Вы находитесь на странице: 1из 37

ada kalanya orang menyebut sebagai metode volumetric, hal ini disebabkan pengukuran volume larutan dalam titrasi

memegang peranan yang penting. Dari pengambilan analit dengan volume tertentu hingga pembacaan volume titran yang habis dipakai untuk titrasi mempengaruhi semua hasil analisis. Oleh sebab itu penggunaan peralatan yang tepat dalam titrasi juga tidak boleh disepelekan. Metode Volumetri dibedakan atas jenis-jenis reaksi yang terlibat antara titran dan analit yaitu:

Asam-Basa. Terdapat banyak senyawa asam dan basa yang dapat ditentukan secara titrasi. Baik asam kuat atau basa kuat, titik akhir titrasipun sangat mudah diamati dengan penggunaan indicator asam basa seperti fenolphtalein (PP), metal merah, metal orange, dan lainnya. Pada saat titik equivalent diperoleh maka larutan bersifat netral akan tetapi dengan penambahan sedikit titran untuk mencapai titik akhir titrasi maka cukup untuk mengubah warna indicator asam basa. Cara lain adalah dengan menggunakan pHmeter. Asam lemah dan basa lemah juga dapat dititrasi begitu juga dengan asam organic yang dititrasi dengan pelarut non-air. Reduksi-Oksidasi . Zat yang bersifat oksidator seperti KMnO4, K2CrO4, I2, dan zat yang bersifat reduktor seperti H2C2O4, Fe2+, Sn2+ dapat ditentukan dengan metode titrasi ini. Reaksi redoks terlibat saat titran dan analit bereaksi. Beberapa metode titrasi redoks tidak membutuhkan indicator untuk melihat titik akhir titrasi seperti titrasi antara KMnO4 dan H2C2O4 disebabkan KMnO4 itu sendiri sudah berwarna. Amylum biasanya dipakai untuk titrasi yang melibatkan I2. Kompleksometri. Reaksi pembentukan kompleks antara EDTA dan ion logam mendasari metode ini. EDTA merupakan jenis titrant yang banyak dipakai untuk titrasi kompleksometri dan bereaksi dengan banyak logam, reaksinyapun dapat dikontrol dengan mengontrol pH larutan. Pengendapan. Reaksi pembentukan endapan menjadi dasar metode ini. Titran dan analit bereaksi membentuk endapan seperti penentuan ion klorida dengan menggunakan titran AgNO3. Indikator dapat digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi misalnya K2CrO4 untuk titrasi yang menggunakan titran perak nitrat. . TUJUAN 1.Menguasai teknik analisis volumetri. 2.Mampu melakukan pengolahan data hasil analisis volumetri. II. DASAR TEORI Analisis titrimetri adalah analisis kimia kuantitatip dengan cara melakukan titrasi dan menentukan volume larutan penitrir yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti yang bereaksi secara kuantitatip dengan zat yang akan ditentukan. Larutan penitrir yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti di atas, disebut larutan standar atau larutan lembaga. Konsentrasi larutan standar dinyatakan dalam gram ekivalen/liter atau disebut normalitas. Proses penambahan larutan standar ke dalam lautan yang akan ditentukan dilakukan melalui buret, dilakukan sampai terjadi reaksi sempurna antara larutan standar dengan zat yang ditentukan. Proses ini disebut titrasi. Untuk mengetahui telah terjadi reaksi yang sempurna, sering dapat diamati dari terjadinya perubahan pada larutan yang ditentukan; misalnya dengan terjadinya

perubahan warna, timbulnya endapan, atau terbentuknya senyawa kompleks berwarna. Tetapi kadang terjadinya reaksi yang sempurna ini tidak menimbulkan perubahan fisik yang dapat diamati. Untuk membantu mengetahui terjadi reaksi yang sempurna tersebut perlu ditambahkan senyawa lain yang bertugas memberitahu kepada kita bahwa reaksi sempurna telah terjadi. Senyawa lain yang sengaja ditambahkan untuk menandai terjadinya reaksi yang sempurna di dalam proses titrasi ini disebut indikator. Saat ketika terjadi reaksi sempurna antara larutan standar dengan zat yang ditentukan di dalam larutan cuplikan disebut Titik Ekivalen. Idealnya, perubahan fisik pada larutan teramati tepat bersamaan dengan terjadinya reaksi sempurna ini. Tetapi hal ini sering sulit dilakukan. Sebagai contoh, keterbatasan kemampuan mata manusia seringkali tidak dapat membedakan larutan yang transparan dengan berwarna pink yang sangat muda, atau warna ungu KMnO4 yang sangat tipis, atau timbulnya endapan yang sangat sedikit. Akibatnya kita cenderung menambahkan larutan standar sedikit berlebih sehingga perubahan fisik yang terjadi pada larutan dapat teramati. Saat ketika terjadinya perubahan fisik pada larutan dapat teramati ini disebut Titik Akhir Titrasi. Selisih volume larutan standar yang ditambahkan pada saat terjadi Titik Ekivalen dengan pada saat Titik Akhir Titrasi disebut kesalahan titrasi. Kesalahan titrasi ini harus ditekan sekecil mungkin. Bagi proses titrasi yang memerlukan indikator, maka pemilihan indikator harus tepat, artinya indikator hanya akan memberikan/menyebabkan perubahan fisik pada larutan pada saat volume larutan standar sedekat mungkin dengan volume yang diperlukan untuk terjadi Titik Ekivalen. Banyaknya zat yang akan ditentukan dihitung dengan mengukur banyaknya larutan standar yang diperlukan dalam titrasi dengan hukum ekivalensi kimia. Dahulu titrimetri sering disebut volumetri karena analisis ini melibatkan pengukuran volume larutan standar yang digunakan. Tetapi sekarang lebih lazim disebut titrimetri. Pengertian volumetri dipakai untuk analisis analit yang melibatkan pengukuran volume secara umum. Contoh, penentuan kadar H2O2 dengan cara mereduksi senyawa tersebut menjadi H2O dan O2 menggunakan katalis MnO2. Kadar H2O2 dalam sampel dapat dihitung dengan mengukur volume gas O2 yang dihasilkan dan menghitung jumlah mol gas tersebut. Dari persamaan reaksinya, maka mol H2O2 yang terurai dapat dihitung. Perhatikan bahwa dalam percobaan ini juga ada pengukuran volume, yakni pengukuran gas O2 yang diperoleh dari hasil peruraian.(Sisler, 1980) III. ALAT DAN BAHAN Alat : Aerometer Buret Gelas ukur Gelas beker Propipet Corong Erlenmeyer Bahan : HCl pekat Akuades Na2B4O7.H2O

Indikator metil orange Indikator phenolptalin NaOH Na2CO3 NH4CNS AgNO3 HNO3 Ferri amonium sulfat KBr AgNO3 NaCl K2Cr2O4 KMnO4 Na2C2O4 H2SO4 KNO2 Na2S2O3 K2Cr2O7 KI V. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN a. Asidi-alkalimetri 1. Pembuatan larutan standar HCl 0,1 N Pembuatan larutan standar HCl 0,1 N dilakukan dengan cara mengencerkan larutan HCl pekat yang berkadar 32 %. HCl pekat tersebut memiliki normalitas sebesar 10,17 N. Hal ini diketahui dengan menggunakan rumus . Setelah konsentrasinya diketahui, banyaknya akuades yang digunakan untuk pengenceran dapat dicari dengan rumus pengenceran. 2. Standardisasi larutan HCl V boraks (mL) V HCl (mL) 25 16,6 25 15,2 25 15,7 Reaksi : Na2B4O7.10H2O + 2 HCl 2 NaCl + 4 H3BO3 + 5 H2 N boraks = M boraks1 mol boraks = 2 grek = = 0,025 N (V.N) HCl = (V.N) boraks N HCl = N1 = = 0,038 N N2 = = 0,041 N

