Вы находитесь на странице: 1из 3

BERKOMUNIKASI YANG BIJAK Setiap manusia diberikan anugerah oleh Tuhan untuk berkomunikasi bahkan sejak dalam kandungan

Ibunya. Dalam kandungan, seorang bayi berkomunikasi dengan Ibunya melalui gerak kaki dan tangannya yang menyentuh dinding rahim Ibunya. Ketika bayi dilahirkan, bayi berkomunikasi dengan tangisan dan raut wajahnya. Hingga dewasa, manusia saling berkomunikasi satu dengan yang lain, baik melalui gerak tubuh ataupun secara verbal.

Meskipun telah terbiasa untuk menyampaikan sebuah pesan melalui komunikasi, masalah yang paling sering terjadi dalam hidup manusia justru berakar dari komunikasi yang kurang lancar! Akibat dari komunikasi yang kurang lancar, manusia sering mengalami salah paham. Salah paham terjadi karena apa yang ingin disampaikan oleh penyampai pesan dimengerti secara berbeda oleh penerima pesan. Dan, salah paham seringkali akan berakibat pada pertengkaran, bahkan perang. Catatan sejarah Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia pernah mengalami peperangan besar akibat komunikasi yang kurang lancar yaitu pada Perang Bubat tahun 1357 antara Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda.

Komunikasi Menjadi Tidak Mudah ketika Melibatkan Asumsi yang Tidak Dikonfirmasi Saya sendiri juga pernah melihat bagaimana orangtua saya perang karena salah paham. Ketika kami akan berlibur keluar kota, mama saya ingin berangkat lebih sore supaya bisa menikmati pemandangan di jalan. 3 jam sebelum berangkat, papa saya malah pergi keluar rumah untuk menyelesaikan pekerjaannya dulu. Ketika kembali, mama saya marah besar, dengan nada tinggi mama dan berkacak pinggang mama saya berkata PAPA EGOIS! SUDAH TAHU MAU PERGI KELUAR KOTA, MALAH PULANG MALAM!!! NGGAK USAH BERANGKAT SEKALIAN! Akibat hal ini, mama dan papa saya tidak berbicara satu dengan yang lain, karena jengkel.

Pertengkaran ini terjadi karena adanya perbedaan asumsi antara mama dan papa. Ketika kesepakatan liburan dibuat, mama dan papa hanya menyepakati berangkat di sore hari. Namun, asumsi kata sore itu yang berbeda. Mama berasumsi bahwa sore hari adalah sekitar pukul 15.00, tapi papa berasumsi bahwa sore hari itu pukul 18.00. Asumsi yang tidak dikonfirmasi ini menimbulkan pengertian yang berbeda. Akibatnya, salah paham pun terjadi. Asumsi ini muncul karena Tuhan memberikan manusia, tanpa memandang karakternya, kemampuan untuk berpikir. Namun, kemampuan berasumsi ternyata menjadi titik kritis juga bagi semua orang. Bagi mereka yang cenderung bekerja dengan cepat, mereka juga akan cepat pula mengasumsikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan, tanpa harus mengkonfirmasinya dahulu. Akibatnya, terkadang mereka bekerja tidak sesuai dengan prosedur yang diminta. Mereka yang suka dengan ketelitian dan keakuratan dalam bekerja cenderung memikirkan segala

sesuatu dalam dirinya, sehingga seringkali muncul asumsi-asumsi yang membuat mereka ragu untuk menentukan tindakan. Bahkan, terkadang asumsi-asumsi tersebut belum tentu benar adanya.

