistem kristalografinya.

Gambar 4.7. Beberapa contoh struktur zoning pada mineral plagioklas

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 53

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

II.5. Sifat Optis Pada Uncontinous Form Biaxial a. Mineral Biaksial dan Uniaksial Secara umum, ada dua jenis mineral di alam, yaitu biaksial dan uniaksial. Mineral-mineral biaksial adalah suatu mineral yang memiliki dua sumbu optis dan tiga indeks bias utama; yaitu monoklin, triklin dan ortorhombik. Lawannya biaksial adalah uniaksial, yaitu mineral yang memiliki satu sumbu optis, seperti tetragonal dan heksagonal. Mineral-mineral yang termasuk ke dalam kelompok mineral biaksial adalah Olivin; Piroksen (Orthopiroksen dan Klinopiroksen); Amphibole (Hornblenda dan Actinolit); Mika (Biotit, muskovit, chlorit) dan Feldspar (Plagioklas, Microclin, orthoclas dan sanidin). Mineral-mineral yang termasuk kelompok uniaksial adalah Apatit, Kalsit, Nephelin, Kuarsa, Tourmalin, Zirkon b. Mineral Olivin 1. Komposisi Kimia Terdiri dari tiga mineral dengan komposisi kimia: Forsterite = Mg2SiO4 Olivine (Chrysolite) = (Mg,Fe)2SiO4 Fayalite = Fe2SiO4

Olivin jarang / tidak pernah ditemukan dalam batuan beku intermediet. Mineral Tephroite (Mn2SiO4), merupakan seri Forsterite.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 54

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Komposisi: Magnesium iron silicate, seri magnesium Forsterite, seri menengah Chrysolite), dan seri fero Fayalite.

2. Sifat-Sifat Fisik Warna: hijau-oliv, kuning-hijau, hijau terang, hijau, hijau-coklat, abu-abu Pertumbuhan dan bentuk kristal: orthorombik, prismatik. Ditemukan sebagai butiran, dalam agregat padatan dan massa yang terrekahkan. Transparansi Transparan sampai translucent Specific Gravity 3,2 4,2 Luster Vitreous Belahan 2,1 ; 3,1- membentuk sudut 90 ; pecahan: Conchoidal Pecahan Brittle Macam batuan yang mengandung olivin: Peridotit hijau-transparant Chrysolite kuning-kuning kehijauan olivin disebut batu olivin. Dunite masif, massa butiran Olivin, diklasifikasikan sebagai batuan. Olivinoid terbentuk dari meteorit Dalam kelompok mineral silikat dan nesosilikat Larut dalam asam HCl

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 55

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Yang berhubungan dengan Olivin Kerena secara fisik memiliki sifat dan kenampakan yang sama, kelompok olivin sering hanya disebut "Olivin saja. Olivin sangat melimpah di alam, tetapi hanya ditemukan sebagai mineral yang hanya dapat diamati di bawah mikroskop. Pembeda dengan mineral lain: Tourmaline lingkungannya berbeda Apatite lebih lunak (5) Garnet ditemukan dalam kristal yang berbeda, belahan tidak ada Willemite - fluoresce hijau

Biasanya ditemukan dengan: Feldspar, Serpentin, Horenblenda, Augite, Spinel, Diopsid, Chromite, Fe-nikel Tipe Lokasinya:

a. Peridotit Olivin dari St. Johns Island (Zebirget), Laut Merah (Mesir), Mogok (Myanmar), Burma; Soppat, Kohistan, Pakistan; Pegunungan Ural (Russia); Snarum, Norway; Mt. Vesuvius (Italy); dan daerah Eifel (Jerman). b. San Carlos (San Carlos Indian Reservation), Gila dan Graham, Arizona.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 56

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

c. Butiran yang lebih besar dijumpai di Fort Defiance (Buell Park dan Garnet Ridge). 3. Klasifikasi Olivin Merupakan mineral jenis Orthosilikat SiO4 Rumus kimia umum (Mg,Fe)2SiO4 Terdiri dari 2 kelompok: Forsterite Mg2SiO4 Fayalit Fe2SiO4

Pembentukannya di alam mengikuti diagram fasa Gambar VI.1. Ditemukan dalam basalt dan gabbro, serta dalam batuan metamorf ekuivalennya terutama batuan ultramafik dan marmer Teralterasi menjadi serpentin Karena komposisi olivin bervariasi, maka sifat fisik dan optisnya pun juga berbeda

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 57

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 4.8. Diagram fasa pembentukan olivine 4. Sifat Optik Olivin secara Umum Relief tinggi Warna interference-nya menengah-kuat Pecahan irregular Tidak ada belahan Pada batuan plutonik dijumpai sebagai butiran anhedral Dalam batuan vulkanik dijumpai berbentuk euhedral Belahan sangat buruk, tidak terlihat pada sayatan tipis sehingga tidak dapat menghubungkannya dengan sumbu indikatrik kristalografinya Indeks refraksi:

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 58

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Forsterit n n n 1.636 1.651 1.669

Fayalit 1.827 1.869 1.872

Birefringence antara 0,033 to 0,053 Sudut 2VX bervariasi 46 sampai 98, kadang-kadang biaksial positif (2VX>90) atau negatif (2VX<90)

Gambar 4.9. Olivin dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BF-nya

5. Sifat Optis Fayalit (Gambar V.3) Tidak berwarna Pleokroisme Berbutir membantal Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 59

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Merupakan olivin kaya Fe X = Z = kuning Y = orange, kuning dan kuning kemerahan

Gambar 4.10. Fayalit dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BFnya 6. Sifat-Sifat Optis Piroksen a. Sifat umum Merupakan mineral inosilikat (single chain) Si2O6 Memiliki dua kelompok besar, yaitu Orthopiroksen (Orthorhombik; Piroksen miskin Ca) dan Klinopiroksen (Monoklinik; Piroksen kaya Ca) Keduanya memiliki sifat fisik, optis, kimia dan lingkungan pembentukan yang berbeda Klasifikasi Piroksen didasarkan pada kandungan Ca, Mg dan Fe-nya

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 60

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Secara tektonik: Piroksen kaya Ca melimpah pada batuan-batuan Ca-alkalin Piroksen kaya Ca dan Mg melimpah pada batuan-batuan alkalin Piroksen kaya Fe melimpah pada batuan-batuan toleeitik

Gambar 5.1. Diagram klasifikasi mineral piroksen berdasarkan kandungan Ca, Fe dan Mg

a) Orthopiroksen OPX Formula umum (Mg,Fe)2Si2O6 Terdiri dari dua anggota besar: Enstatit MgSiO3 Orthoferrosilit FeSiO3

Di alam, opx adalah campuran dari dua variabel komposisi sifat optis: Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 61

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Birefringence bervariasi 0,007 sampai 0,020 Indeks bias: En n n n OFs

1,649 1,768 1,653 1,770 1,657 1,788

Sudut 2VZ bervariasi dari 50 - 132, tergantung pada komposisinya,

jadi sifat optisnnya menjadi negatif (2VZ>90) atau positif (2VZ<90), namun secara umum negatif

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 62

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 5.2. Klasifikasi Ortopiroksen berdasarkan derajad kristalisasinya Bentuk Kristal Euhedral biasanya prismatik gemuk Jika disayat memotong sumbu c memiliki 4 atau 8 sisi dengan belahan dua arah membentuk sudut 90 Jika disayat memanjang sejajar sumbu c memiliki belahan searah Sayatan memotong sumbu c memperlihatkan: dua belahan 90 dan pemadaman simetri

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 63

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 5.3. Bentuk kristal dan belahan mineral Ortopiroksen Warna dan Pleochroisme

Kadang lemah warna pink salmon sampai hijau Miskin En tak berwarna, tetapi dengan penambahan Fe, warnanya menjadi bervariasi OPX kaya Fe pleochroisme X = pink, coklat dan kuning pucat Y = krem-coklat muda, kuning, kuning pinky Z = hijau muda dan hijau keabu-abuan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 64

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 5.4. Birefringen mineral Ortopiroksen kaya Fe (pinky)

Belahan dan Pecahan Sayatan yang dipotong parallel terhadap sumbu C akan menunjukkan belahan searah: Jika belahan parallel terhadap polar bawah maka warnanya hijau Jika belahan memotong polar bawah warnanya pink Sayatan yang dipotong memotong sumbu C --- belahan dua arah membentuk sudut 90

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 65

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 5.5. Belahan dan pecahan mineral Ortopiroksen

Sifat Optis Orthopiroksen Warna interference lemah Pemadaman parallel Pleochroisme lemah hijau pucat BF tinggi 2V sudut >75 Menunjukkan sifat optis negative

b) Klino-Piroksen Komposisi kimia: ABSi2O6 Mineral Diopside Hedenbergite A Ca2+ Ca2+ B Mg2+ Fe2+

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 66

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jadeite Acmite Spodumene

Na+ Na+ Li+

Al3+ Fe3+ Al3+

Melimpah pada batuan beku ultra basa dan batuan metamorf tingkat menengah-tinggi

Gambar 5.6. Warna interference, pleokroisme dan birefringence Pigeonit (klinopiroksen miskin Ca) 1. Sifat-Sifat Optis Amfibol a) Sifat Optis Warna pleokrosime: sangat jelas, hijau sejuk, kuning-hijau, biru-hijau, coklat X = kuning cerah, hijau cerah kekuningan, biru cerah kehijauan Y = hijau, hijau kekuningan, hijau keabu-abuan, coklat

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 67

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Z = hijau gelap, hijau gelap kebiruan, hjau gelap keabu-abuan, coklat gelap Bentuk: prismatik panjang sampai menjarum, dengan 4 atau 6 sisi dan sudut belahan 56 dan 124, berbentuk butiran anhedral irregular Relief RI: Menengah sampai tinggi n n n = 1,60-1,70 = 1,61-1,71 = 1,62-1,73

Dijumpai dalam bentuk fenokris Euhedral Belahan pada {110} dengan sudut 56-124 Birefringence 0.014-0.034 Interference biasanya orde 1 atas atau orde 2 bawah Kembaran: sederhana dan lamellar pada {100} tetapi tidak umum Sifat optis 2VX biaxial positif atau negatif 35 - 130 Orientasi optis X^a = +3 sampai -19, Y = b, Z^c = +12 sampai +34, bidang optis = (010) Sayatan sejajar sumbu c memiliki pemadaman simetris: slow ray parallel terhadap panjang diagonal antara belahan, sayatan

longitudinal: length slow

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 68

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Alterasi: dapat teralterasi menjadi biotit, chlorite atau mineral silikat Fe-Mg yang lain Kelimpahan: dalam batuan beku, metamof dan sedimen Bentuk pembeda: belahan dan bentuk mineral membutir, pemadaman miring dan pleochroisme b) Klasifikasi Amfibol Terdiri dari dua kelompok, yaitu: Orthoamfibol Klinoamfibol

Sama dengan piroksen, keduanya memiliki susunan rantai silica tetrahedra, bedanya: Piroksen memliki susunan rantai tunggal Amfibol bersusunan ganda memanjang sumbu c

Memperlihatkan susunan komposisi berangsur yang mempengaruhi sifat optisnya Fe-Mg Amfibol Anthophyllite (O) (Mg,Fe)7Si8O22(O H)2 Gedrite (O) (Mg,Fe)5Al2 (Al2Si6)O22(O H)2 Cummingtonite-grunerite (M) (Fe, Mg)7Si8O22(O H)2

Ca-Amfibol (M) Tremolite-actinolite Ca2(Mg,Fe2+)5Si8O22(OH)2 Hornblende (Na,K)0-1Ca2(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si,Al)8O22(OH)2 No. 69

Delio Manuel (08. 10. 0565)

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Oxyhornblende (Na,K)0-1Ca2(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si,Al)8O22(O,OH)2 Kaersutite NaCa2(Mg,Fe2+)4TiSi6Al2O22(OH)2

Na-Ca-Amfibol (M) Katophorite Na(Na,Ca)(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si7AlO22(OH)2 Richertite Na(Na,Ca)(Mg,Fe2+)5Si8O22(OH)2

Na-Amfibol (M) Glaucophane Na2(Mg,Fe2+)3Al2Si8O22(OH)2 Riebeckite Na2(Mg,Fe2+)3Fe3+2Si8O22(OH)2 Arfedsonite-eckermanite NaNa2(Mg,Fe2+)4(Fe3+,Al)Si8O22(OH)2

c) Sifat Optis Kristal Amfibol secara Umum Orthorombik Anthophyllite (Mg,Fe)7Si8O22(O H)2 Dijumpai dalam batuan metamorf ekuivalen dengan basaltik Karena orthorombik maka pemadamannya pada sayatan memanjang (sejajar sumbu c) Jenis amfibol yang lain bersistem monoklinik dengan pemadaman miring pada sayatan sejajar sumbu c Amfibol Monoklinik Paling banyak dijumpai di alam No. 70

Delio Manuel (08. 10. 0565)

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Umumnya memiliki sifat optis negatif Terdiri dari dua kelompok: Tremolite - Actinolite Ca2Mg5Si8O22(OH)2 - Ca2Fe5Si8O22(OH)2 Horenblenda (paling banyak dijumpai) Ca2(Mg,Fe,Al)5Si8O22(OH)2 Keanekaragaman bervariasi. komposisi menyebabkan sifat optisnya

d) Sifat Fisik Horenblende Indeks Refrasi : n = 1.60 - 1.70 n = 1.61 - 1.71 n = 1.62 - 1.73

Relief, Birefringence, Interference (Perlambatan): Relief sedang sampai tinggi Birefringence 0.014-0.034 Warna Interference orange orde 1 sampai orange orde 2 dan orde 3 bawah

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 71

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Warna Interference rata-rata biru kehijauan orde 2

Sifat Optis lain: Biaksial positif atau negatif Sudut 2VX bervariasi 35-130, tergantung pada komposisinya Umumnya 2VX = 52 - 85 secara optis negatif

Warna Horenblenda dibedakan dari mineral lainnya oleh perbedaan warna dan sifat pleokroisme dalam sayatan tipis. Memiliki garis tepi hijau, kuning-hijau, biru-hijau, biru-kuning dan coklat. X kuning-hijau Coklat pucat Coklat-kehijauan Pleokroisme: Kuat pada y olive-hijau Coklat kemerahan Coklat kemerahan z hijau tua Merah-coklat Merah-coklat

Ditemukan sebagai: Kristal berbentuk prismatik ramping hingga membilah Memiliki 4 atau 6 sisi melintang, sudut belahan 56 dan 124

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 72

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Sering ditemukan sebagai butian anhedral irregular

Sistem Kristal Monoklinik Orientasi optis: X^a = +3 sampai -19 Y=b Z^c = +12 sampai +39 OAP pada 010

Bentuk Kristal Pada arah sayatan memotong sumbu c memiliki pemadaman simetri, rambat cahaya lambat pada terhadap panjang diagonal antar belahannya Sayatan memanjang length slow, sudut pemadaman Z^c biasanya digunakan untuk memerikan hornblende

