Вы находитесь на странице: 1из 17

KEMATIAN AKIBAT HIPOGLIKEMIA Pendahuluan Hipoglikemia, terkadang diartikan sebagai reaksi insulin, yang terjadi akibat kelebihan relatif

insulin di dalam darah dan dikarakteristikkan dengan kadar glukosa darah di bawah normal. Meskipun demikian, kenyataannya hipoglikemia tidak hanya terbatas pada pasien-pasien diabetes yang diterapi dengan insulin

injeksi.Hipoglikemia muncul paling sering pada orang-orang yang diterapi dengan insulin, tetapi hipoglikemia yang berkepanjangan juga dapat disebabkan oleh beberapa obat hipoglikemik oral (mis. stimulator sel beta).Kelompok kerja Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) mendefinisikan hipoglikemia pada diabetes sebagai semua episode abnormalitas glukosan plasma rendah yang memaparkan individu yang bersangkutan dalam resiko kerusakan.1,2 Percobaan bunuh diri dengan overdosis insulin jarang ditemukan meskipun dengan luasnya penggunaan insulin selama lebih dari 80 tahun.Kebanyakan kasus yang dilaporkan adalah pasien-pasien diabetes yang mendapat terapi insulin untuk kontrol gula darah.Meskipun demikian, angka kejadian overdosis insulin mungkin saja lebih tinggi dari yang diduga, terutama pada tenaga kesehatan profesional dan orang-orang dengan kontak dekat dengan pasien-pasien diabetes. Terlebih lagi, insulin dulu pernah digunakan untuk tindakan pembunuhan dikarenakan tidak terdapat metode yang dikembangkan untuk mengukur kadar insulin pada saat itu.4 Untuk membahas hipoglikemia, kita harus terlebih dulu memahami lebih dekat hormon insulin yang sangat berkaitan erat dengan gejala hipoglikemia ini. Pemahaman akan sintesis, sekresi, efek fisiologis serta metabolisme insulin sangat berperan dalam membuka pemahaman akan hipoglikemia dan aspek medikolegal terkait kematian akibat hipoglikemia.

Proses pembentukan dan sekresi insulin Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas.Insulin merupakan hormon yang sangat kuat.Ditemukan oleh Banting, Best, Collip, dan Macleod. Insulin, bila hormon ini diberikan pada anjing dapat menyebabkan hipoglikemik yang poten, menyebabkan penurunan kadar glukosa darah yang cepat. Bila kadar glukosa darah jatuh di bawah 2 mmol (40 mg/dl), dapat terjadi koma dan konvulsi yang dikarenakan gangguan metabolisme otak. 4 Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (prekusor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta.Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan membentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) di dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (Cpeptide) yang keduanya siap disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.4 Produksi dan sekresi insulin oleh sel beta pancreas terutama dipengaruhi oleh meningkatnya kadar glukosa darah. Ketika glukosa terdapat dalam darah, untuk dapat masuk ke sel melewati membrane sel, glukosa harus berikatan dengan senyawa lain sebagai kendaraan pembawanya. Senyawa ini disebut GLUT (Glucose Transporter). Pada sel beta pancreas terdapat GLUT 2 yang diperlukan untuk membawa glukosa dalam darah melewati membrane sel dan masuk kedalam sel. Proses tersebut merupakan langkah yang penting karena selanjutnya glukosa yang masuk kedalam sel beta pancreas akan mengalami glikolisis dan fosforilasi sehingga menghasilkan ATP.4

Gambar 1. Sintesis Insulin4 Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membran sel. Untuk dpat melewati membran sel beta, dibutuhkan bantuan Glucose transporter (GLUT), yang merupakan asam peptida amino yang berperan dalam proses metabolisme gluokosa berbagai sel.4 Dalam proses fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase yang berbentuk bifasik. Sekresi insulin yang normal akan terjadi setelah adanya rangsangan glukosa yang berasal dari makanan atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini berfungsi mengatur kadar gula darah agar selalu berada dalam batas-batas fisiologis, baik saat berpuasa maupun setelah mendapat beban glukosa.4 Sekresi insulin fase 1 (acute insulin response = AIR) merupakan sekresi insulin yang terjadi segera setelah terdapat rangsanganterhadap sel beta, yang terjadi secara cepat dan berakhir dengan cepat pula. Sekresi fase 1 biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar

glukosa darah yang biasanya meningkat tajam segera setelah makan. Fase sekresi 1 yang cepat dan adekuat ini sangat penting dalam regulasi glukosa normal dalam hal pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Fase sekresi 1 yang normal bermanfaat dalam mencegah hiperglikemia akut setelah makan atau postprandial spike dengan segala akibat yang ditimbulkannya, termasuk hiperglikemia kompensatif.4 Selanjutnya, setelah fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase/latent phase), di mana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu yang relatif lebih lama.Seberapa tinggi puncak sekresi fase 2 (secara kuantitatif) ditentukan dari kadar glukosa darah di akhir fase 1. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya.4

