Вы находитесь на странице: 1из 24

PENDAHULUAN

Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) adalah anak yang menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsif, sulit memusatkan perhatian yang timbulnya lebih sering, lebih persisten dengan tingkat yang lebih berat jika dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Di samping gejala di atas, anakanak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas juga menunjukkan beberapa gejala lain seperti adanya ambang toleransi frustasi yang rendah, disorganisasi, dan perilaku agresif. Kondisi ini tentunya menimbulkan penderitaan dan hambatan bagi anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari, seperti berinteraksi dengan teman sebaya, keluarga dan yang terpenting adalah mengganggu kesiapan anak untuk belajar. Semua kondisi ini tentunya mengganggu prestasi belajar anak. Secara keseluruhan membuat penurunan kualitas hidup anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas di kemudian hari. Gejala-gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas ini pada umumnya telah timbul sebelum anak berusia tujuh tahun. Walaupun demikian, biasanya orangtua dari anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas baru membawa anaknya ke ruang konsultasi saat anak mulai bersekolah formal. Pada saat itu anak dituntut untuk mampu mengontrol perilaku mereka dan mengikuti peraturan yang berlaku di sekolah. Keluhan yang sering disampaikan adalah anak nakal, tidak kenal takut, berjalan-jalan di dalam kelas, seringkali berbicara dengan temannya pada saat pelajaran berlangsung, dan sebagainya. Pada anak yang berusia
1

kurang dari 4 tahun kondisi ini seringkali sulit dibedakan apakah anak menderita gangguan ini atau merupakan suatu hal yang wajar sesuai dengan tingkat perkembangannya. Namun pada anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, gejala yang muncul tampak lebih sering dan intensitasnya lebih berat jika dibandingkan dengan anak lain dengan taraf perkembangan yang sama.

EPIDEMIOLOGI Prevalensi gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas di seluruh dunia diperkirakan berkisar antara 2-9,5 % diantaranya anak usia sekolah. Di Amerika Serikat prevalensinya antara 2-20% dari jumlah anak-anak usia sekolah dasar. Sedangkan penelitian di Inggris menunjukkan angka 0,5-1% dan di Taiwan angka prevalensi dari kasus ini adalah 5-10%. Berdasarkan peneleitian yang dilakukan oleh Tanjung dkk, pada sejumlah SD di wilayah Jakarta Pusat pada tahun 2000-2001 didapatkan 4,25 dari sekitar 600 anak sekolah dasar kelas 1-3 mengalami gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Saputro D (2000) dalam penelitiannya pada anak-anak usia sekolah dasar di Kabupaten Sleman- DIY menemukan angka prevalensi sekitar 9,5%. Pada tahun 2003 sebanyak 51 anak dari sekitar 215 anak sekolah dasar di diagnosis gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas di Poli Klinik Jiwa Anak dan Remaja Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Prevalensi gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas dipengaruhi oleh jenis kelamin dan anak. Angka kejadian pada anak remaja dan dewasa dikatakan lebih rendah jika dibandingkan dengan anak perempuan dengan rasio 3-4:1.
2

TINJAUAN PUSTAKA

1. ETIOLOGI Etiologi ADHD belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli berpendapat faktor lingkungan dan genetik merupakan penyebab terjadinya ADHD. Faktor Lingkungan Faktor psikososial yang berpengaruh adalah konflik keluarga, sosial ekonomi keluarga tidak memadai, jumlah keluarga terlalu besar, orang tua kriminal, orang tua dengan gangguan jiwa (psikopat) dan anak yang diasuh pada tempat penitipan anak. Sedangkan riwayat kehamilan yang berpengaruh adalah kehamilan dengan eklamsia, perdarahan antepartum, fetal distress, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, ibu merokok dan pecandu alkohol sewaktu hamil. Trauma lahir atau hipoksi dapat berdampak injury pada otak lobus frontalis dan menjadi penyebab ADHD. Diduga ADHD ada hubungannya dengan mengkonsumsi gula secara berlebihan dan diet pengurangan gula dapat mengurangi gejala ADHD 5%, sebaliknya mengkonsumsi gula secara berlebihan dapat meningkatkan hiperaktif, tetapi hal ini tidak signifikan. Faktor Genetik Mutasi gen pengkode neurotransmiter dan reseptor Dopamin (D2 dan D4) pada kromosom 11p memegang peranan terjadinya ADHD.Terdapat lima reseptor Dopamin yaitu D1, D2, D3, D4 dan D5, sedangkan yang berperan terhadap ADHD adalah reseptor D2 dan D4. Neurotransmiter dan reseptor Dopamin pada korteks lobus frontalis dan subkorteks (ganglia basalis) berperan terhadap sistem inhibisi dan
3

