Вы находитесь на странице: 1из 56

TUGAS CRITICAL THINKING

BEHAVIORAL SYSTEM MODEL FOR NURSING DOROTHY E. JOHNSON

Disusun Oleh: KELOMPOK 3

1. R.R. Dian 2. Sholihatul Magrifah 3. Sri Nalesti Mahanani 4. Putri Kristyaningsih 5. Dwi Rahayu 6. Siswoyo

( 131214153014 ) ( 131214153015 ) ( 131214153016 ) ( 131214153017 ) ( 131214153019 ) ( 131214153020 )

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA TAHUN AKADEMIK 2012/2013

DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................................... 1 Daftar Isi .............................................................................................................................. 2 BAB 1 Pendahuluan ............................................................................................................ 3 BAB 2 Tinjauan Teori ........................................................................................................ 7 BAB 3 Aplikasi Teori .......................................................................................................... 39 BAB 4 Pembahasan ............................................................................................................. 44 BAB 5 Kesimpulan .............................................................................................................. 50 BAB 6 Skenario Role Play .................................................................................................. 51 Daftar Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN

Keperawatan sebagai profesi merupakan bagian dari masyarakat, serta akan berubah seirama dengan berubahnya masyarakat itu sendiri. menyediakan sebuah perspektif tentang cara Teori keperawatan perawatan,

mendefinisikan

menggambarkan siapa yang diberikan perawatan, kapan perawatan dibutuhkan, serta mengidentifikasi batas dan tujuan kegiatan terapeutik dalam perawatan. Teori adalah dasar untuk meningkatkan efektifitas praktik dan riset keperawatan (De Laune, 2002). Pemahaman dan pengembangan teori keperawatan sangat dibutuhkan sebagai upaya untuk meningkatkan profesionalisme perawat. Teori keperawatan adalah konseptualisasi dari beberapa aspek realita (yang diteliti atau ditemukan) mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keperawatan. Konseptualisasi ditujukan untuk mengambarkan, menjelaskan, memprediksi atau tulisan tentang asuhan keperawatan (Meleis, 1997). Teori keperawatan merupakan kumpulan pemikiran induktif maupun deduktif yang koheren, kreatif serta berfokus pada fenomena keperawatan yang dibingkai dan diberikan arti serta makna dan membantu menjelaskan berbagai aspek dalam praktik dan penelitian keperawataan yang selektif dan spesifik (Silva, 1997). Fawcett (1993) menyatakan teori

keperawatan merupakan salah satu komponen dari struktur hirarki perkembangan ilmu keperawatan yang didalamnya terdiri atas metaparadigma, filosofi, model konseptual, teori keperawatan dan indikator empiris. Semua level konseptual dari

perkembangan keperawatan ini saling tergantung, tiap level perkembangan di pengaruhi oleh hasil kerja dari level lain. Teori keperawatan pada dasarnya menghubungkan antara praktik, penelitian, pendidikan dan perkembangan dalam keperawatan. Teori keperawatan, tanpa memperhatikan kompleksitas atau abstraksinya, merefleksikan keperawatan dan digunakan oleh perawat sebagai kerangka dalam berfikir, bertindak, dan bereksistensi di dunia. Sebagai pedoman dalam melakukan segala kegiatan dalam keperawatan, teori keperawatan dipraktikkan di klinik dan memfasilitasi komunikasi antar perawat, dengan akademisi dan disiplin ilmu lain yang terkait dalam pelayanan kesehatan. Pada saat yang bersamaan semua aspek dalam keperawatan merupakan hal yang essensial bagi perkembangan dan penyusunan teori keperawatan. Saat ini perkembangan pengetahuan dalam keperawatan terjadi di berbagai bidang, dengan pendekatan ilmiah yang bervariasi memberikan kontribusi untuk kemajuan bidang ini. Berbagai paradigma dan sistem nilai yang mencerminkan berbagai perspektif diajukan oleh beberapa kelompok yang terkait dengan ilmu dasar dan praktik keperawatan. Perawat yang mempunyai komitmen dan aktif pada

bidangnya baik di klinik, penelitian, pendidikan atau administrasi, mempunyai peran penting dalam pengembangan teori keperawatan secara terus-menurus. Teori

keperawatan telah diorganisasikan ke dalam beberapa type dan berdasarkan beberapa kategori. Secara umum type teori keperawatan dibagi menjadi Grand Theory, Middle Range Theory, dan Practice Theory (Parker, 2001). Model Sistem Perilaku Johnson termasuk ke dalam grand teori. Sepanjang karirnya, Johnson menekankan bahwa keperawatan memiliki kontribusi independen