Aksi insulin Insulin mempunyai berbagai peran penting dalam berbegai proses metabolisme di dalam tubuh, terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat penting perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot,lemak dan hepar.4,5 Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak dan beberapa jaringan lainnya, insulin memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel. Satu-satunya mekanisme sel dalam mengambil glukosa adalah dengan difusi terfasilitasi melalui keluarga hexose transporter.Transporter mayor yang digunakan sel dalam ambilan glukosa dikenal dengan GLUT4 (Gucose Transporter 4).Perlu diketahui bahwa terdapat beberapa tipe sel yang tidak membutuhkan insulin untuk ambilan glukosa yang efisien, sel-sel tersebut seperti sel otak dan hepar. Hal ini dikarenakan sel-sel ini tidak menggunakan GLUT4 untuk ambilan glukosa, tetapi menggunakan transporter lain yang tidak bergantung pada insulin.4,5 Insulin menstimulasi hepar untuk menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen.Sejumlah besar glikogen diserap dari intestinal dan dengan cepat diserap
4

oleh hepatosit, yang kemudian mengubah glukosa menjadi simpanan polimer glikogen.5 Insulin memiliki beberapa efek pada hepar yang menstimulasi sintesis glikogen.Pertama, insulin mengaktifkan enzim heksokinase, yang memfosforilasi glukosa, menjebak glukosa di dalam sel. Secara bersamaan, insulin bertindak menghambat aktivitas glukosa-6-fosfatase. Insulin juga mengaktifkan beberapa enzim yang secara langsung terlibat dalam sintesis glikogen, antara lain fosfofruktokinase dan glikogen sintase. Hasil akhir kerja insulin sangat jelas: bila terdapat kelebihan glukosa, insulin akan memberitahukan hepar untuk menyimpan sebanyak mungkin glukosa untuk digunakan kemudian.5 Insulin juga mempromosikan sintesis asam lemak di hepar. Seperti yang didiskusikan di atas, insulin merupakan signal stimulatorik untuk sintesis glikogen di hepar. Tetapi, dengan terakumulasinya glikogen (sekitar 5% massa hepar), sintesis lebih lanjut akan sangat tertekan. Bila hepar sangat tersaturasi dengan glikogen, glukosa tambahan yang diambil oleh hepatosit akan alihkan ke jalur sintesis asam lemak, yang diekspor dari hepar dalam bentuk lipoprotein. Insulin juga menghambat lipolisis pada adiposit dengan menghambat lipase intraselular yang menghidrolisis triglesirida untuk melepaskan asam lemak.5 Sebagai tambahan terhadap efek insulin dalam metabolisme glukosa dan lemak, insulin juga menstimulasi ambilan asam amino, yang secara keseluruhan juga berpengaruh pada efek anaboliknya.Bila kadar insulin rendah, seperti pada kondisi berpuasa, keseimbangan akan bergeser yang berujung pada degradasi protein intraselular.5

Homeostasis Glukosa dan Mekanisme Kontraregulatorik Insulin Glukosa merupakan bahan baku metabolisme utama bagi otak dalam kondisi fisiologik. Otak tidak dapat menyintesis atau menyimpan glukosa untuk kebutuhan lebih dari beberapa menit dalam bentuk glikogen seperti halnya sel otot, dan dengan demikian membutuhkan suplai glukosa yang kontinyu dari sirkulasi arteri. Dengan
5

