Вы находитесь на странице: 1из 9

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

A. PENGERTIAN Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995). Finkle dan Torp (1995) menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik. Dua definisi di atas mengandung arti bahwa PBL atau PBM merupakan setiap suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari. PBM bermula dari suatu program inovatif yang dikembangkan di Fakultas Kedokteran Universitas McMaster, Kanada (Neufeld & Barrows, 1974). Program ini

dikembangkan berdasar kenyataan bahwa banyak lulusannya yang tidak mampu menerapkan pengetahuan yang mereka pelajari dalam praktek sehari-hari. Dewasa ini PBM telah menyebar ke banyak bidang seperti hukum, ekonomi, arsitektur, teknik, dan kurikulum sekolah.

B. FITUR PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Walaupun isi dan struktur pembelajaran dengan PBM dapat berbeda, namun tujuan dan indikatornya cenderung sama. PBM dimulai dengan asumsi bahwa pembelajaran

merupakan proses yang aktif, terintegrasi, dan konstruktif yang dipengaruhi oleh faktorfaktor sosial dan kontekstual (Barrow, 1996). Selanjutnya Wilkerson dan Gijselaers (1996) menyatakan bahwa PBM ditandai oleh pendekatan yang berpusat pada peserta didik (students-centered), guru berperan sebagai fasilitator, dan tersedianya soal terbuka (openended question) atau kurang terstruktur (ill-structured) yang digunakan sebagai rangsangan awal untuk belajar.

Pembelajaran berpusat pada peserta didik karena mereka diberi kebebasan untuk mempelajari dan menyelesaikan permasalahan yang diajukan. Selain menekankan learning by doing, PBM membuat peserta didik menjadi sadar secara metakognitif (Gijselaers, 1996). Artinya, mereka harus sadar tentang informasi apa yang telah diketahui mengenai masalah yang dihadapi, informasi apa yang dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan tersebut, dan strategi apa yang akan digunakan untuk memperlancar pemecahan masalah. Mengartikulasikan pikiran-pikiran tersebut akan

membantu peserta didik menjadi pemecah masalah (problem solver) dan peserta didik yang mengetahui apa yang harus dilakukan (self-directed) yang lebih efektif. Akan tetapi, mulamula banyak peserta didik yang tidak mampu berpikir seperti ini. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai seorang tutor atau cognitive coach yang memberi model strategi yang dibutuhkan, membimbing penyelidikan, dan membantu mereka memperjelas pertanyaan dan menjawabnya (Arumbula-Greenfield, 1996). Guru memainkan peranan penting dalam membantu peserta didik menjadi peserta didik yang self-directed dan juga mampu menciptakan suasana kelas yang memungkinkan peserta didik menerima pengajaran yang sistematis sehingga mereka mampu menerapkannya di kemudian hari (Gallagher, 1997). Kerja kelompok juga merupakan aspek penting dari PBM dengan berbagai alasan. Pertama, kerja kelompok membantu para peserta didik mengembangkan diri, artinya mereka merasa nyaman mengajukan ide-ide baru dan mengajukan pertanyaan tentang materi yang dihadapi (Allen, Duch & Groh, 1996). Selain itu, kerja kelompok memperkaya keterampilan mereka untuk berkomunikasi dan kemampuan untuk mengelola dinamika kelompok. Akhirnya kerja kelompok menarik dan memotivasi sebab mereka menjadi aktif terlibat dalam pekerjaan dan mengemban tanggung jawab atas tindakannya (Cohen, 1994). Karena itu, kerja kelompok dapat meningkatkan hasil belajar seseorang. Dalam PBM, permasalahan yang diajukan bersifat kurang terstruktur. Maksudnya adalah soal yang sifatnya terbuka yang memiliki banyak solusi dan peserta didik perlu mengkaji banyak metode sebelum memutuskan jawaban tertentu (Shelton & Smith, 1998). Dilihat dari segi pendidikan, soal yang kurang terstruktur akan membantu peserta didik belajar konsep, ide, dan teknik (Gallagher, 1997) karena soal-soal seperti ini memancing