memori, sehingga apabila ada gangguan akan terjadi gangguan inhibisi dan memori. Di samping Dopamin, gen pengkode sistem noradrenergik dan serotoninergik terkait dengan patofisiologi terjadinya ADHD. Dua Gen reseptor dopamin dan gen DAT telah diidentifikasi kemungkinan berperan dalam GPPH. Faktor neurologi terlihat berperan dalam onset GPPH. Sampai saat ini belum ditemukan penyebab pasti dari GPPH. Dan berbagai penelitian yang telah dilakukan dikatakan adanya keterlibatan dari faktor genetik, struktur anatomi dan neurokimiawi otak terhadap terjadinya GPPH. GPPH merupakan suatu gangguan yang mempunyai komponen genetik karena gangguan ini seringkali ditemukan bersamaan pada beberapa anggota keluarga. Dari beberapa penelitian genetik ditemukan bahwa saudara kandung dari anak dengan GPPH mempunyai risiko 5-7 kali lebih besar untuk mengalami gangguan serupa jika dibandingkan dengan anak lain yang tidak mempunyai saudara kandung dengan GPPH. Sedangkan orang tua yang menderita GPPH mempunyai kemungkinan sekitar 50 % untuk menurunkan gangguan ini pada anak mereka. Jacquelyn J. Gillis dalam penelitiannya pada anak dengan GPPH menyatakan bahwa 55 92 % anak kembar identik akan menderita gangguan yang sama jika salah satu anak tersebut menderita GPPH. Rappaport, dkk dari The National Institute of Mental Health melakukan penelitian pada anak dengan GPPH menggunakan MRI (Magnetic Resonance Imagiag), menyatakan adanya pengecilan lobus prefrontal kanan, nukleus kaudatus kanan, globus palidus kanan, serta vermis (bagian dari serebelum) jika dibandingkan
4

dengan anak tanpa GPPH. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi bagianbagian otak di atas adalah meregulasi fungsi perhatian seseorang. Lobus prefrontal dikenal sebagai bagian otak yang terlibat dalam proses editing perilaku, mengurangi distraktibilitas, membantu kesadaran diri dan waktu seseorang. Sedangkan nukleus kaudatus dan globus palidus berperan dalam menghambat respons otomatik yang datang pada bagian otak, sehingga koordinasi rangsangan tersebut tetap optimal. Fungsi serebelum adalah mengatur keseimbangan. Meskipun demikian, apa yang menyebabkan pengecilan lobus atau bagian otak tersebut masih pertanyaan yang memerlukan penelitian lebih lanjut. Cook EH dan rekan (1995) dan Barkley dan rekan (2000), menyatakan adanya peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron di daerah limbik dan lobus prefrontal akibat dari perubahan aktivitas hipersensitivitas transporter dopamine. Hal ini dikaitkan dengan gangguan pada fungsi neurotransmisi dopaminergik di area frontostriatokortikal. Kondisi ini membuat anak dengan GPPH mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi eksekutifnya, berupa kontrol diri yang buruk dan gangguan dalam menginhibisi perilaku. Secara teoretis, dengan bertambahnya usia, seorang anak seharusnya mampu melakukan kontrol diri dengan baik dan mengendalikan perilakunya dengan lebih terarah sehingga mampu melakukan tuntutan yang datang dari lingkungan sekitarnya. Tetapi kondisi ini tidaklah berjalan minus pada anak dengan GPPH. Hal ini karena adanya hipersensitivitas transporter dopamin sehingga anak, menunjukkan; a. Gangguan Non-Verbal Working Memory, dengan gambaran berupa;
5