jatuhnya konsentrasi glukosa plasma arteri di bawah kadar fisiologis, transport glukosa dari darah ke jaringan otak menjadi tidak mncukupi untuk mendukung metabolisme dan fungsi otak. Namun, terdapat banyak mekanisme kontraregulatorik glukosa yang secara normal mencegah atau mengoreksi hipoglikemia dengan cepat.6 Konsentrasi glukosa plasma normalnya dipertahankan dalam rentang yang relatif sempit, kira-kira sekitar 70-110 mg/dl (3,9-6,1 mmol/l) pada kondisi puasa dengan peningkatan (sementara) yang lebih tinggi setelah makan, meskipun dengan luasnya variasi masukan glukosa eksogen dari makanan dan konsumsi glukosa endogen (misalnya dengan aktivitas otot). Di antara makan, dan selama berpuasa, kadar glukosa plasma dipertahankan oleh produksi glukosa endogen, glikogenesis hepatik dan glukoneogenesis hepatik (dan renalis). Meskipun simpanan glikogen hepatik biasanya sudah cukup untuk mempertahankan kadar glukosa plasma untuk sekitar 8 jam, periode ini dapat memendek bila kebutuhan glukosa tubuh meningkat dengan aktivitas atau bila cadangan glikogen berkurang akibat penyakit atau kelaparan.6 Glukoneogenesis membutuhkan suplai prekusor yang terkoordinasi dari otot dan sel adiposa ke hati (dan ginjal).Otot menyediakan laktat, piruvat, glutamin, dan asam amino lainnya.Trigliserida pada sel adiposa dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, yang merupakan prekusor glukoneogenesis. Asam-asam lemak menyediakan bahan baku metabolisme alternatif bagi jaringan selain otak.6 Keseimbangan glukosa sistemik dicapai melaui komunikasi antara hormon, signal-signal neural, efek-efek substrat yang mengatur produksi glukosa endogen dan konsumsi glukosa jaringan selain otak.Di antara faktor-faktor regulatorik tersebut, insulin memainkan peran yang dominan. Dengan turunnya kadar glukosa di bawah rentang fisiologis pada kondisi puasa, sekresi insulin sel pankreas akan menurun, dengan demikian meningkatkan glikogenolisis hepatik dan glukoneogenesis hepatik (dan renalis). Kadar insulin yang rendah juga menurunkan pemanfaatan glukosa di jaringan perifer, menginduksi lipolisis dan proteolisis, dengan demikian melepaskan prekusor-prekusor glukoneogenesis. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
6

menurunnya sekresi insulin merupakan mekanisme pertahanan pertama terhadap hipoglikemi.2,6 Dengan menurunnya kadar glukosa plasma di bawah rentang fisiologis, hormon-hormon kontraregulatorik glukosa dilepaskan. Di antara hormon-hormon ini adalah glukagon sel pankreas, yang menstimulasi glikogenolisis hepatik, yang memiliki peran yang penting.Glukagon merupakan mekanisme pertahanan kedua terhadap hipoglikemi.Epinefrin adrenomedular yang menstimulasi glikogenolisis dan glukoneogenesis hepatik (dan renalis), normalnya tidak bersifat kritis.Epinefrin merupakan mekanisme pertahanan ke tiga terhadap hipoglikemi. Bila terjadi hipoglikemi yang memanjang, kortisol dan hormon pertumbuhan juga menunjang produksi glukosa dan membatasi konsumsi glukosa.2,6 Bila kadar glukosa jatuh dalam kadar yang lebih rendah, akan dipicu gejalagejala yang melibatkan mekanisme pertahanan behavioral terhadap hipoglikemi, termasuk di antaranya dorongan untuk makan.2,6 Nilai-nilai ambang glikemik normal bagi respon-respon ini terhadap penurunan konsentrasi glukosa plasma ditunjukkan dalam tabel 1.Namun, nilai-nilai ambang ini bersifat dinamik. Nilai-nilai ambang ini akan bergeser ke ambang yang lebih tinggi pada individu-individu dengan diabetes yang tidak terkontrol yang akan mengalami gejala-gejala hipoglikemi bila kadar glukosanya menurun ke rentang normal. Tetapi di sisi lain, akan bergeser ke ambang yang lebih rendah pada individuindividu dengan hipoglikemi berulang, misalnya pada mereka dengan diabetes yang diterapi secara agresif atau pada pada pasien insulinoma. Individu-inividu demikian mengalami gejala-gejala hipoglikemi pada kadar glukosa yang lebih rendah dibanding dengan kadar glukosa yang memicu gejala hipoglikemi pada individu normal.6