terjadinya diskusi kelompok dan memberi peserta didik pengalaman memecahkan masalah. Peserta didik menyadari bahwa masalah-masalah seperti ini secara profesional relevan. Karena itu peserta didik kemungkinan besar termotivasi untuk menjawabnya. Dengan PBM, fokus pembelajaran bergerak dari isi ke permasalahan seperti diilustrasikan oleh Gambar 1. Pembelajaran menjadi lebih realistik untuk menciptakan metodologi kependidikan yang menekankan dunia nyata, keterampilan berfikir tingkat tinggi, belajar lintas disiplin, belajar independen, keterampilan kerja kelompok dan berkomunikasi melalui suasana pembelajaran berbasis masalah.

GURU

MATERI

GURU

MASALAH

PEBELAJAR

PEBELAJAR

Gambar 1: Pola pembelajaran Tradisional dan PBM

C. STRUKTUR DAN FORMAT KELAS Pendekatan PBM relatif baru, karena itu banyak peserta didik belum memiliki pengalaman dengan pendekatan ini. Karena itu guru sebaiknya menciptakan keadaan kelas yang

menyenangkan dalam kelas baru ini. Misalnya, kesalahan hendaknya dipandang sebagai kesempatan belajar bukan sebagai indikator kurangnya kemampuan (Bridges & Hallinger, 1996). Selain itu guru perlu mencari keseimbangan antara mengkaji permasalahan secara mandiri dan secara kelompok (Gijselaers, 1996). Juga guru harus mendorong peserta didik untuk mengembangkan suasana suasana kelas dan aturan-aturan kerja kelompok, termasuk kehadiran, jadwal, dan konsekuensi terhadap pelanggaran suatu aturan yang telah ditetapkan. Pembelajaran dengan PBM berbeda dengan pembelajaran tradisional. Karena itu Rangachari (1996) menyarankan beberapa pertemuan dalam PBM ini disertai dengan

brainstorming untuk menentukan isu sentral dari pembelajaran. Alternatif lain, guru dapat membuat daftar topik dan menanyakan kepada para peserta didik untuk menentukan topik yang paling menarik. Berdasarkan masukan dari peserta didik ini guru mengembangkan permasalahan yang akan dibahas. Para peserta didik kemudian berusaha menyelesaikan permasalahan dalam kelompok yang beranggotakan tiga hingga delapan orang, tergantung pada banyaknya peserta didik yang mengikuti pembelajaran. Guru sebagai fasilitator harus mengawasi semua peserta didik supaya terlibat dalam proses penyelesaian masalah dan harus mengenal sumber daya yang dibutuhkan oleh peserta didik. Bila terdapat banyak kelompok untuk membahas masalah yang berbeda atau sama, guru dapat dibantu oleh beberapa orang tutor.

D. MENGEMBANGKAN MASALAH Ada beberapa ciri permasalahan kurang terstruktur, di antaranya: 1) memerlukan informasi lebih untuk memahaminya dibandingkan dengan soal biasa, 2) memuat banyak cara penyelesaian, 3) berubah dengan adanya informasi baru, 4) terhindar dari anggapan bahwa peserta didik telah mengetahui jawabannya, 5) menciptakan minat dan kontroversi dan menyebabkan peserta didik bertanya-tanya, 6) terbuka dan cukup kompleks sehingga memerlukan kerjasama dan perlu pemikiran bukan sekedar ingatan, dan 7) memuat isi pelajaran.

E. FASE PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PBM berlangsung dalam enam fase, yaitu: Fase 1: Pengajuan permasalahan. Soal yang diajukan seperti dinyatakan sebelumnya harus tidak terstrktur dengan baik, dalam arti untuk penyelesaiannya diperlukan infoemasi atau data lebih lanjut, memungkinkan banyak cara atau jawaban, dan cukup luas kandungan materinya.

Fase2: Apa yang diketahui diketahui dari permasalahan? Dalam fase ini setiap anggota akan melihat permasalahan dari segi pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kelompok akan mendiskusikan dan menyepakati batasan-batasan mengenai permasalahan

tersebut, serta memilah-memilah isu-isu dan aspek-aspek yang cukup beralasan untuk diselidiki lebih lanjut. Analisis awal ini harus menghasilkan titik awal untuk penyelidikan dan dapat direvisi apabila suatu asumsi dipertanyakan atau informasi baru muncul kepermukaan.

