Вы находитесь на странице: 1из 30

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Teori Dasar Logging
Menurut Richard M. Bateman (1985), sifat petrofisik dan fluida adalah
karakteristik sifat fisik batuan yang meliputi porositas, permeabilitas, dan
saturasi fluida didalamnya. Dalam industri perminyakan, sifat fisik batuan
tersebut diperlukan untuk mengetahui karakteristik reservoir dan potensi
hidrokarbon. Salah satu cara untuk mengetahui karakteristik tersebut yaitu
dengan logging sumur (well logging) sehingga dapat diketahui letak kedalaman
dan ketebalan zona hidrokarbon yang diharapkan berpotensi secara ekonomis.
Proses logging diawali dengan proses pemboran sumur. Pemboran sumur
dilakukan dengan mengkombinasikan putaran dan tekanan pada mata bor.
Proses pemboran menggunakan fluida pemboran berupa lumpur. Selama
pemboran, lumpur dipompakan dari pompa lumpur masuk melalui dalam pipa
bor ke bawah menuju mata bor. Nosel di mata bor akan menginjeksikan lumpur
tadi keluar dengan kecepatan tinggi yang akan membantu menggali bebatuan.
Kemudian lumpur naik kembali ke permukaan lewat annulus, yaitu celah antara
lubang sumur dan pipa bor, membawa cutting hasil pemboran. Selanjutnya
dilakukan proses logging atau open hole logging.
7)
Logging sumur (well logging) juga dikenal dengan Borehole Logging
adalah cara untuk mendapatkan rekaman log yang detail mengenai kondisi
bawah permukaan yang terpenetrasi dalam lubang bor. Dari hasil well logging,
didapatkan pula nilai hasil pengukuran fisika berupa karakteristik fisik batuan.
Logging sumur dapat dilakukan selama pemboran berlangsung (open hole
III-1
III-2
logging) dan setelah proses pemboran selesai (cased hole logging). Well
logging biasanya digunakan dalam bidang eksplorasi minyak dan gas bumi,
selain itu digunakan juga pada eksplorasi groundwater, mineral, enviromental
dan geotechnical.
Komponen-komponen peralatan log sumur antara lain adalah detektor
(sonde), alat penerima (receiver), alat perekam (recorder), kabel baja (wireline),
alat pengukur kedalaman (depth measurement), komputer, panel-panel kontrol
(control panels) dan katrol (Gambar 3.1).
8)
GAMBAR 3.1
PERALATAN LOG SUMUR
8)
Prinsip dasar kerja alat well logging adalah arus atau gelombang suara
dikirim dari atas permukaan menuju transmitter pada sonde, sedangkan sumber