Tabel 1. Respon-respon fisiologik terhadap menurunnya kadar konsentrasi glukosa plasma.6 Respon Ambang glikemik mmol/L (mg/dL) 4.44.7 (8085) 3.63.9 (6570) 3.63.9 (6570) Efek fisiologis Peran dalam mencegah atau koreksi hipoglikemi Faktor regulatorik primer/mekanisme pertahanan pertama Faktor regulatorik primer/mekanisme pertahanan kedua Mekanisme pertahanan ketiga, kritikal bila glukagon tidak mencukupi Terlibat dalam pertahanan terhadap hipoglikemi yang memanjang Dorongan pertahanan behavioral terhadap hipoglikemi (dorongan untuk makan) Terganggunya dorongan pertahanan behavioral terhadap hipoglikemi

< Insulin

>Ra (<Rd)

> Glukagon

> Ra

> Epinefrin > kortisol & hormon pertumbuhan

>Ra (<Rc)

3.63.9 (6570)

>Ra,< Rc

Pengenalan/sad Gejala-gejala 2.83.1 (5055) ar akan adanya hipoglikemi < Kognisi <2.8 (<50) -

Catatan: Ra, laju produksi glukosa oleh hati dan ginjal; Rc, laju bersihan glukosa, konsumsi glukosa relatif terhadap konsentrasi glukosa plasma; Rd, laju hilangnya glukosa, konsumsi glukosa oleh otak (yang tidak dipengaruhi oleh hormon-hormon oleh kontraregulatorik) dan oleh jaringan sensitif insulin seperti otot rangka (yang diatur oleh insulin, epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan).

Gejala Klinis Hipoglikemia Hipoglikemia merupakan kondisi medis di mana glukosa darah rendah secara abnormal dan memiliki banyak gejala. Alasan dari gejala-gejala ini melibatkan pemanfaatan glukosa yang berlebihan, produksi yang inadekuat, kadar insulin yang

berlebihan, defisiensi hormon kontra-regulatorik dan respon-respon jaringan target yang abnormal. Seringkali, seperti halnya pada sepsis, banyak faktor yang berperan.Kadar glukosa di bawah normal seringkali bertanggung jawab atas tandatanda atau gejala-gejala neuroglikopenia. Trias Whipple terdiri atas kadar glukosa serum kurang dari 50 mg/dL, gejala-gejala neuroglikopenia, dan hilangnya gejala dengan pemberian makanan atau glukosa. Lebih baik bila episode diperiksakan pada saat munculnya secara spontan semua gejala-gejala.Pada beberapa kasus, hipoglikemia menandakan kondisi yang serius dan penyebabnya harus diidentifikasi dan diterapi dengan tujuan utnuk menghindari komplikasi neurologis yang serius.Kadar glukosa darah vena yang diambil dari seorang dewasa setelah puasa semalam dengan nilai kurang dari 50 mg/dL menunjukkan diagnosis hipoglikemia (tabel 2). Kadar sampel darah secara keseluruhan mungkin sekitar 10% lebih rendah di banding kadar plasma, dan kadar sampel kapiler mungkin 30-40 mg/dL lebih rendah dibanding kadar plasma baik setelah makan ataupun setelah infus glukosa. Sebagai tambahan, perubahan sirkulasi perifer dapat menyebabkan pseudohipoglikemia. Kelainan ini dapat menunjukkan status hipoglikemik bahkan bila kadar glukosa arteri normal. Aktivitas fisik yang berlebihan pada pasien yang sehat dapat menghasilkan kadar glukosa darah yang berkisar antara 30-50 mg/dL. Untuk alasan ini, kadar glukosa darah untum oenentuan hipoglikemia harus diambil setelah puasa satu malam untuk memastikan akurasi pengukuran. Kadar glukosa darah yang rendah sangat jarang juga dapat disebabkan oleh kesalahan dalam pengambilan sampel. Bila tidak diproses secepatnya, sampel harus diambil di dalam tabung dengan penghambat glikolitik, karena glikolisis oleh sel darah merah dan sel darah putih dapat menghasilkan jatuhnya kadar glukosa darah sebanyak 10-20 mg/dL per jam pada suhu ruangan. Sampel dengan jumlah sel yang berlebihan, seperti yang didapatkan dari pasien dengan polisitemia vera atau leukemia, juga dapat menunjukkan kadar glukosa artifisial yang serupa bahkan meskipun dengan penghambat glikolitik. Hipertrigliseridemia juga dapat menurunkan kadar glukosa darah sebanyak 15% di bawah kadar sebenarnya. 1,7
9

