Вы находитесь на странице: 1из 19

KEPEMIMPINAN

KEPEMIMPINAN
Seseorang disebut pemimpin, bila dia mempunyai bawahan atau pengikut. Sebagai pemimpin orang dituntut kemampuannya dalam : Mengatur moral dan kepuasan kerja bawahan/pengikut. 2. Mengatur dan menjamin keamanan kerja bawahan/pengikut. 3. Mengatur dan mengembangkan mutu hidup bawahan/pengikut 4. Mengusahakan tingkat dan meningkatnya prestasi kerja bawahan/pengikut. Dalam kenyataan memang pemimpin bekerja untuk 4 (empat) hal tersebut. Dalam kegiatannya pemimpin, manajer disamping mengerjakan berbagai fungsi manajemen dalam organisasi, juga berperan untuk kelompok, organisasi, masyarakat, dalam usahanya mencapai tujuan.
1.

Mempan tidaknya usaha pemimpin, tergantung dari apa yang dilakukannya. Persoalannya adalah untuk menemukan apa yang ada pada pemimpin mempan dengan kepemimpinannya.
Jawaban umumnya adalah bahwa pemimpin itu mempan karena sifat/mutu tertentu, yang diperlukan bagi kemempanan memimpin, seperti karisma, berpandangan ke depan, ulet, yakin akan kemampuan diri, mampu memberi pengarahan dan lain sebagainya. Dengan kemampuan dan keberhasilannya, seorang pemimpin kemudian dinyatakan mempunyai tingkat atau nilai kepemimpinan tertentu.

Kepemimpinan manajerial, adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan sekelompok anggota, yang tugasnya saling berhubungan (Stoner, 1962). Dari definisi Stoner itu tersirat 3 (tiga) hal penting yaitu :
1.

2.

3.

Dalam kepemimpinan ada kaitan antara seseorang dengan orang/orang-orang lain. Ini berarti bahwa yang menentukan mutu pimpinan adalah berjalannya kepemimpinan dan hasilhasilnya, yang ditentukan oleh kesediaan orang/orang-orang dalam menerima pengarahan. Dalam kepemimpinan terdapat pembagian kekuasaan yang tidak seimbang, yang berupa pemimpin berhak memberi pengarahan bawahan/pengikut, sedang bawahan/pengikut tidak berhak memberi pengarahan kepada pemimpin, meskipun tidak tertutup kemungkinan memberikan saran/usul. Pemimpin dapat memberikan pengaruh kepada bawahan /pengikut. Dia tidak hanya mengarahkan apa yang harus dilakukan bawahan/pengikut, tetapi juga mempengaruhi bagaimana melakukannya.

Pendekatan-pendekatan dalam kajian kepemimpinan


Pendalaman tentang kepemimpinan dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, Pendekatan-pendekatan itu adalah : 1. Pendekatan kesifatan, yang memandang kepemimpinan sebagai kombinasi sifat-sifat (traits) yang nampak 2. Pendekatan perilaku (behavior), yang mengidentifikasi perilaku pribadi, yang berhubungan dengan perilaku pemimpin mempan. 3. Pendekatan kontingensi, yang beranggapan bahwa kondisi yang menentukan kemempanan kepemimpinan bervariasi sesuai dengan situasi tugas yang dilakukan, ketrampilan dan harapan bawahan, lingkungan organisasi, pengalaman pemimpin dan bawahan, dan karenanya bermaksud untuk menetapkan pengaruh faktor-faktor situasi atas kepemimpinan/gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan 1 dan 2 beranggapan bahwa individu yang memiliki sifat/ memperagakan perilaku tertentu, akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun, di mana dia hadir.

