Вы находитесь на странице: 1из 10

Jumat, Mei 17, 2013 http://ayattullahmameh.blogspot.com/2013/05/pengetahuan-ibu-nifas-tentang.

html PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MOBILISASI DINI PASCA PERSALINAN SC BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni inda penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2007). Menurut Maulana (2009), pengetahuan merupakan hasil tahu, yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). 2. Tingkat Pengetahuan Menurut Maulana (2009), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu: a. Tahu (know) Tahu berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan dan menyatakan. b. Memahami (comprehension) Memahami berarti kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan. c. Aplikasi / penerapan (application) Aplikasi berarti kemempuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam konteks atau situasi nyata. d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemempuan menjabarkan materi atau objek ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan ada kaitannya satu sama lain. Kemempuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, memisahkan dan mengelompokkan. e. Sintesis (synthesis) Sintesis merupakan kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada. Sebagai contoh, dapat menyusun, merencanakan, dapat meringkas, dan dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemempuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Wawan dan Dewi (2011), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan adalah: a. Faktor internal 1) Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. 2) Pekerjaan Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. 3) Usia Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini

akan sebagian dari pengalaman dan kematangan jiwa. b. Faktor eksternal 1) Faktor lingkungan Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. 2) Sosial budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi. 4. Sumber Pengetahuan Menurut Meliono et al. (2007) mengatakan sumber pengetahuan diantaranya: a. Pendidikan Pendidikan adalah sebuah proses pengetahuan sikap dan tata laku seseorang/kelompok dan juga usaha untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pengetahuan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia. b. Media Media secara khusus untuk mendapat masyarakat yang sangat luas, contoh dari media ini adalah: televisi, radio, koran dan majalah. c. Keterpaparan informasi Informasi adalah suatu yang dapat diketahui namun ada pula yang menekan informasi sebagai transfer pengetahuan. 5. Cara Pengukuran Pengetahuan Menurut Erfandi (2009), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat alat test atau kuesioner tentang objek pengetahuan yang mau diukur, selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masingmasing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0. Penilaian dikukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa persentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut: N = Keterangan: N= nilai pengetahuan Sp= skor yang didapat Sm= skpr tertinggi maksimum Menurut Arikunto (2006) (dalam Wawan dan Dewi, 2011), karakteristik pengetahuan menjadi : a. Pengetahuan baik, bila persentase hasil 76 - 100%. b. Pengetahuan cukup, bila persentase hasil 56 - 75%. c. Pengetahuan kurang, bila persentase hasil < 56%. B. Masa Nifas 1. Pengertian Masa Nifas Masa nifas (peurperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Dalam bahasa latin, peurperium yaitu berasal dari kata puer yang artinya bayi dan parous artinya melahirkan. Peurperium berarti masa setelah melahirkan bayi atau masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kamdungan kembali seperti prahamil (Nanny, 2011). Menurut Suherni (2009), masa nifas disebut juga masa post partum atau peurperium adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan. Pada masa nifas ibu sudah mulai dianjurkan untuk melakukan banyak hal meliputi perawatan kebersihan diri, gizi, mobilisasi dini, eliminasi, istirahat, seksual, latihan senam nifas, laktasi dan keluarga berencana. Hal tersebut merupakan bagian dari kebutuhan dasar ibu pada masa postpartum yang sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan atau komplikasi pada masa nifas (Saleha, 2009). 2. Tahapan Masa Nifas Menurut Nanny (2011), beberapa tahapan masa nifas adalah sebagai berikut: a. Puerperium dini Yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan, serta menjalankan aktivitasnya layaknya wanita normal lainnya. b. Puerperium intermediate Yaitu suatu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu. c. Puerperium remot Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi. 3. Kunjungan Masa Nifas Menurut Nanny (2011), pada kebijakan program nasional masa nifas paling sedikit 4 kali kunjungan yang dilakukan. Hal ini untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir serta untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah-masalah yang terjadi antara lain sebagai berikut: a. Kunjungan pertama (6-8 jam setelah persalinan) 1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. 2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut. 3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaiman mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. 4) Pemberian ASI