Kehilangan rasa `kesadaran' akan waktu Ketidakmampuan untuk menyimpan informasi di dalam otaknya. Persepsi yang tidak sesuai terhadap suatu objek/kejadian Perencanaan dan pertimbangan yang buruk b. Gangguan internalisiation of self-directed speech, berupa; Kesulitan mengikuti peraturan yang berlaku Tidak disiplin Self Guidance dan Self Questioning yang buruk c. Gangguan regulasi, motivasi dan tingkat ambang kesadaran diri yang buruk. Kondisi ini memberikan gejala seperti: Kesulitan dalam menyensor semua bentuk reaksi emosi, ambang toleransi terhadap frustrasi yang rendah Hilangnya regulasi diri dalam bidang motivasi dan dorongan kehendak d. Gangguan kemampuan merekonstruksi berbagai perilaku yang sudah

diobservasi dalam usaha untuk membangun suatu bentuk perilaku baru untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan yang sudah ditargetkan, berupa: Keterbatasan untuk menganalisis perilaku-perilaku dan melakukan sintesis ke dalam bentuk yang baru Ketidakmampuan untuk menyelesaikan persoalan sesuai dengan taraf usianya Komplikasi perinatal juga dikaitkan dengan timbulnya GPPH pada seorang anak. Studi retrospektif pada anak dengan GPPH menunjukkan adanya komplikasi perinatal yang lebih sering jika dibandingkan dengan anak tanpa GPPH. Beberapa
6

komplikasi perinatal yang sering ditemukan adalah perdarahan antepartum, persalinan lama, nilai APGAR yang rendah dalam menit pertama kelahiran, dan lain-lain. Milberger dan rekan (1997) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ibu perokok dalam masa kehamilan mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan GPPH. Whitaker dkk (1997) menemukan bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah yang disertai dengan kerusakan substansia alba mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita GPPH di kemudian harinya. Walaupun masih kontroversi, beberapa kondisi seperti alergi, diet dan pengaruh logam berat juga dikaitkan dengan terjadinya GPPH. GPPH mungkin akan bertambah berat pada anak dengan beberapa penyakit fisik tertentu seperti abnormalitas fungsi tyrold, infeksi telinga berulang dan tuli sensorineural.

2. GEJALA KLINIS Terdapat tiga karakteristik ADHD yaitu gangguan pemusatan perhatian, hiperaktif dan impulsif. Di samping tiga gejala pokok tersebut dapat disertai gejala komorbiditas. Atas dasar tiga gejala pokok tersebut ADHD dibagi tiga subtipe, yaitu ADHD/I (ADHD dengan gejala utama gangguan pemusatan perhatian), ADHD/HI (ADHD dengan gejala utama hyperactive-impulsive) dan ADHD/C (ADHD dengan gejala pemusatan perhatian disertai dengan hyperactive-impulsive). Bayi dengan GPPH adalah peka terhadap stimuli dan mudah dimarahkan dengan suara, cahaya, temperatur, dan perubahan lingkungan lain. Kadang-kadang terjadi kebalikannya, anak-anak tenang dan lemah, banyak tidur, dan tampaknya
7

berkembang lambat pada bulan-bulan pertama kehidupan. Tetapi, lebih sering untuk bayi dengan GPPH untuk bersikap aktif ditempat tidurnya, sedikit tidur, dan banyak menangis. Anak GPPH jauh lebih jarang dibandingkan anak normal untuk menurunkan aktifitas lokomotorik saat lingkungan meraka terstruktur oleh batrasbatas sosial. Disekolah, anak GPPH dapat dengan cepat menyambar ujian tetapi hanya menjawab satu atau dua pekerjaan pertama. Mereka tidak mampu menunggu giliran dipanggil di sekolah dan menjawab giliran orang lain. Di tumah, mereka tidak dapat didiamkan walaupun hanya semenit. Anak-anak dengan GPPH sering kali mudah marah secara meledak. Mereka sering kali labil secara emosional, mudah dibuat tertawa atau menangis, mood dan kinerja mereka cenderung bervariasi dan tidak dapat diramalkan. Impulsifitas dan ketidakmampuan menunda kegembiraan adalah karakteristik dari mereka. Karakteristik anak-anak dengan GPPH yang tersering dinyatakan adalah, dalam urutan frekuensi: 1 2 3 4 5 hiperkaktivitas Gangguan motorik perseptual Labilitas emosional Devisit koordinasi menyeluruh Gangguan atensi (rentang atensi yang pendek, distraktibilitas, keras hati, gagal dalam menyelesaikan hal, inatensi, konsentrasi yang buruk) 6 Impulsifitas (bertindak sebelum berfikir, mengubah perilaku dengan tiba-tiba, tidak memiliki organisasi, meloncat-loncat di sekolah)
8