Tabel2. Klasifikasi ADA tentang hipoglikemia pada diabetes.1 Hipoglikemia berat Sebuah peristiwa yang membutuhkan bantuan dari orang lain untuk secara aktif memberikan karbohidrat, glukagon atau tindakan resusitasi lainnya. Pengukuran kadar glukosa plasma mungkin tidak dapat tersedia peristiwa berlangsung, tetapi pemulihan neurologis yang diakibatkan oleh kembalinya kadar glukosa plasma menjadi normal dianggap sebagai bukti yang cukup untuk menganggap bahwa peristiwa tersebut diinduksi oleh konsentrasi glukosa plasma yang rendah. Hipoglikemia berat yang terukur Hipoglikemia asimptomatik Sebuah peristiwa dimana tidak didapatkan gejala-gejala tipikal hipoglikemia tetapi dengan konsentrasi glukosa plasma 70 mg/dL ( 3.9 mmol/L). Mungkin hipoglikemia simptomatik Sebuah peristiwa dimana gejala-gejala tipikal hipoglikemia dengan yang tidak disertai dengan pemeriksaan konsentrasi glukosa plasma tetapi mungkin disebabkan oleh konsentrasi glukosa plasma 70 mg/dL ( 3.9 mmol/L). Hipoglikemia relatif Sebuah peristiwa dimana seseorang dengan diabetes melaporkan gejala tipikal hipoglikemia apa saja dan menerjemahkan hal tersebut merupakan hipoglikemia dengan disertai konsentrasi glukosa darah plasma>70 mg/dL (>3.9 mmol/L) tetapi mendekati nilai ambang tersebut. Sebuah peristiwa dimana gejala-gejala tipikal hipoglikemia disertai dengan konsentrasi glukosa plasma 70 mg/dL ( 3.9 mmol/L).

10

Untuk memahami hipoglikemia, kita harus mengerti homeostasis normal glukosa. Kadar glukosa plasma bervariasi dalam kisaran yang relatif sempit (55-165 mg/dL) selama periode 24 jam meskipun dengan besarnya fluktuasi suplai dan konsumsi. Hipoglikemia menyebabkan disfungsi kognitif, karena glukosa merupakan sumber energi tunggal otak kecuali pada kondisi puasa panjang. Otak, selama periode berpuasa seperti ini, dapat menghasilkan peningkatan kadar benda-benda keton. Dalam kondisi tidak berpuasa, kadar benda keton sangat terbatas. Otak tidak memiliki kapasitas untuk menyimpan atau memproduksi glukosa dan dengan demikian hanya mengandalkan kadar glukosa plasma untuk menjalankan fungsinya. Pada kondisi hipogikemik, ambilan melewati sawar darah otak menjadi rate-limiting step.Bila kadar glukosa plasma jatuh, nyeri kepala, kesulitan dalam menyelesaikan persoalan, prilaku yang terganggu atau berubah, koma, dan kejang dapat terjadi. Pada onset episode hipoglikemia, aktivasi sistem nervus parasimpatik seringkali menyebabkan rasa lapar.Respon parasimpatik awal diikuti dengan aktivasi sistem nervus simpatik; hal ini menyebabkan ansietas, takikardi, berkeringatdan konstriksi permbuluh darah kulit (kulit dingin dan lembab).Terdapat variasi yang luas dalam manivestasi tanda dan gejala; tidak semua orang dengan diabetes menunjukkan semua atau hampir semua gejala.Tanda dan gejala hipoglikemia lebih bervariasi pada anak dan lansia. Lansia mungkin tidak menunjukkan respon otonom tipikal yang berhubungan dengan hipoglikemia tetapi seringkali memiliki tanda-tanda gangguan fungsi sistem saraf pusat, termasuk mental confusion.1,7 Dengan turunnya kadar glukosa plasma, terdapat progresi tipikal responrespon dan gejala fisiologik. Penurunan kadar glukosa sebesar 20 mg/dL menjadi sekitar 72 mg/dL mengurangi ambilan glukosa otak dan sekresi insulin pankreas dan memulai pelepasan hormon-hormon kontra-regulatorik. Gejala-gejala adrenergik ditemukan pada konsentrasi 60 mg/dL, dan hal ini biasanya memotivasi pasien untuk makan untuk menghindari penurunan kadar glukosa darah lebih lanjut. Bila kadar glukosa darah jatuh di bawah 55 mg/dL, tanda-tanda dan gejala neuroglikopenik muncul, disertai dengan perubahan elektroensefalografik. Penurunan di bawah 40
11

mg/dL menyebabkan somnolen dan penyimpangan prilaku seperti belligerence, dan penurunan yang lama di bawah 30 mg/dL menyebabkan koma, kejang, defisit neurologis permanen dan kematian. Hipoglikemia berat juga dapat memicu aritmia, infark miokard dan stroke pada pasien-pasien dengan penyakit kardiovaskular penyerta.1,7