N3 = = 0,04 N N HCl = = 0,04 N= 0,0396 N Boraks digunakan sebagai larutan standar dalam standardisasi larutan HCl karena boraks memiliki sifat-sifat : Memiliki kemurnian yang tinggi. Tidak higroskopis dan tidak teroksidasi oleh udara. Memiliki berat ekivalen yang tinggi. Mudah bereaksi dengan HCl. Boraks tidak dapat memberikan indikasi yang menunjukkan telah tercapainya titik ekivalen sehingga dalam titrasi ini diperlukan indikator. Indikator yang digunakan adalah MO yang memiliki trayek pH antara 3,1-4,4. Indikator ini akan menunjukkan perubahan warna dari orange-kuning menjadi merah saat titik ekivalen tercapai pada titrasi dengan larutan HCl. 3. Penetapan campuran NaOH dan Na2CO3 V campuran (mL) V HCl pp (mL) V HCl mo (mL) 25 3,1 14 25 4,5 10 25 3,5 15,2 Reaksi : (i) NaOH + HCl NaCl + H2O Na2CO3 + HCl NaHCO3 + H2O (ii) NaHCO3 + HCl NaCl + CO2 + H2O V HCl (pp) = = 3,7 mL V HCl (mo) = = 13,067 mL Grek NaOH = grek HCl Mol NaOH = (V.N) HCl = (13,067-3,7) x 0,04 = 0,375 mol Massa NaOH = 0,375 mol x 40 gr/mol = 15 gram Grek Na2CO3 = grek HCl mol Na2CO3 = (V.N) HCl Mol Na2CO3 = 2 x 13,067 x 0,04 = 1,045 mol

Massa Na2CO3 = 1,045 mol x 106 gr/mol = 110,77 gram Pada titrasi ini, digunakan indikator PP dan MO (karena terdapat 2 titik ekivalen) serta larutan standar HCl yang telah distandardisasi. Pada titrasi dengan indikator PP, larutan akan berubah dari violet menjadi jernih pada saat titik ekivalen tercapai. Sedangkan pada titrasi dengan indikator MO larutan akan berubah dari orange-kuning menjadi merah pada saat titik ekivalen. b. Argentometri Titrasi argentometri pada percobaan ini menggunakan metode Volhard. Pada metode ini, ke dalam larutan yang mengandung ion halogen ditambahkan larutan standar AgNO3 berlebih. Setelah terjadi pengendapan sempurna, kelebihan ion Ag+ dalam larutan dititrasi dengan larutan standar garam tiosianat dan sebagai indikator digunakan garam ferri. 1. Standardisasi larutan NH4CNS V AgNO3 (mL) V NH4CNS (mL) 25 25,8 25 26 25 25,7 Reaksi : AgNO3 + NH4CNS AgCNS ( ) + NH4NO3 (V.N) NH4CNS = (V.N) AgNO3 N NH4CNS = N1 = = 0,0484 N N2 = = 0,048 N N3 = = 0,0486 N N NH4CNS = = 0,048 N= 0,048333 N Larutan NH4CNS perlu distandarkan karena kemurniannya rendah dan kurang stabil (mudah terpengaruh udara luar) sehingga konsentrasinya mudah berubah. Standardisasi larutan NH4CNS menggunakan indikator campuran larutan garam ferri dan HNO3 (berfungsi agar reaksi berjalan dalam suasana asam). Sebelum dititrasi, larutan berwarna bening. Selama titrasi, larutan akan berubah menjadi putih keruh (warna dari AgCNS). Titrasi dihentikan ketika larutan berubah warna menjadi merah bata akibat terbentuknya kompleks dari ion tiosanat dengan ion Fe3+. Fe3+ + 6 CNS- [Fe(CNS)6]3- (merah bata) 2. Penentuan bromida dengan cara Volhard V KBr (mL) V AgNO3 (mL) V NH4CNS (mL)

15 25 10,5 15 25 10,7 15 25 10,4 Reaksi : AgNO3 + KBr AgBr ( ) + KNO3 (1 grek = 1 mol KBr) AgNO3 + NH4CNS AgCNS ( ) + NH4NO3 mgrek AgNO3 = mgrek KBr + mgrek NH4CNS mgrek KBr = mgrek AgNO3 - mgrek NH4CNS mmol KBr = (V.N) AgNO3 - (V.N) NH4CNS mmol 1 = (25 x 0,05)-(10,5 x 0,048) = 0,746 mmol mmol 2 = (25 x 0,05)-(10,7 x 0,048) = 0, 7364 mmol mmol 3 = (25 x 0,05)-(10,4 x 0,048) = 0,7508 mmol

Massa KBr (dalam 15 mL larutan) = mmol KBr x Mr KBr massa 1 = 0,746 mmol x 119 gr/mol = 88,774 mg massa 2 = 0, 7364 mmol x 119 gr/mol = 87,6316 mg massa 3 = 0,7508 mmol x 119 gr/mol = 89,3452 mg Massa KBr = 88,6 mg= 88,5836 mg Pada saat titrasi, endapan AgBr akan terbentuk karena hasil kali konsentrasi ion-ionnya telah melampau harga Ksp. Ag+ yang tersisa kemudian bereaksi dengan CNSmembentuk AgCNS. Bila dalam larutan sudah tidak ada Ag+, CNS- akan bereaksi dengan ion Fe3+ membentuk [Fe(CNS)6]3- yang berwarna merah bata.

3. Penentuan klorida dalam garam dapur kasar V NaCl (mL) V AgNO3 (mL) 15 14,3 15 14 15

14,4 Reaksi : AgNO3 + NaCl AgCl ( ) + NaNO3 mgrek NaCl = mgrek AgNO3 mmol NaCl = (V.N) AgNO3 mmol 1 = 14,3 x 0,05 = 0,715 mmol mmol 2 = 14 x 0,05 = 0,7 mmol mmol 3 = 14,4 x 0,05 = 0,72 mmol Massa NaCl = mmol AgNO3 x Mr NaCl massa 1 = 0,715 mmol x 58,5 gr/mol = 41,8275 mg massa 2 = 0,7 mmol x 58,5 gr/mol = 40,95 mg massa 3 = 0,72 mmol x 58,5 gr/mol = 42,12 mg Massa Cl- = massa NaCl massa 1 = 41,8275 mg = 25,3825 mg massa 2 = 40,95 mg = 24,85 mg massa 3 = 42,12 mg = 25,56 mg

Massa Cl- = 25,26 mg= 25,264 mg Titik ekivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah. Perubahan ini terjadi karena Ag+ berlebih bereaksi dengan ion Cr2O42-. 2 Ag+ + Cr2O42- Ag2Cr2O4 (merah)

c. Permanganometri Pada titrasi permanganometri, tidak digunakan indikator. Hal ini dikarenakan KMnO4 bersifat autoindikator. Dalam titrasi, sedikit MnO4- berlebih akan menimbulkan warna ungu-kecoklatan yang mudah teramati. 1. Sandardisasi larutan KMnO4 V H2C2O4 (mL) V KMnO4 (mL) 25 20,2 25