Fase 3: Apa yang tidak diketahui dari permasalahan? Disini anggota kelompok akan membuat daftar pertanyaan-pertanyaan atau isu-isu pembelajaran yang harus dijawab untuk menjelas permasalahan. Dalam fase ini, anggota kelompok akan mengurai permasalahan menjadi komponen-komponen, mendiskusikan implikasinya, mengajukan berbagai penjelasan atau solusi, dan mengembangkan hipotesis kerja. Kegiatan ini seperti fase brainstorming dengan evaluasi; penjelasan atau solusi dicatat. Kelompok perlu

merumuskan tujuan pembelajaran, menentukan informasi yang dibutuhkan, dan bagaimana informasi ini diperoleh.

Fase 4: Alternatif Pemecahan. Dalam fase ini anggota kelompok akan mendiskusikan, mengevaluasi, dan mengorganisir hipotesis dan mengubah hipotesis. Kelompok akan membuat daftar Apa yang harus dilakukan? yang mengarah kepada sumberdaya yang dibutuhkan, orang yang akan dihubungi, artikel yang akan dibaca, dan tindakan yang perlu dilakukan oleh para anggota. Dalam fase ini anggota kelompok akan menentukan dan mengalokasikan tugas-tugas, mengembangkan rencana untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Informasi tersebut dapat berasal dari dalam kelas, bahan bacaan, buku Bila ada

pelajaran, perpustakaan, perusahaan, video, dan dari seorang pakar tertentu.

informasi baru, kelompok perlu menganalisa dan mengevaluasi reliabilitas dan kegunaannya untuk penyelesaian permasalahan yang sedang dihadapi.

Fase 5: Laporan dan Presentasi Hasil. Pada fase ini, setiap kelompok akan menulis laporan hasil kerja kelompoknya. Laporan ini memuat hasil kerja kelompok dalam fase-fase

sebelumnya diikuti dengan alasan mengapa suatu alternatif dipilih dan uraian tentang alternatif tersebut. Pada bagian akhir setiap kelompok menjelaskan konsep yang

terkandung dalam permasalahan yang diajukan dan penyelesaian yang mereka ajukan.

Misalnya, rumus apa yang mereka gunakan. Laporan ini kemudian dipresentasikan dan didiskusikan dihadapan semua siswa.

Fase 6: Pengembangan Materi. Dalam fase ini guru akan mengembangkan materi yang akan dipelajari lebih lanjut dan mendalam dan memfasilitasi pembelajaran berdasarkan konsep-konsep yang diajukan oleh setiap kelompok dalam laporannya.

Dengan memperhatikan kegiatan pada setiap fase, para peserta didik menggunakan banyak waktunya untuk mendiskusikan masalah, merumuskan hipotesis, menentukan fakta yang relevan, mencari informasi, dan mendefinisikan isi pembelajaran itu sendiri. Tidak seperti pembelajaran tradisional, tujuan pembelajaran dalam PBM tidak ditetapkan dimuka. Sebaliknya, setiap anggota kelompok akan bertanggungjawab untuk membangun isi-isu atau tujuan berdasarkan analisa kelompok tentang permasalahan yang diberikan.

F. PENGUKURAN DALAM PBM Secara umum, dan paling sedikit, para peserta didik akan diukur dalam tiga hal: a. Kemampuan menerapkan. Mendemonstrasikan kemampuan mengatur organisasi dan konsep dan kerangka manajemen perubahan untuk menentukan dan menganalisa variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keefektifan organisasi secara keseluruhan. b. Kemampuan berfikir kritis, Pemecahan masalah dan komunikasi. Mengidentifikasi permasalahan dan/atau kesempatan dalam kontek organisasi dan membuat rekomendasi tertentu, yang didukung oleh teori untuk memperjelas masalah. Dengan tepat dan

kompeten menggunakan kerangka teoritis dari desain organisasi dan literatur untuk menterjemahkan dan menyelesaikan masalah, dan mengkomunikasikan dengan efektif analisis kepada anggota lainnya dalam berbagai konteks. kegiatan penyelesaian masalah dengan mengutamakan kualitas. c. Kemampuan Kerjasama dan Kepemimpinan. Bekerjasama sebagai anggota tim untuk menyelesaikan suatu tugas, mengambil inisiatif dalam menunjukkan dan menyelesaikan masalah atau mencari kesempatan untuk belajar dan berkembang dalam kelompok. Mengimplementasikan

