Вы находитесь на странице: 1из 26

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Depresi 1. Pengertian Depresi merupakan gangguan psikiatrik yang sering dijumpai.

Biarpun banyak pengobatan efektif yang tersedia, gangguan ini jarang terdiagnosis dan jarang mendapat perawatan. (Bhalla, 2006). Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010). Menurut Kartono (2002) depresi adalah kemuraman hati

(kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan) yang patologis sifatnya. Biasanya timbul oleh; rasa inferior, sakit hati yang dalam, penyalahan diri sendiri dan trauma psikis. Jika depresi itu psikotis sifatnya, maka ia disebut melankholi. Maslim berpendapat bahwa depresi adalah suatu kondisi yang dapat disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP (terutama pada sistem limbik) (Maslim, 2002). Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif

adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan, 2010) 2. Etiologi Depresi Kaplan menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial.
a. Faktor biologi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki

serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010). Disregulasi

neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung

neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld et al, 2004). Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010). Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH (Landefeld, 2004). Pada orang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Estrogen berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal terhadap neurotoksin seperti MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama dengan antioksidan juga merusak monoamine

10

oxidase (Unutzer dkk, 2002).

Kehilangan saraf atau penurunan

neurotransmiter. Sistem saraf pusat mengalami kehilangan secara selektif pada sel sel saraf selama proses menua. Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia nigra, serebelum dan bulbus olfaktorius (Lesler, 2001). Bukti menunjukkan bahwa ada ketergantungan dengan umur tentang penurunan aktivitas dari noradrenergik, serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas menurun menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur 60-an tahun (Kane dkk, 1999).
b. Faktor Genetik

Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot (Davies, 1999). Oleh Lesler (2001), Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah genetik.

11

c. Faktor Psikososial

Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada umumnya berhubungan dengan kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010) Sedangkan menurut Kane, faktor psikososial Kehilangan saraf atau penurunan neurotransmiter. Sistem saraf pusat mengalami kehilangan secara selektif pada sel sel saraf selama proses menua. Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia nigra, serebelum dan bulbus olfaktorius (Lesler, 2001). Bukti menunjukkan bahwa ada ketergantungan dengan umur tentang penurunan aktivitas dari noradrenergik, serotonergik, dan

dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas menurun menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur 60-an tahun (Kane dkk, 1999). meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan penyakit fisik (Kane, 1999). Faktor psikososial yang mempengaruhi

12

depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial (Kaplan, 2010). Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi (hardywinoto, 1999). Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010). Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan, 2010). Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip Kaplan (2010) mendalilkan suatu

13

hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian. Kegagalan yang berulang. Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik yang tidak bisa dihindari, secara berulangulang, binatang akhirnya menyerah tidak melakukan usaha lagi untuk menghindari. Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip (Kaplan, 2010). Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi (Kaplan, 2010)

14

3. Gejala Klinis Menurut Bhalla (2006), kriteria diagnostik depresi yaitu: a. Lima atau lebih gejala yang mengikuti, telah ada selama periode 2 minggu dan menggambarkan perubahan dari fungsi sebelumnya, seperti: 1) Mood depresi 2) Berkurangnya minat secara nyata atau kesenangan 3) Pengurangan atau pertambahan berat badan yangg nyata 4) Insomnia atau hipersomnia 5) Agitasi psikomotor atau retardasi 6) Kelelahan atau kehilangan energi 7) Perasaan tidak berarti 8) Kekurangan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi;kurang dapat memutuskan sesuatu 9) Pikiran berulang untuk mati, ide bunuh diri, usaha bunuh diri atau rencana bunuh diri. b. Gejala yang menyebabkan stress secara klinis atau kerusakan fungsional (contohnya, fungsi sosial, fungsi pekerjaan) c. Gejala dikarenakan efek fisiologis langsung akibat penyalahgunaan zat-zat (contohnya, penyalahgunaan obat-obatan) atau karena kondisi medis umum (contohnya hipotiroidisme)

15

d. Gejala yang tidak dinilai sebgai duka cita, yakni setelah kehilangan orang yang sangat dicintai. Gejala ini menetap lebih dari 2 bulan atau yang dicirikan sebagai berikut: 1) Gangguan fungsional yang nyata 2) Keasyikan yang patologis 3) Ketidakberartian 4) Ide bunuh diri 5) Gejala psikotik atau retardasi psikomotorik Menurut Evans (2000), gambaran klinis dari depresi sebagai berikut: a. Perubahan Fisik
1) Penurunan nafsu makan 2) Gangguan tidur 3) Kelelahan dan kurang energy 4) Agitasi 5) Nyeri, sakit kepala, otot keran dan nyeri, tanpa penyebab fisik

b.