20,1 25 19,9 Reduksi : MnO4- + 8 H+ + 5 e- Mn2+ + 4H2O x 2 Oksidasi : C2O42- 2 CO2 + 2 e- x 5 Reaksi : 2 MnO4- + 5 C2O42- + 16 H+ 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8H2O N H2C2O4 = 2 x1 grek H2C2O4 = 2 mol =2x = 0,14 N (V.N) KMnO4 = (V.N) H2C2O4 N KMnO4 = N1 = = 0,1733 N N2 = = 0,1741 N N3 = = 0,1759 N N KMnO4 = = 0,174 N= 0,1744333 N KMnO4 perlu distandardisasi karena konsentrasinya mudah berubah (karena pengaruh udara luar dan cahaya). 2. Penentuan nitrit V KMnO4 (mL) V NaNO2 (mL) 25 25,6 25 25,6 25 25,5 Reduksi : MnO4- + 8 H+ + 5 e- Mn2+ + 4H2O x 2 Oksidasi : NO2- + H2O NO3- + 2 H+ + 2 e- x 5 Reaksi : 2 MnO4- + 5 NO2- + 6 H+ 2 Mn2+ + 5 NO3- + 3H2O 1 grek NaNO2 = 2 mol mgrek NaNO2 = mgrek KMnO4 (V.N) NaNO2 = (V.N) KMnO4 N NaNO2 = N1 = = 0,1699 N N2 = = 0,1699 N N3 = = 0,1705 N Massa NaNO2 = (V.N) NaNO2 x Mr NaNO2

massa 1 = (25,6 mL x 0,1699 N) x 69 gr/mol = 150,055 mg massa 2 = (25,6 mL x 0,1699 N) x 69 gr/mol = 150,055 mg massa 3 = (25,5 mL x 0,1705 N) x 69 gr/mol = 149,997 mg massa NO2- = massa NaNO2 massa 1 = 150,055 mg = 100,036 mg massa 2 = 150,055 mg = 100,036 mg massa 3 = 149,997 mg = 99,998 mg Massa NO2- = 100 mg= 100,0233 mg Pada penentuan nitrit, titrasi dilakukan dengan cara terbalik, yaitu larutan NaNO2 yang digunakan sebagai penitarsi, bukan larutan standar KMnO4. Hal ini dilakukan karena dalam reaksi melibatkan penambahan asam dan jika larutan NaNO2 ditambahkan asam maka akan mengakibatkan NaNO2 terurai. NO2- + H2SO4 HNO2 + HSO43 HNO2 HNO3 + H2O + 2 NO ( ) 2 NO ( ) + O2 ( ) 2 NO2 ( ) Pada persamaan reaksi di atas dapat terlihat bahwa asam nitrit yang dihasilkan tidak stabil dan akan terurai yang pada akhirnya akan menghasilkan gas. Semakin banyak asam sulfat yang bereaksi dengan NO2-, maka NO2- akan semakin banyak terurai sehingga jumlah nitrit yang ada akan semakin berkurang. Akibatnya penentuan kadar nitrit dalam larutan tidak bisa dilakukan secara tepat. Oleh karena itu, proses titrasi dilakukan dengan mengasamkan (menambah H2SO4 pekat) ke dalam larutan standar KMnO4, kemudian dititrasi dengan larutan NaNO2. Metode titrasi terbalik ini dikenal dengan sebutan Lunge. d. Iodo-iodimetri Warna larutan iod 0,1 N cukup tua sehingga iod dapat bertindak sebagai autokatalis. Iod juga memberikan suatu warna ungu atau lembahyung pada pelarut seperti kloroform dan kadang-kadang ini digunakan dalam mendeteksi titik akhir reaksi. Tetapi, untuk mendeteksi titik akhir titrasi lebih lazim digunakan suatu larutan kanji (dispersi koloid) karena warna biru dari kompleks pati-iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan tersebut lebih besar dalam larutan sedikit sekali asam daripada dalam larutan netral. 1. Standardisasi larutan Na2S2O4 V K2Cr2O7 (mL) V KI (mL) V Na2S2O3 (mL) 10 10 12 10

10 12 10 10 12,6 Reduksi : Cr2O72- + 14 H+ + 6 e- 2 Cr3+ + 7 H2O x 1 Oksidasi : 2 I- I2 + 2 e- x 3 Reaksi : Cr2O72- + 6 I- + 14 H+ 2 Cr3+ + 3 I2 + 7 H2O I- + I2 I3Reduksi : 2 S2O32- S4O62- + 2 eOksidasi : I3- + 2 e- 3 IReaksi : 2 S2O32- + I3- S4O62- + 3 I(V.N) K2Cr2O7 = (V.N) Na2S2O7 N Na2S2O7 = N1 = = 0,0833 N N2 = = 0,0833 N N3 = = 0,0793 N N Na2S2O7 = 0,082 N= 0,081966 N 2. Penetapan Cu dalam CuSO4 V CuSO4 (mL) V KI (mL) V Na2S2O3 (mL) 10 10 11,2 10 10 9,1 10 10 10,4 Reduksi : Cu2+ + e- Cu+ x 2 Oksidasi : 2 I- I2 + 2 e- x 1 Reaksi : 2 Cu2+ + 2 I- 2 Cu+ + I2 Persamaan reaksi dalam bentuk molekul : 2 CuSO4 + 4 KI 2CuI + I2 + K2SO4 Iodium (I2) yang terbebaskan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sehingga tereduksi menjadi I- menurut persamaan reaksi : Oksidasi : 2 S2O32- S4O62- + 2 eReduksi : I2 + 2 e- 2 IReaksi : 2 S2O32- + I2 S4O62- + 2 I-

mgrek CuSO4 = mgrek Na2S2O3 mmol CuSO4 = (V.N) Na2S2O3 mmol 1 = 11,2 x 0,082 = 0,9184 mmol mmol 2 = 9,1 x 0,082 = 0,7462 mmol mmol 3 = 10,4 x 0,082 = 0,8528 mmol Massa CuSO4 = mmol CuSO4 x Mr CuSO4 massa 1 = 0,9184 mmol x 159,5 g/mol = 146,4848 mg massa 2 = 0,7462 mmol x 159,5 g/mol = 119,0508 mg massa 3 = 0,8528 mmol x 159,5 g/mol = 136,0216 mg Massa Cu2+ = massa CuSO4 massa 1 = 146,4848 mg = 58,3184 mg massa 2 = 119,0508 mg = 47,3964 mg massa 3 = 136,0216 mg = 54,1528 mg Massa Cu2+ = 53,3 mg= 53,2892 mg VI. KESIMPULAN 1.Titrasi netralisasi alkalimetri digunakan pada proses standardisasi HCl. 2.Titrasi netralisasi asidimetri digunakan pada proses penentuan massa NaOH dan Na2CO3 dalam larutan campuran. 3.Hasil percobaan titrasi asidi-alkalimetri : Normalitas HCl standar adalah 0,04 N. Massa NaOH sebesar 15 gram. Massa Na2CO3 sebesar 110,77 gram. 4.Standardisasi larutan NH4CNS dan penentuan bromida menggunakan metode Volhard. 5.Penentuan Cl- dalam garam dapur kasar menggunakan metode Mohr. 6.Hasil percobaan titrasi argentometri : Normalitas NH4CNS standar adalah 0,048 N. Massa KBr sebesar 88,6 mg. Massa Cl- sebesar 25,26 mg. 7.Titrasi penentuan nitrit menggunakan metode Lunge agar hasil yang diperoleh lebih valid. 8.Hasil percobaan titrasi permanganometri : Normalitas larutan standar KMnO4 sebesar 0,174 N. Massa NO2- sebesar 100 mg.

9.Hasil titrasi iodo-iodimetri : Normalitas larutan standar Na2S2O3 sebesar 0,082 N. Massa Cu2+ sebesar 53,3 mg.