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 73

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 5.7. Bentuk kristal dan sudut belahan mineral horenblenda, disayat sejajar sumbu b, sumbu a dan sumbu c

e) Sifat optis Horenblende Dipotong sumbu c: Memiliki 4-6 sisi Memiliki 2 belahan pada 56-124 Pemadaman simetri

Gambar 5.8. Sifat optis mineral horenblenda, disayat tegak lurus sumbu c Dipotong normal // sb.c Memiliki 1 belahan Pemadaman miring Warna interference maksimum Sifat Optis: Normal Z^c = +12-34

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 74

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 5.9. Sifat optis mineral horenblenda, disayatsejajar sumbu c

Dipotong sb. a Pemadaman parallel Bxa

Gambar 5.10. Sifat optis mineral horenblenda, disayat tegak lurus sumbu a

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 75

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Sifat Lain Alterasi Dapat teralterasi menjadi biotit, chlorite or silikat Fe-Mg yang lain

Limpahan Melimpah pada: Batuan beku (granit, gabbro, syenit ultramafik) Batuan metamorfik Hadir sebagai mineral asal primer maupun sekunder

Ciri khusus / pembeda mineral lain: Mirip dengan klinopiroksen memiliki 2 belahan miring Bentuknya butiran Pemadaman miring Pleokroisme

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 76

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 6.1.Warna interference, pleokroisme dan birefringence Horenblenda (Amfibol Monoklinik)

II.6. Sifat-Sifat Optik Mineral-Mineral Biaksial Mika Dan Feldspar A. Kelompok Mineral Mika Terdiri dari: Biotite, muscovite, chlorite

Merupakan mineral jenis filosilikat Silikat berlembar Si:O = 2:5 Berbentuk tetrahedra dengan mengikat 3 oxygen

Menghasilkan lembaran 2D: Biotite: K2(Mg,Fe)2AlSi3O10(OH,O,F)2 Muscovite: KAl2(AlSi3O10)(O,H)2 No. 77

Delio Manuel (08. 10. 0565)

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Chlorite: (Mg,Fe,Al)3(Si,Al)4O10(OH)2*(Mg,Fe,Al)3(OH)

Gambar 6. 2. Ikatan kimia pada mika dan feldspar

1. Sifat Optis Biotit Susunan kimia: K2(Mg,Fe)2AlSi3O10(OH,O,F)2 Komposisi yang bervariasi = sifat optis dan fisik yang bervariasi pula

Indeks refraksi: n = 1.522 - 1.625 n = 1.548 - 1.672 n = 1.549 - 1.696

Relief Rendah pada sayatan tipis dan, jika kaya Mg

Warna Birefringence dan Interference

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 78

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

0.03-0.07 Hingga orde 3 atau 4, warna kuat mineral dapat menutupi warna interference-nya

Warna dan pleokroisme Bervariasi dari coklat, coklat kemerahan, merah dan hijau Pleokroisme kuat pada Z = Y > X. Pada bentuk butiran membentuk warna yang lebih gelap pada belahan polar bawah Warna dapat mengacaukan warna interference-nya

Gamabar 6.3. Sifat optis biotit (warna interference) tegak lurus sumbu C (atas) dan sejajar sumbu C (bawah) pada sayatan tipis.

Orientasi Optis: Pemadaman parallel atau mendekati parallel, dengan sudut pemadaman maksimum beberapa derajad

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 79

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Belahan searah length slow

Bentuk kristal dan belahan Kristal euhedral crystals sampai butiran anhedral Belahan tabular parallel pada 001, memanjang sejajar 001 Pada sayatan yang dipotong memotong sumbu c berbentuk hexagonal

Gambar 6. 4. Bentuk kristal dan belahan mineral biotit.

2. Sifat Optis Muskovit Susunan kimia : KAl2(AlSi3O10)(O,H)2; untuk K dapat diganti dengan Na, Rb; untuk Al dapat disubstitutsi dengan Mg, Fe, Mn ----- variasi komposisi variasi sifat optis Indeks refraksi: n = 1.552 - 1.580 n = 1.582 - 1.620

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 80

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

n = 1.587 - 1.623

Relief: positif sedang Birefringence: 0.036-0.049 Colour: tidak berwarna dan Pleokroisme: tidak pleokroisme Warna Interference: biru dan hijau hidup orde 2 Gambaran Interference biaksial, tanda optis 2V negatif 30-47 Bentuk : serpih mika atau tablet dengan tepian irregular Belahan: sempurna pada {001} Orientasi Optis: pemadaman parallel, belahan searah length slow

Gambar 6.5. Bentuk kristal dan belahan mineral muskovit.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 81

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 6.6. Sifat optis muskovit pada nikol silang

Limpahan Segala jenis batuan metamorf, batuan beku felsik dan sebagai butiran detritus pada batuan sedimen Alterasi: tidak teralterasi

B. Kelompok Feldspar Alkali Feldspars Terbagi atas 3 jenis mineral Microcline -Triclinic Orthoclase -Monoclinic Sanidine -Monoclinic

Semuanya memiliki komposisi kimia yang sama KAlSi3O8

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 82

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Beberapa mengalami substitusi dengan Na dan Ca hingga 5 mole % Kini, terdapat mineral baru yaitu Anorthoclase, gabungan antara albite dan orthoclase (K,Na)AlSi3O8

Gambar 6.7. Klasifikasi mineral feldspar didasarkan pada kandungan unsur kalium dan posisi K-feldspar dari mineral-mineral feldspar lainnya.

1. Sifat Optis Feldspar Indeks Refraksi; Semuanya memiliki indek refraksi sama: n = 1.514 - 1.526 n = 1.518 - 1.530 n = 1.521 - 1.533

Relief rendah negatif Sifat-sifat optis Semuanya tak-berwarna dan non-pleochroic

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 83

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Limpahan:

Birefringence rendah, warna interference maksimal putih orde 1 Semuanya biaxial negatif, variabel 2V

Microcline melimpah pada batuan plutonik: granitik, granodiorit, syenit; tidak dijumpai dalam batuan vulkanik

Orthoclase melimpah pada batuan beku plutonik granitik, biasanya pada batuan intrusi dangkal

Sanidin banyak dijumpai dalam batuan vulkanik riolitik dan trakitik

Belahan: semuanya memiliki dua belahan 1 sempurna bidang 001 1 bagus bidang 010 Microcline: 001^010 = 90 41' Orthoclase, sanidine: 001^010 = 90

Sering dijumpai tekstur: Perthite - eksolusi lamellae Albit dalam K-Feldspar. Anti-perthite - exsolusi lamellae K-spar dalam albit.

Perbedaan mencolok masing-masing Alkali feldspar adalah pada susunan Si dan Al dalam bidang tetrahedral 1) Microcline Triklinik

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 84

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Dicirikan oleh sifat pola kembaran menetak / melintang (tartan plaid) Bidang optis hampir bidang 010 Sifat optis negatif 2VX = 65-88,

Gambar 6.8. Sifat optis mineral mikroklin dalam sayatan tipis

2) Ortoklas monoclinic Sifat optis negatif dengan 2VX = 40-~70; Bidang optis pada 010.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 85

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 6.9. Bentuk kristal dan belahan mineral ortoklas.

Gambar 6.10. Ortoklas pada nikol silang 3) Sanidin Monoklinik Sifat optis negatif, 2VX - 0 - 40 Bidang optispada 010 Sanidine sudut tinggi: monoklin optis negatif 2VX 0 - 47 dan bidang optis pada 010

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 86

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambra 7.1. Bentuk kristal dan belahan mineral sanidin.

Gambar 7.1. Sanidin pada nikol silang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 87

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB III PETROGRAFI

III.1. Dasar Teori Petrografi a. Defenisi Petrografi Petrografi adalah ilmu yang mempelajari tentang batuan dengan mengunakan mikroskop polarisasi. Batuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan (agregat) mineral baik yang terkonsolidasi maupun yang tidak terkonsolidasi yang merupakan penyusun utama kerak bumi serta terbentuk sebagai hasil proses alam. Batuan bisa mengandung satu atau beberapa mineral. Sebagai contoh ada yang disebut sebagai monomineral rocks (batuan yang hanya mengandung satu jenis mineral), misalnya marmer, yang hanya mengandung kalsit dalam bentuk granular, kuarsit, yang hanya mengandung mineral kuarsa. Di samping itu di alam ini paling banyak dijumpai batuan yang disebut polymineral rocks (batuan yang mengandung lebih dari satu jenis mineral), seperti granit atau monzonit kuarsa yang mengandung mineral kuarsa, feldspar, dan biotit.Atas dasar cara terbentuknya, batuan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 88

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

1. batuan beku : sebagai hasil proses pembekuan atau kristalisasi magma 2. batuan sedimen : sebagai hasil proses sedimentasi

3. batuan metamorf : sebagai hasil proses metamorfisme 4. Batuan piroklastik

Gambar 7.2. Contoh batuan kristalin. (a) marmer yang monomineral, dan (b) monzonit kuarsa yang polimineral

Untuk membedakan ketiga jenis batuan di atas tidak lah sulit. Secara sederhana dapat dilakukan algoritma pengamatan sebagai berikut: Bedakan apakah batuan itu terdiri atas klastika/detritus atau kristal Jika batuan terdiri atas klastika/detritus, dapat dipastikan sebagai batuan sedimen. Arahkan pikiran anda ke deskripsi batuan sedimen klastik.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 89

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jika batuan terdiri atas kristal, amati apakah terdiri atas satu macam mineral (mono-mineralic) atau bermacam-macam kristal (poly-mineralic). Jika batuan merupakan batuan kristalin yang monomineralik, amati lebih detail bagaimana kontak antar kristal. Apakah merupakan kontak belahan atau kontak suture. Jika batuan yang monomineralik ini mempunyai kontak belahan maka dapat dipastikan sebagai batuan sedimen non-klastik. Kontak suture disebabkan oleh tekanan dan reaksi antar kristal ketika terkena proses metamorfisme. Jika batuan merupakan batuan kristalin yang polimineralik, amati apakah kontaknya interlocking (saling mengunci) ataukah suture. Batugamping yang tersusun oleh material karbonat dimasukkan ke dalam kelompok batuan sedimen. Setelah diketahui dengan pasti jenis batuan yang diamati, sesuaikan kerangka deskripsi berdasarkan jenis batuannya. Kesalahan dalam deskripsi dapat menyebabkan perlakuan lebih lanjut terhadap batuan yang diamati menjadi tidak tepat. Berbagai definisi dari batuan sebagai objek dari mekanika batuan telah diberikan oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang saling berhubungan antara lain :

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 90

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

a. Menurut Para Geologiwan Batuan adalah susunan mineral dan bahan organis yang bersatu membentuk kulit bumi. Batuan adalah semua material yang membentuk kulit bumi yang dibagi atas : batuan yang terkonsolidasi (consolidated rock), batuan yang tidak terkonsolidasi (unconsolidated rock).

b. Menurut Para Ahli Teknik Sipil Khususnya Ahli Geoteknik Istilah batuan hanya untuk formasi yang keras dan padat dari kulit bumi. Batuan adalah suatu bahan yang keras dan koheren atau yang telah terkonsolidasi dan tidak dapat digali dengan cara biasa, misalnya dengan cangkul dan belincong. c. Menurut Talobre

Menurut Talobre, orang yang pertama kali memperkenalkan Mekanika Batuan di Perancis pada tahun 1948, batuan adalah material yang membentuk kulit bumi termasuk fluida yang berada didalamnya (seperti air, minyak dan lain-lain). d. Menurut Astm Batuan adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat (solid) berupa massa yang berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen. Secara umum, batuan adalah campuran dari satu atau lebih mineral yang berbeda, tidak mempunyai komposisi kimia tetap.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 91

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa batuan tidak sama dengan tanah. Tanah dikenal sebagai material yang mobile, rapuh dan letaknya dekat dengan permukaan bumi. 1. Komposisi Batuan

Kulit bumi, 99 % dari beratnya terdiri dari 8 unsur : O, Si, Al, Fe, Ca, Na, Mg, dan H. Komposisi dominan dari kulit bumi tersebut adalah : SiO2 = 59,8 % FeO = 3,39 A12O = 14,9 % Na2O = 3,25 % CaO = 4,9 % K2O = 2,98 % MgO = 3,7 % Fe2O3 = 2,69 % H2O = 2,02 % Batuan terdiri dari bagian yang padat baik berupa kristal maupun yang tidak mempunyai bentuk tertentu dan bagian kosong seperti pori-pori, fissure, crack, joint, dll. 2. Definisi Mekanika Batuan

Definisi Mekanika Batuan telah diberikan oleh beberapa ahli atau komisi-komisi yang bergerak di bidang ilmu-ilmu tersebut. e. Menurut Talobre

Mekanika batuan adalah sebuah teknik dan juga sains yang tujuannya adalah mempelajari perilaku (behaviour) batuan di tempat asalnya untuk dapat Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 92

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

mengendalikan pekerjaan-pekerjaan yang dibuat pada batuan tersebut (seperti penggalian dibawah tanah dan lain-lainnya). Untuk mencapai tujuan tersebut, Mekanika Batuan merupakan gabungan dari : Teori + pengalaman + pekerjaan/pengujian di laboratorium + pengujian in-situ. Sehingga mekanika batuan tidak sama dengan ilmu geologi yang didefinisikan oleh Talobre sebagai sains deskriptif yang mengidentifikasi batuan dan mempelajari sejarah dari batuan. Demikian juga mekanika batuan tidak sama dengan ilmu geologi terapan. Ilmu geologi terapan banyak mengemukakan problem-problem yang paling sering dihadapi oleh para geologiwan di proyek-proyek seperti proyek bendungan, terowongan. Dengan mencari analogi-analogi, terutama dari proyek-proyek yang sudah dikerjakan dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada proyek yang sedang dikerjakan. Meskipun penyelesaian ini masih secara empiris dan kualitatif. f. Menurut Coates

Menurut Coates, seorang ahli mekanika batuan dari Kanada : Mekanika adalah ilmu yang mempelajari efek dari gaya atau tekanan pada sebuah benda. Efek ini bermacam-macam, misalnya percepatan, kecepatan, perpindahan. Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari efek dari pada gaya terhadap batuan. Efek utama yang menarik bagi para geologiwan adalah perubahan bentuk.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 93

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Para ahli geofisika tertarik pada aspek dinamis dari pada perubahan volume dan bentuk yaitu gelombang seismik. Bagi para insinyur, mekanika batuan adalah : analisis dari pada beban atau gaya yang dikenakan pada batuan. analisis dari dampak dalam yang dinyatakan dalam tegangan (stress), regangan (strain) atau enersi yang disimpan, analisis akibat dari dampak dalam tersebut, yaitu rekahan (fracture), aliran atau deformasi dari batuan. g. Menurut Us National Committee On Rock Mechanics (1984) Mekanika batuan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perilaku (behavior) batuan baik secara teoritis maupun terapan, merupakan cabang dari ilmu mekanika yang berkenaan dengan sikap batuan terhadap medan medan gaya pada lingkungannya. h. Menurut Budavari Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari mekanika perpindahan padatan untuk menentukan distribusi gaya-gaya dalam dan deformasi akibat gaya luar pada suatu benda padat. Hampir semua mekanika perpindahan benda padat didasarkan atas teori kontinum. Konsep kontinum adalaf fiksi matematik yang tergantung pada struktur molekul material yang digantikan oleh suatu bidang kontinum yang perilaku matematiknya identik dengan media aslinya.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 94

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Material ekivalennya dianggap homogen, mempunyai sifat-sifat mekanik yang sama pada semua titik. Penyederhanaannya adalah bahwa semua sifat mekaniknya sama ke semua arah pada suatu titik di dalam suatu batuan. i. Menurut Hudson Dan Harrison Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari reaksi batuan yang apabila padanya dikenai suatu gangguan. Dalam hal material alam, ilmu ini berlaku untuk masalah deformasi suatu struktur geologi, seperti bagaimana lipatan, patahan, dan rekahan berkembang begitu tegangan terjadi pada batuan selama proses geologi. Beberapa tipe rekayasa yang melibatkan mekanika batuan adalah pekerjaan sipil, tambang, dan perminyakan. Topik utama mekanika batuan adalah batuan utuh, struktur batuan, tegangan, aliran air, dan rekayasa, yang ditulis secara diagonal dari kiri atas ke kanan bawah. Garis ini sering disebut sebagai diagonal utama. Semua kotak lainnya menunjukkan interaksi antara satu dengan lainnya. Secara umum, mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari sifat dan perilaku batuan bila terhadapnya dikenakan gaya atau tekanan.