KATROL
DETEKTOR(SO
NDE)
III-3
radioaktif dipasang langsung didalam sonde. Selanjutnya, dipancarkan oleh
transmitter menembus formasi dan fluida. Arus, gelombang suara atau sinar
radioaktif yang kembali dari formasi diterima oleh receiver. Data-data tersebut
dikirim ke permukaan melalui wireline dan diterima oleh komputer dan
disimpan di recorder.
6)
Hasil perekaman informasi bawah permukaan ini berupa
angka-angka digital yang digambarkan dalam bentuk kurva (Gambar 3.2).
GAMBAR 3.2
III-4
CONTOH KURVA HASIL WELL LOGGING
11)
1. Log Sinar Gamma
Menurut George B. Asquith (1976), log sinar gamma (Gamma Ray
Logs) berfungsi mengukur sifat radioaktif alami dari suatu formasi batuan
berupa unsur-unsur uranium (U), thorium (Th) dan potassium (K). Hasil
pengukuran ini dapat digunakan untuk identifikasi lithologi, korelasi antar
formasi sumur, dan menentukan volume shale. Unsur-unsur radioaktif
tersebut mampu secara kontinyu untuk memancarkan sinar gamma dalam
bentuk pulsa-pulsa (sinyal) energi radiasi yang tinggi. Sinar gamma yang
terkandung dalam formasi dan fluida akan dideteksi oleh alat sensor
detektor berupa sonde, dimana setiap sinar gamma yang terdeteksi akan
menimbulkan pulsa listrik pada detektor (Gambar 3.3).
GAMBAR 3.3
III-5
PRINSIP KERJA GAMMA RAY LOG
11)
Hasil perekaman pada alat recorder adalah jumlah dari cacahan sinar
gamma yang tertangkap disusun dalam skala satuan API (American
Petroleum Institute).
7)
Semakin tinggi nilai API, maka semakin tinggi
kandungan radioaktif pada batuan di kedalaman tersebut dan begitu juga
sebaliknya. Log sinar gamma umumnya digunakan untuk membedakan
lapisan permeabel atau batupasir dan lapisan non-permeabel atau batuan
serpih atau shale (Gambar 3.4).
1)
GAMBAR 3.4
III-6
KURVA GAMMA RAY LOG
11)
Disamping itu juga untuk mengetahui batas lapisan permeabel (sand
base line) dan batas lapisan non-permeabel (shale base line) sehingga
nantinya dapat menghitung volume shale (clay). Sand memiliki kandungan
radioaktif yang lebih sedikit daripada shale sehingga semakin tinggi nilai
sinar gamma maka semakin banyak kandungan shale di formasi dan begitu
juga sebaliknya.
1)
2. Log Caliper
Log caliper adalah jenis log yang menggambarkan diameter borehole
terhadap kedalaman untuk tipe Open Hole Logging. Untuk menyesuaikan
dengan kondisi lubang bor, peralatan Caliper Log dilengkapi dengan pegas
yang dapat mengembang secara fleksibel tergantung pada ukuran lubang
bor. Selain itu, log caliper dapat digunakan untuk menggambarkan lithologi
dengan membedakan lapisan permeabel dan non-permeabel (Gambar 3.5).
12)
GAMBAR 3.5
III-7
RESPON BATUAN TERHADAP PEMBORAN
4)
3. Log Densitas
Log densitas lebih dikenal dengan nama Formation Density Log
(FDL). Menurut George B. Asquith (1976), log densitas berguna untuk
mengukur electron density pada suatu formasi batuan dan digunakan untuk
menentukan porositas, lithologi dan deteksi zona gas.

Log ini umumnya
dikombinasikan dengan log neutron.
Cara kerja pada log densitas ini adalah sinar gamma dipancarkan ke
dalam lubang bor dengan intensitas energi tertentu agar mampu menembus
formasi dan fluidanya (Gambar 3.6).
GAMBAR 3.6
PRINSIP KERJA DENSITY LOG
10)
Sinar gamma dipancarkan secara terus menerus, sehingga mengakibatkan
partikel sinar gamma bertumbukkan dengan elektron atom yang ada didalam
III-8
batuan formasi yang akan ditembusnya. Interaksi berupa tumbukan tersebut
disebut dengan Compton Scattering. Akibat tumbukkan tersebut foton sinar
gamma akan kehilangan sebagian energi dan sebagiannya lagi dihamburkan.
Hamburan sinar gamma tersebut akan ditangkap oleh detektor dan dicatat
sebagai jumlah elektron dalam formasi (electron density). Oleh karena itu,
electron density dapat dinyatakan sebagai bulk density pada formasi dalam
satuan gr/cc dan bulk density terkait dengan formation porosity.
Formation bulk density adalah fungsi dari matrix density, porositas,
dan densitas fluida yang mengisi pori-pori batuan. Untuk menentukan
density porosity maka, matrix density dan jenis fluida didalam lubang bor
harus diketahui.
4. Log Neutron
Menurut George B. Asquith (1976), log neutron adalah jenis porosity
log yang mengukur konsentrasi ion hidrogen (HI) di dalam formasi batuan.
Log neutron yang paling populer adalah Compensated Neutron Log (CNL).
Pada clean formation dimana bebas dari kandungan shale, porositas diisi
dengan air atau minyak, log neutron akan mengukur porositas yang terisi
dengan fluida. Neutron akan dipancarkan dari suatu sumber dalam
rangkaian peralatan logging berupa campuran unsur radioaktif
(Gambar 3.7).
Neutron akan bertumbukan dengan nuclei (inti atom) dari material
pada formasi batuan sehingga neutron akan kehilangan sebagian energinya.
Atom hidrogen memiliki massa yang hampir sama besarnya dengan massa
neutron, sehingga neutron akan kehilangan energi maksimum ketika
bertumbukan dengan atom hidrogen. Oleh karena itu, jumlah maksimum
dari energi yang hilang merupakan fungsi dari konsentrasi hidrogen pada
formasi.
III-9
GAMBAR 3.7
PRINSIP KERJA NEUTRON LOG
10)