A. Pendekatan Kesifatan Para teoritisi kesifatan berusaha menjelaskan gatra kepemimpinan, atas kepercayaan, bahwa pemimpin mempunyai ciri atau sifat tertentu, yang menyebabkan mampu memimpin bawahan/pengikut. Daftar ciri itu sangat panjang, tetapi dapat dikelompokkan dalam golongan (dalam kecenderungan) menjadi enerji, pandangan, pengetahuan, kecerdasan, kepandaian berbicara, pengendalian serta keseimbangan mental dan emosi, bentuk fisik, pergaulan sosial/persahabatan, dorongan antusiasme, keberanian dan lain-lain.

Kajian perbandingan antara sifat-sifat pemimpin dan bukan sering menemukan, bahwa pemimpin fisiknya cenderung lebih tinggi, kecerdasannya lebih tinggi, lebih ramah, lebih pecaya pada diri sendiri, dan mempunyai tingkat kebutuhan yang lebih besar. Tetapi sampai sekarang belum didapatkan kombinasi sifat-sifat mana yang dianggap sebagai gejala untuk membedakan calon pemimpin dan bukan.

Oleh karenanya timbullah anggapan dari peneliti sifat kepemimpinan, bahwa pemimpin itu dilahirkan dan bukan dibuat. Artinya, orang itu dilahirkan dengan membawa sifat-sifat yang diperlukan oleh seorang pemimpin.

Edwin Ghiselli (1971) menunjukkan adanya sifat-sifat tertentu, yang tampaknya penting untuk kepemimpinan mempan, yaitu :
1.

2. 3. 4. 5.

6.

Kemampuannya melaksanakan pengawasan/penyeliaan, atau melaksanakan fungsi-fungsi dasar manajemen, terutama pengawasan dan pengarahan atas pekerjaan orang lain. Kebutuhan berprestasi dalam pekerjaan, yang menyakup pencarian tanggung jawab dan keinginan benar adalah besar. Kecerdasannya (kebijakan, pemikiran kreatif, daya pikir) tinggi. Ketegasannya (decisiveness) atau kemampuannya mengambil keputusan cepat dan tepat. Memiliki kepercayaan akan kemampuan diri sendiri dalam menghadapi masalah. Memiliki prakarsa, yaitu kemampuan bertindak tidak tergantung fihak lain, mengembangkan kegiatan-kegiatan, dan menemukan cara-cara baru dalam kegiatan (inovasi).

Keith Davis (1972) mengidentifikasi 4 sifat / ciri utama, yang berpengaruh atas keberhasilan kepemimpinan organisasi , yaitu : kecerdasan, kedewasaan dan luasnya hubungan sosial, motivasi diri dan dorongan berprestasi, serta sifat hubungan manusiawi. Pendekatan kesifatan itu mempunyai keterbatasan dengan tidak dapat menemukan sifat kepemimpinan, yang umumnya terdapat pada pemimpin mempan. Kalau kita mempelajari sifat pemimpinpemimpin mempan yang ada hingga saat ini, seperti : Napoleon, T Jefferson, Abraham Lincon, Lenin, Stalin, Gajah Mada, Bung Karno, Mahatma Gandhi, Bung Hatta, Jawarahal Nehru, HoCji Min, Mao Tse Dong, Tito, Kennedy, Hitler, Mussolini, Churchil dan lain-lain. Kita akan memperoleh gambaran umum yang sama pada sifat kepemimpinannya. Ada pemimpin yang berhasil pada situasi tertentu, tetapi tidak berhasil pada situasi yang lain. Disamping itu, meskipun sudah disusun sifat pemimpin, tetapi tidak ada satupun yang mutlak (essensial).

B. Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku berusaha mencari apa yang dilakukan pemimpin mempan, seperti bagaimana melimpahkan wewenang/tugas, berkomunikasi dengan bawahan/pengikut, dan cara menjalankan tugasnya. Dari penelitian didapat kesimpulan, bahwa perilaku pemimpin yang cocok untuk suatu situasi, belum tentu cocok bagi situasi lain. Pusat perhatian pendekatan ini ada pada gatra kepemimpinan, yaitu : a. Fungsi kepemimpinan, yang menekankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan pemimpin pada kelompoknya. Untuk kemempanan jalannya kelompok, pemimpin harus menjalankan dua fungsi utama, yakni : 1. Fungsi yang berhubungan dengan tugas atau pemecahan masalah (saran penyelesaian, informasi, pendapat) 2. Fungsi pemeliharaan kelompok (group maintenance) atau sosial (memperlancar jalannya kelompok melalui persetujuan kelompok lain, menengahi perbedaan pendapat dan lain-lain).

b. Gaya kepemimpinan.

Pada dasarnya ada dua gaya kepemimpinan, yaitu : 1. Gaya yang berorientasi pada tugas, yang manajer mengarahkan dan mengawasi bawahan dengan tertutup untuk menjamin dijalankannya tugas sesuai dengan yang diinginkan. Manajer lebih mementingkan jalannya tugas dari pada pengembangan dan pertumbuhan buruh. 2. Gaya yang berorientasi pada buruh. Manajer mencoba berusaha lebih memotivasi bawahan dari pada mengawasinya. Para anggota kelompok didorong dengan memberinya kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dengan menciptakan suasana persahabatan serta hubungan saling percaya dan menghormati dalam melaksanakan tugas.

Teori-teori terkenal dalam pendekatan perilaku adalah : Teori X dan Y dari Douglas Mc Gregor, kajian Michigan Rensis Likert, Kisi-kisi Manajerial (Managerial grid) Blake & Mouton, dan Kajian Ohio State.
1. Teori X dan Y Mc Gregor. Pemimpin yang menganut anggapan teori X, cenderung memiliki gaya kepemimpinan otokratis, sedang pemimpin yang mengikuti teori Y, lebih menyukai gaya kepemimpinan partisipatif atau demokratis. 2. Sistem manajemen Likert Rensis Likert dkk (1961) dan Lembaga Penelitian Sosial pada Universitas Michigan melakukan kajian untuk memperoleh prinsipprinsip atau konsep kepemimpinan yang lebih sahih (valid), dan menemukan, bahwa para penyelia yang menerapkan pengawasan umum dengan orientasi pada buruh mempunyai semangat kerja yang lebih tinggi dan produktivitas yang lebih besar dari pada yang menerapkan pengawasan tertutup, dan berorientasi pada tugas. Atas dasar dua kategori gaya kepemimpinan, yang berorientasi pada buruh dan pada tugas.

Likert menyusun 4 tingkatan model kepemimpinan manajemen, dari sistem 1 sampai dengan sistem 4. Sistem 1 : Manajer mengambil semua keputusan yang berhubungan dengan buruh, dan memerintah buruh untuk melaksanakannya, Standar dan metode pelaksanaan oleh manajer ditetapkan dengan kaku. Sistem 2 : Manajer menentukan perintah-perintah, tetapi bawahan diberi kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Bawahan juga diberi kelenturan untuk menjalankan tugas dalam batas dan prosedur yang ditetapkan. Sistem 3 : Manajer menentukan tujuan dan memberi perintah setelah hal itu didiskusikan dengan bawahan. Bawahan dapat menentukan sendiri cara melaksanakan tugas. Bawahan lebih banyak didorong dengan penghargaan dari pada dengan hukuman. Sistem 4 : (menurut Likert yang paling ideal). Tujuan ditetapkan dan keputusan kerja diambil oleh kelompok. Secara formal keputusan diambil oleh manajer setelah mempertimbangkan saran dan pendapat kelompok. Bawahan tidak hanya dimotivasi dengan penghargaan ekonomis, tetapi dicoba pula dengan memberikan perasaan penting dan dibutuhkan.