3. Sifat Batuan Sifat batuan yang sebenarnya di alam adalah : a. Heterogen Jenis mineral pembentuk batuan yang berbeda adalah :

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 95

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Ukuran dan bentuk partikel/butir berbeda di dalam batuan. Ukuran, bentuk, dan penyebaran void berbeda di dalam batuan.

b. Diskontinu Massa batuan di alam tidak kontinu (diskontinu) karena adanya bidang-bidang lemah (crack, joint, fault, fissure) di mana kekerapan, perluasan dan orientasi dari bidang-bidang lemah tersebut tidak kontinu.

c.

Anisotrop

Karena sifat batuan yang heterogen, diskontinu, anisotrope maka untuk dapat menghitung secara matematis misalnya sebuah lubang bukaan yang disekitarnya terdiri dari batuan B1, B2, B3, diasumsikan batuan ekivalen B sebagai pengganti batuan B1, B2, B3 yang mempunyai sifat homogen, kontinu dan isotrop

4. Beberapa Ciri Dari Mekanika Batuan Dalam ukuran besar, solid dan massa batuan yang kuat/keras, maka batuan dapat dianggap kontinu. Bagaimanapun juga karena keadaan alamiah dan lingkungan geologi, maka batuan tidak kontinu (diskontinu) karena adanya kekar, fissure, schistosity, crack, cavities dan diskontinuitas lainnya. Untuk kondisi tertentu, dapat dikatakan bahwa

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 96

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

mekanika batuan adalah mekanika diskontinu atau mekanika dari struktur batuan. Secara mekanika, batuan adalah sistem multiple body. Analisis mekanika tanah dilakukan pada bidang, sedang analisis mekanika batuan dilakukan pada bidang dan ruang. Mekanika batuan dikembangkan secara terpisah dari mekanika tanah, tetapi ada beberapa yang tumpang tindih. Mekanika batuan banyak menggunakan : Teori elastisitas, Teori plastisitas, dan Mempelajari batuan, sistem struktur batuan secara eksperimen.

III. 2. Batuan beku III. 2.1. Dasar teori batuan beku Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari pembekuan atau kristalisasi magma. Proses ini merupakan proses perubahan fase dari fase cair (lelehan, melt) menjadi fase padat, yang akan menghasilkan kristalkristal mineral primer atau gelas. Proses pembekuan magma (temperatur dan tekanan) akan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan struktur primer batuan, sedangkan komposisi batuan sangat dipengaruhi oleh sifat magma asal.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 97

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Karakteristik tekstur dan struktur pada batuan beku sangat dipengaruhi oleh waktu dan energi kristalisasi. Apabila terdapat cukup energi dan waktu pembentukan kristal maka akan terbentuk kristal berukuran besar, sedangkan bila energi pembentukan rendah akan terbentuk kristal yang berukuran halus. Bila pendinginan berlangsung sangat cepat, maka kristal tidak sempat terbentuk dan cairan magma akan membeku menjadi gelas. Proses ini sangat identik dengan pembuatan gula pasir, di mana untuk membuat gula yang berukuran kasar diperlukan waktu pendinginan relatif lebih lama dibandingkan gula yang berukuran halus. Berdasarkan kecepatan pendinginan ini, maka batuan beku dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu batuan beku plutonik, hipabisal dan batuan beku volkanik yang berturut-turut mempunyai ukuran kristal dari yang paling kasar ke halus.

Gambar 7.3: Seri Reaksi Bowen

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 98

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Urutan mineral yang terbentuk dari kristalisasi magma seiring dengan penurunan suhu dapat dilihat pada Bowen's reaction series (lihat gambar 7.3). Pada seri reaksi Bowen terdapat 2 kelompok, yaitu: Seri terputus (discontinuous series), dimana mineral yang terbentuk mempunyai struktur kristal dan komposisi yang berbeda-beda Seri berkesinambungan (continuous series), dimana mineral yang terbentuk mempunyai struktur kristal yang sama, namun komposisi kimia penyusunnya yang berbeda. Akhirnya pada cairan magma akan tersisa silika, potasium dan sodium yang akan kemudian akan membentuk mineral-mineral K-feldspar, muskovit dan kuarsa. Batuan beku berdasarkan atas genesa dapat dibedakan menjadi batuan beku intrusif, yang terbentuk di bawah permukaan bumi, dan batuan beku ekstrusif, yang membeku di atas permukaan bumi. Batuan beku ekstrusif masih dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu batuan aliran (efusif) dan ledakan (eksplosif). b. Karakteristik a) Sifat fisik Pengamatan fisik yang perlu diamati adalah warnanya saja. Warna dapat mencerminkan proporsi kehadiran mineral terang (felsik) terhadap mineral berwarna gelap (mafik). Dari pengamatan warna ini, dapat memberikan penafsiran kepada tipe Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 99

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

batuan asam, menengah, basa dan ultrabasa. Batuan beku asam memiliki warna relatif lebih terang dibandingkan dengan batuan beku menengah atau basa. b) Tekstur Pengamatan tekstur meliputi, tingkat kristalisasi, keseragaman kristal dan ukuran kristal yang masing-masing dapat dibedakan menjadi beberapa macam. 1) Tingkat kristalisasi Holokristalin, seluruhnya terdiri atas kristalin Holohyalin, seluruhnya terdiri atas gelas Hypohyalin, sebagian kristal dan sebagian gelas. 2) Keseragaman kristal Equigranular, mempunyai ukuran kristal yang relatif seragam. Sering dipisahkan menjadi idiomorfik granular (kristal berbentuk euhedral), hypidiomorfik granular (kristal berbentuk subhedral) dan

allotriomorfik granular (kristal berbentuk anhedral). Inequigranular (porfiritik), mempunyai ukuran kristal yang tidak seragam. Kristal yang relatif lebih besar disebut sebagai fenokris (kristal sulung), yang terbentuk lebih awal. Sedangkan kristal yang lebih halus disebut sebagai massa dasar. Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 100

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Afanitik, jika batuan kristalin mempunyai ukuran kristal yang sangat halus dan jenis mineralnya tidak dapat dibedakan dengan kaca pembesar. 3) Ukuran kristal < 1mm (halus) 1 . 5mm (sedang) 5mm (kasar) c) Komposisi Mineral pada batuan beku dapat dikelompokkan menjadi mineral utama dan mineral asesori. Mineral utama merupakan mineral yang dipakai untuk menentukan nama batuan berdasarkan komposisi mineralogi, karena kehadirannya pada batuan melimpah. Contoh: ortoklas, plagioklas, kuarsa, piroksen dan olivin. Mineral asesori adalah mineral yang keberadaannya pada batuan tidak melimpah, namun sangat penting dalam penamaan batuan, misalnya biotit atau hornblende pada granit biotit atau granit hornblende. Mineral yang sangat halus, misalnya pada batuan yang bertekstur afanitik, cukup disebutkan kelompok mineralnya saja, misalnya mineral felsik, intermediat atau mineral mafik. Contoh: Riolit tersusun oleh mineral felsik.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 101

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

III. 2.2. Struktur dan tekstur batuan beku a. Struktur batuan beku Struktur pada batuan beku adalah kenampakan hubungan antara bagianbagian batuan yang berbeda. Struktur ini sangat penting di dalam menduga karakteristik keteknikan, misalnya pada batuan beku yang berstruktur kekar tiang (columnar joint) akan mempunyai karakteristik keteknikan yang berbeda dengan batuan beku yang berstruktur kekar lembaran (sheeting joint). Kedua struktur ini hanya dapat diamati di lapangan. Masif : padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang keluarnya gas; dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava; Ct: granit, diorit, gabro dan inti andesit Skoria : dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak teratur; dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal, terutama batuan vulkanik andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt Vesikuler : dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur; dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas intermedietasam. Amigdaloidal : dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi oleh mineral lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada batuan vulkanik trakitik; Ct: trakiandesit dan andesit

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 102

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

gambar 7.6. Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-masing mineral sangat kuat, contoh pada granodiorit dengan komposisi mineral plagioklas berdiameter >1 mm (gambar atas) dan granit (gambar bawah) dengan komposisi kuarsa dan ortoklas anhedral dengan diameter >1 mm

Gambar 7.7. Struktur batuan beku skoria; dijumpai rongga-rongga bekas keluarnya gas saat pembekuan yang sangat cepat. Contoh pada andesit basaltik porfirik pada posisi nikol sejajar (atas) dan nikol silang (bawah). Batuan tersusun atas fenokris plagioklas berdiameter >1 mm dan piroksen klino berdiameter 0,5-1,5 mm, dan tertanam dalam massa dasar gelas, kristal mineral (plagioklas dan piroksen) dan rongga tak beraturan berdiameter <1 mm

a. Tekstur Batuan Beku Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 103

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tektur batuan menggambarkan bentuk, ukuran dan susunan mineral di dalam batuan. Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis proses kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning. Batuan beku intrusi dalam (plutonik) memiliki tekstur yang sangat berbeda dengan batuan beku ekstrusi atau intrusi dangkal. Sebagai contoh adalah bentuk kristal batuan beku dalam cenderung euhedral, sedangkan batuan beku luar anhedral hingga subhedral (Tabel 1.4.) Tabel 1.4. Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi dangkal dan ekstrusi dan pada batuan vulkanik Jenis batuan Intrusi (plutonik) Tekstur Fabrik Bentuk kristal Ukuran kristal Equigranular Euhedral-anhedral anhedral Kasar (> 4 mm) Halus-sedang Porfiritik-poikilitik Tekstur khusus Ofitik-subofitik Vitroverik-Porfiritik: Pilotaksitik Derajad Holokristalin Kristalisasi Holokristalin Holokristalin Hipokristalin Asam-intermediet Hipokristalin Halus-kasar Porfiritik: intermedietbasa Inequigranular SubhedralSubhedral-anhedral Inequigranular dalam Intrusi dangkal Batuan Vulkanik dan Ekstrusi

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 104

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Zoning plagioklas, bersama Tekstur khusus Perthit-perlitik mineral plagioklas intersertal mafik

pada tumbuh antara dan dan

1. Tekstur trakitik Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya orientasi mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill Gambar VIII.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G. Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol silang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 105

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 7.8. Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria). Arah orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping tekstur trakitik juga masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto

2. Tekstur Intersertal Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar kristal plagioklas; mikrolit plagiklas yang berada di antara / dalam massa dasar gelas interstitial.

Gambar 7.9. Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan gambar kanan posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit 3. Tekstur Porfiritik Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric . Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk tekstur glomeroporphyritic.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 106

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 7.10. Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang tertanam dalam massa dasar plagioklas dan granular piroksen berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii). Gambar kanan: basalt olivin porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas intergranular dan piroksen granular berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)

4. Tekstur Ofitik Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang tersusun secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar 7.10). Jika plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka membentuk tekstur subofitic (Gambar 8. 1). Dalam suatu batuan yang sama kadangkadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan. Secara gradasi, kadang-kadang terjadi perubahan tektur batuan dari intergranular menjadi subofitik dan ofitik. Perubahan tektur tersebut banyak dijumpai dalam batuan beku basa-ultra basa, contoh basalt. Perubahan tekstur dari intergranular ke subofitic dalam basalt dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat, dengan proses nukleasi

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 107

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

kristal yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut banyak dijumpai pada inti batuan diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika pendinginannya lebih cepat lagi, maka akan terjadi tekstur interstitial latit antara plagioclase menjadi gelas membentuk tekstur intersertal.

Gambar 8.1. Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral olivin dan piroksen klino

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 108

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 8.2. Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik

III.2.3. Komposisi Mineral pada Batuan Beku Komposisi mineral pada batuan beku ditentukan dari komposisi kimiawinya. Didasarkan atas komposisi mineral mafik dan felsik yang terkandung di dalamnya, batuan beku dapat dikelompokkan dalam tiga kelas, yaitu asam, intermediet dan basa. Batuan beku asam tersusun atas mineral felsik lebih dari 2/3 bagian; batuan beku intermediet tersusun atas mineral mafik dan felsik secara berimbang yaitu felsik dan mafik 1/3 hingga 2/3 secara proporsional; dan batuan beku basa tersusun atas mineral mafik lebih dari 2/3 bagian (Tabel 1.5).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 109

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tabel 1.5. Nama-nama batuan beku baik intrusi, ekstrusi dan batuan gunung api yang didasarkan atas kandungan mineral mafik dan felsiknya; mineral-mineral mafik: piroksen (olivin, klino- dan ortho-piroksen, amfibol dan biotit) dan mineralmineral felsik: K-Feldspar, kuarsa Afinitas Mafik batuan Asam <1/3 >2/3 Felsik Nama batuan Intrusif Ekstrusif Vulkanik Basalt Andesit, trakit Riolit, trakit

Gabro, diabas Basalt Andesit,

Intermediet

1/3-2/3

1/3-2/3

Diorit trakit

Basa

>2/3

<1/3

Granit, syenit Riolit, trakit

Komposisi mineral juga dapat menunjukkan seri magma asalnya, yaitu toleeit, kalk-alkalin atau alkalin. Batuan-batuan dengan seri magma toleeit biasanya banyak mengandung mineral rendah Ca, batuan-batuan seri kalk-alkalin biasanya mengandung mineral tinggi Ca (seperti augit, amfibol dan titanit), sedangkan batuan seri alkalin banyak mengandung mineral-mineral tinggi K (seperti mineral piroksen klino). Tabel 1.6 menunjukkan sifat-sifat mineral penyusun dalam seri batuan toleeit, kalk-alkalin dan alkalin. Ketiga seri batuan tersebut hanya dapat terbentuk pada tatanan tektonik yang berbeda; seri toleeit berkembang pada zona punggungan tengah samudra (MOR); seri kalk-alkalin berkembang dengan baik pada busur magmatik; dan seri alkalin berkembang pada tipe gunung api rifting.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 110