yang unik untuk pelayanan kesehatan yang berbeda dari hanya sekedar delegasi dari pelayanan medis. Pada tahun 1961 Johnson menyatakan bahwa asuhan keperawatan menfasilitasi pasien dalam menjaga keadaan seimbangnya. Ia menyatakan bahwa stress pasien berasal baik dari stimulus inernal maupun eksternal. Johnson menyampaikan pandangan tentang model konseptualnya di Universitas Vanderbilt pada tahun 1968. Menurutnya asuhan keperawatan membantu memfungsionalkan perilaku yang efektif dan efisien dari pasien selama sakit. Johnson berfokus pada bagaimana klien beradaptasi terhadap kondisi sakitnya dan bagaimana stress aktual dan stress potensial dapat mempengaruhi kemampuan beradaptasi. Tujuan dari keperawatan adalah menurunkan stress sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati masa penyembuhannya (Potter & Perry, 2005). Pada tahun 1980 Johnson mempublikasikan konsep Behavioral System Model for Nursing (Model Sistem Perilaku Untuk Keperawatan). Johnson mendefinikan asuhan keperawatan adalah tindakan eksternal untuk menjaga organisasi dan integrasi perilaku pasien pada level optimal pada saat pasien dalam kondisi stress dengan memakai mekanisme koping yang sesuai atau dengan penyediaan sumber daya. Perawatan adalah Seni dan ilmu memberikan bantuan eksternal baik sebelum dan selama gangguan keseimbangan sistem. Aktivitas perawatan tidak bergantung pada wewenang medis tetapi bersifat pelengkap (komplementer) bagi medis atau pengobatan. Teori Johnson berfokus pada kebutuhan dasar yang mengacu pada 7 (tujuh) pengelompokan perilaku yaitu perilaku mencari keamanan, perilaku mencari perawatan, menguasai diri sendiri dan lingkungan sesuai dengan standart internalisasi prestasi, mengakomodasi diet dan mengeluarkan sampah tubuh dengan cara yang diterima secara sosial dan kultural,

perilaku seksual dan identitas, perilaku melindungi diri sendiri. Menurut Johnson perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori perilaku yang disebut sebagai subsistem perilaku. Dalam kondisi normal klien berfungsi secara efektif didalam lingkungannya, akan tetapi ketika stress menganggu adptasi normal perilaku klien menjadi tidak dapat diduga dan tidak jelas. Perawat mengidentifikasi ketidakmampuan beradaptasi seperti ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Potter & Perry, 2005). Dorothy E. Johnson meyakini bahwa asuhan keperawatan dilakukan untuk membantu individu memfasilitasi tingkah laku yang efektif dan efisien untuk mencegah timbulnya penyakit. Manusia adalah makhluk yang utuh dan terdiri dari 2 sistem yaitu sistem biologi dan tingkah laku tertentu. Lingkungan termasuk masyarakat adalah sistem eksternal yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Seseorang dikatakan sehat jika mampu berespon adaptif baik fisik, mental, emosi dan sosial terhadap lingkungan internal dan eksternal dengan harapan dapat memelihara kesehatannya. Asuhan keperawatan dilakukan untuk membantu kesimbangan individu terutama koping atau cara pemecahan masalah yang dilakukan ketika ia sakit. Menurut Johnson ada 4 tujuan asuhan keperawatan kepada individu, yaitu agar tingkah lakunya sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat, mampu beradaptasi terhadap perubahan fungsi tubuhnya, bermanfaat bagi dirinya dan orang lain atau produktif serta mampu mengatasi masalah kesehatan yang lainnya.

BAB 2 TINJAUAN TEORI

2.1 Latar Belakang Teori Johnson pertama kali menyampaikan pandangan tentang model konseptualnya di Universitas Vanderbilt pada tahun 1968. Modelnya merupakan yang pertama menyediakan panduan baik sebagai petunjuk untuk memahami dan bertindak. Kedua ide tersebut (pertama pemahaman dilihat sebagai sebuah proses, dimana sistem holistik perilaku dimediasi oleh kerangka kerja yang kompleks dan kedua sebagai proses yang aktif dari stimulus dan respon) memberikan dasar bagi pencetus teori lain untuk menyusun dan mengembangkan model konseptual untuk praktek keperawatan. Pada tahun 1980 ia memperkenalkan Behavioral System Model for Nursing. Dorothy E. Johnson dilahirkan pada tanggal 21 Agustus 1919 di Savannah, Georgia. Ia memperoleh gelar A.A. dari Armstrong Junior College di Savannah, Georgia pada tahun 1938; gelar B.S.N. dari Universitas Vanderblit di Nashville, Tennese pada tahun 1942; dan gelar M.P.H dari Universita Havard di Boston pada tahun 1948. Selama karirnya akademik Dorothy Johnson menangani masalahmasalah yang berkaitan dengan praktek keperawatan, pendidikan keperawatan, dan ilmu keperawatan. Sebagian besar pengalaman profesionalnya melibatkan