Dalam penggunaannya, neutron log dikombinasikan dengan density
log sebagai porosity log. Selain untuk menentukan porositas, kombinasi log
ini juga dapat digunakan untuk menentukan lithology. Besarnya porositas
batuan sama dengan energi yang hilang dikarenakan hidrogen terkonsentrasi
pada pori batuan yang terisi fluida. Kandungan hidrogen pada pori batuan
yang terisi gas lebih rendah. Apabila terdapat gas dalam lapisan dimana
masih dalam jangkauan alat neutron, maka akan memberikan pembacaan
porositas neutron yang lebih rendah daripada porositas formasi yang
sesungguhnya. Hal ini dikenal sebagai gas effect.
7)
Berikut contoh tampilan
kurva log FDL-CNL (Gambar 3.8).
III-10
GAMBAR 3.8
KURVA FDL CNL
11)
5. Log Resistivitas
Menurut George B. Asquith (1976), log resistivitas (log tahanan
jenis) adalah jenis log sumur yang mengukur tahanan jenis batuan formasi
dan fluida terhadap arus listrik. Log resistivitas ini berfungsi untuk
menentukan zona yang jenuh hidrokarbon atau air, zona permeabel dan
III-11
porositas resistivity. Matriks batuan bersifat non-konduktif sehingga
kemampuan batuan untuk mengalirkan arus listrik itu disebabkan karena
air yang terkandung pada pori-pori batuan. Hidrokarbon juga bersifat non-
konduktif seperti halnya matriks batuan. Jika saturasi hidrokarbon pada
pori batuan meningkat, maka resistivitas pada batuan juga meningkat.
Dengan diketahuinya resistivitas air pada formasi bersama dengan
porositas maka, saturasi air formasi dapat ditentukan.
Ada dua jenis resistivity log yang umum digunakan yaitu Induction
Logs dan Electrode Logs (Gambar 3.9). Induction Logs digunakan untuk
sumur dengan penggunaan freshwater muds, dikarenakan lebih akurat
untuk menentukan nilai true resistivity (Rt) dan Electrode Logs digunakan
untuk lubang bor yang menggunakan saltwater muds. Log resistivitas ini
akan mengukur resistivitas pada zona yang terinvasi (invaded zone) atau
Rxo dan zona yang tidak terinvasi (uninvaded zone) atau Rt.
Induction Logs bekerja dengan mengalirkan arus listrik bolak-balik
pada kumparan sehingga akan menghasilkan medan magnet yang
selanjutnya akan menghasilkan arus-eddy ke dalam formasi. Pada formasi
yang bersifat konduktif, arus-eddy akan dialirkan sehingga nantinya akan
menghasilkan medan magnet sendiri yang diterima oleh kumparan
penerima. Pada zona terinvasi digunakan ILD (Deep Induction Log) dan
pada zona yang tidak terinvasi digunakan MSFL (Microspherically
Focused Log).
Electrode Logs mengalirkan arus listrik secara lateral ke dalam
formasi. Secara umum, ada dua elektrode dimana yang satu akan memaksa
arus listrik masuk sejauh mungkin untuk mengukur resistivitas laterolog
dalam dan yang lain akan mengukur resistivitas laterolog dangkal. Untuk
pengukuran resistivitas laterolog dalam, arus kembali ke permukaan,
sedangkan untuk laterolog dangkal, arus yang dialirkan akan diterima
kembali oleh alat didalam borehole.
III-12
GAMBAR 3.9
RESISTIVITY LOG
7)
6. Log Sonik
Log sonik atau lebih dikenal dengan Borehole Compensated Sonic
(BHC) adalah jenis log porositas yang mengukur interval waktu transit dari
gelombang suara setiap jarak satu feet. Rangkaian peralatan log sonik terdiri
dari transmitter yang memancarkan gelombang suara dan receiver yang
menerima pantulan gelombangnya. Interval transit time dalam
microseconds per-feet mewakili kecepatan dari gelombang suara dalam feet
per-second.
1)
Gelombang yang dipancarkan dari transmitter akan menyebar
dengan cepat melalui lumpur, tergantung dari pada sudut pancarnya,