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tabel 1.6. Tiga tipe seri magmatik batuan beku dengan limpahan mineral penunjuknya NORMS SERI MAGMATIK Tipe Toleeitik Ortopiroksen Piroksen rendah Ca Magnetit Oksida Fe-Ti Sebagai fenokris Sebagai fenokris dan massa dasar Terbentuk di akhir Biasanya ilmenit ilmenit Hanya berasal dari Melimpah, kecuali Dijumpai di semua Amfibol diferensiasi silika dari magma primitif jenis Ca+Na Ca > Mg (Ca pada Mg > Ca (Mg untuk Sifat kimia Ol, OPX dan CPX) titanit) dll) MOR Busur kepulauan/ busur magmatik Gunung api di Ya belakang busur Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak augit, amfibol, amfibol, aegirin, (Ca+Na pd CPX, > Mg Terbentuk di awal Magnetit dan Bervariasi Bervariasi Jarang Tipe Kalk-alkalin Ortopiroksen Tipe Alkalin Tanpa Ortopiroksen

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 111

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

magmatik

Tabel 1.7. Beberapa tipe magma dari batuan gunung api berdasarkan kandungan silika dan keterdapatannya dari tatanan tektoniknya SiO2 (%) < 50 50-65 Basa / mafik Intermediet menengah 65-70 Asam / felsik Dasit rendah Si >70 Asam / felsik Riolit kaya Si Tipe magma Nama batuan seri Tatanan tektoniknya gunung api Basal / Andesit Mid oceanic ridge basalt Busur kepulauan dan busur

magmatik dangkal Busur magmatik: lempeng benua dengan dapur magma tengah (B) Busur magmatik: segregasi pada lempeng benua dengan dapur magma dalam (A)

III.2.4. Klasifikasi Batuan Beku Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma. Karena hasil pembekuan, maka ada unsur kristalisasi material penyusunnya. Komposisi mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari unsur-unsur secara kimiawi, sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya. Didasarkan atas lokasi terjadinya pembekuan, batuan beku dikelompokkan menjadi dua yaitu betuan beku intrusif dan batuan beku ekstrusif (lava). Pembekuan Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 112

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

batuan beku intrusif terjadi di dalam bumi sebagai batuan plutonik; sedangkan batuan beku ekstrusif membeku di permukaan bumi berupa aliran lava, sebagai bagian dari kegiatan gunung api. Batuan beku intrusif, antara lain berupa batholith, stock (korok), sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith (Gambar 7.2). Karena pembekuannya di dalam, batuan beku intrusif memiliki kecenderungan tersusun atas mineral-mineral yang tingkat kristalisasinya lebih sempurna dibandingkan dengan batuan beku ekstrusi. Dengan demikian, kebanyakan batuan beku intrusi dalam (plutonik), seperti intrusi batolith, bertekstur fanerik, sehingga tidak membutuhkan pengamatan mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi dangkal seperti korok gunung api (stock), gang (dike), sill, lakolith dan lapolith umumnya memiliki tekstur halus karena sangat dekat dengan permukaan.

Gambar 7.3. Macam-macam morfometri intrusi batuan beku, yaitu batholith, stock, sill dan dike

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 113

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jenis dan sifat batuan beku ditentukan dari tipe magmanya. Tipe magma tergantung dari komposisi kimia magma. Komposisi kimia magma dikontrol dari limpahan unsur-unsur dalam bumi, yaitu Si, Al, Fe, Ca, Mg, K, Na, H, dan O yang mencapai hingga 99,9%. Semua unsur yang berhubungan dengan oksigen (O) disebut sebagai oksida, SiO2 adalah salah satunya. Sifat dan jenis batuan beku dapat ditentukan dengan didasarkan pada kandungan SiO2 (Tabel 1.2 ).

Tabel 1.2 Tipe batuan beku dan sifat-sifatnya (Nelson, 2003) Tipe Magma Batuan Batuan Komposisi Kimia Vulkanik Plutonik SiO2 45-55 %: Fe, Basaltic Basalt Gabbro Mg, Ca tinggi, K dan Na rendah SiO2 55-65 %, Fe, 800 Andesitic Andesit Diorit Mg, Ca, Na, K 1000 oC sedang SiO2 65-75 %, Fe, 650 Rhyolitic Rhyolit Granit Mg, Ca rendah, K 800 oC dan Na tinggi Tinggi Tinggi Intermediat Intermediat 1000 1200 oC Rendah Rendah Suhu Kekentalan Gas Kandungan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 114

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Menurut

keterdapatannya,

berdasarkan

tatanan

tektonik

dan

posisi

pembekuannya (Tabel 1.3), batuan beku diklasifikasikan sebagai batuan intrusi plutonik (dalam) berupa granit, syenit, diorit dan gabro. Intrusi dangkal yaitu dasit, andesit, basaltik andesitik, riolit, dan batuan gunung api (ekstrusi: riolit, lava andesit, lava basal. Tabel 1.3. Klasifikasi batuan beku berdasarkan letak / keterdapatannya. Keterdapatannya Plutonik (intrusi) intrusi dangkal Vulkanik: Dengan Tatanan tektonik Busur magmatik Belakang busur Mid oceanic Asam Granit, Syenit Dasit - Riodasit Riolitik Trakitik Intermediet Diorit Andesit andesitik Andesitik Trakitik Basaltik Basalt trakitik Basa Gabro Basaltik-

Lava basalt ridges Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan beku dapat dikelompokkan

menjadi tiga, tergantung dari persentase mineral mafik dan felsiknya. Secara umum, limpahan mineral di dalam batuan, akan mengikuti aturan reaksi Bowen. Hanya mineral-mineral dengan derajad kristalisasi tertentu dan suhu kristalisasi yang relatif sama yang dapat hadir bersama-sama (sebagai mineral asosiasi; Tabel 1.3).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 115

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tabel 1.3. Bowen reaction series yang berhubungan dengan kristalisasi mineral penyusun dalam batuan beku

b. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Mineralnya 1. Kelompok batuan beku intrusi plutonik (a) Batuan beku basa dan ultra-basa: dunit, peridotit Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200 o C, dan melimpah pada wilayah dengan tatanan tektonik lempeng samudra, antara lain pada zona pemekaran Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 116

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh warnanya gelap hingga sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan piroksen klino) lebih dari 2/3 bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik (intrusi dangkal atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit. Didasarkan atas tatanan tektoniknya, kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit, Kalk-alkalin maupun alkalin, namun yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit. Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar dengan didasarkan pada kandungan mineral piroksen, olivin dan plagioklasnya; yaitu basa dan ultra basa (Gambar 7.3). Batuan beku basa mengandung mineral plagioklas lebih dari 10% sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari 10%. Makin tinggi kandungan piroksen dan olivin, makin rendah kandungan plagioklasnya dan makin ultra basa (Gambar 7.3 bawah). batuan beku basa terdiri atas anorthosit, gabro, olivin gabro, troktolit (Gambar 7.3 atas). Batuan ultra basa terdiri atas dunit, peridotit, piroksenit, lherzorit, websterit dan lain-lain (Gambar 7.3 bawah).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 117

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 7.3. Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik; sumber IUGS classification) (b) Batuan beku asam intermediet Kelompok batuan ini melimpah pada wilayah-wilayah dengan tatanan tektonik kratonik (benua), seperti di Asia (daratan China), Eropa dan Amerika. Kelompok batuan ini membeku pada suhu 650-800oC. Dapat dikelompokkan dalam

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 118

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

tiga kelompok, yaitu batuan beku kaya kuarsa, batuan beku kaya feldspathoid (foid) dan batuan beku miskin kuarsa maupun foid. Batuan beku kaya kuarsa berupa kuarzolit, granitoid, granit dan tonalit; sedangkan yang miskin kuarsa berupa syenit, monzonit, monzodiorit, diorit, gabro dan anorthosit (Gambar VIII.3). Jika dalam batuan beku tersebut telah mengandung kuarsa, maka tidak akan mengandung mineral foid, begitu pula sebaliknya.

Gambar 7.4. Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10% (sumber IUGS classification)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 119

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

2. Kelompok batuan beku luar Kelompok batuan ini menempati lebih dari 70% batuan beku yang tersingkap di Indonesia, bahkan di dunia. Limpahan batuannya dapat dijumpai di sepanjang busur vulkanisme, baik pada busur kepulauan masa kini, jaman Tersier maupun busur gunung api yang lebih tua. Kelompok batuan ini juga dapat dikelompokkan sebagai batuan asal gunung api. Batuan ini secara megaskopis dicirikan oleh tekstur halus (afanitik) dan banyak mengandung gelas gunung api. Didasarkan atas kandungan mineralnya, kelompok batuan ini dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga tipe, yaitu kelompok dasit-riolit-riodasit, kelompok andesit-trakiandesit dan kelompok fonolit (Gambar 7.5).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 120

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 7.5. Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas kandungan kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber IUGS classification) Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus menyusun suatu batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat hadir bersamasama. Di samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya, seperti horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang dapat hadir sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan feldspathoid.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 121

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Pada prinsipnya, feldspatoid adalah mineral feldspar yang terbentuk karena komposisi magma kekurangan silika, sehingga tidak cukup untuk mengkristalkan kuarsa. Jadi, limpahan feldspathoid berada di dalam batuan beku berafinitas intermediet hingga basa, berasosiasi dengan biotit dan amfibol, atau biotit dan piroksen, dan membentuk batuan basanit dan trakit-trakiandesit. Batuan yang mengandung plagioklas dalam jumlah yang besar, jarang atau sulit hadir bersamasama dengan mineral feldspar, seperti dalam batuan beku riolit. III.2.5. Deskripsi batuan beku 1. Jenis batuan beku basa a. basalt

Jenis batuan Struktur Tekstur :

: Beku basa : Masif

Granularitas

: fanerik

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 122

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Komposisi Petrogenesa

Derajat kristalisasi Bentuk kristal Hubungan kristalisasi

: hipokristalin : subhedral anhedral : inquigranular.

: plagioklas, piroksin, horblende dan mineral opak : terbentuk dari hasil kristalisasi magma dan biasanya terdapat diatas permukaan lantai samudra

Tekstur khusus

: hialofilitik

Nama batuan : basalt b. Basalt

Jenis batuan Struktur Tekstur :

: Batuan beku basalt : masif

Granularitas : fanerik Derajat kristalisasi : hipokristalin

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 123

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Bentuk kristal : euhedral-subhedral Hubungan kristal : inquigranular

Komposisi Petrogenesa

: plagioklas,piroksen,horoblende : terbentuk dari hasil kristalisasi magma dan biasanya terdapat diatas permukaan lantai samudra

Tekstur khusus Nama batuan

: porfirotik : basalt

2. Jenis batuan beku intermediet a. Trakit Andesit

Deskripsi batuan Jenis batuan : beku intermediet Struktur batuan : Skoria Tekstur :

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 124

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Derajat kristalisasi : holokristalin Bentuk Kristal : subhedral anhedral Granularitas : fanerik sedang Hubungan Kristal : inquigranular

Komposisi : plagiklas, piroksin orto Petrogenesa : hasil dari kristalisasi magma yang terbentuk didalam permukaan bumi dangkal (hypabisal). Tekstur khusus : Trakit (Juga masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto) Nama batuan : trakit-andesit b. Diabase

Deskripsi batuan Jenis batuan : beku intermediet Struktur batuan : Skoria Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 125

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tekstur : Derajat kristalisasi : hopokristalin Bentuk Kristal : euhedral - subhedral Granularitas : fanerik sedang Hubungan Kristal : Equigranular

Komposisi : Kristal plagiklas, mikrokit plagioklas, piroksin Petrogenesa : hasil dari kristalisasi magma yang terbentuk didalam permukaan bumi dangkal (hypabisal). Tekstur khusus : intersentral Nama batuan : Diabase

III.3. Batuan sedimen a. Defenisi batuan sedimen Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang di endapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan. ( Pettjohn, 1975 ) Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan ketebalan antara beberapa centimetersampai beberapa kilometer. Juga ukuran butirnya dari sangat halus sampai sangat kasar dan beberapa proses yang penting lagi yang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 126

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

termasuk kedalam batuan sedimen. Disbanding dengan batuan beku, batuan sedimen hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen hanya 5% dari seluruh batuan batuan yang terdapat dikerak bumi. Dari jumlah 5% ini,batu lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu gamping kira - kira 80%. Berdasarka ada tidaknya proses transportasi dari batuan sedimen dapat dibedakan menjadi 2 macam : 1. Batuan Sedimen Klastik Yaitu batuan sedimen yang terbentuk berasal dari hancuran batuan lain. Kemudian tertransportasi dan terdeposisi yang selanjutnya mengalami diagenesa. 2. Batuan Sedimen Non Klastik Yaitu batuan sedimen yang tidak mengalami proses transportasi.

Pembentukannya adalah kimiawi dan organis. c. Sifat sifat utama batuan sedimen : Adanya bidang perlapisan yaitu struktur sedimen yang menandakan adanya proses sedimentasi. Sifat klastik yang menandakan bahwa butir butir pernah lepas, terutama pada golongan detritus. Sifat jejak adanya bekas bekas tanda kehidupan (fosil).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 127

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jika bersifat hablur, selalu monomineralik, misalnya : gypsum, kalsit, dolomite dan rijing. Terbentuk dari proses sedimentasi. Di dalam proses sedimentasi berlangsung proses erosi, transportasi, sedimentasi dan litifikasi. Batuan vulkanik tidak termasuk di dalam kelompok batuan sedimen, karena dihasilkan langsung dari aktivitas gunungapi, tidak ada proses erosi. Terdiri dari: Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi butirannya Batuan sedimen non-klastik --- menyesuaikan dengan kondisi batuannya

III.4.2. Batuan Sedimen Karbonat a. Definisi Batuan Karbonat Semua batuan terdiri dari garam karbonat, dalam praktiknya gamping (limestone) dan dolomit lebih utama. Kata karbonat dewasa ini lebih sering dipakai dalam industri minyak bumi. Karbonat mempunyai keistimewaan dalam cara pembentukannya, yaitu hanya dari larutan, praktis tidak ada sebagai detritus daratan. Pembentukan secara kimiawi, tetapi yang penting adalah turut sertanya organisme.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 128

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Hal yang lain adalah terbentuknya klastik sebagai fragmentasi atau pembentukan sekunder sebagai contoh colitik, dan pengendapan menyarupai detritus.