pengajaran, meskipun ia adalah staff perawat di Dewan Kesehatan Catham Savannnah dari tahun 1943-1944. Ia telah menjadi instruktur dan asisten profesor dalam perawat kesehatan anak (pediatric nursing) di Vanderbilt University School of Nursing. Dari tahun 1949 sampai pensiunnya pada tahun 1978 dan pindah ke Florida, 4

Johnson menjadi asisten profesor bidang pediatric nursing dan asisten profesor ilmu keperawatan dan profesor ilmu keperawatan di Universitas California Los Angeles. Pada tahun 1955 dan 1956 Johnson menjadi penasehat pediatric nursing yang ditugaskan di Sekolah Kesehatan Kristen bidang keperawatan di Vellore, India Selatan. Disamping itu dari tahun 1965 sampai tahun 1967 ia mengepalai Komite Asosiasi Perawat yang mengembangkan pernyataan posisi atas spesifikasi-spesifikasi untuk spesialis klinik. Publikasi Johnson termasuk 4 buku, lebih dari 30 artikel berkala dan sejumlah laporan, proceeding dan monograph. Salah satu dari sekian banyak penghargaan yang ia terima yang paling dibanggakan adalah Faculty Award tahun 1975 dari mahasiswa-mahasiswa sarjana, Lulu Hassenplug Distinguished Achievement Award dari Asosiasi Perawat California tahun 1977 dan Vanderbilt University Schol of Nursing Award for Excellence in Nursing tahun 1981. Ia senang bahwa model sistem perilakunya ternyata berguna dalam perkembangan lebih jauh basis teoritis untuk keperawatan, tetapi dapat dikatakan bahwa sumber kepuasan terbesar berasal dari kelanjutan karir produktif dari siswa-siswanya. Dorothy E. Johnson, RN, MPH, FAAN meninggal pada bulan Februari 1999. Johnson mengatakan bahwa teorinya berkembang dari ide-ide filosofis, teori dan penelitian, latar belakang klinis yang ia punya dan bertahun-tahun pemikiran, diskusi, serta berbagai tulisannya selama bertahun-tahun (Johnson, 1968). Dia mengutip sejumlah sumber untuk teorinya. Teori dari Florence Nightingale bahwa perhatian keperawatan berfokus pada orang dan bukan penyakit. Menurut keyakinan Nightingale tujuan keperawatan adalah membantu individu-individu untuk mencegah atau mengobati penyakit atau cidera. Ilmu dan seni merawat harus berfokus pada

pasien sebagai individu dan bukan pada entitas penyakit yang spesifik. Johnson memanfaatkan hasil kerja ilmu perilaku dalam psikologi, sosiologi dan etnologi untuk membangun teorinya, ia menyandarkan sepenuhnya pada teori sistem dan menggunakan berbagai konsep dan definisi teori sistem oleh Buckley, 1968; Chin, 1961; Parsons & Shils, 1951; Rapoport, 1968; dan Von Bertalanffy, 1968. Sistem dinyatakan terdiri dari bagian yang berkaitan untuk melakukan fungsi bersama-sama guna membentuk keseluruhan. Dalam tulisannya, Johnson mengkonseptualkan

manusia sebagai sistem perilaku dimana hasil fungsi adalah observasi perilaku. Johnson juga mencatat bahwa sejumlah subsistem dalam teorinya mempunyai dasardasar biologi. Analogi teori sistem perilaku adalah teori sistem biologi, yang menyatakan bahwa manusia merupakan sistem biologi yang terdiri dari bagian

biologi dan penyakit adalah hasil gangguan sistem biologi. Latar belakangnya sebagai perawat pediatric tampak jelas berpengaruh dalam pengembangan modelnya. Johnson juga mengutip berbagai literatur tentang

perkembangan untuk mendukung validitas model sistem perilakunya (Ainsworth, 1964; Crandal, 1963; Gerwirtz, 1972; Kagan, 1964; dan Sears, Maccoby, & Levin, 1954). Johnson menulis bahwa keperawatan menyediakan kontribusi fungsi perilaku efektif pada pasien sebelum, selama dan sesudah penyakit. la memakai konsep dari disiplin ilmu lain seperti sosialisasi, motivasi, stimulasi kepekaan, adaptasi dan modifikasi perilaku untuk mengembangkan teorinya. Sebagian konsep-konsep Johnson yang telah diidentifikasi dan didefinisi dalam teorinya didukung literatur dari beberapa pakar. Leitch dan Escolona