Induction Logs
Electrode Logs
III-13
sebagian gelombang akan dibelokkan atau dipantulkan, sebagian lagi akan
menyebar sebagai gelombang mampat dan sebagian lagi akan merambat
sebagai gelombang shear di sepanjang dinding sumur.
GAMBAR 3.10
PRINSIP KERJA SONIC LOGS
10)
Pada batuan kompak maka, waktu tempuh akan lebih singkat.
Sebaliknya, jika batuan memiliki porositas yang besar maka, waktu tempuh
akan lebih lama. Interval transit time meningkat seiring dengan keberadaan
hidrokarbon dalam formasi.
7)
7. SP Log
Log SP (Spontaneous Potential) adalah log yang merekam perbedaan
potensial antara elektroda yang bergerak dalam lubang sumur dengan
elektroda yang diletakkan tetap dipermukaan terhadap kedalaman lubang
III-14
sumur (Gambar 3.11). Hasil pengukuran log SP dinyatakan dalam satuan
millivolts. Log SP digunakan untuk menentukan zona permeable (shale) dan
non-permeable (sand), batas antar lapisan, resistivitas air formasi dan
volume shale.
1)
GAMBAR 3.11
PRINSIP KERJA LOG SP
5)
Log SP berupa sirkuit sederhana yang terdiri dari dua buah elektroda
dan sebuah galvanometer. Sebuah elektroda diturunkan kedalam lubang
sumur, dan elektroda yang lain ditanamkan dipermukaan. Disamping itu
baterai dan potensiometer untuk mengatur potensial diantara kedua elektroda
tersebut. Bentuk defleksi positif atau negative hasil SP log terjadi karena
adanya perbedaan salinitas antara mud filtrate dengan air formasi. Oleh
III-15
karena itu, log SP hanya dapat digunakan dengan lumpur yang konduktif
sebagai medium yang menghantarkan arus listrik.
1)
Lapisan permebale (sand) terdapat berlapis dengan lapisan non-
permeable (shale) dengan filtrasi lumpur dan air formasi mengandung NaCl.
Shale hanya dapat melewatkan kation, sehingga permeable terhadap ion
positif (Na
+
) namun non-permeable terhadap ion negatif (Cl
-
). Apabila shale
terdapat diantara dua lapisan dengan dua kadar garam berbeda maka, ion
Na+ akan berpindah melewati shale dari konsentrasi tinggi ke rendah.
Perpindahan ion ini menyebabkan perbedaan potensial listrik sepanjang
lapisan shale.
7)
III.2 Sifat Petrofisika
Sifat petrofisika menggambarkan karakteristik fisik suatu batuan yang
meliputi porositas, permeabilitas, dan saturasi.