Perubahan Pikiran 1) Merasa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan konsentrasi dan sulit mengungat informasi 2) Sulit membuat keputusan dan selalu menghindar

16

3) Kurang percaya diri 4) Merasa bersalah dan tidak mau dikritik 5) Pada kasus berat sering dijumpai adanya halusinasi ataupun delusi. 6) Adanya pikiran untuk bunuh diri c. Perubahan Perasaan 1) Penurunan ketertarikan ddengan lawan jenis dan melakukan hubungan suami istri 2) Merasa bersalah, tak berdaya 3) Tidak adanya perasaan 4) Merasa sedih 5) Sering menangis tanpa alas an yang jelas 6) Iritabilitas, marah, dan terkadang agresif d. Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari 1) Menjauhkan diri dari lingkungan sosial, pekerjaan 2) Menghindari membuat keputusan 3) Menunda pekerjaan rumah 4) Penurunan aktivitas fisik dan latihan 5) Penurunan perhatian terhadap diri sendiri

17

6) Peningkatan konsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang Menurut Kusumanto (1998), individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala psikis, gejala fisik & sosial yang khas. Beberapa orang memperlihatkan gejala yang minim, beberapa orang lainnya lebih banyak. Tinggi rendahnya gejala bervariasi pada individu dan juga bervariasi dari waktu ke waktu. Berikut ini beberapa gejala dari depresi :
a.

Terus menerus merasa sedih, cemas, atau suasana hati yang kosong Perasaan putus asa dan pesimis Perasaan bersalah, tidak berdaya dan tidak berharga Kehilangan minat atau kesenangan dalam hobi dan kegiatan yang pernah dinikmati.

b.

c.

d.

e.

Penurunan energi dan mudah kelelahan Kesuultan berkonsentrasi, mengingat, atau membuat keputusan Insomnia, pagi hari terbangun, atau tidur berlebihan Nafsu makan berkurang bahkan sangat berlebihan. Penurunan berat badan bahkan penambahan berat badan secara drastis

f.

g.

h.

i.

Selalu berpikir kematian atau bunuh diri, percobaan bunuh diri Gelisah dan mudah tersinggung

j.

18

k.

Terus menerus mengalami gejala fisik yang tidak respon terhadap pengobatan, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan sakit kronis Pada umumnya gejala depresi antara lain murung, sedih

berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan 4. Tingkatan depresi Gangguan depresi dibedakan dalam depresi berat, sedang, dan ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang (Maslim,2000).
a. Gejala Utama 1) Perasaan depresif 2) Hilangnya minat dan semangat 3) Mudah lelah dan tenaga hilang b. Gejala Lain

1) Konsentrasi dan perhatian menurun 2) Harga diri dan kepercayaan diri menurun 3) Perasaan bersalah dan tidak berguna 4) Pesimis terhadap masa depan 5) Gagasan membahayakan diri atau bunuh diri 6) Gangguan tidur 7) Gangguan nafsu makan 8) Menurunnya libido

19

Tingkat Depresi Ringan Sedang Berat

Gejala Utama 2 2 3

Gejala lain 2 3-4 >4

Fungsi Baik Terganggu

Keterangan Nampak distress

Sangat Terganggu Sangat distress

Tabel 1. Penggolongan Depresi Menurut ICD-10 (Soejono dkk, 2007) Penilaian berat ringannya depresi dapat diukur dengan beberapa skala penilaian depresi, antara lain: a. Hamilton Depression rating Scale (HDRS): suatu skala penilaian depresi terdiri dari 21 items pernyatan dengan fokus primer pada gejala somatik dan penilaian dilakukan oleh pemeriksa. b. Becks depression Inventory (BDI): suatu skala pengukuran depresi terdiri dari 21 items pernyataan yang diberikan oleh pemeriksa, namun dapat juga digunakan oleh pasien untuk menilai derajat depresinya sendiri. c. Zung Self Depression Scala: suatu skala depresi terdiri dari 20 kalimat dan penilaian derajat depresi. Berg (2008) menyatakan bahwa hamilton Depression Rating Scale (HDRS) dan Becks depression Inventory (BDI) sama-sama bermanfaat dalam menilai depresi, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang jelas satu sama lain. Menurut Mengel dan Scwibert (2001), hingga saat ini belum ada preparat biokimia yang handal untuk pemeriksaan depresi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat depresi seseorang. Tingkat depresi dibagi menjadi empat tingkatan (Beck Depression Inventory):