(Air Susu Ibu). 5) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi. b. Kunjungan kedua (6 hari setelah persalinan) 1) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdaraahan abnormal dan tidak berbau. 2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, dan perdarahan abnormal. 3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat. 4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit. 5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi dan tali pusat, serta menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi seharihari. c. Kunjungan ketiga (2 minggu setelah persalinan) 1) Memastikan rahim sudah kembali normal dengan mengukur dan meraba bagian rahim d. Kunjungan keempat (6 minggu setelah persalinan) 1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ibu atau bayi alami. 2) Memberikan konseling untuk keluarga berencana secara dini. 4. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas Menurut Nanny (2011), kebutuhan dasar ibu pada masa nifas adalah: a. Nutrisi dan cairan. b. Mobilisasi dini. c. Eliminasi BAB atau BAK. d. Kebersihan diri dan perineum. e. Istirahat. f. Seksual. g. Keluarga Berencana (KB). h. Latihan atau senam nifas. 5. Tujuan Asuhan Masa Nifas Menurut Suherni (2009) tujuan asuhan masa nifas adalah: a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik. b. Melaksanakan skrining secara komprehensif, deteksi dini, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. c. Memberikan pendidkan kesehatan pada ibu berkaitan dengan gizi, menyusui, pemberian imunisasi pada bayinya, perawatan bayi sehat dan Keluarga Berencana. d. Memberikan pelayanan Keluarga Berancana. Menurut Nanny (2011), tujuan asuhan masa nifas adalah: a. Mendeteksi adanya perdarahan masa nifas. b. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya. c. Melaksanakan skrining secara komprehensif. d. Memberikan pendidikan kesehatan diri. e. Memberikan pendidikan mengenai laktasi dan perawatan payudara. f. Konseling mengenai Keluarga Berencana. C. Mobilisasi Dini Pasca Persalinan Sectio Caesarea (SC) 1. Pengertian Mobilisasi Dini Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya secepat mungkin untuk berjalan. Pada persalinan normal sebaiknya dikerjakan setelah 2 jam (ibu boleh miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah adanya trombosit) (Nanny, 2011). Menurut Saleha (2009), mobilisasi dini ialah kebijaksanaan agar secepat mungkin membimbing ibu postpartum bangun dari tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan. Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu postpartum telentang di tempat tidurnya selama 7-14 hari setelah melahirkan. Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum. Menurut Carpenito (2000), mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Sedangkan menurut Hamilton (2008), pada ibu yang menjalani persalinan dengan sectio caesarea baru dapat melakukan mobilisasi dini setelah 8 jam pasca operasi. Selain itu menurut Prawirohardjo (2009), mobilisasi dapat dilakukan dengan menggerakkan kaki dan tangan serta tubuh sedikit demi sedikit, kemudian duduk pada 8-12 jam pasca bedah (bila tidak ada kontraindikasi dari anastesi). Kemudian dapat berjalan bila mampu pada 24 jam pasca bedah. 2. Manfaat Mobilisasi Dini Pasca Persalinan Sectio Caesarea Menurut Nanny (2011), manfaat dari mobilisasi dini adalah sebagai berikut: a. Ibu merasa lebih sehat dan kuat. b. Faal usus dan kandung kemih lebih baik. c. Kesempatan yang baik untuk mengajar ibu merawat atau memelihara anaknya. d. Tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal. e. Tidak memengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau luka di perut. f. Tidak memperbesar kemungkinan prolaps atau retroflexio. Menurut Saleha (2009) keuntungan mobilisasi dini adalah : a. Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan melakukan mobilisasi dini. b. Faal usus dan kandung kemih lebih baik. c. Memungkinkan kita mengajarkan ibu cara merawat anaknya selama ibu masih di rumah sakit. Misalnya memandikan, menggantikan pakaian dan memberi makan. d. Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (sosial ekonomi). Menurut penelitian-penelitian yang seksama, mobilisasi dini tidak mempunyai pengaruh yang buruk,

tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal, tidak memengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau luka di perut, serta tidak memperbesar kemungkinan prolapsus atau retrotexto uteri. 3. Bentuk-Bentuk Mobilisasi Dini Pasca Persalinan Sectio Caesarea Menurut Cetrione (2009), tahap-tahap mobilisasi pada pasien pasca sectio caesarea adalah: a. Pada saat awal (68 jam setelah pembedahan), pergerakan fisik bisa dilakukan diatas tempat tidur dengan menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan, mengkontraksikan otot-otot termasuk juga menggerakkan badan lainnya, miring kekiri atau kekanan. b. Pada 12-14 jam berikutnya, badan sudah dapat diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak, dan fase selanjutnya duduk diatas tempat tidur dengan kaki yang dijatuhkan atau ditempatkan dilantai sambil digerakkan. c. Pada hari kedua pasca pembedahan, sudah tidak mendapatkan hambatan fisik untuk berjalan, harus sudah bisa berdiri atau berjalan disekitar kamar atau keluar kamar. Hal ini perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien pasca pembedahan untuk mengembalikan kembali dalam keadaan normal. Menurut Suparyanto (2009), bentu-bentuk mobilisasi dini yaitu berdiri, duduk, berpindah dari satu kelompok lain seperti dari tempat tidur ke kursi, dari kursi bisaa ke kursi berlubang, dari kursi roda ke kloset duduk, dari lantai ke kursi atau tempat tidur, bangkit dari duduk, berjalan, dan menggerakkan tubuh, bahu, tangan dan lengan untuk berbagai macam gerakan seperti menggerakkan dan melepaskan pakaian, menjaga kebersihan pribadi, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, melakukan gerakan badan. Bentuk lain mobilisasi dini dengan membantu pasien duduk di tempat tidur, tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan mobilitas pasien seperti memenuhi kebutuhan mobilitas, mempertahankan toleransi terhadap aktivitas dan mempertahankan kenyamanan dalam bentuk mengatur posisi pasien di tempat tidur dengan posisi: a. Posisi fowler (posisi dengan tubuh setengah duduk atau duduk). Tujuannya yaitu untuk mempertahankan kenyamanan, memfasilitas fungsi pernafasan. b. Posisi SIM (pada posisi ini pasien berbaring miring, baik miring ke kanan atau miring ke kiri). Tujuannya yaitu untuk memberikan kenyamanan, melakukan hukna, memberikan obat per anus (supositorial), melakukan pemeriksaan daerah anus. c. Posisi trendelenburg (posisi ini menempatkan pasien di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki). Tujuannya yaitu untuk memperlancar peredaran darah ke otak. d. Posisi dorso recumbent (pada posisi ini pasien ditempatkan pada posisi terlentang dengan kedua lutut fleksi di atas tempat tidur). Tujuannya yaitu untuk perawatan daerah genitalia, pemeriksaan genetalia posisi pada proses persalinan. 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mabilisasi Dini Pasca Persalinan Sectio Caesarea Menurut Rismalia (2010), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mobilisasi dini adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan Pengetahuan adalah suatu ilmu tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan. Pengetahuan individu terhadap sesuatu dan yakin akan manfaat menyebabkan seseorang untuk mencoba menerapkan dalam bentuk perilaku. Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku individu tersebut. b. Emosi Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis, psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Terbentuknya emosi dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman selama masa perkembangan individu. c. Sosial Sosial adalah hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat dan kebersamaan, kekuatan masyarakat tersebut berada di sekitar individu tersebut dalam berinteraksi. Dimana interaksi yang dilakukan dengan keluarga dan orang-orang disekitar akan mempengaruhi untuk melakukan mobilisasi pasca operasi. d. Fisik Fisik adalah postur tubuh, kesehatan, keutuhan tubuh, dan berfungsinya organ tubuh seseorang. Keadaan fisik yang lemah secara langsung akan berpengaruh terhadap mobilisasi yang dilakukan. Sehingga akan membatasi pergerakan karena kurangnya energy di dalam tubuh. e. Stimulasi lingkungan Stimulasi lingkungan adalah rangsangan dari luar yang mempengaruhi dan menggerakkan individu untuk berbuat. Dapat berupa dukungan perawat atau keluarga sehingga dapat menimbulkan motivasi pada

pasien yang dirawat untuk melakukan aktivitas. f. Penyakit tertentu dan cidera Penyakitpenyakit tertentu dan cidera berpengaruh terhadap mobilisasi misalnya penderita multiple aklerosisi dan cidera pada urat saraf tulang belakang. Demikian juga pada pasien post operasi atau yang mengalami nyeri, cenderung membatasi gerakan. g. Budaya Beberapa faktor budaya juga mempunyai pengaruh terhadap aktivitas. Kebudayaan merupakan penyebab paling mendasar dari keinginan dan tingkah laku individu, dikarenakan kebudayaan berisikan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan tingkah laku yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. h. Energi Tingkat energi bervariasi pada setiap individu. Tingkat energy yang rendah akan menyebabkan konsisi fisik seseorang menjadi lemah sehingga mengakibatkan dalam melakukan mobilisasi menjadi lamban. Untuk itu asupan makanan yang bergizi sangat diperlukan bagi orang yang sedang sakit terutama baru menjalani tindakan operasi agar energi dapat kembali optimal. 5. Dampak Tidak Melakukan Mobilisasi Dini Pasca Persalinan Sectio Caesarea Menurut Suparyanto (2009), dampak bila tidak melakukan mobilisasi dini antara lain: a. Gangguan pernafasan yaitu secret akan terakumulasi pada saluran pernafasan yang akan berakibat mengalami sulit batuk dan gangguan nafas. b. Pada sistem kardiovaskuler terjadi hipotensi ortostatik yang disebabkan oleh sistem saraf otonom tidak dapat menjaga keseimbangan suplai darah sewaktu berdiri. c. Pada saluran perkemihan yang mungkin terjadi adalah statis urin yang disebabkan karena tidur dalam posisi berbaring sehingga tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara sempurna. d. Pada gastrointestinal terjadi anoreksia diare atau konstipasi. Selain itu menurut Lia (2008), resiko yang akan dialami oleh tirah baring yang terlalu lama seperti terjadinya decubitus, kekakuan atau penegangan otot-otot diseluruh tubuh, gangguan sirkulasi darah dan gangguan pernafasan. Menurut Ester (2005), dampak yang dapat disebabkan oleh tidak melakukan mobilisasi dini antara lain: a. Berkunang-kunang dan sirkulasi darah yang buruk sehingga mengakibatkan dekubitus b. Infeksi saluran pernapasan atau pada luka operasi c. Kelemahan otot dan kehilangan pergerakan sendi d. Kekakuan dan nyeri pada sendi e. Konstipasi D. Kerangka Teoritis Berdasarkan tinjauan kepustakaan diatas, maka kerangka teori sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi: Machfoed (2010), Maulana (2009), Nanny (2011), Saleha (2009) Keterangan : : Tingkat domain yang digunakan dalam pengetahuan : Dapat mempengaruhi (tidak diteliti) : Kategori yang digunakan : Dimensi tingkat pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini : Diteliti