Sifat fisik batuan ini berkaitan
erat dengan karakteristik reservoir sehingga nantinya dapat diketahui fluida
terutama potensi hidrokarbon yang terkandung didalamnya.
5)
1. Porositas
Porositas adalah bagian dari volume total suatu batuan yang memiliki pori
dinyatakan sebagai perbandingan dengan simbol

. Porositas dinyatakan
dalam fraksi sebagai berikut :
( )
bulkvolume
porevolume
%

1)
Dimana :
Bulk volume = volume total batuan
Pore volume = volume pori antar butir
Ruang kosong (pori) pada batuan reservoir sebagai tempat menyimpan
fluida (Gambar 3.12). Porositas dapat terbentuk karena beberapa faktor
III-16
antara lain distribusi ukuran butir, derajat sementasi, kompaksi dan
packing.
5)
GAMBAR 3.12
PORI PADA BATUPASIR
2)
Secara umum, porositas dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
a. Porositas Total
Perbandingan antara volume total pori batuan dengan volume total
batuan, terlepas apakah porositas tersebut saling terhubung satu sama
lain ataupun tidak.
b. Porositas Efektif
Perbandingan antara volume total pori batuan yang saling terhubung
dengan volume total batuan.
Besaran porositas yang dinyatakan dalam fraksi atau persentase memiliki
arti visual sebagai kemampuan batuan menyimpan fluida seperti yang
tertera pada Tabel III.1.
III-17
TABEL III.1
SKALA VISUAL POROSITAS
4)
Porositas Keterangan
0% - 5%
5% - 10%
10% - 15%
15%- 20%
20% - 25%
>25%
Diabaikan (negligible)
Buruk (Poor)
Cukup (fair)
Baik (good)
Sangat baik (very good)
Istimewa (excellent)
2. Permeabilitas
Permeabilitas adalah kemampuan suatu batuan untuk mengalirkan fluida
dan dinyatakan dengan simbol K (Gambar 3.13). Permeabilitas suatu batuan
tergantung apakah porinya saling terhubung atau tidak.
5)
GAMBAR 3.13
PERMEABILITAS DAN DISTRIBUSI BUTIRAN
2)
3. Saturasi Air (Water Saturation)
III-18
Water Saturation adalah besarnya volume pori pada batuan yang terisi oleh
air formasi yang dinyatakan dalam fraksi dengan simbol Sw. Dengan
mengetahui saturasi air, maka dapat ditentukan hydrocarbon saturation.
1)
III.3 Perhitungan Petrofisika
Perhitungan petrofisik dimulai dengan menghitung volume clay (shale)
dimana nantinya akan digunakan untuk koreksi terhadap porositas batuan yang
sebenarnya.
1. Volume Shale
Besarnya volume shale atau clay dalam suatu formasi batuan dapat
dihitung dengan menggunakan Gamma Ray Log. Volume shale atau clay
tersebut dapat ditentukan untuk tiap kedalaman tertentu dengan
menggunakan persamaan berikut :
min GR max GR
min GR log GR

Vsh
3)
Dimana :
Vsh = volume shale atau clay, fraksi
GR log = gamma ray pada kedalaman tertentu, API
GR max = gamma ray maksimum hasil log sumur, API
GR min = gamma ray minimum hasil log sumur, API
2. Porositas
Pori pada batuan umumnya terisi oleh fluida seperti air, minyak atau gas.
Pori dinyatakan saling terhubung apabila arus listrik atau fluida dapat
mengalir diantaranya. Besarnya porositas pada suatu batuan dapat dihitung
menggunakan persamaan Density-Neutron sebagai berikut :
a. Density Porosity
III-19
sh
f ma
sh ma
f ma
b ma
D
xV




1)
1
]
1

,
_


45 , 0
13 , 0
Nsh
sh D Dcorr
x xV



1)
Dimana :
D
= Porositas densitas, fraksi
ma

= Densitas matriks formasi, gr/cc


b

= Densitas batuan pada kedalaman tertentu, gr/cc


fl

= Densitas fluida (filtrat), gr/cc


sh

= Densitas batuan shale atau clay, gr/cc


Dcorr

= Porositas densitas sebenarnya, fraksi


Nsh

= Porositas neutron batuan shale atau clay, fraksi


b. Neutron Porosity
1
]
1

,
_


45 , 0
3 , 0
Nsh
sh N Ncorr
x xV



1)
Dimana :
Ncorr

= Porositas densitas sebenarnya, fraksi


N

= Porositas neutron pada kedalaman teretentu, fraksi


c. Neutron - Density Porosity
( ) ( )
2
2 2
Ncorr Dcorr


1)
3. Water Saturation
Menurut George B. Asquith, water saturation adalah besarnya volume pori
pada batuan yang terisi oleh air formasi yang dinyatakan dalam fraksi
dengan simbol Sw. Saturasi fluida dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
a. Persamaan Archie
III-20
m
n
a
x Sw