20

a. Skor <11 = Tidak ada depresi b. Skor 11-15 = Depresi ringan c. Skor 16-25 = Depresi sedang d. Skor > 25 = Depresi berat 5. Pengobatan Pengobatan dapat berupa psikoterapi, psikofarmaka, dan terapi elektrokonvulsif (Electroconvulsif Therapi/ECT). Psikoterapi yang singkat (contohnya, terapi kognitif behavoral, terapi interpersonal) merupakan pengobatan pilihan, bisa diterapkan sendiri atau dikombinasikan dengan psikofarmaka. Psikofarmaka juga dapat mengurangi gejala depresi. Bagaimana juga, kombinasi antara psikofarmaka dan psikoterapi memberikan luaran pengobatan yang lebih baik. Untuk gejala depresi berat yang tidak respons dengan psikofarmaka maupun psikoterapi dapat diterapi dengan elektrokonvulsif (Bhalla, 2006). a. Psikoterapi Psikoterapi merupakan bentuk pengobatan yang direkomendasikan pertama kali untuk depresi. Selama psikoterapi, seseorang yang menderta depresi berbicara pada ahli psikoterapi agar membantu penderita untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu depresi. Psikoterapi membantu pasien depresi dengan memahami tingkah laku, emosi dan ide yang berperan pada keadaan depresinya. Dengan memahami dan mengidentifikasi masalah-masalah atau peristiwa dalam hidup yang berperan di dalam depresi penderita dan membantu

21

penderita memahami aspek-aspek dari masalah ini sehingga mereka dapat menyelesaikan dan memperbaikinya. (Walter, 1999). b. Psikofarmaka Antidepresan dalam 2-6 minggu akan mencapai dosis terapeutik yang dibutuhkan untuk menilai respon klinis. Pilihan medikasi seharusnya mempertimbangkan keselamatan dan toleransi obat, kepatuhan sebelumnya. pasien, kebiasaan dokter dan sering riwayat pengobatan olah

Kegagalan

pengobatan

disebabkan

ketidakpatuhan dalam pemakaian obat, durasi terapi yang tidak adekuat, atau dosis yang tidak adekuat (Bhalla, 2006)

B. Konsep Kemoterapi 1. Pengertian Kemoterapi Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau untuk membunuh sel-sel kanker dengan obat-obat antikanker yang disebut sitostatika yaitu suatu zat yang dapat menhambat proliferasi sel-sel kanke (Sukardja, 2000). Kemoterapi dapat menjadi bentuk penanganan primer atau tambahan dari terapi radiasi atau pembedahan. Kemoterapi merupakan salah satu modalitas pengobatan pada kanker secara sistemik yang sering dipilih terutama untuk mengatasi kanker stadium lanjut, local maupun metastatis. Kemoterapi sangat

22

penting dan dirasakan besar manfaatnya karena bersifat sistemik mematikan/membunuh sel-sel kanker dengan cara pemberian melalui infuse, dan sering menjadi pilihan metode efektif dalam mengatasi kanker terutama kanker stadium lanjut local (Desen, 2008). Teknik pemberian kemoterapi ditentukan dari jenis keganasan dan jenis obat yang diperlukan (Adiwijono,2006). 2. Prinsip Kerja Kemoterapi Prinsip kerja pengobatan dengan kemoterapi adalah dengan meracuni atau membunuh sel-sel kanker, mengontrol pertumbuhan sel kanker, dan menghentikan pertumbuhannya agar tidak menyebar, atau untuk mengurangi gejala-gejala yang disebabkan oleh kanker. Kemoterapi kadang-kadang merupakan pilihan pertama untuk menangani kanker. Kemoterapi bersifat sistemik, berbeda dengan radiasi atau pembedahan yang bersifat setempat, karenanya kemoterapi dapat menjangkau sel-sel kanker yang mungkin suddah menjalar dan menyebar ke bagian tubuh yang lain. Penggunaan kemoterapi berbeda-beda untuk setiap pasien, kadang-kadang sebagai pengobatan utama, pada kasus lain dilakukan sebelum atau setelah operasi atau radiasi. Tingkat keberhasilan kemoterapi juga berbeda-beda tergantung jenis kankernya.(Iskandar,2007) 3. Tujuan pemberian kemoterapi Menurut Subagian (1998), tujuan pemberian kemoterapi adalah: a. Pengobatan. b. Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.