Aspek Medikolegal Kematian Akibat Hipoglikemia Hipoglikemia, baik yang disebabkan oleh insulin maupun sulfonilurea, mungkin dapat berupa suatu kecelakaan ataupun digunakan sebagai alat untuk membunuh atau mencederai seseorang secara permanen. Hipoglikemia mungkin saja digunakan sebagai alasan dalam membela diri terhadap tuntutan hukum, atau mungkin dipergunakan untuk memperingan suatu hukuman.8 Insulin dan yang lebih jarang ditemukan, sulfonilurea, dapat menjadi senjata yang mematikan.Meskipun kondisi yang membahayakan dapat diakibatkan dari penggunaan yang tidak disengaja, tetapi hipoglikemia lebih sering diakibatkan oleh overdosis yang dilakukan individu secara sadar dengan tujuan bunuh diri.Meskipun sangat jarang, insulin, bahkan sulfonilurea juga digunakan sebagai senjata untuk membunuh.Namun, bertentangan dengan pendapat umum, kematian akibat hipoglikemia sangatlah jarang ditemukan.8 Kematian secara tidak sengaja akibat hipoglikemia yang diinduksi insulin benar adanya. Kejadian ini bahkan mencapai proporsi epidemik pada kasus-kasus yang dilaporkan dalam New Straits Times pada 27 Mei 1987 ketika 21 orang anak meninggal dalam kampanye vaksinasi setelah secara tidak sengaja diberikan suntikan insulin.8 Yang lebih sreing ditemukan adalah kesalahan injeksi pasien yang dilakukan secara tidak sengaja dengan insulin yang ditujukan untuk pasien yang bersebelahan atau kesalahan kesalahan identifikasi perawat, tidak lazim dengan penggunaan insulin atau dosis yang diresepkan.6

12

Secara sadar mencederai diri sendiri atau bunuh diri dengan menggunakan insulin dilpaorkan pertama kali pada literatur bio-medical pada tahun 1932; namun, peristiwa seperti ini mungkin telah banyak terjadi sebelumnya tetapi tidak terdiagnosis.8 Sementara itu, pembunuhan dengan menggunakan insulin, seperti yang disebutkan di atas, lebih populer dalam tulisan sains fiksi dibanding dalam kehidupan nyata. Dosis insulin yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek hipoglikemia yang diperkirakan berakibat fatal sangat besar merujuk dari literatur terkait bunuh diri dengan menggunakan insulin, sekitar 1000 unit dan tidak akan bermanifestasi sampai setidaknya 15 menit setelah injeksi (pada umumnya lebih lama), yang dengan demikian memberikan waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dan mencari pertolongan. Hipoglikemia sendiri membutuhkan 6 sampai dengan 12 jam masa koma untuk menyebabkan kerusakan otak dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyebabkan kematian. Dalam rentang waktu demikian, terdapat

kemungkinan besar korban ditemukan kemudian diresusitasi dengan pemberian glukosa intravena.Nyatanya, pada kebanyakan dari jumlah kasus pembunuhan dengan insulin yang relatif sedikit ini, ditemukan senjata kedua misalnya dengan menenggelamkan, memukul kepala dengan pentungan atau mencekik yang digunakan pelaku untuk mencapai tujuannya.Pembunuhan dengan menggunakan insulin.Alasannya, karena untuk membunuh seorang dewasa dengan menggunakan insulin mengharuskan korban untuk tunduk atau tidak berdaya, atau terkekang. Terlebih lagi, seseorang dengan pemahaman yang cukup akan potensial efek letal insulin untuk digunakan dalam tindakan pembunuhan, juga pasti mengetahui bahwa,bertentangan dengan pemahaman publik, insulin dapat terdeteksi di dalam tubuh sebagai senjata pembunuhan setelah terjadi kematian.8

