Вы находитесь на странице: 1из 7

KAaDI Selidiki Impor Serat Poliester

Sabtu, 3 Agustus 2013 19:15 WIB Jakarta (ANTARA News) Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) pada Jumat (2/8), memulai penyelidikan atas barang impor serat poliester serumpun Partially Oriented Yarn (POY) dengan nomor pos tarif 5402.46.00.00, dari China, Korea Selatan, Malaysia, Taiwan, dan Thailand. "Penyelidikan ini atas permohonan PT Asia Pacific Fibers, Tbk, PT Indorama Synthetics Tbk, dan PT Indorama Polyester Industries Indonesia, yang mewakili industri dalam negeri atas produk POY," kata Ketua KADI, Ernawati. POY yang juga dikenal dengan nama Polyester Pre-Oriented Yarn merupakan bentuk awal serat poliester, yang berasal dari remah atau bijih PET poliester. Bahan dasar industri tekstil ini sangat dikenal luas sebagai bahan tambahan serat tekstil dan sejenisnya. Lebih lanjut, Ernawati menyatakan, setelah meneliti dan menganalisa permohonan tersebut, KADI menemukan ada indikasi kuat harga dumping atas barang impor POY dari China, Korea Selatan, Malaysia, Taiwan, dan Thailand. "Sehingga mengakibatkan kerugian bagi industri dalam negeri Indonesia yang memproduksi barang sejenis," katanya. "Penyelidikan ini kami lakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34/2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan dan peraturan lain terkait, jelas Ernawati.

Ernawati juga menghimbau semua pihak berkepentingan --di antaranya industri dalam negeri, importir Indonesia, eksportir dan produsen dari China, Malaysia, Korea Selatan, dan Taiwan- untuk memberikan tambahan informasi atau tanggapan secara tertulis kepada KADI terkait penyelidikan dimaksud. "Termasuk informasi mengenai kerugian yang dialami oleh industri dalam negeri," kata Ernawati. Editor: Ade Marboen (Sumber : http://www.antaranews.com/berita/388991/kadi-selidiki-impor-serat-poliester)

I.

MODUS TINDAK PIDANA EKONOMI Pengertian dumping menurut hukum ekonomi adalah praktik dagang yang dilakukan

pengekspor dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena daat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor. Menurut Blacks Law Dictionary, pengertian dumping dinyatakan sebagai berikut, The act of selling in quantity at very low price or pratically regardless of the price; also, selling goods abroad at less than the market price at home.1 Oleh karena itu, dalam perdagangan internasional, pada dasarnya dumping dilarang karena dianggap dapat merugikan perekonomian negara lain. Hal ini dinyatakan dalam Article IV section (1) GATT 1947 sebagai berikut. The contracting parties recognize that dumping, by which products of one country are introduced into the commerce of another country at less than normal value of the products, is to be condemned if it causes threatens material injury to an establish industry in the territory of contracting party or materially retards the establishment of domestic industry. Berdasarkan ketentuan tersebut, ada dua unsur yang dapat disimpulkan, yaitu : 1. Produk suatu negara yang diperdagangkan oleh negara lain dijual dengan harga yang lebih rendah dari harga normal. 2. Akibat dari diskriminasi harga tersebut menimbulkan kerugian material terhadap industri yang telah berdiri atau menjadi halangan terhadap pendirian industri dalam negeri. Kasus impor serat poliester di atas masih dalam tahap penyelidikan yang dilakukan oleh KADI (Komite Anti Dumping Indonesia) namun KADI menemukan bahwa benar adanya indikasi kuat harga dumping atas barang impor POY dari China, Korea Selatan, Malaysia, Taiwan, dan Thailand. Untuk menentukan ada tidaknya praktik dumping diperlukan suatu pembuktian bahwa suatu barang adalah barang dumping sesuai dengan unsur-unsur dan kriteria sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, bagaimana indikator untuk menentukan bahwa barang dumping tersebut menyebabkan terjadinya kerugian.2
1 2 th

Henry Campbel Black, Blacks Law Dictionary, Abridge 6 ED (West Group, 1998) hlm. 347. Yulianto Syahyu, Hukum Antidumping di Indonesia (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia) 2004, hlm.68