Dengan demikian, pengukuran dalam PBM sesuai dengan filosofi belajar aktif. Pengukuran PBL tergolong autentik, dalam arti pengukuran tersebut terstruktur sehingga para peserta didik dapat memperlihatkan pemahaman mereka terhadap masalah yang diberikan dan penyelesaiannya dalam cara kontekstual dan bermakna (Gallagher, 1997). Pilihan ganda, uraian ringkas, atau uraian tidak cukup berarti apabila jawabannya hanya memerlukan sekedar hafalan. Allen, Duch, dan Groh (1996) menyarankan komentar atau kritikan atau penilaian dari anggota kelompok lainnya sehubungan dengan kehadiran, tingkat persiapan untuk kerjasama, keterampilan mendengar dan berkomunikasi, kemampuan membawa informasi baru dan relevan, dan kemampuan mendukung dan mengembangkan fungsi kelompok secara keseluruhan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pengukuran dan penilaian.

G. CONTOH Fase 1: Pengajuan Permasalahan Seorang ibu dengan seorang puteri usia 7 tahun mendapat tunjangan asuransi sebesar Rp 20.000.000 sehubungan meninggal suaminya. Bantu ibu tersebut untuk merencanakan penggunaan dan pengalokasian uang tersebut secara maksimal sehingga si anak dapat membiayai puterinya masuk perguruan tinggi dengan kualitas yang baik, UMS misalnya.

Fase 2: Apa yang diketahui? Setiap kelompok mendiskusikan: Sianak berusia 7 tahun; artinya perlu 4 jenjang pendidikan atau 14 tahun: SD/MI: 6 tahun SMP/MTs: 3 tahun SMA/SMK?MA: 3 tahun PT: 4 tahun

Dana yang tersedia adalah Rp20.000.000 Pekerjaan ibu tidak ada datanya

Fase 3: Apa yang tidak diketahui?

Berapakah biaya pendidikan di masing-masing jenjang? Berapa besar? Dimana info ini dapat diperoleh?

Berapakah biaya hidup selama kurun waktu tersebut? Berapa besar? Dimana info ini dapat diperoleh?

Apakah dana yang tersedia cukup untuk keperluan itu? Berapa total biaya? Cukupkah?

Apakah inflasi akan mempengaruhi dana tersebut? Berapa besar inflasi tahun lalu? Berapa besar inflasi tahun depan? Dimana info ini diperoleh?

Dapatkah si ibu berusaha untuk mengelola dana? Apa yang dapat dilakukan? Apakah pengaruhnya terhadap si anak? Apakah pengaruhnya terhadap biaya hidup?

Apa yang harus dilakukan dengan dana tersebut? Dagang? Berapa modalnya? Berapa keuntungannya? Dimana dapat diperoleh infonya? Cukupkah untuk biaya pendidikan dan biaya hidup? Deposito? Berapa persen bunganya? Cukupkah untuk biaya pendidikan dan hidup?

Apa tugas masing-masing anggota?

Fase 4: Alternatif Pemecahan Usaha apa saja yang dapat dilakukan? Mungkin tidak dilakukan beberapa usaha? Usaha apa yang paling maksimal hasilnya? Apakah usaha yang maksimal tersebut dapat mengganggu kehidupan ibu dan anak?

Fase 5: Laporan dan Presentasi Apa sistematikanya? Apa tugas masing-masing anggota?

Fase 6: Pengembangan Materi dan Pembelajarannya Apa materi utama dari permasalahan ini? Apa materi prasyaratnya? Apa implikasi selanjutnya dari materi ini?

Вам также может понравиться