Cara Penyampaian Pesan yang Salah akan Mempengaruhi Makna Pesan Selain asumsi, cara penyampaian pesan juga mempengaruhi makna dari pesan yang hendak disampaikan. Menurut penelitian, cara penyampaian pesan memiliki pengaruh sebesar 93% dalam berkomunikasi. Cara penyampaian pesan yang dimaksud adalah mengenai nada bicara, gerak tubuh dan ekspresi wajah. Saya pernah mengalami kesalahan penyampaian pesan kepada seorang teman. Ketika saya sibuk mengerjakan tugas di kelas, seorang teman menghampiri saya dan berkata, Paulin, pinjam bukumu. Saya meresponnya dengan nada tinggi dan terkesan membentak kepadanya, Tunggu dulu! Aku belum selesai. Teman saya mengira saya marah padanya, padahal saya bermaksud untuk mengatakan, Kamu boleh pinjam buku saya, tapi tunggu sebentar, saya mau menyelesaikan nomer terakhir dahulu. Teman saya sudah terlanjur sakit hati dahulu, padahal maksud saya bukan seperti itu. Pesan yang saya ingin sampaikan sebenarnya penolakan secara halus, namun karena saya mengatakannya dengan menaikkan nada suara, saya dipersepsi sedang kemarahan.

Seseorang dapat salah cara menyampaikan pesan, karena dipengaruhi oleh emosi yang kurang dikontrol. Sebagian orang memiliki kecenderungan untuk bertindak berdasarkan perasaannya. Sehingga, mereka cenderung untuk berapi-api dan spontan dalam berkomunikasi yang berakibat pada gagalnya penerimaan maksud pesan yang hendak disampaikan. Seperti yang saya alami tersebut, saya merasa cukup tertekan ketika harus mengerjakan soal yang sulit, namun teman saya datang dan berharap untuk meminjam hasil kerja saya. Secara spontan, saya mengeluarkan kata-kata tersebut dengan cara penyampaian yang terkesan kasar. Pernyataan dan cara penyampaian yang saya lakukan itu merupakan bentuk luapan perasaan saya yang cukup tertekan saat menyelesaikan soal.

Komunikasi Tidak Hanya Berbicara Tetapi Juga Mendengar Agar tidak terjebak dalam komunikasi yang kurang lancar, sebenarnya Tuhan memberikan kemampuan untuk mengantisipasi hal ini. 1. Memberi Waktu untuk Mendengar Mendengar adalah cara terbaik untuk mendapatkan informasi selengkapnya akan hal yang dikomunikasikan. Tanpa mendengar terlebih dahulu, kita akan sering terjebak dengan asumsi. Dengan mendengarkan pula, kita memiliki waktu lebih banyak untuk berpikir dan menentukan respon yang tepat dalam pembicaraan.

Tuhan memberikan contoh bagi kita, setiap tindakanNya selalu diawali dengan mendengar umatNya. Dalam kisah pemusnahan Sodom dan Gomora, Tuhan mendengarkan doa dan permohonan Abraham yang meminta agar Tuhan tidak memusnahkan seluruh penduduk di kota tersebut. Doa Abraham tersebut menunjukkan bahwa dirinya begitu ingin melindungi Lot dan keluarganya dari murka Allah. Tuhan pun memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan Abraham tersebut dan akhirnya menyelamatkan Lot dan keluarganya.

2. Belajar untuk mengkonfirmasi Tidak sekedar mendengarkan dengan cermat apa yang disampaikan, mendengar yang efektif dalam komunikasi interpersonal juga dilakukan dengan mengkonfirmasi. Konfirmasi yang dimaksud adalah memastikan bahwa kita tidak salah menangkap pesan. Pertanyaan-pertanyaan Abraham kepada Tuhan dalam kisah pemusnahan Sodom dan Gomora adalah bentuk konfirmasi atas janji Tuhan untuk melindungi Lot dan keluarganya. Dengan bertanya, kita bisa menggali lebih jauh pemikiran dan latar belakang seseorang melakukan hal tersebut.

Dalam berelasi, kita tidak akan mungkin menghindar dari salah paham sebab manusia dibekali dengan asumsi-asumsi. Namun dengan bijak dalam berkomunikasi serta merespon, kita bisa memperkecil kemungkinan untuk salah paham. Mendengar lebih banyak, belajar untuk mencari akar masalah dan menemukan fakta adalah cara yang dapat membuat kita mewaspadai kemungkinan salah paham yang akan terjadi.

Вам также может понравиться