VII. DAFTAR PUSTAKA Sisler, H. H., Dresdner, R. D., Mooney, W.T., Jr., 1980, Chemistry A SYSTEMATIC APPROACH, Oxford University Press : New York Brady, J.E., 1999, General Chemistry, Principle and Structure, Jilid 2. Bina Rupa Aksara : Jakarta Mudjiran, 2002, Diktat Kuliah Kimia Analitik, FMIPA UGM : Yogyakarta Harrizul, Rifai, 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI-Press : Jakarta Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press : Jakarta

Analisis volumetri merupakan teknik penetapan jumlah sampel melalui perhitungan volume. Sehingga dalam teknik alat pengukur volume menjadi bagian terpenting, dalam hal ini buret adalah alat pengukur volume yang dipergunakan dalam analisis volumetric (Gambar 15.14).

GAmbar 15.14. Alat dan cara melakukan titrasi Penetapan sampel dengan analisa volumetri didasari pada hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi-reaksi kimia, seperti dibawah ini cara ini sering disebut juga dengan titrasi. Untuk proses titrasi zat analit (A) dengan pereaksi (S) atau larutan standar, mengikuti reaksi : a A + b S hasil

dimana a adalah molekul analit (A) yang bereaksi dengan b molekul pereaksi (S) atau larutan standar. Pereaksi (S), disebut juga dengan titran. Posisi titran atau larutan standar ada didalam buret, yang selanjutnya kita tambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan analit (A) yang ada dalam Erlenmeyer, dengan cara membuka kran yang ada dalam buret. Dalam larutan analit (A) kita menambahkan zat indikator yang berfungsi untuk menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi sempurna dari analit dengan pereaksi dengan adanya perubahan warna dari indikator. Indikator adalah suatu senyawa organik kompleks merupakan pasangan asam basa konyugasi dalam konsentrasi yang kecil indikator tidak akan mempengaruhi pH larutan. Indikator memiliki dua warna yang berbeda ketika dalam bentuk asam dan dalam bentuk basanya. Perubahan warna ini yang sangat bermanfaat, sehingga dapat dipergunakan sebagai indicator pH dalam titrasi. Indikator yang sering dipergunakan dalam titrasi disajikan dalam Tabel 15.2.

Tabel 15.2. Indikator dan perubahan warnanya pada pH tertentu Pada saat perubahan warna, maka telah terjadi reaksi sempurna antara analit dengan pereaksi dan pada kondisi ini terjadi kesetaraan jumlah molekul zat yang bereaksi sesua dengan persamaan reaksinya. Dari percobaan seperti ini kita dapat informasi awal, yaitu konsentrasi dan volume dari pereaksi atau larutan standar. Perhitungan atau penetapan analit didasari pada keadaan ekivalen dimana ada kesetaraan zat antara analit dengan pereaksi, sesuai dengan koofisien reaksinya. Kesetaraan tersebut dapat disederhanakan kedalam persamaan :

dimana, N(s) : Normalitas dari larutan standart (titran) Volume(s): Volume larutan standar (titran) yang dipergunakan dan terbaca dari buret. N(A) : Normalitas dari analit (yang dicari) Volume(A) : Volume analit, diketahui karena kita persiapkan Normalitas didefinisikan banyaknya zat dalam gram ekivalen dalam satu liter larutan. Secara sederhana gram ekivalen adalah jumlah gram zat untuk mendapat satu muatan, lihat kembali bahasan pada Bab 8, jika kita substitusikan dengan persamaan diatas kita dapat menetapkan berat zat berdasarkan kesetaraan mol zat dalam keadaan ekivalen seperti pada Bagan 15.15.

Bagan 15.15. Penetapan berat zat pada titik ekivalen Dalam reaksi redoks, kita dapat memodifikasi definisi dari berat ekivalen, yaitu berat dalam gram (dari) suatu zat yang diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol elektron. C2O42- 2CO2 + 2e ( BE = Mr/2) Cr2O72-+ H+ + 6e 2Cr3+ + 7 H2O (BE = Mr/6). Jika Mr Na2C2O4 : 134, maka BE = 67 gram/ekivalen Jika Mr K2Cr2O7 : 294, maka BE = 49 gram/ekivalen Analisis volumetri ini sering diistilah dengan titrimetri dengan satu dasar yaitu penetapan sebuah sampel merujuk pada jumlah volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalensi. Istilah ini untuk menghindari kerancuan, mengingat pengukuran volume tidak hanya terjadi pada

reaksi dalam bentuk larutan, namun juga untuk reaksi-reaksi yang menghasilkan dimana titrasi tidak dilakukan. Titrimetri dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis yang didasari pada jenis reaksinya.

.1Latar Belakang Kesetimbangan asam-basa merupakan topik yang luar biasa pentingnya dalam seluruh ilmu kimia dan bidang lain, yang mamanfaatkan kimia. Contohnya Titrasi asam basa sangat berguna dalam dunia kefarmasian terutama untuk reaksi-reaksi dalam pembuatan obat. Oleh karena itu asidi alkalimetri sangat perlu untuk dipelajari. Metode analisis dengan volumetri ataupun titrimetri menggunakan prinsip asam basa adalah asidi alkalimetri. Proses ini digunakan dalam perhitungan untuk menentukan kadar suatu zat berdasarkan perhitungan volume dengan larutan standar yang telah diketahui kadarnya dengan tepat. Dalam percobaan ini yang dilakukan adalah titrasi asam yaitu menentukan konsentrasi asam cuka dengan menggunakan larutan natrium hidroksida (NaOH). 1.2Perumusan Masalah Bagaimana cara menstandarisasi suatu larutan, dan menentukan kadar asam asetat Bagaimana tahapan tahapan yang terjadi pada proses titrasi. 1.3 Tujuan Percobaan Mempelajari dan Menentukan kadar asam cuka (CH3COOH) dengan cara titrasi asidi-alkalimetri. 1.4 Manfaat Manfaat yang dapat diambil dari percobaan Asidi Alkalimetri ini antara lain : 1.Dapat mengetahui dan memahami prinsip titrasi Asidi Alkalimetri. 2.Dapat melaksanakan percobaan Asidi Alkalimetri dengan tepat dan benar. 3.Dapat menentukan kadar sampel larutan asam maupun basa sesuai dengan prinsip titrasi Asidi Alkalimetri. 4.Serta nantinya dapat diaplikasikan kebidang lain, dalam kehidupan sehari - hari 1.5 Ruang Lingkup Percobaan Praktikum Kimia Analisa Kuantitatif (Kelompok II) dengan modul percobaan Penentuan Asam Asetat dengan Titrasi Asidi-Alkalimetri ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Dengan kondisi ruangan : 1.Temperatur : 30oC. 2.Tekanan udara : 760 mmHg Dilakukan dalam ruangan dengan menggunakan bahanbahan antara lain sampel asam cuka, natrium hidroksida (NaOH) dan indikator phenolphtalein. Sedangkan untuk peralatan digunakan alat-alat seperti statif dan klem, buret, erlenmeyer, beaker glass, pipet tetes, corong dan batang pengaduk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Prinsip Dasar Titrasi Reaksi penetralan dalam analisis titrimetri lebih dikenal sebagai reaksi asam basa. Reaksi ini menghasilkan larutan yang pH-nya lebih netral. Secara umum metode titrimetri didasarkan pada reaksi kimia sebagai berikut produkaA + tT dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T. untuk menghasilkan produk yang sifat pH-nya netral. Dalam reaksi tersebut salah satu larutan (larutan standar) konsentrasi dan pH-nya telah diketahui. Saat equivalen mol titran sama dengan mol analitnya begitu pula mol equivalennya juga berlaku sama. ntitran = nanalit neq titran = neq analit dengan demikian secara stoikiometri dapat ditentukan konsentrasi larutan ke dua. (anonim, 2009) Dalam analisis titrimetri, sebuah reaksi harus memenuhi beberapa persyaratan sebelum reaksi tersebut