23

c. Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup. d. Mengurangi komplikasi akibat metastase. 4. Manfaat Kemoterapi Manfaat Kemoterapi antara lain adalah sebagai berikut: a. Pengobatan Beberapa jenis kanker dapat disembuhkan secara tuntas dengan satu jenis Kemoterapi atau beberapa jenis Kemoterapi. b. Kontrol Kemoterapi ada yang bertujuan untuk menghambat perkembangan Kanker agar tidak bertambah besar atau menyebar ke jaringan lain. c. Mengurangi Gejala Bila kemotarapi tidak dapat menghilangkan Kanker, maka Kemoterapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi gejala yang timbul pada penderita, seperti meringankan rasa sakit dan memberi perasaan lebih baik serta memperkecil ukuran Kanker pada daerah yang diserang. (Subagian, 1998) 5. Jenis Kemoterapi a. Kemoterapi tunggal : hanya diberikan satu macam obat b. Kemoterapi kombinasi : Diberikan lebih dari satu macam obat secara bersamaan 6. Pola Pemberian Kemoterapi a. Kemoterapi Induksi

24

Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan. b. Kemoterapi Adjuvan Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis). c. Kemoterapi Primer Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi. d. Kemoterapi Neo-Adjuvan Diberikan mendahului/sebelum pengobatan /tindakan yang lain seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna. Menurut Hendry,dkk (2007), agar sel tubuh normal mempunyai kesempatan untuk memulihkan dirinya, maka pemberian kemoterapi biasanya harus diberi jedah (selang waktu) 2-3 minggu sebelum dimulai lagi pemberian kemoterapi berikutnya. 7. Kontra Indikasi Kemoterapi

25

a. Kontra indkasi absolut: 1) Pada stadium terminal 2) Kehamilan trimester pertama 3) Kondisi septikemia dan koma. b. Kontra indikasi relatif : Bayi <>8g/dl, leukosit > 3000/mm3. 8. Persiapan dan Syarat kemoterapi a. Persiapan Sebelum pengotan dimulai maka terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang meliputi: 1) Darah tepi; Hb, Leuko, hitung jenis, Trombosit. 2) Fungsi hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat. 3) Fungsi ginjal; Ureum, Creatinin dan Creatinin Clearance Test bila serim creatinin meningkat. 4) Audiogram (terutama pada pemberian Cis-plastinum) 5) EKG (terutama pemberian Adriamycin, Epirubicin). b. Syarat : 1) Keadaan umum cukup baik. 2) Penderita mengerti tujuan dan efek samping yang akan terjadi, informed concent. 3) Faal ginjal dan hati baik. 4) Diagnosis patologik 5) Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi. 6) Riwayat pengobatan (radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.

26

7) Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10 gram %, leukosit > 5000 /mm, trombosit > 150 000/mm. 9. Efek samping kemoterapi Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas : a. Efek samping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah. b. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan stomatitis. c. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati. d. Efek samping yang terjadi kemudian (Late Side Effects) yang timbul dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna. Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya timbul

27

selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung tidak melebihi 24 jam. Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia), supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal pada minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan

perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada traktus gastrointestinal. Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai pada kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru. Kardiomiopati akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit diatasi, sebagian besar penderita meninggal karena pump

28

failure, fibrosis paru umumnya iireversibel, kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika selanjutnya karena banyak diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi. Tergantung jenisnya, Kemoterapi ada yang diberikan setiap hari, seminggu sekali, tiga minggu sekali, bahkan sebulan sekali. Berapa seri penderita harus menjalani Kemoterapi, juga tergantung pada jenis kanker penderita. Yang paling ditakuti dari kemoterapi adalah efek sampingnya. Ada orang yang sama sekali tidak merasakan adanya efek samping Kemoterapi. Ada yang mengalami efek samping ringan. Tetapi ada juga yang sangat menderita karenanya. Ada-tidak atau berat-ringannya efek samping kemoterapi tergantung pada banyak hal, antara lain jenis obat kemoterapi, kondisi tubuh Anda, kondisi psikis Anda, dan sebagainya. Efek samping Kemoterapi timbul karena obat-obat kemoterapi sangat kuat, dan tidak hanya membunuh sel-sel kanker, tetapi juga menyerang sel-sel sehat, terutama sel-sel yang membelah dengan cepat. Karena itu efek samping kemoterapi muncul pada bagian-bagian tubuh yang selselnya membelah dengan cepat. Efek samping dapat muncul ketika sedang dilakukan pengobatan atau beberapa waktu setelah pengobatan. Efek samping yang bisa timbul adalah antara lain: a. Lemas