7 8 9

Gangguan daya ingat dan pikiran Ketidakmampuan belajar spesifik Gangguan bicara dan pendengaran

10 Tanda neurologis dan iregularitas EEG yang samar. Komorbiditas yang biasa terjadi adalah : Gangguan tingkah laku (anti sosial) dan sikap pertentangan (30-50%) Depresi (15- 20%) Ansietas (25%) Gangguan belajar (10 25%) Tourette Syndrome (7%) Bipolar disorder (bergantian antara depresi dan iritabel) (11- 22%) Developmental delayed (sektor perkembangan bahasa dan motorik)

2. DIAGNOSIS Berdasarkan DSM IV maka kriteria Gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas adalah sebagai berikut: A. salah satu dari (1) atau (2): (1) Terdapat minimal 6 atau lebih gejala-gejala inatensi berikut yang menetap dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 6 bulan sampai ke tingkat yang maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak:

Sering melakukan kesalahan yang tidak seharusnya atau ceroboh terhadap pekerjaan sekolah atau aktivitas-aktivitas lain.

Sering mengalami kesulitan untuk mempertahankan perhatian dalam melakukan tugas tanggung jawabnya atau dalam kegiatan bermain.

Sering tampak tidak mendengarkan (acuh) pada waktu diajak bicara. Sering tidak mampu mengikuti aturan dan gagal dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah, kegiatan sehari-hari.

Sering mengalami kesulitan dalam mengorganisasikan tugas tanggung jawab atau aktivitasnya.

Sering menghindar, tidak suka atau menolak kegiatan yang memerlukan konsentrasi lama seperti mengerjakan tugas-tugas sekolah.

Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk kegiatan atau aktivitasnya seperti mainan, pensil, buku-buku atau peralatan-peralatan lainnya.

Mudah teralih perhatiannya oleh stimulus yang dari luar. Mudah lupa akan kegiatan yang dilakukan sehari-hari.

(2) Terdapat minimal 6 atau lebih gejala-gejala hiperaktivitas-impulsifitas berikut yang menetap dan berlangsung sekurang-kurangnya 6 bulan sampai ke tingkat yang maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak: Hiperaktifitas a. Sering tidak bisa duduk diam atau kaki tangannya tidak bisa diam

10

b. Sering tidak mampun duduk diam dikursi didalam kelas atau pada situasi diaman anak diharapkan duduk diam c. Sering berlari atau memanjat secara berlebihan pada situasi yang tidak sesuai atau pada situasi-situasi yang tidak seharusnya d. Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau dalam kegiatan menyenangkan bersama yang memerlukan ketenangan e. Sering bergerak atau sepertinya digerakkan oleh mesin f. Sering berbicara berlebihan Impulsifitas a. Sering member jawaban sebelum pertanyaan selesai diajukan b. Sering mengalami kesulitan menunggu giliran c. Sering menginterupsi orang lain B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatensi yang menyebabkan gangguan ini sudah timbul sebelum anak berusia 7 tahun C. Gejala tersebut terjadi minimal pada dua situasi atau tempat yang berbeda misalnya disekolah, dan dirumah D. Ada bukti yang jelas bahwa gejala ini menimbulkan gangguan fungsi anak yang bermakna dibidang sosial, akademik dan fungsi pekerjaan lainnya. E. Gejala tidak timbul secara eksklusif selama perjalanan penyakit gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia atau gangguan psikotik lainnya dan tidak dapat dijelaskan oleh gangguan mental lainnya seperti gangguan mood, gangguan cemas, ganggua disosiatif atau gangguan kepribadian.
11

Penulisan berdasarkan pada Tipe : GPPH tipe kombinasi : Bila memenuhi kriteria baik A1 maupun A2 selama 6 bulan terakhir GPPH predominan tipe inatensi : jika memenuhi kriterian tipe A1 tapi tidak memenuhi kriteria A2 selama 6 bulan terakhir GPPH predominan tipe hiperaktif impusif : jika memenuhi kriteria A2 tetapi tidak memenuhi kriteria A1 selama 6 bulan terakhir.