dapat dipergunakan, diantaranya: 1. reaksi itu sebaiknya diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu dan tidak adanya reaksi sampingan 2. reaksi itu sebaiknya diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekivalensi. Dengan kata lain konstanta kesetimbangan dari reaksi tersebut haruslah amat besar besar. Maka dari itu dapat terjadi perubahan yang besar dalam konsentrasi analit (atau titran) pada titik ekivalensi. 3. diharapkan tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalen tercapai. Dan diharapkan pula beberapa indikator atau metode instrumental agar analis dapat menghentikan penambahan titran 4. diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan hanya beberapa menit. (anonim, 2009) Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya (Day, dkk, 1986). Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran ditambahkan sedikit demi sedikit (dari dalam buret) pada titrat (larutan yang dititrasi) sampai terjadi perubahan warna indikator baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan. Saat terjadi perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai. Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (netral). Syarat zat yang bisa dijadikan standar primer: 1.Zat harus 100% murni. 2.Zat tersebut harus stabil baik pada suhu kamar ataupun pada waktu dilakukan pemanasan, standar primer biasanya dikeringkan terlebih dahulu sebelum ditimbang. 3.Mudah diperoleh. 4.Biasanya zat standar primer memiliki massa molar (Mr) yang besar hal ini untuk memperkecil kesalahan pada waktu proses penimbangan. Menimbang zat dalam jumlah besar memiliki kesalahan relatif yang lebih kecil dibanding dengan menimbang zat dalam jumlah yang kecil. 5.Zat tersebut juga harus memenuhi persyaratan teknik titrasi (Anonim, 2009). Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik dimana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran. Lengkapnya titrasi, harus terdeteksi oleh suatu perubahan, yang tak dapat disalah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator (Anonim, 2009). 2.2Asidi alkalimetri

Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). H+ + OH- H2O Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawasenyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Untuk menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain ada konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu. Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH larutan selama titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH pada saat dan di sekitar titik ekuivalen karena hal ini berhubungan erat dengan pemilihan indikator agar kesalahan titrasi sekecil-kecilnya. Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion OH- maka reaksi itu disebut dengan reaksi netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen dengan jumlah basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi. Titik ekivalen adalah keadaan dimana jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan jumlah mol basa. Untuk menentukan titik ekivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asam-basa. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen. Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen. Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi asam atau basa yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam-basa. Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut dengan titrasi adisi-alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut. Prinsip Titrasi Asam basa Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen ( artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan

konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran. Cara Mengetahui Titik Ekivalen Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekivalen pada titrasi asam basa, yaitu: 1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalen. 2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan. Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indiator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indiator disebut sebagai titik akhir titrasi (Anonim, 2009). Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikator 0,1% ( b/v ) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes ( 0,1 ml ) indikator ( 0,1% dengan berat formula 100 ) adalah sama dengan 0,01 ml larutan titran dengan konsentrasi 0,1 M. Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolphthalein ( pp ) seperti di atas dalam keadaan tidak terionisasi ( dalam larutan asam ) tidak akan berwarna ( colorless ) dan akan berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi ( dalam larutan basa ). Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna indikator dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphthalein karena indikator ini bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keungguan maka yang teramati untuk titik akhir titrasi adalah warna merah muda. Contoh lain adalah metil merah. Oleh karena metil merah bertransisi dari merah ke kuning, maka bila indikator metil merah dipakai dalam titrasi maka pada titik akhir titrasi warna yang teramati adalah campuran merah dengan kuning yaitu menghasilkan warna orange (Anonim, 2009). 2.3Asam Cuka Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam cuka merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam

cuka dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam cuka merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1,5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.(anonim, 2009) 2.4Aplikasi Pembuatan Asam Nitrat (HNO3) dalam Industri Pembuatan asam nitrat skala industri memakai proses yang dinamakan proses tekanan tunggal. Dalam proses ini sebuah kompresor putar bertahap banyak, yang mempunyai pendingin di antara tahaptahapnya, digerakkan oleh turbin uap dan turbin pemulih tenaga yang disebutkan alat ekspansi gas sisa (tail gas expander). Pendingin antara tahap diatur sedemikian rupa agar suhu keluar adalah sekitar 230oC pada 1MPa. Udara keluar dibelah, 85% masuk ke dalam konverter dan 15% ke dalam penukar kalor dan kolom putih. Udara tekan yang panas itu dicampur dengan amonia lewat panas dan dikirim ke konverter yang beroperasi pada tekanan 800 sampai 950 kPa. Campuran udara dan amonia yang mengandung kira-kira 10% amonia, dilewatkan melalui 30 lapisan kaca 80 mesh yang terbuat dari platina kurang lebih 10% rhodium. Pembakaran berlangsung cepat dengan suhu keluar mencapai 940oC. Konversi menjadi NO adalah 94-95% dan diperlukan 62 gram paduan platina per ton metrik kapasitas harian asam. Suhu gas dan konsentrasi amonia yang masuk reaktor merupakan dua parameter yang sangat menentukan. Pada konsentrasi amonia 11,5% sampai 12% bisa terjadi ledakan. Gas masuk harus mempunyai suhu sedikitnya 205oC dan sebaiknya 230oC agar lapisan pertama kaca itu tetap berada pada suhu reaksi. Pada konsentrasi amonia 10% kenaikan suhu adiabatik adalah 710oC, sehingga konsentrasi amonia dibatasi pada 10%. Umur katalis biasanya 6-10 minggu; hal ini terutama adalah akibat erosi. Dengan demikian, biaya katalis mencapai $5 per ton metrik HNO3 100% yang dihasilkan. Pelet yang mengandung Kobalt Trioksida juga digunakan sebagai katalis, tetapi konversinya agak rendah. Gas keluar dari konverter dilewatkan melalui pemanas, lanjut uap, ketel uap kalor limbah dan pemanas gas sisa dan keluar pada suhu 2000C. Gas itu kemudian dilewatkan melalui pendingin kondensor yang menghasilkan HNO3 40% sampai 45% sebagai produk yang mengandung 40% nitrogen terikat. Baik gas keluar yang sudah diinginkan maupun asam nitrat encer, keduanya dilewatkan melalui absorber, masih pada tekanan penuh sebesar 980 kPa. Absorber-absorber itu adalah suatu kolom piring tudunggelembung atau piring tapis dengan gelungan pendingin diatas setiap 20-50 piring. Gas masuk dari bawah asam nitrat encer agak ke atas pada kolom dan air dingin masuk dari atas. Suhu gas yang keluar bersuhu sekitar 10oC. Pada kolom ini terdapat dua titik cekik (pinch point) yang diakibatkan oleh masalah kinetiknya. Di dekat dasar, laju reoksidasi NO cukup lambat karena asam pekat yang terdapat disitu menghalangi absorbsi NO2 sehingga tidak dapat berlangsung lambat. Di dekat puncak kolom, konsentrasi NOx dan oksigen menjadi sangat rendah, sehingga gaya dorong untuk absorbsi itu kecil saja. Asam yang keluar dari dasar kolom mengandung sedikit NOx terutama N2O4 (tak berwarna) tetapi ada juga NO2 yang berwarna merah. Gas ini diputihkan (bleach) dengan melewatkannya melalui kolom,

berlawanan arah dengan udara primer sebanyak 15% (yang diperlukan untuk oksidasi NO menjadi NO2) yang dibocorkan dari kompresor udara. Beberapa pabrik ada yang mempunyai bagian pemutih dibawah kolom absorber utama.