t
w
R
R


1)
Dimana :
Sw = Saturasi air, fraksi
w
R
= Resistivitas air, ohm-m
t
R
= tahanan jenis batuan, ohm-m
a = turtuosity factor
m = eksponen sementasi
n = eksponen saturasi
Nilai porositas (

) didapatkan dari hasil perhitungan dengan


persamaan
b. Persamaan Indonesia
2 /
2 / ) 5 , 0 1 (
1
n
m Vsh
xSw
axRw Rsh
Vsh
Rt
1
]
1

7)
Dimana :
Vsh = volume shale atau clay, fraksi
sh
R
= tahanan jenis batuan shale, ohm-m
t
R
= tahanan jenis batuan, ohm-m
Sw = Saturasi air, fraksi

= Porositas, fraksi
a = turtuosity factor
m = eksponen sementasi
n = eksponen saturasi
Berikut langkah-langkah dalam menghitung Water Saturation.
1. Temperatur Formasi
( )
ST
TD
ST BHT DF
TF +


1)
Dimana :
TF = Temperatur Formasi (m)
III-21
DF = Kedalaman Formasi Terukur (m)
BHT = Suhu Dasar Sumur (
o
F atau
o
C)
ST = Suhu Permukaan (
o
F atau
o
C)
TD = Total Kedalaman (m)
2. Resistivitas air
Nilai resistivitas berubah-ubah seiring dengan perubahan kedalaman,
begitu juga dengan temperatur. Oleh karena itu, perlu dilakukan
koreksi terhadap temperatur.

,
_

+
+

5 , 21
5 , 21
2
1
1 2
T
T
R R
o
C
6)

,
_

+
+

77 , 6
77 , 6
2
1
1 2
T
T
R R
o
F
6)
Dimana :
R
1
= Resistivitas di permukaan (.m)
R
2
= Resistivitas formasi pada kedalaman tertentu (.m)
T
1
= Temperatur permukaan (
o
F atau
o
C)
T
2
= Temperatur formasi pada kedalaman tertentu (
o
F atau
o
C)
Perhitungan Rw dari Resistivity Density Cross Plot.
- Tentukan zona yang dianggap mengandung air sebesar 100%
(water-filled formation)
- Buat Cross Plot antara Resistivity terhadap Porosity pada
kedalaman tersebut
- Buat garis air 100 %, lalu diikuti dengan pembacaan nilai pada
sumbu x (porositas) dan sumbu y (resistivity atau Ro).
- Nilai Rw dapat juga dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
F
R
R
o
w