Komposisi kimia dan mineral Tidak memperlihatkan lingkunganpengendapan, tetapi penting sebagai derajat diagenesa rekristalisasi dan penggantian kalsium karbonat. 1) Aragonit : CaCO3 (Ortorombik) Bentuk yang paling tidak stabil, sering dalam bentuk serabut. Jarum jarum aragonit biasanya diendapkan secara kimiawi, dari prespitasi langsung dari air laut. Diagenesanya berubah menjadi kalsit, juga organisme membuat rumah (test) dari aragonit seperti moluska. 2) Kalsit : CaCO3 (Heksagonal) Mineral ini lebih stabil, dan biasanya merupakan hablur yang baik. Terdapat sebagai rekristalisasi dari aragonit, sering merupakan cavity filling atau semen, dalam bentuk kristal kristal yang jelas. Kebanyakan gamping terdiri dari kalsit. 3) Dolomit : CaMg (CO3)2 Juga merupakan mineral penting, terutama sebagai batuan reservoir, kristal sama dengan kalsit berbedanya pada bidang refraksi dari kalsit. Terjadi secara primer (precipitasi langsung dari air laut), tetapi kebanyakan hasil dolomotisasi dari kalsit. 4) High Magnesium Kalsit Larutan padat dari MgCO3 dalam kalsit. Tidak begitu banyak terdapat, sering merupakan batuan dolomit Ls.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 129

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

5) Magnesit : MgCO3 Biasanya berasosiasi denga evapori. a. Tekstur Batuan Sedimen Non Klastik Tekstur dapat dibedakan menjadi dua macam : Kristalin Tekstur ini terdiri dari kristal kristal yang interlocking yaitu kristal kristal yang saling mengunci satu denga yang lain. Pemerian dapat memakai skala Wenworth denga modifikasi sebagai berikut : Nama Butir Besar Butir (mm) Berbutir Berbutir Berbutir Berbutir Amorf Tekstur ini terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal kristal atau amorf (non klastik), umumnya berukuran lempung atau koloid, contoh : rijang masif 3. Struktur Batuan Sedimen Non Klastik Struktur batuan sedimen non klastik terbentuk dari proses reaksi kimia ataupun kegiatan organik. Macamnya antara lain yang penting : Fosilliforous Kasar Sedang Halus Sangat 2 1/16 1/256 Halus

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 130

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Struktur yang ditunjukan oleh adanya fosil atau komposisi terdiri dari fosil (sedimen organik). Oolitik Struktur dimana suatu fragmen klastik diselubungi oleh mineral non klastik, bersifat konsentris dengan diameter berukuran lebih kecil 2 mm (0,25 2 mm) kristal kristal berbentuk bulat atau elipsoid, seperti telur ikan. Contoh : batugamping oolit. Pisolitik Sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih besar dari 2 mm. contoh : batugamping pisolitik. Konkresi Kenampakan struktur ini sama dengan struktur oolitik tetapi tidak menunjukan adanya sifat konsentris. Cone in cone Struktur pada batugamping kristalin yang menunjukan pertumbuhan kerucut perkerucut. Bioherm Tersusun oleh organisme murni dan bersifat insitu Blostrome Seperti bioherm tetapi bersifat klastik. Bioherm dan biostrome merupakan struktur luar yang hanya tampak dilapangan. Septaria

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 131

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Sejenis konkresi tetapi mempunyai komposisi lempung . ciri khasnya adanya rekahan rekahan yang tidak teratur akibat penyusutan bahan bahan lempungan tersebut karena proses dehidrasi yang kemudian celah celah yang terbentuk terisi oleh kristal kristal karbonat yang kasar. Geode Banyak dijumpai pada batuan gamping, berupa rongga-rongga yang terisi oleh kristal-kristal yang tumbuh ke arah pusat rongga tersebut. Kristal bisa kalsit ataupun kuarsa. Styolit Styolit ini merupakan hubungan antar butir yang bergengsi. Komposisi mineral batuan sedimen non klastik cukup penting dalam menentukan penamaan batuan. Pada batuan sedimen jenis non klastik biasanya komposisi mineralnya sederhana yaitu bila terdiri dari satu atau dua macam mineral. Sebagai berikut : Batugamping : Kalsit dolomit Chert : Kalsedon Gypsum : Mineral gypsum Anhidrit : Mineral anhidrit Batuan Karbonat

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 132

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Batuan karbonat adalah batuan sedimen dengan komposisi yang dominan (> 50 %) terdiri dari mineral mineral atau garam garam karbonat, yang dalam prakteknya secara umum meliputi batugamping dan dolomit. Batuan karbonat adalah batuan sedimen dengan tekstur yang beraneka ragam, struktur serta fosil. Hal tersebut dapat memberikan informasi yang penting mengenai lingkungan laut purba, kondisi paleoekologi serta evolusi bentuk dari organisme laut. Proses pembentukannya dapat terjadi secara insitu berasal dari larutan yang mengalami proses kimia maupun biokimia dimana organisme turut berperan, dapat terjadi dari butiran rombakan yang mengalami transportasi secara mekanik dan diendapkan di tempat lain. Seluruh proses tersebut berlangsung pada lingkungan air laut, jadi praktis bebas dan detritus asal darat. Batugamping klastik adalah batugamping yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus batugamping asal. Contoh : Kalsirudit : butiran berukuran rudit (granule) Kalkarenit : butiran berukuran arenit (sand) Kalsilutit : butiran berukuran lutit (clay) Batugamping non klastik adalah batugamping yang terbentuk dari prosesproses kimiawi maupun organis. Umumnya bersifat monomineral. Dapat dibedakan :

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 133

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Hasil biokimia : bioherm, biostrom Hasil larutan kimia : travertin, tufa Hasil replacement : batugamping fosfat, batugamping dolomit, batugamping silikat dan lain-lain.

a. Tekstur Batuan Karbonat Dewasa ini tekstur batuan karbonat lebih dipentingkan pada susunan mineralogi. Tekstur ini berhubungan dengan sifat reservoir dalam bentuk minyak dan juga dari segi sedimentasi. 1) Besar Butir Sering ukuran tersendiri, tetapi hal ini tidak dianjurkan. Lebih baik dipergunakan skala Wentworth seperti dianjurkan oleh Leighton dan Pendexter (1962). Mulai 0,0625 mm ke bawah maka tipe butir dan juga penelitian di bawah mikroskop menjadi mikrit (micrite) atau berupa lumpur (mud) atau berbutir halus (aphanitik). Secara makroskopis kurang dari 1 mm, tipe butir sudah sukar ditentukan sehingga istilh grain atau klas dapat dipakai. 2) Bentuk Butir Bentuk butir juga penting dalam mempelajari gamping terutama dalam memperlihatkan energi di lingkungan pengendapan. Dalam bioklast, derajat dari abrasi dan peristilahan seperti pada detritus dipergunakan untuk fragmen-fragmen pada umumnya. Bioklast dapat dibedakan menjadi cangkang cangkang yang utuh atau fragmen kerangkan yang utuh atau

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 134

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

bekas pecahan jelas dan yang kedua yang telah terabrasi atau bundar. Non fragmen, istilah kebundaran seperti diartikan oleh abrasi atau transport yang jauh. Dan bentukbentuk yang lebih cocok ialah spherudal dan ovoid. Di antara kerangka atau butir sering diisi oleh matriks atau semen. 3) Semen Biasanya terdiri dari hablur-hablur kalsit yang jelas atau disebut juga spari kalsit (spray calcite) atau spar. Semen dapat di amati di bawah mikroskop dan semen ini terjadi pada waktu diagenesa pengisian rongga-rongga oleh larutan yang mengendapkan kalsit sebagai hablur yang jelas. Kadang-kadang sukar untuk membedakannya denga kalsit sebagai hasil rekristalisasi yang biasanya lebih halus da disebut mikrospar. 4) Matrik Matrik adalah butir-butir karbonat yang mengisi rongga-rongga dan terbentuk pada waktu sedimentasi. Biasanya halus sekali dari bentuk-bentuk kristal tidak dapat di identifikasi, hampir opak di bawah mikroskop. Hasil dari matrik ini dapat berupa : a) Pengendapan langsung sebagai jarum (aragonit) secara kimiawi / biokimiawi, yang kemudian berubah menjadi kalsit. b) Merupakan hasil abrasi, gampimg yang telah dibentuk misalnya koral, alga dan sebagainya dierosi dan abrasi kembali oleh pukulan-pukulan gelombang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 135

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

dan merupakan tepung kalsit. Tepung kalsit ini membentuk lumpur apu, dan diendapkan terutama di daerah-daerah yang tenang. b. Struktur Batuan Karbonat Pemeriannya hampir sama denga pemerian batuan sedimen klastik. c. Komposisi Batuan Karbonat Pada komponen batuan karbonat juga terdapat pemerian fragmen, matrik, semen, hanya berbeda istilahnya saja, komposisi meliputi allochem. Allochem merupakan fragmen yang tersusun oleh kerangka atau butir-butir klastik dari hasil abrasi batugamping yang sebelumnya ada. Macam-macam Allochem : Kerangka Organisme (skeletal) : merupakan fragmen yang terdiri atas cangkang cangkang binatang atau kerangka hasil pertumbuhan. Interclast : merupakan fragmen yang terdiri atas butiran-butiran dari hasil abrasi batugamping yang sebelumnya telah ada. Pisolit : merupakan butiran butiran colit denga ukuran lebih besar dari 2 mm. Pellet : merupakan fragmen yang mempunyai colit tetapi tidak menunjukkan adanya struktur konsentris. Mikrit

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 136

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Mikrit merupakan agregat halus berukuran 1 4 mikron, merupakan kristalkristal karbonat yang terbentuk secara biokimia atau kimiawi dari prespitasi air laut dengan mengisi rongga antar butir. Sparit

Sparit merupakan semen yang mengisi ruang antar butir dan rekahan, berukuran butir halus (0,02 0,1 mm) dapat terbentuk langsung dari semen secara insitu atau rekristalisasi mikrit. d. Tipe tipe gamping utama Tipe gamping ini berdasarkan kenampakan di lapangan, dapat dibagi menjadi : 1) Tipe gamping kristalin Gamping kristalin kasar tidak dibentuk secara langsung dari pengendapan, tetapi biasanya dari hasil rekristalisasi dari gamping yang lain, dari gamping klastik ataupun gamping terumbu ataupun afanitik. Proses ini terjadi pada diagenesa dapat disebut neomorphisme. Gamping kristalin kasar mungkin juga diendapkan secara langsung dalam asosiasi dengan pengendapan evaporit. Dolomit terbentuknya batuan ini terbagi menjadi tiga, yaitu pertama pengendapan langsung dalam supratidal atau evaporit. Kedua dalam pengendapan pori-pori gamping klastik di daerah supratidal sabkha, sebagai hablur kemudian partikel kalsit terlarut. Ketiga proses ubahan (replacement) suatu terumbu yang terangkat ke daerah supratidal denga proses seepage reflux.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 137

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Pada pembentukan dolomit harus memenuhi syarat dimana konsentrasi Mg / Ca ratio = 5 : 1, sehingga diperlukan penguapan yang luar biasa. Hal ini dapat terjadi di daerah gurun atau daerah tropis yang kering. 2) Tipe gamping afanitik Terdiri dari butir-butir lebih kecil dari 0,005 mm. Tipe ini tidak dapat diketahui apakah terdiri dari fragmen-fragmen halus (pecahan gamping) atau kristal-kristal halus. Beberapa nama untuk istilah batuan ini adalah micrite, mudstone, calcilutite, lithographic, dan sublithographic. Batuan ini memiliki beberapa cara terbentuknya, seperti yang pertama penggerusan gamping yang telah ada, misalnya penghancuran terumbu oleh gelombang. Kedua dari pengendapan langsung secara kimiawi dari air laut yang telah kelewat jenuh akan CaCO3, sebagai jarum-jarum aragonit. Dan ketiga dari pengendapan dengan bantuan ganggang hijau (chlorophycae) sebagai jarum-jarum aragonit. Lingkungan pembentukan batugamping ini yaitu diendapkan di daerah dangkal yang terlindung lagoon di belakang terumbu, penguapan yang kuat dan dengan bantuan ganggang. Biasanya kaya akan zat organis dan diacak acak oleh binatang, sehingga tidak memperlihatkan perlapisan. 3) Tipe gamping klastik Batuan ini masih dapat dibagi lagi menjadi, bioklastik, interclast ? fragmenter dan klastik non fragmenter. Berdasarkan besar butirnya batuan ini terbagi menjadi :

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 138

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Lebih besar dari 2 mm, jika terdiri dari cangkang cangkang / kerangka, disebut Cocquina, jika terdiri dari moluska dan fragmen koral. Jika lebih kecil dari 0,25 mm, sukar untuk membedakan partikel pertikel pembentuk, maka sering dipergunakan istilah seperti, micrograned atau microgranular. Jika sudah tidak dapat di identifikasi, maka istilah istilah yang biasa dipergunakan adalah kalkarenit terutama jika tekstur jelas menyerupai pasir, granular limestone, clastic limestone, dan fragmental limestone. 4) Tipe gamping kerangka Tipe gamping ini terdapat paling banyak dalam Tersier di Indonesia. Tipe ini sering membentuk terjal pada singkapan, masif tidak berlapis atau perlapisan buruk yang hanya kelihatan dari jauh. Komponen utama dari batuan ini adalah suatu kerangka yang utuh seperti dalam keadaan aslinya. Bentuk serta jaringan kerangka bergantung pada jenis organisme yang membentuknya. Endapan gamping kerangka diklasifikasi menurut unsur-unsur fauna atau flora yang bertanggung jawab atas pembentukannya. Terumbu (reef) misalnya didasarkan atas tipe organisme yang membentuk kerangka. Jika unsur-unsur flora atau fauna tak dapat diidentifikasikan secara positif pada tingkatan spesies, maka istilah-istilah umum seperti gamping alga koral (koral-ganggang) atau gamping kerangka moluska dapat digunakan. Pada umumnya ganggang merupakan penyekat pengikat atau mengisi dari kerangka organisme, sehingga merupakan suatu bangunan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 139

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

yang kukuh, yang tahan gelombang. Sering berupa kerak dan mempunyai struktur berlaminasi halus yang bergelombang. Komponen lainnya yang biasa terdapat ialah bioclast, ataupun fragmen-fragmen lainnya dapat ikut terikorporasi di dalamnya. Komponen yang penting seperti foraminifera terutama foram besar, moluska sering terdapat kadang-kadang merupakan kerangka tersendiri. e. Proses Pembentukan Batuan Karbonat Terdapat tiga jenis proses pengubahan yang menyebabkan sedimen karbonat berubah menjadi batuan karbonat. Ketiga proses itu adalah : 1) Litifikasi sedimen karbonat Kebanyakan batuan karbonat terbentuk karena proses litifikasi sedimen karbonat. Litifikasi tersebut akan melibatkan pelarutan mineral-mineral karbonat yang tidak stabil, pengendapan mineral-mineral karbonat yang stabil dan rekristalisasi. Semua proses tersebut termasuk di dalam suatu proses yang luas yaitu diagenesa. Dalam pengertian yang luas, diagenesa meliputi perubahan mineralogi, tekstur, kemas dan geokimia sedimen dan temperatur dan tekanan yang rendah. Litifikasi sedimen karbonat dapat terjadi pada sedimen yang tersingkap, maupun yang masih berada di dalam laut. Pada sedimen karbonat yang tersingkap terjadi perubahan mineralogi dan tekstur endapan asli, yang disebabkan kerja air tawar, atau air meteorit. Perubahan mineralogi yang terjadi adalah terbentuknya mineral-mineral

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 140

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

stabil dari mineral-mineral yang tidak stabil, dan tekstur endapan asli berubah menjadi tidak jelas atau kabur, tetapi dapat pula tidak mengalami apa-apa. Proses perubahan sedimen karbonat menjadi batuan karbonat berlangsung perlahanlahan dan bertingkat-tingkat, dimana batas antara masing-masing tingkat tidak jelas, bahkan dapat saling melingkup. Tingkat tersebut ialah : Penyemenan, Pelarutan pengendapan, dan Perubahan mineralogi butir-butir dan rekristalisasi 2) Pengkristalan Kalsium Karbonat yang semua dalam Keadaan Membatu Batuan karbonat ini berasal dari rekristalisasi kalsium karbonat yang menyerupai bahan batu / keras (stony material) di mana kalsium karbonatnya dapat berasal dari kimiafisik (anorganik) maupun biokimia (organik), atau kombinasi keduanya. Contoh batuan karbonat yang terbentuk dari rekristalisasi endapan karbonat berasal dari kimiafisik ialah calcrete, caliche, dan nari. Ketiganya adalah endapan yang dihasilkan dari rekristalisasi karena penguapan. Adapun batua karbonat yang terbentuk dari rekristalisasi endapan karbonat berasal dari biokimia adalah terumbu karang, dan biogenik pembentuk kerak keras. Endapan jenis ini memang sudah dalam keadaan padat dan melekat, hal ini disebabkan oleh penyemenan kalsium karbonat biokimia atau kimiafisik.