3. DIAGNOSIS BANDING DAN KOMORBIDITAS Beberapa gangguan dapat menyerupai atau menyertai GPPH. Gangguan medis/neurologis yang sering GPPH adalah; epilepsi, sindroma Tourette, (movement disorders), gejala sisa dari trauma kepala, gangguan/ kerusakan penglihatan atau pendengaran, kekurangan zat Fe kekurangan/gangguan tidur. Gangguan psikiatri yang sering menyerupai GPPH adalah gangguan penyesuaian, gangguan cemas, gangguan depresi/distimik, gangguan afektif bipolar, serta retardasi mental. Gangguan medis yang seringkali menyertai atau berkormorbiditas dengan GPPH adalah gangguan depresi yang timbul sekunder akibat kegagalan reaksi penyesuaian anak dengan GPPH dengan tuntutan dari lingkungan sekitarnya. Mereka seringkali merasa gagal dalam proses belajar, serta timbulnya perasaan rendah diri akibat berkurangnya kemampuan yang seharusnya sudah mereka miliki jika dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Gangguan lain yang juga seringkali

12

menyertai GPPH adalah gangguan belajar, gangguan tingkah laku, gangguan perilaku menentang, serta gangguan obsesif kompulsif. Berbagai penelitian menunjukkan 35% kasus GPPH juga disertai dengan gangguan perilaku menentang dan sekitar 25% 75% kasus GPPH disertai dengan gangguan suasana perasaan.

ADHD alone

Mood Disorders 4%

Gangguan perilaku

Kesulitan akademik Sosialisasi buruk Terdapat problem citra diri Berurusan dengan hukum Merokok Resiko untuk mendapat trauma atau cedera

Kegagalan dalam pekerjaan Problem dalam membina hubungan interpersonal Resiko mendapat cedera atau kecelakaan

Usia pra sekolah

Usia sekolah Remaja

Usia saat di Perguruan Tinggi

Dewasa

Gangguan perilaku Kegagalan akademik Terganggunya hubungan dengan teman saya Terdapat problem citra diri

Gangguan akademik Kesulitan dalam pekerjaan Terdapatnya problem citra diri Penggunaan zat/obat-obatan Resiko mendapat cidera/kecelakaan

Dampak Dari GPPH Terhadap Tumbuh Kembang Seorang Anak

13

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan patologi dan laboratorium tidak ada yang patognomonik untuk GPPH. Tes kognitif yang membantu dalam menegakkan inatensi dan impulsifitas anak adalah tugas kinerja kontinu, dimana anak diminta memijat tombol tiap kali urutan huruf atau angka tertentu ditampilkan dilayar. Anak anak dengan atensi yang buruk membuat kesalahan tindakan yaitu mereka tidak memijat tombol, walaupun urutan tersebut telah ditampilkan. Impulsifitas dimanifestasikan oleh kesalahan tindakan, dimana mereka tidak mampu menahan memijat tombol, walaupun urutan yang diinginkan belum ditampilkan dilayar. Pemeriksaan umum tidak terlalu membantu. EEG : kasus yang dicurigai status epileptikus. Pemeriksaan neuroimaging (CT scan dan MRI): bukan indikasi.

5. PENATALAKSANAAN Gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas adalah gangguan yang bersifat heterogen dengan manifestasi klinis yang beragam. Disamping itu, sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat di akui untuk menyembuhkan anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas secara total. Berdasarkan evidence based terapi gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas yang terbaik adalah dengan pendekatan komprehensif beralaskan prinsip Multi Treatment Approach (MTA). Dengan pendekatan ini maka anak selain mendapatkan terapi dengan obat, maka juga diberikan terapi psikososial seperti terapi perilaku (modifikasi perilaku), terapi
14

kognitif-perilaku dan juga latihan keterampilan sosial. Disamping itu juga memberikan psikoedukasi kepada orangtua, pengasuh maupun guru yang sehariharinya berhadapan dengan anak gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas. Tujuan utama dari terapi anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas adalah memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari dengan memperbaiki fungsi kontrol diri, sehingga anak mampu untuk memenuhi tugas tanggung jawabnya secara optimal sebagaimana anak seusianya. Tujuan lainnya adalah memperbaiki pola adaptasi dan penyesuain sosial anak sehingga terbentuk suatu kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matur seusia dengan tingkat perkembangan anak. 1. Pendekatan psikofarmakologi pada penanganan anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas pemberian obat pada anak sudah dimulai sejak kurang lebih 50 tahun yang lalu. Obat yang merupakan pilihan pertama adalah obat golongab psikostimulan. Dikenal ada 3 macam obat golongan psikostimulan, yaitu Golongan metilfenidat (satu-satunya yang dapat ditemukan di Indonesia) Golongan deksamfetamin Golongan pamolin Barkley, dkk mengatakan bahwa efektivitas pemakaian obat golongan metilfenidat adalah sebesar 60-70% dalam mengurangi gejala hiperaktivitas impulsivitas dan inatensi. Dengan demikian, pemberian obat jenis psikostimulan ini