29

Efek samping yang umum timbul. Timbulnya dapat mendadak atau perlahan. Tidak langsung menghilang dengan istirahat, kadang berlangsung terus hingga akhir pengobatan. b. Mual dan Muntah Ada beberapa obat Kemoterapi yang lebih membuat mual dan muntah. Selain itu ada beberapa orang yang sangat rentan terhadap mual dan muntah. Hal ini dapat dicegah dengan obat anti mual yang diberikan sebelum,selama, atau sesudah pengobatan Kemoterapi. Mual muntah dapat berlangsung singkat ataupun lama. c. Gangguan Pencernaan Beberapa jenis obat Kemoterapi berefek diare. Bahkan ada yang menjadi diare disertai dehidrasi berat yang harus dirawat. Sembelit kadang bisa terjadi. Bila diare: kurangi makanan berserat, sereal, buah dan sayur. Minum banyak untuk mengganti cairan yang hilang. Bila susah BAB: perbanyak makanan berserat, olahraga ringan bila memungkinkan. d. Sariawan Beberapa obat kemoterapi menimbulkan penyakit mulut seperti terasa tebal atau infeksi. Kondisi mulut yang sehat sangat penting dalam kemoterapi. e. Rambut Rontok Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan

30

rambut patah di dekat kulit kepala. Dapat terjadi setelah beberapa minggu terapi. Rambut dapat tumbuh lagi setelah kemoterapi selesai. f. Otot dan Saraf Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan atau kaki serta kelemahan pada otot kaki. Sebagian bisa terjadi sakit pada otot. g. Efek Pada Darah Beberapa jenis obat kemoterapi dapat mempengaruhi kerja sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah, sehingga jumlah sel darah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leokosit). Penurunan sel darah terjadi pada setiap kemoterapi dan tes darah akan dilaksanakan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat mengakibatkan: i. Mudah terkena infeksi Hal ini disebabkan oleh Karena jumlah leokosit turun, karena leokosit adalah sel darah yang berfungsi untuk perlindungan terhadap infeksi. Ada beberapa obat yang bisa meningkatkan jumlah leokosit. ii. Perdarahan Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah. Penurunan jumlah trombosit mengakibatkan perdarahan sulit berhenti, lebam, bercak merah di kulit.

31

iii.

Anemia Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah yang ditandai oleh penurunan Hb (hemoglobin). Karena Hb letaknya di dalam sel darah merah. Akibat anemia adalah seorang menjadi merasa lemah, mudah lelah dan tampak pucat.

iv.

Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna Lebih sensitive terhadap matahari. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.

v.

Produksi Hormon Menurunkan nafsu seks dan kesuburan. Setiap obat memiliki efek samping yang berbeda! Reaksi tiap orang pada tiap siklus juga berbeda! Tetapi Anda tidak perlu takut. Bersamaan dengan kemoterapi, biasanya dokter memberikan juga obat-obat untuk menekan efek sampingnya seminimal mungkin. Lagi pula semua efek samping itu bersifat sementara. Begitu kemoterapi dihentikan, kondisi akan pulih seperti semula.

10. Cara mengatasi efek samping Kemoterapi


a. b. c.

pemberian anti mual dan muntah saat merasa mual duduk ditempat yang segar makan makanan tinggi kadar protein dan karbohidrat (sereal, bakso, puding, susu, roti panggang, sup, yoghurt, keju, susu kental, kurma, kacang, dll)

32

d.

lakukan perawatan mulut dengan menggosok gigi sebelum tidur dan setelah makan. Bila tidak dapat menggosok gigi karena gusi berdarah, gunakan pembersih mulut

e. f.

berikan pelembab bibir sesuai kebutuhan hindari rokok, makanan pedas dan air es.

Вам также может понравиться