Dalam terumbu-terumbum, koral, ganggang dan foraminifera adalah organisme utama yang mengendapkan batugamping padat.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 141

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

3) Penggantian Materi-materi lain oleh Kalsium Karbonat Beberapa batuan karbonat dapat terbentuk dari penggantian materi-materi lain, terutama kalsium sulfat dan butir-butir kuarsa oleh kalsium karbonat. Batuan karbonat jenis ini tidak umum, tetapi cukup penting karena genesisnya yang sangat berbeda dengan batuan karbonat jenis lain. Terdapat dua proses penggantian yang umum, yaitu pertama perubahan kalsium sulfat menjadi kalsit oleh kegiatan bakteri, kedua penggantian butir-butir kuarsa oleh karbonat karena proses korosi. 4. Penamaan Klasifikasi Penamaan batuan sedimen klastik ditentukan terutama oleh ukuran butir dan bentuk butir serta tekstur. Selain itu juga dibantu dengan komposisi kimia dan struktur. Ukuran butir dalam batuan sedimen klastik bisa seragam bisa tidak seragam. Penamaa batuan sedimen non klastik lebih ditentukan oleh komposisi mineralnya atau kimianya.

a. Batuan Sedimen Klastik Penamaan batuan sedimen klastik lebih ditekankan pada ukuran dan bentuk butir, denga perincian sebagai berikut : 1) Untuk butiran yang sama atau lebih kecil dari pasir Batupasir : butiran yang berukuran pasir Batulempung : butiran yang berukuran lebih halus dari pasir Serpih : batulempung yang menunjukkan struktur fasility (sifat belah)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 142

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

2) Untuk butiran yang lebih besar dari pasir dan melibatkan bentuk butir Konglomerat : jika butirannya berbentuk membulat Breksi : jika butirannya berbentuk runcing 3) Untuk butiran dan komposisi Batupasir Kuarsa : batupasir yang banyak mengandung kuarsa. Batulempung Gampingan : batulempung yang mengandung mineral-mineral karbonat. 4) Ukuran butir dan struktur Shale (serpih) : batulempung, berlaminasi Batugamping klastik 5) Kalsirudit : bila berukuran butir > pasir Kalkaresit : bila butiran berukuran pasir Kalsilutit : bila butiran berukuran lempung b. Batuan Sedimen Non Klastik Penamaan batuan sedimen non klastik sangat tergantung oleh jenis mineral penyusunnya, dan karena pembentukannya disebabkan oleh larutan kimia maupun organis maka sedimen non klastik ini bersifat monomineral. 1) Batuan Sedimen Non Klastik Kimiawi Batugips : jika tersusun oleh mineral gypsum Rijang : jika tersusun oleh mineral kalsedon Batubara : jika tersusun oleh mineral karbon 2) Batuan Sedimen Non Klastik Biologis / Organis

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 143

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Contoh penamaan berdasarkan komposisi : Batugamping Kristalin : bila tersusun oleh kristal-kristal kalsit Batugamping koral : bila tersusun oleh koral c. Langkah-langkah penentuan nama batuan sedimen 1) Amati contoh batuan baik-baik 2) Tentukan teksturnya : klastik atau non klastik. Bila klastik tentukan ukuran butirnya (bila tidak seragam tentukan ukuran fragmen dan matrik), bila non klastik tentukan macam teksturnya. 3) Tentukan strukturnya 4) Tentukan komposisinya, untuk mengetahui kandungan karbonat, batuan ditetesi HCl, bila bereaksi berarti mengandung karbonat. 5) Tentukan nama batuan berdasarkan kenampakan yang dominan. Misal, bila yang tampak dominan adalah ukuran butirnya maka penamaan berdasarkan ukuran butirnya.( Danang Endarto, 2005 )

5. Klasifikasi 5.1. Klasifikasi Grabau (1904)

Menurut Grabau, batugamping dapat dibagi menjadi lima berdasarkan ukuran dan teksturnya, yaitu : Kalsidurit, yaitu batugamping yang berukuran butirnya > 2 mm atau lebih besar dari ukuran pasir.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 144

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Kalkarenit, yaitu batugamping dengan ukuran butir sama dengan ukuran pasir (1/16 2 mm).

Kalsilutit, yaitu batugamping yang ukurannya (ukuran butir) lebih kecil dari ukuran pasir.

Kalsipuluerit, yaitu batugamping hasilpresipitasi kimiawi, sifatnya kristalin. Batugamping organic, yaitu hasil pertumbuhan organisme secara insitu, misalnya terumbu dan stromabolity.

5.2.

Klasifikasi Folk (1959)

Folk mengklasifikasikan batuan karbonat berdasarkan tekstur, pengendapan dan perbandingan fraksi komponen penyusunnya, yaitu butiran/allochem, mikrit, dan sparit (ortochem). Berdasarkan perbandingan relief antara allochem, mikrit, dan sparit serta jenis allochem yang dominant, maka Folk membagi batugamping menjadi 4 Famili Batugamping tipe I analog dengan batupasir/konglomerat yang tersortasi baik dan terbentuk pada high energy zone, batugamping tipe II analog dengan batupasir lempungan atau konglomerat lempungan dan terbentuk pada low energy zone dan batu gamping tipe III analog dengan batulempung dan terbentuk pada kondisi yang tenag (lagoon). Intaclast; suatu endapan yang berupa gel Lumpur karbonat , belum memadat, semi plastis, lalu ada erosi yang membentuk tubuh (discret body)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 145

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Pellet; suatu butiran yang strukturnya microcritalinne (warnanya gelap), kalau mengandung kotoran binatang maka disebut (facialpellet). Sedangkan jikamempunyaiukuran yang agak besar disebut lump.

Oolit; suatu butiran yang intinya dilapisi oleh unsur karbonat, intinya berfosil dan apabila disayat maka mempunyai bentukkonsentris.

Fossil; termasuk kedalamallochemical, karena mengalami transportasi ditempat tersebut, misalnya Globigerina yang hidup secara plankton.

Penggambaran skematik komponen penyusun batuan karbonat yang menjadi dasar klasifikasi batuan karbonat menurut Folk (1959).

5.3.

Klasifikasi Dunham (1962)

Dunham membuat klasifikasi batuan karbonat berdasarkan tekstur pengendapan, meliputi ukuran butir dan pemilahan/sortasi. Hal ini yang perlu diperhatikan dalam klasifikasiin antara lain: Derajat perubahan tekstur pengendapan Komponen asli terikat dan tidak terikat selama proses deposisi Tingkat kelimpahan antara butiran (grain) dengan Lumpur karbonat.

Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas, maka Dunham membuat klasifisikasi : Boundstone : hubungan antar komponen tertutup yang berhubungan dengan rapat (oolite). Grainstone : hubungan antara komponen-komponen tanpa Lumpur.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 146

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Packstone : ada lumpur, tetapi yang banyak adalah komponen betolit. Mudstone : Lumpur wackestone.

6. Lingkungan Pembentukan Batuan Karbonat dan Fasies Terumbu lingkungan pembentukan karbonat dapat terjadi mulai zona supratidal sampai dengan cekungan yang lebih dalam, paparan cekungan dangkal, yang meliputi middle shelt outer shelf. Cekungan pembentukan karbonat ini disebut sebagai subtidal carbonate factory. Endapan-endapan ini akan terakumulasikan pada shelf, sebagian mengalami transportasi ke daratn (tidal flat) oleh gelembung dan pasang surut. Sebagian lagi mengalami transportasi kea rah laut (cekungan yang lebih dalam) Fasies Terumbu Meskipun lingkungan pengendapan karbinat dapat terjadi mulai dari zona supratidal sampai cekungan yang lebih dalam di luar shelf, paparan cekungan dangkal (shallow basin plattorm) yang meliputi middle shelf dan outer shelf adalah tempat produksi endapan karbonat yang utama dan kemudian tempat ini disebut sebagai subtidal carbonate factory. (N.P.James,1983 dalam Boggs : 1987) Endapan-endapan karbonat yang dihasilkan akan terakumulasi pada shelf, sebagian mengalami transportasi kea rah daratan, yaitu ke tidalflat, pantai, atau logoon, sedangkan sebagian lagi mengalami transportasi kearah laut yaitu ke cekungan yang lebih dalam. Pada lingkungan laut yang dalam jarang terbentuk

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 147

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

endapan

karbonat,

kecuali

merupakan

hasil

dari

jatuhan

plankton

yang

mengsekresikan kalsium karbonat dan hidup di air permukaan. Terumbu adalah suatu timbulan karbonat yang dibentuk oleh pertumbuhan organisme koloni yang insitu, mempunyai potensi untuk berdiri tegar membentuk struktur topografi yang tahan gelombang James (1979) membagi fasies terumbu masa kini secara fisiografi menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut: Fasies inti terumbu (reef core facies)

Fasies ini tersusun oleh batugamping yang massif dan tidak berlapis. Berdasrkan litologi dan biota penyusunnya, fasies ini dapat dibagi menjadi 4 susfasies, yaitu : -Subfasies puncak terumbu (reff-crest) Litologi berupa framestone dan bindstone, sebagi hasil hasil pertumbuhan biota jenis kubah dan mengerak serta merupakan key high energy zone. Subfasies datarn terumbu (reef-flat)

Litologi berupa lidstone, grainstone, dan rosule dari ganggang karbonatan dan merupakan daerah berenergi sedang dan tempat akumulasi rombakan terumbu. Subfasies terumbu depan (reef-front)

Litologi berupa bafflestone, bidstone dan framestone dan merupakan daerah berenergi lemah-sedang. Subfasies terumbu belakang (back-reef)

Litologi berupa bafflestone dan flocetstone dan merupakan daerah berenergi lemah dan relative tenag.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 148

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Fasies deoan terumbu (fore reef facies)

litologi berupa grainstone dan sudstone serta merupakan lingkungan yang mempunyai kedalaman >30 m dengan lereng 45-60 m, semakin jauh dari inti terumbu (kearah laut), litologi berubah menjadi packstone, wackstone,dan mudstone. Fasies belakang terumbu (back reef facies)

Fasies ini sering disebut juga fasies logoon dan meliputi zona laut dangkal (<30 m) dan tidak berhubungan dengan laut terbuka. Kondisi airnya tenang, sirkulasi air terbatas, dan banyak biota penggali yang hidup di dasar. Litologi berupa wackstone dan mudstone serta banyak dijumpai struktur jejak dan bioturbasi, baik horizontal maupun vertikal.

b. Batuan batuan Sedimen Evaporit Nama batuan adalah nama mineral penyusunnya yang bersifat monomineral, yaitu dikenal sebagai mineral garam. Sebetulnya telah dikenal 30 mineral garam di endapan evaporit di Strassfurt, Jerman, tetapi hanya 3 mineral (batuan) yang terdapat paling banyak dan yang lainnya sangat sedikit. Ketiga mineral tersebut adalah, gip (CaSO4 2H2O), anhidrit (CaSO4), dan halit (NaCl). Batuan evaporit biasanya terdapat dalam keadaan murni dan berlapis lapis. Anhidrit sering memperlihatkan perlapisan yang rumit, karena batuan ini bersifat kristalin tetapi air dalam pori porinya memperlihatkan struktur aliran. Evaporit terdapat berinterklasi dengan sedimen biasa, terutama serpih merah dan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 149

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

dolomit umumnya dengan sedimen merah. Banyak pula terdapat diatas atau interklasi dengan karbonat terutama dolomit, juga sering berasosiasi dengan bitumina. Evaporit belum pernah didapatkan secara meyakinkan di Indonesia. Paling banyak terdapat di Amerika Serikat, Eropa, dan Timur Tengah (Iran). Pada umunya anhidrit dan gip ini mendominir endapan evaporit, malah kebanyakan evaporit tidak memperlihatkan adanya halit. Ketebalan keseluruhannya dapat berkisar 8 sampai 1.500 meter (di New Mexico, Perm), 300 500 meter terdiri anhidrit, berlaminasi yang diinterpretasikan sebgai varva. Walaupun diduga keras evaporit berasal dari penguapan air laut, namun ada beberapa persoalan seperti : Bagaimana terjadi pengendapan dari air laut itu yang memberikan lebih banyak anhidrit daripada halit. Apakah yang diendapkan itu gip atau anhidrit. Bagaimana mekanisme pengkonsentrasian serta penguapan air asin itu menjadi evaporit. Beberapa batuan sedimen non klastik kimiawi jenis evaporit yang utama : 1) Batuan Gip Batuan ini terdapat secara kristalin kasar sampai halus granular. Batu gip dapat pula masif, dan sering terdapat sebagai kristal kristal yang kasar tetapi yang demikian biasanya terdapat sebagai urat atau kristal nodul dalam lumpur atau pasir.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 150

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Batuan ini memperlihatkan struktur pseudo porphyritic dengan kristal selenit sebagai fenokrisnya. 2) Batuan Anhidrit Batuan ini lebih banyak terdapat daripada gip, juga berlapis tetapi kadang kadang masif, tebal dan meluas. Struktur sedimennya memperlihatkan laminasi yang keriput, pada umumnya granular halus, tetapi di bawah mikroskop kristal kasar, tetapi juga serabut dengan massa kristalin kasar. Kenampakan porfiritik disebabkan penyabaran kristal gip diantaranya. 3) Halit (batugaram) Batuan ini terdapat secara masif dan secara kristalin kasar, kadang kadang berlaminasi. Sering berinterlaminasi (beberapa cm) denga sisipam tipis (seperti kertas) oleh anhidrit atau dolomit. Juga garam hitam sering berinterklasi denga garam putih berbentuk kristal kubus. Halit sering menjadi terobosan terobosan yang membentuk saltdome (kubah garam). Hal ini disebabkan berat jenis yang lebih rendah dibandingkan batuan sekeliling dan sifat mudah mengalir pada temperatur dan tekanan rendah. c. Batuan batuan Sedimen Silika Batuan yang termasuk kedalam golongan ini adalah batuan yang bersifat monomineral, dan banyak serta langka terdapat sebagai batuan, seperti : Rijang (Chert)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 151