3. Kisi-kisi manajerial dari Blake & Mouton Robert Blake dan Jane Mouton (1978) mengembangkan kisi-kisi manajerial dalam hubungan orientasi manajer pada tugas dan dengan buruh serta kombinasinya. Orientasi manajer disusun dalam kisi-kisi dengan bobot dari 1 (terendah) sampai 9 (tertinggi). Sumbu datar menggambarkan perhatian pada produksi, dan sumbu tegak pada buruh. Yang diambil hanya 5 gaya kepemimpinan dasar, sedang yang ada diantaranya merupakan peralihan dari 5 gaya dasar tersebut. Kombinasinya adalah sebagai berikut : Manajer 1.1. : Kepemimpinannya sebagai manajer turun tahta (jatuh miskin). Bentuk ini ekstrim dari gaya kepemimpinan laisse fair. Manajer 1.9. : Kepemimpinannya santai. Tekanannya pada pemeliharaan keuangan dan kepuasan buruh. Manajer ini cenderung menghindari ketegangan dalam pelaksanaan pekerjaan. Perhatian pada buruh tinggi, tetapi pada pekerjaan santai. Manajer 9.1. : Manajer ini seorang otokrat. Tugas dipegang dengan keras, dan pengawasan pekerjaan dilakukan dengan tertutup. Manajemen tugas atau manajemen otoriter perhatiannya pada produksi dan kejituannya tinggi, tetapi perhatian pada buruh rendah. Bila perlu menrapkan ketegangan kerja tertentu dalam menyelesaikan pekerjaan. Manajer 9.9. : Manajemen tim atau manajemen demokratis. Inti pengarahan kerjanya adalah saling memahami dan menyetujui mengenai tujuan-tujuan organisasi. Tipe kepemimpinan semacam ini adalah yang paling mempan. Manajer 5.5. : Manajemen tengah. Kadang-kadang dengan pendekatan tawar-menawar implisit untuk menyelesaikan pekerjaan.

C. Pendekatan Kontingensi (situasional)


Berdasrkan anggapan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dengan tepat pada segala kondisi dan atau situasi, pendekatan situasonal berusaha menjelaskan, bahwa gaya kepemimpinan yang tepat , tergantung pada berbagai faktor, seperti situasi, tenaga manusia, tugas, organisasi, dan berbagai variabel lingkungan. Hukum situasi yang dikembangan oleh Mary Parker Pollet menyatakan adanya tiga (3) varabel gaya kepemimpinan, yakni : 1. Pemimpin dengan mutu dan kemampuannya. 2. Bawahan dengan mutu dan kemampuannya. 3. Situasi yang satu dengan yang lain saling berhubungan. Makin banyak variabel ang berhubungan yang terlibat, masalah kepemimpinan menjadi makin kompleks. Variabel-variabel itu dapat diklasifikasikan ke dalam : 1. Faktor makro, yang terdiri dari organisasi, kondisi perekonomian, industri serta sosial dan kebudayaan. 2. Faktor mikro, yang terdiri dari tingkat organisasi dan besarnya kelompok, pengharapan dan perilaku atasan, kepribadian dan latar belakang pemimpin, serta pengaharapan dan perilaku bawahan.

Faktor-faktor tersebut semua berpengaruh pada perilaku kepemimpinan. Teori-teori pendekatan situasional yang terkenal adalah : 1. Rangkaian kesatuan kepemimpinan Tannenbaum & Schmidt 2. Teori kontingensi Fieder 3. Teori siklus kehidupan Herschey & Blanchard

1. Rangkaian kesatuan kepemimpinan Tannembaum & Schmidt Menurut Tannembaum & Schmidt (1973) , sebelum mengadakan pilihan atas gaya kepemimpinan, manajer harus mempertimbangkan tiga kumpulan kekuatan yang terdiri dari :
1.

2.

3.