7)
Dimana :
III-22
Rw = Resistivitas air (.m)
Ro = Resistivitas pada zona 100% air (.m)
F = Faktor formasi (Humble formula)
- Faktor formasi (Humble Formula) :
a/
m
(general)
1.0/
2
(carbonates)
0.81/
2
(consolidated sandstones)
0.62/
15 . 2
(unconsolidated sandstones)
III.4 Interactive Petrophysics
Interactive Petrophysics (IP) adalah software yang dikembangkan oleh
Production Geoservices Ltd (PGL) yang merupakan anak perusahaan
Senergy Ltd. dimana untuk dukungan teknisnya disediakan oleh Schlumberger
Information Solutions (SIS). IP banyak digunakan oleh para geologist
khususnya petrophysicists dalam analisa hasil logging hingga interpretasi
dengan tampilan yang canggih. Pengguna hanya perlu mengatur parameter
dalam tiap perhitungan baik, histogram, cross plot, log plot, dan sebagainya.
Bagan alir tahapan pengolahan data logging dengan menggunakan software
Interactive Petrophysics seperti yang terlihat pada Lampiran A. Berikut tahapan
dalam pengolahan data menggunakan IP dengan metode deterministik.
3)
1. IP Database
Langkah awal dalam pengoperasian IP adalah membuat database. Dimana
nantinya, semua data project yang kita kerjakan akan tersimpan dalam
database ini secara otomatis (Gambar 3.14).
III-23
GAMBAR 3.14
IP DATABASE
3)
Browse for IP Database digunakan apabila akan dibuat project baru.
Sedangkan, Open Existing Database digunakan apabila file database telah
dibuat sebelumnya.
2. Manage Well Header Info
Selanjutnya, masukkan semua informasi yang terdapat pada Well Header.
Menu ini terbagi menjadi 4 (empat) tab yaitu, General, Position, Default
Parameters, dan Logging.
3. Input Data Sumur
Memasukkan data sumur yang ingin kita kerjakan. Pilih Input/Output, lalu
tipe file yang sesuai dengan data sumur yang kita miliki (Gambar 3.15).
Penulis memilih LAS/LBS load dikarenakan data sumur berupa LAS file,
selanjutnya masukkan data sumur tersebut.
III-24
GAMBAR 3.15
INPUT DATA SUMUR
3)
4. Menampilkan Log
Data sumur yang kita masukkan akan ditampilkan dalam bentuk kurva log.
Pilih menu View, lalu pilih Log Plot (Gambar 3.16). Tampilan log nantinya
dapat diatur atau diubah sesuai keinginan dan kebutuhan.
GAMBAR 3.16
LOG PLOT
3)
III-25
5. Perhitungan Temperatur
Perhitungan temperatur dilakukan dengan memilih menu Calculation, lalu
Temperature Gradient. Data yang dibutuhkan untuk menghitung temperatur
adalah Top Depth, Bottom Depth, Surface Temperature dan Borehole
Temperature (Gambar 3.17).
GAMBAR 3.17
PERHITUNGAN TEMPERATUR
3)
6. Zoning
Zoning adalah pembagian sumur menjadi beberapa zona. Zoning dilakukan
berdasarkan pada karakteristik daripada batuan tiap sumur yang tidaklah
sama. Selain itu, dapat pula dilakukan tiap lapisan, tergantung pada
interpretasi pengguna. Pembagian zona ini memudahkan dalam pengaturan
parameter dalam langkah selanjutnya.
7. Perhitungan Resistivitas Air
Resistivitas air diperlukan untuk menentukan water saturation (Sw),
dimana selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui kejenuhan
III-26
hidrokarbon. Dalam hal ini, penulis menggunakan metode Resistivity
Porosity Cross Plot. Sebelumnya, harus ditentukan terlebih dahulu zona
yang dianggap mengandung air sebesar 100%. Langkah selanjutnya adalah
membuat cross plot untuk masing-masing zona tersebut. Dari cross plot
tersebut akan didapatkan nilai Rw untuk masing-masing zona dimana nilai
dari zona air tersebut harus berada pada garis Sw = 100%.
8. Interpretation
Interpretasi dengan metode deterministik, meliputi Basic Log Analysis,
Clay Volume, Porosity and Water Saturation, dan Cut-off and Summation.
Interpretasi ini dilakukan dengan memilih menu Interpretation dan
menjalankannya secara bertahap karena masing-masing saling berkaitan
satu sama lainnya (Gambar 3.18).