Mobilisasi Dini Pada Ibu Post Sectio Caesaria


Pada dasawarsa terakhir ini, dunia internasional nampaknya benar-benar terguncang. Jika setiap tahun hampir sekitar setengah juta warga dunia harus menemui ajalnya karena persalinan. Dan nampaknya hal ini menarik perhatian yang cukup besar sehingga dilakukannya berbagai usaha untuk menanggulangi masalah kematian ibu ini. Usaha tersebut terlihat dari beberapa program yang dilaksanakan oleh organisasi internasional misalnya program menciptakan kehamilan yang lebih aman (making pregnancy safer program) yang dilaksanakan oleh World Health Organization (WHO), atau program gerakan sayang ibu (safe motherhood program) yang dilaksanakan oleh Indonesia sebagai salah satu rekomendasi dari konferensi internasional di Mesir, Kairo tahun 1994. Selain usahausaha tersebut, ada pula beberapa konferensi internasional yang juga bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) seperti International Conference on Population and Development, di Kairo, 1994 dan The World Conference on Women, di Beijing, 1995 (www.rahima.or.id, 2003).

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berjumlah 307/100.000 kelahiran hidup. Bila dibandingkan negara-negara Asean, AKI Indonesia menempati posisi mengkhawatirkan. Yang menyebabkan AKI tinggi ada dua faktor penyebab yaitu medis dan akses ke pelayanan kesehatan. Untuk mendukung Making Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan WHO, Pemerintah melaksanakan strategi utama adalah memberi pertolongan persalinan yang diberikan tenaga kesehatan, kedua mengupayakan komplikasi ibu saat mengandung dan melahirkan dapat ditangani, ketiga mengupayakan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan. Mengenai target menurunkan AKI menjadi 125/100.000, agaknya sulit mencapai target tersebut (www.depkes.go.id , 2004). Salah satu jenis pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah Sectio Caesaria (SC), dimana SC adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding rahim, namun pada kenyataannya masih sering terjadi komplikasi pada ibu post partum seperti; infeksi puerperal, perdarahan, luka pada

kandung kencing, embolisme paru-paru, ruptur uteri dan juga dapat terjadi pada bayi seperti kematian perinatal (Mansjoer, et.all, 1999). Menurut Jones (2005) dalam tahun 30 tahun belakangan, peristiwa operasi caesar meningkat dengan pesat. Kebanyak beralasan. Tetapi beberapa juga tidak mempunyai alasan yang tepat, hanya karena pasien menginginkan operasi tersebut, atau dokter menginginkan cara yang mudah. Di Australia dan Inggeris, operasi caesar sekitar 10 sampai 15%. Di Amerika Serikat, sekitar 16% sampai 20%. Alasan tingginya jumlah kejadian operasi caesar di Amerika Serikat adalah, kebanyakan ahli kebidanan. Dari hasil laporan Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta tercatat bahwa pada tahun 2005 jumlah persalinan dengan operasi caesar meningkat menjadi 24% dengan jumlah 1.757 persalinan dari jumlah semula sebesar 1.389 (22,6%) (healthsolutionlpg_2006).