15

dikatakan cukup efektif dalam mengurangi gejala-gejala gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas. Efek samping yang sering ditemukan dalam pemakaian obat golongan ini adalah penarikan diri dari lingkungan social, over focus, letargi, agitasi, iritabel, mudah menangis, cemas, sulit tidur, penurunan nafsu makan, sakit kepala, pusing. Biasanya efek samping ini timbul pada waktu pemakaian pertama kali atau jika terjadi peningkatan dosis obat yang diberikan. Dengan demikian adanya gejalagejala di atas dapat menandakan bahwa dosis yang diberikan terlampau tinggi. Biasanya gejala efek samping akan hilang dalam beberapa jam setelah obat dihentikan atau diturunkan dosisnya. Penghentian pemakaian obat golongan psikostimulan biasanya dilakukan secara bertahap untuk terjadinya rebound phenomena. Jenis Obat Metilfenidat (sediaan tablet 10 mg, dan 20 mg) Biasanya dimulai dengan 5 mg/ hari. Dosis 0,3-0,7 mg/kgBB/ hari. Efek Samping -Insomnia -Penurunan nafsu makan -Penurunan berat badan -Sakit kepala -Iritabel Dosis maksimal 60 mg/hari. Lama Kerja Untuk jenis intermediate release (IR) lama kerja obat adalah 3-4 jam. Mula kerja obat ini cepat 30-60 menit. Efektif untuk 70% kasus. Perhatian Tidak dianjurkan pada pasien dengan kecemasan tinggi, tics motorik, dan riwayat keluarga dengan sindroma Tourette

16

Keamanan cukup terjamin Metilfenidat (slow release 20 mg) Dosis dimulai dengan 20 mg pada pagi hari dan dapat ditingkatkan dengan dosis 0,30,7 mg/KgBB/ hr. kadang-kadang perlu ditambahkan 5-10 mg metilfenidat pada pagi hari agar untuk mendapatkan efek awal yang lebih cepat. Dosis maksimal 60 mg/hr MetilfenidatDosis dimulai -Insomnia Untuk jenis Tidak dianjurkan -Insomnia -Penurunan nafsu makan -Penurunan berat badan -Sakit kepala -Iritabel Untuk jenis slow release (SR) sekitar 7 jam terutama berguna untuk remaja dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas sehingga dapat menghindari pemberian obat di siang hari Awitan kerja lambat (1-2 jam setelah pemberian oral) tidak dianjurkan pada pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi, tics motorik, atau pada keluarga dengan riwayat sindroma Tourettes

17

OROS

18mg, dengan 18 mg, -Penurunan satu hari sekali di nafsu makan

osmotic oral

release pada system dengan

pasien

36 mg, 54 mg

pagi hari. Dosis -Penurunan berat (OROS), ditingkatkan badan

sekitar kecemasan tinggi,

12 jam dengan tics motorik, dan kadar plasma obat riwayat keluarga yang stabil relative dengan sindroma Tourette.

dengan dosis 0,3- -Sakit kepala 0,7 mg/KgBB/hr -Iritabel.

Obat golongan antridepresan juga dikatakan bermanfaat dalam membantu anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas. Obat ini bekerja sebagai inhibitor metabolism dopamine dan norepinefrin. Obat antidepresan seperti imipramin dapt memberikan hasil yang cukup memuaskan untuk mengurangi gejala, tetapi mempunyai efikasi yang lebih rendah daripada obat golongan psikostimulan. Efek samping kardiovaskuler, neurologic, dan anti kolinergik yang ditimbulkan membuat pemakaian obat ini pada anak menjadi terbatas. Obat antidepresan lain yang juga sering digunakan saat ini adalah obat antidepresan penghambat ambilan serotonin yang bekerja secara spesifik (SSRI= Serotonin Spesific Reuptake Inhibitor), misalnya Flouxetine. Pemberian Flouxetine 0,6 mg/ KgBB dikatakan memberikan respons sebesar 58% pada anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas yang berusia 7-15 tahun.