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Komposisi dari rijang adalah opal, kalsedon, kuarsa, kristobalit, dan sedikit mengandung kalsit dan dolomit. Tekstur batuan ini seperti mikrokristalin kuarsa dan kalsedon euhedral sampai poli-hedral. Rijang yang berlapis biasanya berasosiasi dengan endapan geosinklin (subdunction zone), denga ketebalan ratusan meter dengan sisipan serpih hitam juga berasosiasi denga arus turbidit dan lumpur silika, mengandung diatomea atau radiolaria, kedalaman laut adalah 120 - 200 meter. Rijang yang berlapis dapat berasal dari organik dengan pertolongan radiolaria dan diatomea, atau berasal dari kimia. Rijang yang berupa nodul, pada umumnya sebagai replacement dari gamping, ada yang menyatakan silika diendapkan bersama dengan gamping.mungkin secara biokimiawi silika diambil dari air laut. Kadang kadang membentuk jaringan dan dapat menyerupai rijang berlapis. Batuan Sedimen Non Klastik Biologis (Organik)

III. 4.2.1. Struktur dan tekstur batuan sedimen a. Struktur sedimen: Masif: tidak dijumpai struktur yang lain dalam >40 cm Gradasi: diameter butir fining up (menghalus ke atas atau gradasi normal) dan gradasi terbalik jika diameter butir coarsing up (mengasar ke atas) Berlapis: memiliki struktur perlapisan >2 cm Laminasi: perlapisan dengan tebal lapisan < 2 cm Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 152

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Silangsiur: struktur lapisan saling memotong dengan lapisan yang lain, jika tebal silangsiur < 2 mm disebut crosslammination Antidune: berlawanan arah dengan arah sedimentasi Dune: searah dengan sedimentasi

b. Tekstur sedimen a. Hubungan antar butir (kemas): terbuka / tertutup b. Pemilahan/keseragaman ukuran butir (Sortasi): baik, buruk atau sedang c. Diameter butir (dengan menggunakan parameter Wentworth grain size analizer)

III.

4.3.2. Komposisi batuan sedimen

Fragmen Matriks Semen

: Litik / kristal mineral : Lempung / lanau / pasir : Silika / karbonat / oksida besi

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 153

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar Klasifikasi batuansedimen (Dott, 1964 dan Raymond, 1995)

CONTOH SAYATAN TIPIS BATUAN SEDIMEN (Gambar IX.8-11)

Gambar Foto sayatan tipis batugamping kalkarenit pada nikol silang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 154

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar Foto sayatan tipis batugamping Ooid pada nikol silang

Gambar Foto sayatan tipis batugamping pada nikol silang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 155

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

gambar Foto sayatan tipis batupasir kuarsa pada nikol sejajar (atas) dan nikol silang (bawah)

Gambar Foto sayatan tipis Ooid (kiri) dan ilustrasinya (kanan)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 156

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

III. 4.3.3. Deskripsi Batuan Sedimen a. Batupasir kuarsa

Deskripsi batuan Jenis batuan : sedimen klastik Struktur batuan : Masif Tekstur : Komposisi : Delio Manuel (08. 10. 0565) Semen : No. 157 Ukuran butir : pasir lempung Sortasi : baik Kemas : tertutup Kebundaran : membulat tangun

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Matrik : lempung Fragmen : -

Petrogenesa : proses terbentuknya akibat oleh transportasi Tekstur khusus : Nama batuan : batupasir kuarsa

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 158

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB IV PIROKLASTIK

IV.1. Batuan Vulkanik Lebih dari 80% permukaan bumi, baik di dasar laut hingga daratan tersusun atas batuan gunung api. Di Indonesia saja, terdapat 128 gunung api aktif yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dan sebanyak 84 di antaranya menunjukkan aktivitas eksplosifnya sejak 100 tahun terakhir. Di samping itu, batuan gunung api berumur Tersier atau yang lebih tua juga samgat melimpah di permukaan, bahkan jauh lebih banyak dari pada batuan sedimen dan metamorf. Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri dari tefra (pumis dan abu gunung api, skoria, Pele's tears dan Pele's hair, bom dan blok gunung api, accretionary lapilli, breksi vulkanik dan fragmen litik), endapan jatuhan piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf terelaskan dan endapan seruakan piroklastika. Aliran piroklastika merupakan debris terdispersi dengan komponen utama gas dan material padat berkonsentrasi partikel tinggi. Mekanisme transportasi dan pengendapannya dikontrol oleh gaya gravitasi bumi, suhu dan kecepatan fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari guguran kubah lava, kolom

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 159

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979). Material yang berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari proses fragmentasi magma dan batuan dinding saat letusan. Dalam endapan piroklastika, baik jatuhan, aliran maupun seruakan; material yang menyusunnya dapat berasal dari batuan dinding, magmanya sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut terbawa saat tertransportasi. Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas vulkanisme. Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan bumi, baik secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api yang keluar dengan jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar dengan jalan eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api). Sifatsifat batuan gunung api yang dihasilkan secara efusif telah dijelaskan pada Bab V sebelumnya, jadi pada Bab ini membahas batuan gunung api fragmental yang dihasilkan dari aktivitas gunung api secara eksplosif. Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur halus dapat dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan chrystal tuff. Menurut Fisher (1966), endapan gunung api fragmental tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan penyusunnya. Gambar VI.1 adalah klasifikasi batuan vulkanik menurut keduanya.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 160

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn (1975; kiri) dan Fisher (1966; kanan)

Contoh batuan gunungapi 1) Tuf: merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan eksplosif, selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat tersusun atas fragmen litik, gelas shards, dan atau hancuran mineral sehingga membentuk tekstur piroklastika

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 161

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

plagioklas Litik teralterasi

plagioklas Litik teralterasi

Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan kanan: nikol sejajar). Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan sifat kembaran pada hancuran plagioklas, dan klastik litik teralterasi berukuran halus.

2) Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir antara 264 mm; biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera) berasosiasi dengan tuf gunung api. Lapili tersebut kalau telah mengalami konsolidasi dan pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litik yang tertanam dalam massa dasar gelas atau tuf gunung api atau kristal mineral. Gambar VI.3 adalah batu lapili yang tersusun atas fragmen pumis dan kuarsa yang tertanam dalam massa dasar tuf.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 162

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa dan tertanam dalam massa dasar tuf halus..

3) Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite): Glass shards, dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam rongga-rongga pumis. Material ini nampak seperti cabang-cabang slender yang berbentuk platy hingga cuspate, kebanyakan dari gelas ini menunjukkan tekstur simpang tiga (triple junctions) yang menandai sebagai dinding-dinding gelembung gas. Dalam beberapa kasus, walaupun gelembung gas tersebut tidak terelaskan, namun dapat tersimpan dengan baik di dalam batuan (Gambar VI.4).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 163

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dengan glass shards yang sedikit terkompaksi.

Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards yang sedikit memipih dan gelembung gelas yang telah hancur membentuk garis-garis oval.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 164

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards dan pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik hingga pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami deformasi akibat jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan: (1) bentuk Y pada shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas / gelas, arah jatuhnya pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu memanjang kristal dan fragmen litik, (3) lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal, dan (4) jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular yang disebut fiamme (Gambar VI.6.c). Derajad pengelasan dalam batuan gunung api dapat diketahui dari warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada kondisi pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan obsidian. Batuan ini sering berasosiasi dengan shards memipih yang mengelilingi fragmen litik dan kristal.

a.

b.

c.

a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko utara, c. tuf terelaskan dengan cetakan-cetakan fragmen kristal

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 165

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB V BATUAN METAMORF

V.1. Sifat Umum Batuan Metamorf Batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfisme. Kata "Metamorfisme" berasal dari bahasa Yunani yaitu: Meta = berubah, Morph = bentuk, jadi metamorfisme berarti berubah bentuk. Dalam geologi, hal itu mengacu pada perubahan susunan / kumpulan dan tekstur mineral, yang dihasilkan dari perbedaan tekanan dan suhu pada suatu tubuh batuan. Walaupun diagenesis juga merupakan perubahan bentuk dalam batuan sedimen, namun proses ubahan tersebut berlangsung pada suhu di bawah 200oC dan tekanan di bawah 300 MPa (MPa: Mega Pascals) atau sekitar 3000 atm. Jadi, metamorfisme berlangsung pada suhu 200oC dan tekanan 300 Mpa atau lebih tinggi. Batuan dapat terkenai suhu dan tekanan tersebut jika berada pada kedalaman yang sangat tinggi. Sebagaimana kedalamannya pusat subduksi atau kolisi. Pertanyaannya adalah: mungkinkah batas atas metamorfisme tersebut terjadi pada tekanan dan suhu yang sama dengan proses lelehan batuan (wet partial melting). Saat pelelehan terjadi, justru proses ubahan yang terjadi adalah pembentukan batuan beku ketimbang metamorfik.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 166

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

a. Batuan dalam Derajad Metamorfisme 1. Serpih terbentuk pada derajad metamorfik rendah, ditandai dengan pembentukan mineral klorit dan lempung. Orientasi lembaran silikat menyebabkan batuan mudah hancur di sepanjang bidang parallel yang disebut belahan menyerpih (slatey cleavage), slatey cleavage berkembang pada sudut perlapisan asal (Gambar VI.13).

Foliasi menyerpih pada tingkat metamorfisme rendah (Nelson, 2003) 2. Sekis makin tinggi derajad metamorfisme makin besar mineral yang terbentuk. Pada tahap ini terbentuk foliasi planar dari orientasi lembaran silikat (biasanya biotit dan muskovit). Butiran-butiran kuarsa dan feldspar tidak menunjukkan penjajaran; ketidak-teraturan foliasi planar ini disebut schistosity (Gambar VI.14).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 167

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Bentuk ketidak-teraturan foliasi planar (schistosity) (Nelson, 2003) 3. Gneiss tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, lembaran silikat menjadi tak-stabil, mineral-mineral horenblende dan piroksen mulai tumbuh. Mineralmineral tersebut membentuk kumpulan gneissic banding dengan penjajaran tegaklurus arah gaya maksimum dari differential stress (Gambar VI.15).

Gambar Mineral-mineral dengan tekstur gneissic banding, orientasi mineral tegak lurus dengan arah gaya maksimum (Nelson, 2003) 4. Granulite adalah metamorfisme tingkat tertinggi, semua mineral hydrous dan lembaran silikat menjadi tidak stabil sehingga muncul penjajaran

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 168

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

beberapa mineral. Batuan yang terbentuk menghasilkan tekstur granulitik yang sama dengan tekstur faneritik pada batuan beku. e. Metamorfisme Basal dan Gabbro (a) Greenschist - Olivin, piroksen, dan plagioklas dalam basal berubah menjadi amfibol dan klorit (hijau). (b) Amphibolite pada metamorfisme tingkat menengah, hanya mineral gelap (amfibol dan plagioklas saja yang bertahan), batuannya disebut amfibolit. (c) Granulite pada tingkat metamorfisme tinggi, amfibol digantikan oleh piroksen dan garnet, tekstur foliasi berubah menjadi tekstur granulitik. f. Metamorfisme Batugamping dan Batupasir (a) Marmer tidak menunjukkan foliasi (b) Quartzite - metamorfisme batupasir yang asalnya mengandung kuarsa, rekristalisasi dan pertumbuhan kuarsa menghasilkan batuan non-foliasi yang disebut kuarsit. V.2. Teknik Pemerian Batuan Metamorf secara Petrografi a) Struktur Batuan 1. Foliasi: struktur pemipihan akibat pembebanan 2. Non foliasi: tanpa adanya pemipihan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 169

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

b) Tekstur Batuan 1. Tekstur Poikiloblastik: sama seperti porfiroblastik, namun dicirikan oleh adanya inklusi mineral asing berukuran halus. Gambar VI.16 adalah tektur poikiloblastik; warna orange tourmalin dan abu-abu K-feldspar, mineral berukuran halus adalah butiran-butiran kuarsa dan muscovit. Biasanya berada pada sekis mika-tourmalin.

Gambar Tekstur poikiloblastik pada batuan metamorf

2. Tekstur Porfiroblastik: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh adanya mineral berukuran besar dalam matriks / massa dasar berukuran lebih halus. Sering berada pada sekis mika-garnet.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 170

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tekstur porfiroblastik pada batuan metamorf

3. Tekstur Porphyroklas: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh adanya kristal besar (umumnya K-feldspar) dalam massa dasar mineral yang lebih halus. Bedanya dengan porphyroblastik adalah, porphyroklastik tidak tumbuh secara in-situ, tetapi sebagai fragment sebelum mineral-mineral tersebut hancur / terubah saat prosesn metamorfisme, contoh: blastomylonit dalam gniss granitik.

Tekstur porfiroklastik pada batuan metamorf 4. Retrogradasi eklogit: tekstur batuan metamorf yang dibentuk oleh adanya

mineral amfibol (biasanya horenblende) yang berreaksi dengan mineral lain. Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 171

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Dalam Gambar VI.19 adalah retrogradasi klinopirosen amfibole pada sisi kanan atas.

Gambar Tekstur retrogradasi eklogit pada batuan metamorf

5. Tekstur Schistose: foliasi sangat kuat, atau terdapat penjajaran butiran, terutama mika, dalam batuan metamorf berbutir kasar.

Tekstur schistose pada batuan metamorf 6. Tekstur Phyllitik: foliasi kuat dalam batuan metamorf berbutir halus.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 172

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar Tekstur phylitik pada batuan metamorf 7. Tekstur Granoblastik: massive, tak-terfoliasi, tekstur equigranular dalam batuan metamorf.

Gambar Tekstur granoblastik pada batuan metamorf Tabel VI.1. adalah beberapa batuan metamorf dan sifat-sifatnya.