Ada dua cara persalinan, yaitu persalinan lewat vagina, lebih dikenal dengan persalinan normal atau alami dan persalinan dengan operasi caesar, yaitu bayi dikeluarkan lewat pembedahan perut (Kasdu, 2003). Salah satu jenis pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah Sectio Caesaria (SC), dimana SC adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding rahim, namun pada kenyataannya masih sering terjadi komplikasi pada ibu post partum seperti; infeksi puerperal, perdarahan, luka pada kandung kencing, embolisme paru-paru, ruptur uteri dan juga dapat terjadi pada bayi seperti kematian perinatal (Mansjoer, et.all, 1999). Persalinan melalui Sectio Caesaria tetap mengandung risiko dan kerugian yang lebih besar seperti risiko kematian dan komplikasi yang lebih besar seperti resiko kesakitan dan menghadapi masalah fisik pasca operasi seperti timbulnya rasa sakit, perdarahan, infeksi, kelelahan, sakit punggung, sembelit dan gangguan tidur juga memiliki masalah secara psikologis karena kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengan bayi dan merawatnya (Depkes RI, 2006). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan pasca operasi caesar adalah perawatan luka

insisi, tempat perawatan pasca operasi, pemberian cairan, diit, nyeri, mobilisasi dini, kateterisasi, pemberian obat-obatan dan perawatan rutin (Yuni, 2008).

Mobilisasi dini sebagai suatu usaha untuk mempercepat penyembuhan dari suatu injuri atau penyakit tertentu yang telah sangat merubah berguna cara hidupnya yang

normal. Mobilisasi

secara

bertahap

membantu

jalannya

penyembuhan luka penderita. Miring ke kanan dan ke kiri sudah dapat dimulai setelah 6-10 jam (Suzanne, 1999). Menurut Novaria (2000), salah satu pra kondisi yang menyebabkan rendahnya mobilisasi dini ibu bersalin adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat di bidang kesehatan. Khususnya ibu-ibu post partum yang bersalin dengan operasi caesar.

Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: Pendidikan, menurut Suwarno (1992) dalam buku Nursalam (2001) pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh sesorang terhadap orang lain menuju kearah suatu cita-cita

tertentu, semakin tinggi pendidikan orang semakin tinggi tingkat pengetahuanya. Pekerjaan, menurut Thomas (1996) dalam buku Nusalam (2001) pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupanya dan

kehidupan keluarganya. Keluarga dengan status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibanding dengan keluarga dengan status ekonomi rendah, hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi termasuk kebutuhan sekunder, jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang berbagai hal.(Wawan & Dewi, 2010)Umur, menurut Elisabeth. B.H (1995) dalam buku Nursalam(2001) usia individu yang dihitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Huclok,

1998)3 Masalah AKI dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang kebutuhan masa nifas khusunya perawatan tentang ambulasi dini. Sementara pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan dan umur (Notoatmodjo, 2003). Umur mempengaruhi bagaimana ibu bersalin caesar mengambil keputusan dalam mobilisasi dini, semakin bertambah umur (tua) maka pengalaman dan pengetahuan semakin bertambah. (Notoatmodjo, 2003). Dalam proses persalinan, ibu yang Menurut Perinansia (2003), paritas adalah pengalaman perawatan pasca persalinan, pengalaman pasca persalinan pada kelahiran anak sebelumnya, kebiasaan mobilisasi dini dalam keluarga serta pengetahuan tentang manfaat mobilisasi dini berpengaruh terhadap keputusan ibu untuk mobilisasi dini atau tidak. Dukungan dokter, bidan/petugas kesehatan lainnya atau kerabat dekat sangat dibutuhkan terutama untuk ibu yang pertama kali operasi caesar. pertama kali operasi caesar pengetahuan terhadap mobilisasi dini masih awam dibandingkan dengan mobilisasi dini pada persalinan normal. Pekerjaan ibu juga diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan dalam hal mobilisasi dini pasca caesar. Pengetahuan responden yang bekerja lebih baik bila dibandingkan dengan pengetahuan responden yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena ibu yang bekerja di luar rumah (sektor formal) memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi, termasuk mendapatkan informasi tentang arti penting mobilisasi dini pasca persalinan. Demikian juga dengan pendidikan dimana pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh sesorang terhadap orang lain menuju kearah suatu cita-cita

tertentu, semakin tinggi pendidikan orang semakin tinggi tingkat pengetahuanya, dengan demikian ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi cenderung lebih memahami akan pentingnya mobilisasi dini setelah dilakukannya sectio caesaria. tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan mobilisasi dini yang mereka peroleh. Dari

kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri sangat diperlukan agar lebih tanggap terhadap adanya perilaku mobilisasi dini dan bisa mengambil tindakan secepatnya.

Вам также может понравиться