18

Obat lain yang juga digunakan dalam tatalaksana anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas adalah obat antidepresan golongan penghambat monoamine oksidase, seperti moclobemide dengan dosis 3-5 mg/ KgBB/ hari yang dibagi dalam 2 dosis pemberian. Obat golongan antipsikotik atipikal seperti risperidone juga dapat digunakan untuk menurunkan perilaku hiperaktivitas dan agresivitas, walaupun demikian belum banyak penelitian yang mengungkapkan hasilnya. Obat lainnya yang dapat digunakan adalah obat antikonvulsan seperti golongan carbamazepin dan obat antihipertensi seperti klonidin juga dikatakn bermanfaat dalam mengurangi gejala gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas pada anak. 2. Pendekatan psikososial pada penangan anak dengan gangguan pemusatan perhatian. Adanya pelatihan keterampilan sosial bagi anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas. Sebagaimana diketahui bahwa dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas seringkali juga disertai dengan perilaku agresivitas dan impulsivitas. Kondisi ini membuat mereka tidak mampu untuk menjalin relasi yang optimal dengan teman-teman sebayanya. Dampak yang cukup sering terjadi adalah mereka disingkirkan oleh kelompok teman sebayanya dan kesulitan untuk mencari teman yang baru. Hal lain adalah seringnya mereka menjadi kambing hitam karena tanpa, sadar teman, guru atau lingkungan cenderung memberi label

19

negative terhadap perilaku mereka sehari-hari. Tidak jarang mereka juga seringkali diperdaya oleh teman-teman mereka. Semua hal ini membuat beban anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas akan bertambah berat. Oleh karena itu diperlukan suatu pelatihan keterampilan sosial dengan harapan mereka akan lebih mengerti norma-norma sosial yang berlaku dan berperilaku serta bereaksi sesuai dengan norma yang ada. Edukasi bagi orangtua dan guru. Banyak orangtua dan gurubmerasa belum mengerti akan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas sepenuhnya. Kondisi ini membuat mereka ragu akan diagnosis maupun terapi yang di anjurkan. Maka untuk itu sangat dianjurkan bagi anak beserta orangtua dan guru kelasnya mendapatkan suatu bentuk terapi perilaku yang disebut sebagai modifikasi perilaku. Selain itu edukasi dan pelatihan pada guru merupakan hal sangat penting karena salah satu permasalahan utama pada anak adalah permasalahan akademis. Selain itu, pelatihan dan edukasi ini juga akan menghindari terjadinya stigmatisasi pada anak, sehingga menghindari adanya anggapan buruk terhadap anak-anak ini, misalnya cap sebagai anak nakal, bandel atau malas dll. Pendekatan sekolah merupakan hal yang sangat penting mengingat bahwa sebagian besar waktu anak dihabiskan di sekolah. Tingkat pemahaman guru yang baik akan ini diharapkan akan

20

meningkatkan kemampuan guru dalam mengempati sikap, perilaku dan reaksi emosi anak didik mereka yang mengalami gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka perlu dipertimbangkan untuk mengembangkan upaya kesehatan mental di sekolah yang melibatkan guru kelas, orangtua, konselor, psikolog dan juga psikiater anak serta profesi lain yang terkait. Kebutuhan akan kelompok dukungan keluarga atau kelompok anatr orangtua. Puotiniemi dan Kyngas (2002) dalam penelitiannya bahwa adanya kelompok dukungan orangtua yang memiliki permasalahan yang sama akan meningkatkan daya penyesuaian serta reaksi yang lebih positif terhadap anak mereka. Di dalam kelompok ini, orangtua akan merasa lebih nyaman dan secara terbuka dapat mengemukakan masalah yang dihadapi anak mereka, serta lebih mudah mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Dengan adanya kondisi ini maka orangtua akan mendapat dukungan emosional dari sesame orangtua lainnya, serta mengurangi penderitaan yang dialami dan belajar dari pengalaman praktis dari para orangtua lainnya dalam menangani berbagai masalah yang mungkin dihadapi baik oleh anak maupun mereka sebagai orangtua. 3. Terapi Perilaku Terapi perilaku bertujuan untuk mengidentifikasi gangguan tingkah laku anak kemudian berusaha melakukan perubahan tingkah laku sesuai dengan target yang