Menentukan praktik dumping selain mengacu kepada peraturan internasional yaitu Antidumping Code (Article VI GATT 1994), juga mengacu pada UU No. 10 Tahun 1995 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 2006 tentang Kepabeanan pasal 18 bahwa Bea Masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal : 1) Harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya, dan 2) Impor barang tersebut : a. Menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut b. Mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; atau c. Menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.3 Kasus dumping impor serat poliester serupa juga marak terjadi di Indonesia, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta mengungkapkan, sebagian besar impor serat poliester berasal dari China. Redma juga mengatakan, ada indikasi dumping pada sebagian serat poliester impor dari China. Indikasi itu, ia menjelaskan, terlihat dari harga serat impor asal China yang lebih rendah dari harga serat produksi dalam negeri.4 Bagaimana nanti penyelidikan oleh KADI masih menunggu hasilnya apakah impor serat poliester dari China, Korea Selatan, Malaysia, Taiwan, dan Thailand memang benar terbukti adanya praktik dumping maka pihak Indonesia akan mengenakan Bea Masuk Antidumping terhadap barang impor poliester tersebut.

3 4

Muhammad Sood, Hukum perdagangan Internasional(Jakarta : PT RajaGrafindo Persada) 2012, hlm. 146 Dilihat pada http://www.neraca.co.id/harian/article/8882/Impor.Serat.Polyester.Didominasi.Produk.China (Senin, 16/01/2012)

II.

FAKTOR TINDAK PIDANA EKONOMI Indonesia yang merupakan salah satu negara yang ikut serta dalam kegiatan

perdagangan internasional sering menerima tuduhan sebagai pelaku dumping dari negara pengimpor produk Indonesia maupun menjadi tujuan negara pengimpor yang melakukan praktik dumping. Faktor yang menyebabkan mudahnya praktik dumping terjadi di Indonesia salah satunya adalah karena masih lemahnya perangkat hukum/peraturan tentang antidumping, hal ini menimbulkan kesulitan baik terhadap upaya perlindungan hukum bagi produk ekspor Indonesia dari tuduhan dumping di luar negeri, maupun terhadap upaya perlindungan hukum bagi produk domestik dari praktik dumping di dalam negeri. Tentu hal ini adalah peran serta pemerintah dalam membuat dan mengubah peraturan yang tentang dumping yang seyogyanya diperlukan sebagai regulasi kegiatan perdagangan baik dalam negeri maupun luar negeri. Kelemahan dari perangkat hukum antidumping dapat dilihat dalam PP 34 Tahun 1995, terkait dengan pengertian harga normal. Salah satu unsur terjadinya praktik dumping apabila harga yang ditawarkan di pasar negara pengimpor lebih rendah jika dibandingkan dengan harga normal (normal value) di dalam negeri pengimpor. Dalam PP 34 Tahun 1996, Pasal 1 butir 3, yang dimaksud dengan harga normal adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara pengekspor untuk tujuan konsumsi. Menurut Sukarmi5, dalam pasal ini tidak dijelaskan lebih lanjut bagaimana kalau harga normal tidak didapatkan karena mungkin produsen dalam negeri yang mengkhususkan produk yang sejenis tersebut hanya dapat memenuhi pasar luar negeri atau untuk konsumsi ekspor, apakah ada penetapan pedoman harga lain yang dapat dijadikan sebagai pengganti harga normal. Selanjutnya dalam Pasal 1 butir 1 dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kerugian adalah sebagai berikut. a. Kerugian industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis. b. Ancaman terjadinya kerugian industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis c. Terhalangnya pengembangan industri dalam negeri.

Sukarmi, Regulasi Antidumping di Bawah Bayang-bayang Pasar Bebas (Jakarta : Sinar Grafika) 2002, hlm. 18