Tabel VI.1 Sifat-sifat batuan metamorf

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 173

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 174

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 175

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB VI BATUAN ALTERASI

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 176

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

IV.1. Alterasi Epitermal Fluida-fluida hidrotermal menyebabkan alterasi atau ubahan-ubahan pada batuan-batuan penerima (host rock) dan terjadinya mineralisasi unsur-unsur yang terbawa oleh fluida-fluida dalam bentuk antara lain: vein, veinlet, lode, stringer, stockwork, dan breksi eksplosi. Alterasi dan mineralisasi ini membentuk zone-zone yang dibedakan sebagai berikut ini: Phyllic, Quartz+Illite, Quartz+Sericite, Adularia, dan Sulfidasi Rendah atau Sulfidasi Khlorida Netral. Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi dengan Alterasi Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida dengan pH mendekati netral (Fluida-fluida Khlorida Netral). Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosi atau breksi hidrotermal, dan stockwork atau stringer Pyrite+Quartz yang berbentuk seperti rambut (hairline). Emas epitermal juga terdapat dalam Alterasi Advanced-Argillic dan alterasialterasi sehubungan yang terbentuk dari Fluida-fluida Asam Sulfat. Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan silika masif, atau dalam rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan yang tersilisifikasikan, serta dapat hadir bijih tembaga seperti enargite, luzonite, dan covelite. I.V. Jenis Alterasi Epitermal Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 177

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Mineralisasi

epitermal

dicirikan

oleh

berbagai

jenis

alterasi,

yang

perbedaannya ditentukan oleh: pH dan kedalaman yang berbeda dalam sistem epitermal, serta beberapa variasi komposisi yang luas dari sekitarnya ( host rocks). Identifikasi jenis-jenis alterasi penting dilakukan untuk memahami level erosi sistem tersebut, penentuan keberadaan titik lokasi di permukaan dalam daerah alterasi tersebut, dan jenis bijih yang diperkirakan. Jenis alterasi endapan epitermal di daerah volkanik andesitik-dasitik adalah: 1. Alterasi Fluida Khlorida Netral (Neutral Chloride Fluid Alteration) 2. Alterasi Fluida Asam Sulfat (Acid Sulphate Fluid Alteration)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 178

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

VI.3. Model Mineralisasi Epitermal Dalam bagian ini, dijelaskan suatu variasi model-model yang berlaku saat ini yang telah dikenal dan merupakan suatu keragaman sistem epitermal Pada pembahasan ini secara kritis dinilai ciri-ciri dan kekurangan-kekurangannya. Hal terpenting dalam pembahasan ini adalah pemahaman genetik sistem-sistem epitermal. Meskipun berguna untuk generalisasi, dan untuk mengembangkan model-model yang mengarah untuk eksplorasi, dianjurkan prospeknya model-model tersebut

dipertimbangkan untuk manfaatnya itu sendiri. Dalam model-model yang disajikan disini terdapat banyak ciri-ciri yang telah dihilangkan, karena ciri-ciri tersebut sudah tidak sesuai lagi berdasarkan perkembangan hasil studi-studi saat ini dalam "model yang banyak disukai", hingga akhirnya nanti ditemukan sebagai suatu endapan bijih (misalnya, Model Jerrit Canyon). Beberapa banyak endapan yang menunggu adanya penemuan model yang sesuai, karena endapan-endapannya "tidak sesuai" dengan kerangka model yang ada saat ini. Kemudian, "pendekatan genetik" yang telah disajikan cukup fleksibel untuk menggabungkan endapan-endapan yang tidak sesuai dengan suatu model yang ada. Dalam keadaan ini, suatu pemahaman mengenai aspek-aspek umum tentang sistem-sistem epitermal pada akhirnya akan mengarahkan pada endapan bijih.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 179

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Dalam Gambar 3.1 dan 3.2 berikut ini, disajikan beberapa model-model mineralisasi epitermal yang saat ini telah diperkenalkan, antara lain oleh Buchanan (1981); Berger dan Eimon (1982); Giles dan Nelson (1982). Model-model tersebut memiliki suatu gambaran yang umum, yaitu di dalam semua model tersebut secara empiris menyimpulkan bahwa alterasi, mineralisasi, dan distribusi rekahan, dan sebagainya pada kejadian-kejadian fosil epitermal untuk menerangkan sistem-sistem epitermal. Karena itu, model-model tersebut sering mengandung kesamaan dari pembuat yang berbeda, dan jika dipandang dari suatu ringkasan observasi-observasi yang dilakukan, ternyata model-model tersebut umumnya benar. Meskipun demikian, dalam tahap awal pengkajian model-model tersebut, kita cenderung mendekati permasalahan dengan pertanyaan: "Apa yang aku ketahui mengenai aliran fluida dan proses-proses dalam lingkungan epitermal, baik sistem epitermal aktif maupun pasif? Bagaimana hubungannya dengan geologi, struktur geologi/tektonik, anomali geokimia, anomali geofisika, alterasi, dan mineralisasi?" Kemudian kita segera mengambil penggalan-penggalan bukti di tempatnya (dan sering kali dengan banyak sekali variasinya) untuk merekonstruksikan sistem epitermal. Hal ini akan dibahas kemudian, juga akan ditampilkan model-model yang disuslkan oleh Henley dan Ellis (1983), yang didasarkan pada analoginya dengan sistem aktif, serta pemahaman tentang aliran fluida dan proses-prosesnya. VI.4. Alterasi Fluida Asam Sulfat

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 180

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Alterasi fluida asam sulfat sering menunjukkan level yang lebih tinggi dalam sistem epitermal. Alterasi ini dapat termineralisasikan, tetapi alterasi ini lebih umum terjadi di atas atau disamping vein atau stockworks pada Sistem Alterasi Illite-Quartz. Fluida-fluida asam sulfat membentuk alterasi-alterasi Batuan Silika (Siliceous Rocks) pada pH yang sangat rendah (sangat asam), Advanced Argillic pada pH rendah (asam), Diaspore-Pyrophyllite pada pH asam yang agak tinggi, secara berurutan ke arah luar sistem ini.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 181

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

a. Alterasi Diaspore - Pyrophyllite Alterasi ini hanya dapat diidentifikasikan dengan sistem XRD. Alterasi ini umumnya terjadi dalam lempung pyritic yang mengelilingi alterasi advanced argillic dan alterasi batuan silika, kemungkinan menunjukkan kenaikan pH sebagai akibat fluida asam sulfat yang ternetralkan oleh reaksi batuan dinding (wall rock). Secara teoritis, kumpulan mineral Diaspore+Pyrophyllite+Quartz menunjukkan suhu di atas 270C, tetapi ini masih dipertanyakan. b. Alterasi Advaced Argillic Identifikasi alterasi ini sangat penting. Alterasi ini seharusnya tidak dikelirukan dengan alterasi illitic. Alterasi ini seharusnya tidak dikelirukan dengan Alterasi Illitic. Alterasi ini bukan merupakan kelanjutan dari alterasi argillic ataupun alterasi illitic, tetapi suatu kumpulan mineral yang berbeda. Alterasi Advanced Argillic ditentukan dengan adanya mineral Alunite (Na atau K Sulfat), dan/atau adanya mineral Kaolinite (Lempung bebas K). Mineralmineral ini menunjukkan jenis fluida asam sulfat, mineral alunite menunjukkan pH kurang dari 4. Mineral Jarosite menunjukkan fluida asam sulfat dalam suatu lingkungan ter-oksidasi (hypogene atau supergene). Di lapangan, Alterasi Advanced Argillic akan teramati sebagai batuan lempung dengan kandungan pyrite yang tinggi, berwarna hitam dan sulphidic jika segar,

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 182

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

berwarna putih atau jingga atau berwarna terang karena noda-noda ion jika melapuk. Batuan lempung ini biasanya menggantikan andesit dan dasit. Dalam batuan lempung ini terdapat tubuh-tubuh batuan silika rijangan berwarna putih hingga kelabu (terkadang disebut chalcedonic) yang mengandung sedimen-sedimen atau andesit, tetapi ini tidak umum; batuan lempung ini sering terbreksikan dengan keratan-keratan kecil (patches), fragmen-fragmen atau vein-vein glassy oppaline silica yang berwarna biru-kelabu. c. Alterasi Batuan Silika Alterasi batuan silika umumnya berbentuk tubuh-tubuh dalam Alterasi Advanced Argillic. Batuan-batuan ini terdiri dari mineral Quartz rijangan berwarna putih hingga kelabu dengan sedikit pyrit dan sering terdapat rongga-ronga pengisian (cavities) dimana mineral-mineral yang mengisi (cavitiy fillings) berupa felspar yang tidak tersilisifikasikan telah terpindahkan akibat pelapukan. Tubuh-tubuh batuan silika ini panjangnya dapat mencapai satu kilometer atau lebih. Tubuh batuan ini umumnya membentuk bongkah yang sangat besar di sungai dan menarik perhatian disebabkan adanya noda-noda besi yang berwarna. Tubuh batuan silika ini terkadang terdiri dari 99,9% batuan silika. Mineral Rutile biasanya ada dalam batuan ini, jika diamati dengan XRD, menunjukkan TiO 2 residual yang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 183

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

berasal dari batuan beku asalnya. Batuan beku asalnya, misalnya, Quartz Diorite dan Rhyolite. Batuan silika yang rapuh dapat dihancurkan dengan palu dan membentuk pasir silika. Beberapa silika tidak berkembang dalam dan tidak berkembang menjadi lempung illitic, karenanya pyrite terlalu sedikit dijumpai. VI.5. Implikasi Dalam Eksplorasi Mineral Agar kita berhasil mengeksplorasi lingkungan epitermal, rekonstruksi sistem epitermal fosil, jika datanya yang dimiliki, sebaiknya dilakukan, misalnya, pada Round Mountain Frontpiece. a. Pemetaan Terperinci Pemetaan kenampakan berikut ini akan menolong untuk membuat rekonstruksi lingkungan dekat permukaan pada suatu sistem hidrotermal tua (paleosystem), yaitu:

Pemetaan terperinci yang terpusatkan ke sumber (provenance) dan kerangka (setting), seperti breksi ekplosi (explosion breccias), telaga lumpur fosil (fossil mudpool), fosil sinter (fossil sinter sheets), breksi runtuhan (collapse breccias), dan acid-leach zones (yang dapat menampilkan daerah aktivitas fumarolik dalam sistem tua), dan Pengzonean mineral alterasi (khususnya lempung).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 184

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

VI.6. Rekonstruksi Epitermal Perlu ditekankan bahwa, jika pernah ada, maka banyak kenampakan dekat permukaan ini yang akan terpindahkan atau bermigrasi dengan cepat oleh erosi permukaan. Tentunya prediksi level erosi (erosion level) atau level kedalaman sistem epitermal pada permukaan saat ini sangat penting. Misalnya, dari deskripsi sinter silika yang berasosiasi dengan bukti lainnya akan menunjukkan suhu 200C, yang berarti bahwa permukaan saat ini kedalaman purbanya sekitar 150 meter. Suatu rekontruksi ini akan menolong bagi pengujian langsung untuk waktu atau tahap berikutnya ke arah mana letak mineralisasi sistem epitermal fosil, baik dalam penerapan model selama eksplorasi maupun dalam pengujian model untuk pengembangan model eksplorasi. Pendekatan ini paling berguna, bilamana hanya sebagian sistem fosil yang tersingkapkan, sedangkan selebihnya berada di bawah penutup yang ada setelah mineralisasi terbentuk ( post-mineralization), misalnya, tertutupi oleh debu volkanik atau sedimen lakustrin, atau dimana sistem sebagian telah tererosikan. Misalnya, karena dasar Zone Advanced Argillic dapat menampilkan kembali fosil zone percampuran (mixing zones), semuanya dipelajari secara terinci, sebagaimana endapan emas dapat terbentuk pada antar-muka (interface) jenis-jenis alterasi. Inklusi-inklusi fluida dapat membantu untuk mendeduksikan gradien suhu dan penemuan fosil zone pendidihan (boiling zones).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 185

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

VI.7. Mineral Mineral Alterasi


a. Alterasi = Metasomatisme

Merupakan perubahan komposisi mineralogy batuan (dalam keadaan padat) karena pengaruh Suhu dan Tekanan yang tinggi dan tidak dalam kondisi isokimia menghasilkan mineral lempung, kuarsa, oksida atau sulfida logam. Proses alterasi merupakan peristiwa sekunder, tidak selayaknya metamorfisme yang merupakan peristiwa primer. Alterasi terjadi pada intrusi batuan beku yang mengalami pemanasan dan pada struktur tertentu yang memungkinkan masuknya air meteoric untuk dapat mengubah komposisi mineralogy batuan.

Beberapa contoh mineral alterasi antara lain: Kalkopirit Pirit Limonit Garnierit

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 186

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Epidote Malakit Khlorit Orphiment Realgar Galena

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 187

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB VII LAPORAN FEILD TRIP MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI

V.1. Hasil pengamatan lapangan Keberangkatan pada lokasi pengamatan hari minggu 29 November 2009 Dari kampus Lab pada jam 08:05 WIB, keberangkatan dengan mengunakan sepeda motor.
1. Lokasi pengamatan

LP 1. Lokasi : didaerah bayat Waktu ; 09:15, WIB Cuaca : cerah Vegetasi : sedang Morfologi : batuan beku intrusi

DESKRIPSI BATUAN BEKU

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 188

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Deskripsi batuan beku Warna segar : abu abu Warna lapuk : coklat Stuktur Tekstur : masif : derajat kristalin : hipokristalin Grnularitas Bentuk kristal kemas Komposisi : afanetik : equigranular : euhedral

: plageoklas, hornblend, feldpar dan andesit

Petrogenesa : batuan yang terbentuk oleh proses penbentukan didalam bumi Nama batuan : intrusi diori

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 189

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

2. Lokasi pengamatn ke III

LP 2 . Lokasi : Waktu :10:13, WIB Vgetasi : Morfologi Litologi : batuan metmorf(marmer dan sekis mika)

DESKRIPSI BATUAN METAMORF

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 190

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Deskripsi batuan metamorf Warna segar : hijau Wrna lapuk : kuning kecoklatan

Struktur Tekstur Komposisi Petrogenesa

: foliasi : lapidoblstik : kuarsa,mika(ubahan dari mineral olivin : batuan yang terbentuk karen suhu dn tekana yang tinggi dan

tekena oleh mineral olivin sehinggah warnany hijau DESKRIPSI BATUAN METAMORF

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 191

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Diskripsi batuan metamorf Warna segar : putih susu Warna lapuk : putih kekuningan Struktur Tekstur : non foliasi : hornfelsik

Komposisi

: kuarsa, kalsit

Petrogenesa : batuan yang terbentuk karena suh dan tekana yang tinggi Nama batun : marmer
3. lokasi pengamatan ke III

LP. 3 Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 192

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Lokasi : watu getek Waktu : 13:40, WIB Cuaca: cerah Vegetasi: jarang Morfologi : lereng Litologi : batuan gunung api (piroklastik)

DESKRIPSI BATUAN PIROKLASTIK

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 193

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Deskripsi batuan piroklastik Warna segar : putih kecoklatan Warna lapuk : kuning kecoklatan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 194

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Sturktur

: masif

Tekstur

: ukuran butir : pasir halus Bentuk butir : rounded Sortasi Kemas : baik : tertutup

Komposisi : fragmen: Matriks ; silika Semen :lanau Petrogenesa : batuan yang terbentuk dari hasil eropsi gunung api Nma batuan : tuff DESKRIPSI BATUAN PIROKLASTIK

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 195

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Deskripsi batuan piroklastik Warna segar : abu abu Warna lapuk : abu kecoklatan Struktur Tekstur : masif : ukuran butir : pasir halus Bentuk butir : angular Sortasi Kemas : buruk : terbuka

Komposisi : fragmen: pumice Matriks: Delio Manuel (08. 10. 0565) No. 196

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Semen : silika Petrogenes : batuan yang terbentuk dari hasil eropsi gunung api Nama batuan: breksi pumice

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 197

Вам также может понравиться