Gambar 2.1 Flowsheet Pembuatan Asam Nitrat Anonim, 2009 BAB III BAHAN DAN PERALATAN 3.1Alat Bahan dan fungsi 3.1.1 Sampel ( Cuka ) Fungsi : Sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asam asetatnya. Sifat fisika : 1.Rumus molekul : CH3COOH 2.Massa molar : 60.05 g/mol 3.Densitas dan fase : 1.049 g cm3, cairan 1.266 g cm3, padatan 4.Titik lebur : 16.5 C (289.6 0.5 K) (61.6 F)[1] 5.Titik didih : 118.1 C (391.2 0.6 K) (244.5 F)[1] 6.Penampilan : Cairan higroskopis tak berwarna. Sifat kimia : 1.Melarut dengan mudah dalam air 2.Bersifat higroskopik dan korosif 3.Asam asetat merupakan asam lemah. 4.Asam asetat merupakan monobasic. 5.Asam asetat merubah latmus biru menjadi merah. 6.Asam asetat membebaskan CO2 dari karbonat. 7.Asam asetat menyerang logam yang melibatkan hidrogen. (anonim, 2009) 3.1.2Natrium Hidroksida Fungsi : Sebagai larutan standar untuk mentritrasi asam cuka. (titran) Sifat Fisika : 1.Rumus molekul : NaOH 2.Densitas dan fase : 2.100 g cm3, cairan 3.Titik lebur : 318 C 4.Titik didih : 1390 C 5.Penampilan : Cairan higroskopis tak berwarna. Sifat kimia : 1.NaOH sangat mudah menyerap gas CO2 2.Senyawa ini sangat mudah larut dalam air 3.Merupakan larutan basa kuat

4.Sangat korosif terhadap jaringan Organik 5.Tidak Berbau (mulyono, 2008) 3.1.3 Indikator Phenolphtalein (PP) Fungsi : Sebagai indikator yang menunjukkan titik akhir titrasi (titik ekivalen) Sifat Fisika : 1.Rumus molekul : C20H14O4 2.Penampilan : Padatan Kristal tak berwarna 3.Massa jenis : 1,227 4.Berbentuk larutan 5.Merupakan asam lemah 6.Larut dalam air Sifat kimia : 1.Trayek pH 8,2 10 2.Merupakan indikator dalam analisa kimia 3.Tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan, hanya sebagai indikator 4.Larut dalam 95% etil alkohol 5.Asam dwiprotik 6.Tidak berwarna saat asam 7.Berwarna merah rosa saat basa (mulyono, 2009) 3.1.4 Aquades (air) Fungsi Aquades : Sebagai pelarut kristal NaOH Sifat fisika Air : 1.Rumus molekul : H2O 2.Massa molar : 18.0153 g/mol 3.Densitas dan fase : 0.998 g/cm, cairan a.0.92 g/cm, padatan 4.Titik lebur : 0 C (273.15 K) (32 F) 5.Titik didih : 100 C (373.15 K) (212 F) 6.Penampilan : Cairan tak Berwarna, Tidak berbau (mulyono, 2009) Sifat Kimia Air : 1.Pelarut yang baik 2.Memiliki pH 7 (netral) 3.Bukan merupakan zat pengoksidasi kuat. 4.Lebih bersifat reduktor daripada oksidator. 5.Reaksi oksidasi dari air sendiri dapat terjadi jika direaksikan dengan logam alkali atau alkali tanah. Ca + 2 H2O Ca2+ + 2 OH- + H2 (anonim, 2009) 3.2Alat dan fungsi

1. Pipet tetes Fungsi : Untuk mengambil indikator dan memasukkannya ke dalam Erlenmeyer 2. Erlenmeyer Fungsi : Sebagai wadah zat yang akan dititrasi. 3. Statif dan klem Fungsi : Sebagai penyanggah berdirinya buret. 4. Buret Fungsi : Sebagai wadah pentiter. 5. Beaker Glass Fungsi : Sebagai tempat / wadah campuran zat diaduk. 6. Corong Fungsi : Untuk memasukkan larutan standar ke dalam buret. Maupun kedalam Erlenmeyer 7.Batang Pengaduk Fungsi : Untuk mengaduk dua zat yang dicampur agar terjadi larutan yang homogen. 3.3Rangkaian Peralatan

Gambar 3.1 Beaker Glass + Batang pengaduk untuk tempat melarutkan pentiter yaitu NaOH

Gambar 3.2 Pipet tetes + corong + Erlenmeyer sebagai tempat sampel dan pencampurn indikator

Gambar 3.3 Statif dan klem + Buret + Erlen meyer yaitu peralatan untuk melakukan titirasi

BAB IV PROSEDUR PERCOBAAN 4.1Prosedur 4.1.1 Penyiapan Larutan NaOH 0.6 N Cuci dan bilas botol 500 ml Bila larutan ini akan disimpan dalam waktu yang lama, sediakan botol plastik, sebab larutan NaOH pasti akan bereaksi dengan wadah kaca, walaupun perlahan. Timbang 2,0 gram NaOH, larutkan kedalam beaker glass 500 ml yang berisi aquades, kocok sampai larut. 4.1.2 Menentukan Kadar Asam Asetat dalam Cuka Sampel dimasukkan sebanyak 25 ml kedalam Erlenmeyer Tambahkan 4 tetes Phenolpthalein kedalam sampel tersebut Titrasi dengan menggunakan larutan NaOH, sampai terjadi perubahan warna indikator menjadi Merah Rosa yang stabil. Catat volume NaOH yang terpakai. Lakukan prosedur diatas secara duplo, hitung kadar asam asetat yang diperoleh. Lakukan prosedur diatas terhadap sampel I dan sampel II

4.2Flowchart 4.2.1 Flowchart Penyiapan Larutan NaOH 0,6 N

Gambar 4.1 Flowchart Persiapan Larutan NaOH 0,6 N

4.2.2 Flowchart Penentuan Kadar Asam Asetat dalam Cuka

Tidak Ya

Gambar 4.2 Flowchart Penentuan Kadar Asam Asetat dalam Cuka BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan Tabel 4.1 Penyiapan Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 0,6 N Berat kristal NaOH 9,6 gr Volume pelarut 400 ml Konsentrasi As. Oksalat 0.6 N

Tabel 4.2 Perhitungan Kadar Asam Asetat

No V CH3COOH V NaOH Konsentrasi CH3COOH Kadar CH3COOH pH 1 25 ml 53,5 ml 1,27 M 7,2 % 9,17 2 25 ml 52,5 ml Rata-rata 25 ml 53 ml 1,27 M 7,2 % 9,17

Tabel 4.3 Perhitungan Kadar Sampel I No V sampel I V NaOH Konsentrasi Sampel I Kadar Sampel I pH 1 25 ml 43 ml 1,074 M 6,08 % 9,16 2 25 ml 46,5 ml Rata-rata 25 ml 44,75 ml

1,074 M 6,08 % 9,16

Tabel 4.4 Perhitungan Kadar Asam Asetat No V sampel II V NaOH Konsentrasi sampel II Kadar sampel II pH 1 25 ml 56,3 ml 1,36M 7,7% 9,18 2 25 ml 57,2 ml Rata-rata 25 ml 53 ml 1,36M 7,7% 9,18

4.2 Pembahasan Prinsip titrasi asidi alkalimetri adalah penetapan kadar secara kuantitatif terhadap suatu senyawa dengan cara mereaksikannya dengan suatu larutan baku yang sudah diketahui konsentrasinya dengan tepat. Dalam percobaan ini, sampel yang dianalisis adalah asam cuka CH3COOH yang kadarnya dapat ditentukan melalui metode titrasi dengan larutan baku NaOH. Cuka dapur yang digunakan sebagai sampel dengan merek: Cap bintang Kurva perubahan pH asam Asetat terhadap tiap penambahan 10 ml larutan NaOh

Volume NaOH Gambar 4.1 Grafik perubahan pH asam Asetat Kurva perubahan pH asam asetat terhadap tiap penambahan 10 ml larutan NaOH