Tidak adanya penjelasan lebih lanjut tentang ketiga hal tersebut dalam pelaksanaannya dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dalam dunia usaha. Diantaranya sebagai bentuk kerugian yang dimaksud, kapankah impor barang sejenis dianggap sebagai suatu ancaman bagi industri domestik yang berakibat terhalangnya pengembangan industri domestik dan hal lainnya.6 Pembentukan Komite Antidumping Indonesia (KADI) yang memiliki tugas pokok untuk melakukan penyelikan terhadap barang impor yang dituduh oleh industri dalam negeri sebagai barang dumping atau barang yang disubsidi. Tugas pokok lainnya adalah memberikan bantuan pada industri dalam negeri yang dituduh melakukan dumping oleh negara lain. Disinilah kurangnya peran para kalangan pengusaha atau pengelola industri yang tidak memiliki keberanian cukup untuk mengajukan tuduhan dumping, subsidi atau tindakan safeguard terhadap perusahaan asing meskipun masih berupa indikasi. Pengusaha Indonesia seharusnya lebih berani melakukan pengawasan terhadap praktek dumping, subsidi dan tindakan safeguard yang dilakukan negara lain terhadap produk impornya yang beredar di Indonesia dan harus lebih berhati-hati dalam memperdagangkan produk impor agar tidak terindikasi mendukung perdagangan produk ilegal dan terjerumus dalam praktek dumping, subdisi dan tindakan safeguard yang dilakukan pengusaha asing. Dikutip dari media online bahwa Direktur Pengamanan Perdagangan, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Departemen Perdagangan, Martua Sihombing menyatakan bahwa ada fakta menarik sekaligus menggelikan, ternyata pengusaha Indonesia malas untuk mengetahui perkembangan harga di luar negeri meskipun berkecimpung dalam aktivitas ekpor-impor, sehingga tidak memahami praktek dumping, subsidi dan tindakan safeguard," ujarnya. Sejumlah pengusaha Indonesia, tambah Sihombing, dalam praktek menjalankan aktivitas ekspor barang seringkali hanya terlibat sampai pelabuhan ekspor dan tidak mempedulikan perkembangan harga jual barang dagangannya di negara tujuan.7

6 7

Muhammad Sood, Hukum perdagangan Internasional(Jakarta : PT RajaGrafindo Persada) 2012, hlm. 176 Dilihat pada http://www.antaranews.com/berita/65377/indonesia-alami-kesulitan-ajukan-tuduhan-dumping (Rabu, 6 Juni 2007)

III. PERBEDAAN DENGAN PIDANA UMUM Praktik dumping merupakan tindak pidana khusus yakni hukum tindak pidana khusus yang mengatur perbuatan tertentu atau berlaku terhadap orang tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain selain orang tertentu. Oleh karena itu hukum tindak pidana khusus harus dilihat dari substansi dan berlaku kepada siapa Hukum Tindak Pidana Khusus itu. Hukum Tindak pidana khusus ini diatur dalam UU di luar Hukum Pidana Umum. Praktek dumping merupakan salah satu praktek dagang tidak sehat yang dilakukan oleh negara eksportir, sehingga mengakibatkan kerugian (injury) bagi dunia usaha dan industri di suatu negara. Suatu barang diduga sebagai barang dumping apabila harga ekspor produk tersebut lebih rendah dari harga jual produk tersebut di dalam negeri. Larangan praktek dumping merupakan salah satu ketentuan yang termaktub dalam aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Mengingat Indonesia adalah salah satu negara yang telah meratifikasi WTO lewat UU No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization, maka Indonesia juga harus melaksanakan prinsip-prinsip pokok yang dikandung dalam General Agreement on Tariff and Trade/GATT 1947 (Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan Tahun 1947). Peraturan antidumping dapat dilihat dalam Article VI Persetujuan AntiDumping GATT yang terdiri dari 7 ayat. Sebagai tindak lanjut dari UU No. 7 Tahun 1994, Indonesia membuat ketentuan dasar tentang antidumping dengan cara menyisipkannya dalam UU No. 10 Tahun 1995 Jo UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Ketentuan antidumping tercantum dalam Bab IV Bagian Pertama pasal 18, pasal 19 dan pasal 20. Bab IV tersebut berjudul Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan, sedangkan Bagian Pertama bersubjudul Bea Masuk Antidumping.

ANALISIS KASUS DUMPING DI INDONESIA

(Disusun untuk memenuhi tugas Uji Kompetensi I mata kuliah Hukum Pidana Ekonomi Dosen Pengampu Lushiana Primasari S.H., M.H.) Disusun oleh: TRIYANI NIM E0011319 Hukum Pidana Ekonomi (E)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKRTA 2013

Вам также может понравиться