Kekuatan dalam dirinya, yang meliputi sistem nilai, kepercayaan pada bawahan, kecenderungan kepemimpinannya, dan perasaan aman atau pun tidak aman. Kekuatan pada diri bawahan, yang meliputi kebutuhannya akan kebebasandan peningkatan tangung jawab, minat dan keahlian untuk menangani masalah, serta harapan mereka akan Keterlibatannya alam pengambilan keputusan. Kekuatan-kekuatan dalam situasi, yang meliputi tipe organisasi, kesempatan kelompok, desakan waktu, serta sifat masalahnya sendriri.

2. Teori Kontingensi Fiedler Model teori kontingensi Fiedler (1967) pada dasarnya menyatakan, bahwa kemempanan suatu kelompok atau organisasi tergantung pada interaksi antara kepribadian pemimpin dan situasi. Situasi dirumuskan alam dua karakteristik, yang terdiri dari derajat situasi yang dikuasai dan dikendalikan pemimpin, serta situasi yang menghadapkan pemimpin pada ketidak pastian.
Untuk situasi yang mempengaruhi dan atau membantu menentukan gaya kepemimpinan mempan adalah : 1. Hubungan pemimpin dengan anggota 2. Struktur tugas 3. Posisi kekuasaan pemimpin yang didapat dari kekuasaan normal. Dalam hal ini Fiedler tidak melibatkan variabel situasional lainnya, seperti motivasi, nilai bawahan, pengalaman pemimpin dan anggota kelompok.

3. Teori siklus kehidupan Hersey & Blanchard (life cicle theory)

Pendekatan situasional Hersey & Blanchard disebut siklus kehidupan. Menekankan bahwa penggunaan gaya adaptif oleh pemimpin dipengaruhi oleh diagnosa yang dibuatnya terhadap situasi. Konsep dasarnya adalah bahwa strategi dan perilaku pemimpin harus bersifat situasional, yang terutama didasari oleh kedewasaan atau ketidak dewasaan pengikutnya. Kedewasaan ( maturity), adalah kemampuan individu atau kelompok untuk menentukan tujuan tinggi, tetapi yang akan dapat dicapai, dan keinginan mereka untuk mengambil tanggung jawab. Variabel-variabel kedewasaan yang terbentuk akibat pendidikan dan pengalaman, yang harus dipertimbangkan adalah yang ada hubungannya dengan tugas tertentu yang dilaksanakan. Perilaku tugas, adalah tingkat kecenderungan pemimpin untuk mengorganisasikan dan menentukan peran para pengikut, menjelaskan setiap kegiatan yang dijalankan mengenai waktunya (kapan), tempatnya (dimana), dan caranya (bagaimana) menyelesaikan tugas.

Perilaku hubungan adalah hal-hal yang bersangkutan dengan hubungan perilaku pemimpin dengan individu atau para anggota kelompoknya, yang mencakup hubungan antara kedewasaan para pengikut, dan gaya kepemimpinan yang didasarkan atas perilaku tugas dan hubungan pemimpin. Gaya pemimpin harus dirubah sesuai dengan kedewasaan para pengikut. Dalam kepemimpinan, kelenturan (fleksibilitas) adalah sangat penting. Seperti halnya dengan kehidupan pada umumnya, di dalam organisasi juga diperlukan kelenturan. Cara ini sangat membantu dalam cara memberikan tanggapan pada orang-orang dan situasi secara tepat, dan juga untuk mengadakan penyesuaian terhadap penyimpangan yang terjadi dari tanggapan (antisipasi). Manajer harus hati-hati dalam memilih gaya kepemimpinannya. Pengetahuan dan teori yang tersedia untuk itu membantu manajer untuk mengenali perilaku pemimpin yang paling tepat pada situasi tertentu. Pengetahuan dan teori itu dipadukan dengan pengalaman dan gaya kepemimpinan yang paling tepat. Hubungan antara kedewasaan pengikut dengan gaya kepemimpinan yang didasarkan atas perilaku tugas dan hubungan pemimpin.

Вам также может понравиться