Volume NaOH Gambar 4.2 Kurva Titrasi NaOH 0,6N terhadap sampel I Kurva perubahan pH asam asetat terhadap tiap penambahan 10 ml larutan NaOH

Volume NaOH Gambar 4.3 Kurva Titrasi NaOH 0,6N terhadap sampel II Pada percobaan, dari hasil titrasi didapat kadar cuka yang terdapat dalam sampel adalah sebesar 7,2 %, 6,8 % dan 7,7 % sedangkan dalam label cuka sampel tertulis kadar cuka tersebut sebesar 5 %. Hal ini terjadi disebabkan beberapa faktor diantaranya: 1.Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi. 2.Kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan NaOH, seperti pada saat penimbangan. 3.Terjadi perubahan skala buret yang tidak konstan. 4.Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator

BAB V KESIMPULAN 5.1Kesimpulan Setelah melakukan percobaan Penentuan Asam Asetat dengan Titrasi Asidi-Alkalimetri maka praktikan dapat menarik kesimpulan yaitu : 1. Dari percobaan didapat kadar asam cuka sebesar 7,2 %, 6,8 % dan 7,7 %. Sedangkan dalam teori kadar asam cuka sebesar 5 %. 2. Reaksi yang ada pada titrasi ini adalah reaksi netralisasi yaitu reaksi antara asam dengan basa untuk mencapai titik ekivalen. 3. Pada titrasi asam lemah dengan basa kuat indikator yang sesuai adalah phenolphthalein. 4. Metode titrasi asidi-alkalimetri dapat digunakan untuk menentukan kadar zat yang bersifat asam ataupun basa dalam sampel. 5. Larutan baku yang digunakan dalam titrasi asidi-alkalimetri adalah asam kuat ataupun basa kuat yang telah diketahui konsentrasinya secara tepat. 6. Pada titrasi asam lemah dan basa kuat, pH larutan akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya volume larutan dari basa kuat.

DAFTAR PUSTAKA Anonim.2009 a. Asam Asetat. http://id.wikipedia.org 26 agustus 2009 Anonim.2009 b. Air. http://id.wikipedia.org 26 agustus 2009 Anonim.2009 c. Titrasi Asam Basa. http://belajarkimia.com 26 agustus 2009 Anonim.2009d. Analisis Volumetri atau Titrimetri. http://belajarkimia.com 26 agustus 2009 Anonim.2009 e. Kumpulan laporan praktikum. http://sulae.blogspot.com 26 agustus 2009 Day, RA dan Underwood. 1986. Analisis Kimia kuantitatif. Edisi Kelima: Erlangga. Jakarta HAM, Mulyono. 2006. Kamus Kimia . Edisi Pertama. Bumi Aksara : Jakarta

Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa, sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan baku asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai titrasi asam-basa. Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator (Anonim 2009). Titrasi asidi-alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam kuat-basa kuat, asam kuat-basa lemah, asam lemah-basa kuat, asam kuat-garam dari asam lemah, basa kuat-garam dari basa lemah.

Titrasi ini menggunakan indikator pH atau indikator asam-basa sebagai penanda karena memiliki sifat dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Warna asam ialah sebutan warna indikator ketika dalam keadaan asam dan warna basa ketika dalam keadaan basa (Harjadi 1986). Potensiometri yaitu pengukuran tunggal terhadap potensial dari suatu aktivitas ion yang diamati, hal ini terutama diterapkan dalam pengukuran pH larutan (Basset 1994).Proses potensiometri dapat dilakukan dengan bantuan elektroda indikator dan elektroda pembanding yang sesuai. Dengan demikian, kurva titrasi yang diperoleh dengan menggambarkan grafik potensial terhadap volume titran yang ditambahkan, mempunyai kenaikan yang tajam di sekitar titik kesetaraan. Dari grafik itu dapat diperkirakan titik akhir titrasi. Cara potensiometri ini dapat digunakan bila tidak ada indikator yang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi, misalnya dalam hal larutan keruh atau bila daerah kesetaran sangat pendek dan tidak cocok untuk penetapan titik akhir titrasi dengan indikator (Rivai, 1995). Prosedur Percobaan -Asidi-alkalimetri Standardisasi HCl dengan larutan baku boraks. 10 ml larutan bakuprimer boraks dititrasi dengan HCl. Indikator merah metil digunakan sebanyak tiga tetes. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali (triplo). Standardisasi larutan NaOH dengan larutan baku (COOH)2.2H2O. 10 ml larutan (COOH)2 0.1 N baku dipipet ke dalam erlenmeyer ditambah tiga tetes fenolftalein lalu dititrasi dengan NaOH. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali (triplo). Penentuan kadar asam cuka murni dalam cuka biang. 1 ml cuka biang dipipet ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera dengan air destilata yang telah dididihkan dan telah didinginkan kembali. Larutan dikocok, kemudian dipipet ke dalam erlenmeyer sebanyak 10 ml, ditambah tiga tetes fenolftalein dan dititrasi. Titrasi diulang sebanyak dua kali (duplo). -Potensiometri pH meter dikalibrasi menggunakan bufer dengan cara kalibrasi dua nilai pH. Nilai potensial bufer diukur. Standardisasi NaOH. Asam oksalat 0.1 N sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam gelas piala 200 ml. Larutan kemudian diencerkan sampai 100ml dengan akuades. Elektroda gelas kombinasi dicelupkan dan stirer ditempatkan ke dalam larutan. GGL larutan kemudian dibaca. Titrasi dengan NaOH 0.1 M dengan penambahan 0.5 ml sampai 15 ml. Penentuan konsentrasi HCl. HCl 0.1 N 10 ml dimasukkan ke dalam gelas piala 400 ml, diencerkan dengan 100 ml air. Alat dipasang dan elektroda dihubungkan dengan sumber arus. Titik nol ditetapkan dari potensiometer dan besar potensial larutan ditetapkan memakai skala 0-100 mV. Larutan kemudian dititrasi dengan NaOH 0.1 N. Pada 1-5 ml volume titran tiap kali penambahan 1 ml, kemudian 0.5 ml. Bila mendekati titik ekivalen penambahan 0.1 ml (antara 9-11 ml). Hasil Pengamatan -Asidi-alkalimetri Asidimetri

Tabel 1. Standardisasi HCl dengan Larutan baku Boraks Ulangan Meniskus awal(ml) Meniskus akhir(ml) 1 2 3 0 11.2 22.2 V1=10ml 11.2 22.2 33.2 Vol N HCl terpakai 11.2 0.0892 11 0.0909 11 0.0909 Rataan N HCl = 0.0977 N SD = 0.0009 Contoh perhitungan

Diketahui: N1=0.1 N V2=11.2 Ditanyakan: Jawab: Alkalimetri

N2=? N2=V1 x N1/V2=10ml x 0.1 N/11.2=0.0892

Tabel 2. Standardisasi NaOH Ulangan Menis. awal (ml) 1 2 3 0.1 10.3 20.6 Menis. akhir (ml) 10.3 20.6 30.8 Vol HCl (ml) 10.2 10.3 10.2 N NaOH 0.0980 0.0971 0.0980 Rataan N NaOH = 0.0977 N SD = 0.0005

Contoh perhitungan Diketahui: N1=0.1 N V2=10.2 Ditanyakan: Jawab: N2=? N2=V1 x N1/V2=10ml x 0.1 N/10.2=0.0980 V1=10ml

Tabel 3. Penentuan Kadar Asam Cuka Murni dalam Cuka Biang Ul. 1 M. awal(ml) M. akhir(ml) 0 10.8 V. N terpakai 10.8 0.0904