21

dikehendaki. Perubahan ini dilakukan pada anak oleh orang tua dan gurunya, dilakukan di lingkungan keluarga di rumah, di sekolah dan di lingkungan anak bergaul. Di dalam melakukan terapi perilaku perlu dilakukan perencanaan, mengorganisir setiap perencanaan dan menggunakan pekerjaan rumah dan catatan organisasi setiap perencanaan. Untuk keperluan ini perlu dilakukan pelatihan kepada orang tua, guru dan ketrampilan sosial. Orang tua penderita ADHD juga dibekali pengetahuan tentang pengelolaan stres seperti meditasi, tehnik relaksasi, olahraga untuk meningkatkan toleransi terhadap frustasi, sehingga dapat merespon gangguan tingkah laku anaknya dengan sabar dan tenang. Terapi perilaku termasuk terapi perilaku kognitif yaitu membantu anak-anak melakukan adaptasi terhadap skill dan memperbaiki kemampuan pemecahan masalah. Terdapat lima modul materi latihan terapi perilaku, yaitu : 1. Feedback positive. Digunakan apabila target perilaku positif tercapai 2. Ignore-attend-praise. Digunakan ketika terungkap satu atau lebih adanya perilaku yang tidak cocok 3. Teaching interaction. Digunakan untuk koreksi terhadap perilaku yang tidak sesuai dan anak belum mempelajari suatu ketrampilan. Ini berguna untuk memberikan alternatif yang cocok dan praktis bagi anak untuk suatu ketrampilan. 4. Penanganan langsung. Cara ini digunakan untuk menghentikan tingkah laku yang tidak sesuai apabila dengan cara Ignore attend praise tidak berhasil.

22

5. Cara duduk dan memperhatikan. Cara ini digunakan untuk menghentikan tingkah laku agresif dan merusak.

4. Pengobatan Nutrisi Pada ADHD Peran nutrisi pada etiologi ADHD masih kontroversial. Diet hanya berhasil pada sebagian kecil populasi anak dengan tingkah laku hiperkinetik. Berbagai teori telah diusulkan, khususnya sukrosa dan aspartam. Pada penderita ADHD, gula darah sesudah makan sukrosa meningkat lebih singkat, sehingga terjadi hipoglikemia reaktif beberapa jam sesudah makan dan respon alergi. Hipoglikemia menghasilkan hiperreaktivitas karena adrenalin dan epinefrin serta stimulan lainnya dikeluarkan oleh kelenjar adrenal pada respon kadar gula darah rendah. Reaksi terhadap aspartam diduga karena hasil metabolismenya meningkatkan konsentrasi fenilalanin plasma yang dapat merubah transport asam amino esensial pada otak. Katekolamin tumpul dalam merespon sesudah makan glukosa pada ADHD. Perubahan diet

dipertimbangkan pada anak yang alergi makanan tertentu. Diet eliminasi berbagai zat tambahan untuk pewarna, perasa, pengawet makanan, monosodium glutamat dan kafein telah memperlihatkan respon yang menguntungkan pada intervensi diet, khususnya anak dengan alergi. Diduga defisisensi seng pada ibu hamil turut andil dalam perkembangan sindrom hiperaktif dan risiko ini lebih tinggi lagi bila ibu preeklamsia. Kadar selenium, mangan dan alumunium rambut berpengaruh pada gangguan belajar dan hiperaktif, juga toksisitas air raksa dari makanan yang

23

terkontaminasi. Suplementasi yodium dan diet kaya yodium seperti ikan laut dapat menolong sejumlah penderita ADHD.

6. PROGNOSIS Gejala hiperaktif akan berkurang pada masa adolescence, sedangkan gejala impulsive dan emosi yang labil akan menetap. Anak dengan GPPH pada waktu dewasa sering masih mempunyai gejala agresif dan menjadi pencandu minuman keras/alcoholism). Prognosis lebih baik bila didapatkan fungsi intelektual yang tinggi, dukungan yang kuat dari keluarga, temen teman yang baik, diterima di kelompoknya dan diasuh oleh gurunya serta tidak mempunyai satu atau lebih komorbid gangguan psikiatri.

24

Вам также может понравиться