GAMBAR 3.18
INTERPRETATION
3)
III-27
9. Basic Log Analysis
Basic Log Analysis digunakan untuk quick look interpretation, sehingga
perhitungan porositas juga hanya terbatas pada dua model yaitu density dan
sonic. Selanjutnya, menentukan parameter-parameter yang diperlukan
antara lain sand base line (GR Min) dan shale base line (GR Max) untuk
masing-masing zona dan nilai resistivitas air.
10. Clay Volume
Perhitungan Clay Volume dapat dilakukan berdasarkan beberapa macam
indikator. Namun, secara umum digunakan Gamma Ray sebagai indikator
dasar dalam perhitungan Clay Volume. Setelah indikator telah ditetapkan,
lalu Run (Gambar 3.19). Lalu, kurva Clay Volume (VCLGR) akan tampil.
GAMBAR 3.19
CLAY VOLUME ANALYSIS
3)
Sand base line dan shale base line untuk masing-masing zona yang telah
ditentukan sebelumnya dalam interpretasi Basic Log Analysis digunakan
III-28
untuk mengisi parameter Clay Volume. Hasil perhitungan volume clay atau
shale ini akan ditampilkan dalam bentuk kurva.
11. Porosity and Water Saturation
Selanjutnya, masuk dalam perhitungan porositas dan water saturation.
Perhitungan ini dilakukan dengan memilih menu Interpretation, lalu
Porosity and Water Saturation. Selanjutnya, mengatur Input dan Output
Curves. Tentukan model untuk perhitungan porositas dan perhitungan
saturasi air (Gambar 3.20). Parameter yang harus ditentukan dalam
perhitungan Porosity and Water Saturation ini tergantun pada model
perhitungan yang digunakan.
GAMBAR 3.20
POROSITY AND WATER SATURATION ANALYSIS
3)
III-29
12. Cut-off and Summation
Tahap ini dilakukan untuk mencari zona hidrokarbon. Cut-off dilakukan
berdasarkan 3 (tiga) parameter yaitu, volume clay, porositas, dan water
saturation. Lalu, zona hidrokarbon akan ditampilkan dengan blok yang
berwarna.
III.5 Metode Frekuensi
Metode frekuensi adalah suatu penerapan ilmu statistika dalam analisa
untuk mengetahui syarat-syarat batasan standar (cut-off) dalam menentukan
jenis fluida yang terkandung didalam formasi pada suatu kedalaman tertentu.
Apabila persyaratan nilai standar dipenuhi artinya bahwa pada kedalaman
sumur tersebut jenis fluidanya adalah hidrokarbon, sedangkan nilai yang berada
diluar cut-off tersebut adalah air. Pengolahan data dengan metode ini dengan
membuat distribusi frekuensi untuk 3 (tiga) parameter yaitu Vsh, , dan Sw.
Bagan alir tahapan pengolahan data logging dengan menggunakan Metode
Frekuensi seperti yang terlihat pada Lampiran B. Berikut adalah tahapan dalam
penentuan cut-off dengan Metode Frekuensi.
1. Tentukan jumlah kelas (K) dengan persamaan :
K = 1 + 3,3 log N
N = Jumlah Data
2. Tentukan nilai selang atau interval (C) dengan persamaan :
C =
K
Sw Vsh Minimum Nilai Sw Vsh Maksimum Nilai ) , , ( ) , , (
3. Buat susunan nilai interval untuk setiap kelas berdasarkan harga C yang
telah didapatkan.
4. Tentukan nilai tengah (median) untuk setiap kelas (K) dengan persamaan :
Median =
2
Kedua Selang Nilai Pertama Selang Nilai +
III-30
5. Tentukan tally untuk setiap kelas (K) dari data yang memenuhi nilai
intervalnya.
6. Tentukan nilai frekuensi (F) untuk setiap kelas dengan persamaan :
F =
N
Tally
x 100%
7. Tentukan nilai frekuensi kumulatif (Fk) untuk setiap kelas :
Fk = Fi
8. Buat kurva hubungan antara Fk dengan median untuk variable-variabel
Vsh, , dan Sw.
9. Penentuan nilai cut-off dilakukan dengan menarik garis horizontal pada
nilai pada sumbu-y yaitu, Fk = 50% hingga memotong kurva dan ditarik
kebawah menuju sumbu-x (median Vsh, , dan Sw) sehingga didapatkan
nilai cut-off yang terdiri dari Vsh, , dan Sw (Gambar 3.21). Frekuensi
kumulatif diatas 50% menunjukkan peluang positif keterdapatan
hidrokarbon.
GAMBAR 3.21
KURVA HUBUNGAN Fk DAN MEDIAN (Vsh, , dan Sw)
CUT-OFF

Вам также может понравиться