2 3 4 5 6

12.5 23 34.3 10.8 22

23 34.3 45.8 22 33.5

10.5 11.3 11.5 11.2 11.5

0.0930 0.0864 0.0849 0.0872 0.0849

Rataan N SD

= 0.0878 = 0.0032

Konsentrasi cuka murni:

N= Nrataan x Faktor pengenceran = 0.0878 x 100 = 8.78 N Massa cuka murni= V x N x BE = 10 x 8.78 x 60 = 5268 Tabel 7. Hasil Perolehan TE Standarisasi NaOH Vol TE (ml) 1 2 3 9 9 9,5 10 10 10,5 10 10 10 [NaOH] 1 0,1111 0,1000 0,1000

Kurva E dengan V E/V dengan V E/V dengan V

2 0,1111 0,1000 0,1000

3 0,1052 0,0952 0,1000

Rataan 0,1091 0,0984 0,1000 0,1025

Contoh Perhitungan Voksalat x NOksalat=VTE x NNaOH NNaOH=(VoksxNoks)/VTE NNaOH=(100,1)/9 NNaOH=1/9=0,1111 Tabel 8. Hasil Perolehan TE Penentuan Konsentrasi HCl Vol TE (ml) 1 2 9,85 9,9 9,7 9,7 9,5 9,5 [HCl] 1 0,104 0,1056 0,1078

Kurva E dengan V E/V dengan V E/V dengan V

3 9,9 9,7 9,5

2 0,135 0,1056 0,1078

3 0,1035 0,1056 0,1078

Rataan 0,1036 0,1056 0,1078 0,1056

Contoh Perhitungan VNaOH x NNaOH=VTE x NHCl NHCl=(VNaOHxN/VTE NHCl=(100,1025)/9,85 NHCl=1,025/9,85=0,1040 Pembahasan Proses titrasi termasuk asidi-alkalimetri membutuhkan larutan baku dalam metodenya. Larutan baku haruslah distandardisasi terlebih dahulu untuk menentukan konsentrasi yang tepat dari calon larutan baku. Ada pula larutan baku primer, yakni larutan yang dibuat dari bahan baku primer. Bahan baku primer merupakan suatu bahan yang konsentrasi larutannya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume bahan yang terjadi (Harjadi 1986). Teknik analisis kimia potensiometri yang dilakukan kali ini memiliki kejanggalan pada hasil penentuan konsentrasi NaOH. Penentuan ini menunjukan kurva linier yang naik secara stabil tetapi seharusnya yang terjadi adalah hasil kurva yang menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan alat, kesalahan prosedur yakni prosedur yang dipraktekkan tidak sesuai dengan keharusan. Selain itu kesalan dapat terjadi pula pada bahan baku yang digunakan, seperti konsentrasi larutan yang tidak sesuai karena secara insidental tercampur dengan bahan lain atau kesalahan pembacaan saat penentuan konsentrasi. Penentuan konsentrasi NaOH menunjukkan hasil titik ekivalen berbeda-beda untuk setiap kurva ulangan. Pada ulangan pertama titik ekivalen kurva E dengan V= 9, dE/dV dengan V=9, d(dE/dV) dg V=9,5. Pada ulangan kedua titik ekivalen kurva E dengan V=10, dE/dV dengan V=10, d(dE/dV) dengan V=10,5. Pada ulangan ketiga titik ekivalen kurva E dengan V=10, dE/dV dengan V=10 d(dE/dV) dengan V=10. Untuk penentuan konsentrasi HCl pada ulangan pertama titik ekivalen kurva E dengan V=9,5, dE/dV dengan V=9,9, d(dE/dV) dengan V=9,9. Pada ulangan kedua titik ekivalen kurva E dengan V=9,7, dE/dV dengan V=9,7, d(dE/dV) dengan V=9,7. Pada ulangan ketiga titik ekivalen kurva E dengan V=9,5, dE/dV dengan V=9,5, d(dE/dV) dengan V=9,5. Simpulan Asidi-alkalimetri membutuhkan larutan baku untuk menentukan konsentrasi titran. Potensiometri yang dilakukan memiliki kejanggalan pada hasil penentuan konsentrasi NaOH, yakni kurva yang seharusnya menurun dihasilkan menaik. Daftar Pustaka Anonim. 2009. Apakah Definisi Asidimetri?. id.answers.yahoo.com [13 Maret

2010] Basset J, et al. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta. Rivai H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta. Posted in Academic
Asidi-alkalimetri adalah teknik analisis kimia berupa titrasi yang menyangkut asam dan basa atau sering disebut titrasi asam-basa. [1] Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret sedikit demi sedikit sampai jumlah zat-zat yang direksikan tepat menjadi ekivalen (telah tepat banyaknya untuk menghabiskan zat yang direaksikan) satu sama lain. [1] Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titrant, sedangkan larutan yang ditambah titrant disebut titrat (dalam hal ini titrant dan titrat berupa asam dan basa atau sebaliknya). [1] Pada saat ekivalen, penambahan titrant harus dihentikan, saat ini dinamakan titik akhir titrasi. [1] Untuk mengetahui keadaan ekivalen dalam proses asidi-alkalimetri ini, diperlukan suatu zat yang dinamakan indikator asam-basa. [1] Indikator asam-basa adalah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. [1] Asidi-alkalimetri menyangkut reaksi antara asam kuat-basa kuat, asam kuat-basa lemah, asam lemah-basa kuat, asam kuat-garam dari asam lemah, dan basa kuat-garam dari basa lemah. [1]

Pada praktikum ini anda akan menstandarisasi larutan dan mencari konsentrasi suatu larutan asam atau basa dengan cara titrasi A). Membuat Larutan Standart NaOH 0,1 N 0,5 gram NaOH kristal pure (A.R) dilarutkan dengan aquadest yang telah dipanaskan (boiled out distilet water) dalam labu ukur 100 ml. Kocok pelan-pelan hingga zat padat larut kemudian encerkan sampai 100 ml. Simpan larutan dalam botol tertutup. B.) Standarisasi larutan NaOH Dengan Asam Oksalat (H2 C2 O4 . 2H2O)

0,2 1,25 gr asam oksalat dimasukkan ke dalam elenmeyer 250 ml. Bilas dengan aquadest dan larutkan sampai volume 50 ml. Tambah 2 atau 3 tetes indikator Phenol Phtalein (PP). Titrasi dengan larutan NaOH dari buret sampai warna merah muda. Dengan HCI Isi buret dengan larutan standart HC1 0,1 N. Pipet 20 ml NaOH lalu masukan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 1 atau 2 tetes indikator metly Orange (MO) dalam elenmeyer tersebut dan kocok. Titrasi dengan larutan standart HC1 sampai warna berubah dari orange ke merah muda (pink). Atau Jika MO tidak ada bisa digunakan 2-3tetes indikator Broom Thymol Blue (BTB) C.) Pencarian Konsentrasi suatu larutan Larutan sampel dari asisten dimasukkan ke dalam elemeyer, lalu tambahkan beberapa tetes indikator. Lalu titrasi dengan larutan standart yang ada. Lakukan sampai diperoleh harga konsentrasi yang mendekati. D.) Penentuan Kadar Ion Penetral Asam Air Leding. Tambahkan beberapa tetes indikator PP pada 25 ml air sampel. Jika larutan tidak berwarna berarti OH dan CO32 kecil sekali. Jika warnanya merah lembayung, berarti ion tersebut ada dalamjumlah yang cukup untuk dianalisa. Titrasilah air ledeng itu dengan HCI sampai tidak berwarna. Lanjutkan titrasi dengan menambahkan tetes indikator MO. Titrasi terus dengan hati hati sampai warna menjadi merah muda. Hitung konsetrasi Ion penetral.

Вам также может понравиться