13

Pembuktian Seperti yang dijelaskan pada bagian proses pembentukan dan sekresi insulin, insulin disintesis sebagai molekul prekusor, proinsulin yang kemudian diubah menjadi insulin dan C-peptida di dalam sel-sel pankreas. Insulin kemudian disekresikan secara bersama dengan C-peptida melalui membran sel.4 C-peptida tersusun atas 31 segmen asam amino yang Chance dkk.pada tahun 1968. Dalam investigasi klinis, C-peptida berfungsi sebagai indikator fungsi sel beta pankreas dalam menghasilkan insulin.9 Konsentrasi insulin perifer seringkali diinterpretasikan sebagai refleksi sekresi hormon pankreas. Namun, karena hepar merupakan organ yang penting dalam bersihan insulin dari sirkulasi, terdapat perbedaan kadar insulin antara dua sampel tersebut. Blackbard dan Nelson membuktikan bahwa nilai-nilai kualitatif tertentu pola sekretorik yang ditemukan pada ven portal tetapi tidak ditemukan bila dilakukan pengukuran pada konsentrasi perifer. Karena C-peptida dianggap sebagai indikator fungsi sekretorik sel pankreas, untuk itu dilakukan pengukuran kadar peptida ini, terutama pada pasien-pasien dengan kadar insulin endogen yang tidak dapat terukur, misalnya pada pasien-pasien yang mendapatkan injeksi insulin atau mendapat terapi insulin eksogen.9,10 C-peptida pada manusia memberikan hasil pemeriksaan yang akurat dari fungsi sel dan secara luas digunakan sebagai penenda sekresi insulin pada pasien diabetes.C-peptida sendiri tidak memiliki aktifitas biologis yang diakui secara universal dan karenanya jarang diukur dalam darah kecuali untuk penelitian dan secara klinis untuk diferensial diagnosis hipoglikemia spontan. Pada pasien nondiabetes, sekresi insulin seharusnya ditekan bila terjadi keadaan hipoglikemi, baik kadar insulin maupun C-peptida dalam kondisi ini pasti akan rendah. Jika insulin eksogen diberikan, konsentrasi kadar insulin akan meningkat dan kadar insulin akan meningkat dan kadar C-peptida akan tetap rendah. Rasio molaritas insulin dan Cpeptida ini dapat dijadikan pemeriksaan lanjutan dalam membedakan hipoglikemia akibat insulin endogen atau eksogen. Perbandingan rasio dari insulin dan C-peptide
14

dapat digunakan untuk mendiagnosa keracunan atau overdosis insulin yang disebabkan oleh pemberian insulin dari luar atau insulin sintetik pada korban yang masih hidup.9,11

15

Daftar pustaka

1. Cryer, P.E. Minireview: Glucagon in The Pathogenesis of Hypoglycemia and Hyperglycemia in Diabetes. 2011. US National Lybrary of Medicine, National Institution of Health. 2. Puente, Erwin C. Tanoli, Tariq. Fisher, Simon J. Hypoglycemia and the Central Nervous System. 2008. Touch Briefings Journal, Washington University. 3. Thewjitcharoen, Yotsapon. Lekpittaya, Nampetch. Himathongkam, Thep. Attempted Suicide by Massive Insulin Injection: A Case Report and Review of The Literature. 2008. Journal of Medical Association Thailand. p. 1922. 4. Manaf, Asman. Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Jakarta . 2010 5. Bowen, R. Physiologic Effect of Insulin. 2009. 6. Fauci, Anthony S. Kasper, Dennis L. Longo, Dan L. Harrison's: Principles of Internal Medicine. 17th Edition. 2008. United States: Mc. Graw HillCompanies. 7. Tomky, Donna. Detection, Prevention, and Treatment of Hypoglycemia in the Hospital. 2005. Journal of Diabetic Spectrum. 8. Marks, V. Hypoglycaemia: accidents, Violence and Murder part 1. Journal of Practical Diabetes International. 2005: John Wiley & Sons. p. 303-5, 354-5. 9. Horwitz, David L. et.al. Proinsulin, Insulin, and C-Peptide Concentrations in HumanPortal andPeripheral Blood. 1975. The Journal of Clinical Investigation. Vol 55. 10. Brandenburg, Dietrich. Review Article: History and Diagnostic Significance of C-Peptide. 2008. Experimental Diabetes Research: Hindawi Publishing Corporation. 11. Wahren J. New Aspect of C-Peptide Physiology : Ernst-Friederich-Pfeifer Memorial lecture, Department of Surgical Sciences, Karoliska Hospital, Sweden, 1998.
16

17

Вам также может понравиться