menyimpulkan bahwa tekanan menyebabkan perubahan perilaku dan manifestasinya

10

pada tiap individu bergantung pada faktor eksternal dan internal. Johnson memakai teori Selye, Grinker, Simmons dan Wolf untuk mendukung ide bahwa pola-pola spesifik perilaku merupakan reaksi atas stressor baik dari sumber biologis, psikologis dan sosiologis (Marriner, 2001). Dalam Conceptual Models of Nursing Practice, Johnson menjelaskan tujuh subsistem yang memuat sistem perilaku karyanya. Guna mendukung subsistem keterikatan (attachment-affiliative), ia menggunakan teori Ainsworth dan Robson. Heathers, Gerwitz, dan Rosenthal telah menguraikan dan menjelaskan perilaku ketergantungan (dependency), subsistem lain yang didefinisikan Johnson. Respon subsistem Ingesti (ingestion) dan eleminasi (elimination) seperti yang dijelaskan oleh Walike, Mead dan Sears juga merupakan bagian sistem perilaku Johnson. Hasil karya Kagan dan Resnik digunakan untuk mendukung subsistem seksual (sexsual). Subsistem agresif (aggressive) yang fungsinya melindungi dan memelihara didukung oleh Lorenz dan Feshbach. Menurut Atkinson, Feather dan Crandell menyatakan ketrampilan-ketrampilan fisik, kreatif, mekanis dan sosial ditunjukkan oleh prestasi perilaku, diman hal- hak tersebut merupakan bagian dari subsistem pencapaian tujuan (achievment) yang diidentifikasi oleh Johnson (Marriner, 2001).

2.2 Definisi dan Konsep Mayor 1. Perilaku (Behavior). Johnson mendefinisikan perilaku sama seperti yang dinyatakan oleh para ahli perilaku dan biologi yaitu output dari struktur dan berbagai proses intraorganismik yang keduanya dikoordinasi dan diartikulasi serta bersifat responsif terhadap berbagai perubahan dalam stimulasi sensori.

11

Johnson fokus pada perilaku yang dipengaruhi oleh kehadiran aktual dan tak langsung mahluk sosial lain yang telah ditunjukkan mempunyai signifikansi adaptif utama. 2. Sistem (System). Dengan memakai definisi sistem oleh Rapoport tahun 1968, Johnson menyatakan, "A system is a whole that functions as a whole by virtue of the interdependence of its part." (Sistem merupakan keseluruhan yang berfungsi berdasarkan atas ketergantungan antar bagian-bagiannya). Johnson menerima pernyataan Chin bahwa terdapat organisasi, interaksi,

interdependen dan integrasi bagian dan berbagai elemen dalam sistem. Manusia berusaha menjaga keseimbanga dalam bagian-bagian ini melalui pengaturan dan adaptasi terhadap kekuatan/tekanan yang mempengaruhi mereka. 3. Sistem Perilaku (Behavior System). Sistem perilaku mencakup pola, perulangan dan berbagai cara bersikap dengan maksud tertentu. Cara-cara bersikap ini membentuk unit fungsional yang terorganisasi dan terintegrasi, yang menentukan dan membatasi interaksi antara seseorang dengan lingkungannya serta menciptakan hubungan seseorang dengan obyek, peristiwa dan situasi dengan lingkungannya. Biasanya sikap dapat digambarkan dan dijelaskan. Manusia sebagai sistem perilaku berusaha untuk mencapai stabilitas dan keseimbangan suatu fungsi dengan pengaturan dan adaptasi yang efektif dan efisien. 4. Subsistem. Sistem perilaku memiliki banyak tugas untuk dikerjakan, sehingga bagian-bagian dari sistem berubah menjadi subsistem-subsistem

12

dengan tugas tertentu. Suatu subsistem merupakan sistem kecil dengan tujuan khusus dan berfungsi dengan baik sepanjang hubungannya dengan subsistem lain atau lingkungan tidak diganggu. Tujuh subsistem yang diidentifikasi oleh Johnson bersifat terbuka, terhubung dan saling berkaitan. Aktifitas subsistemsubsistem ini berubah secara kontinyu dipengaruhi oleh motivasi,

pengalaman dan proses belajar. Tujuh elemen yang diidentifikasi oleh Johnson : a. Subsistem Keterikatan (Attachemen-affiliatve). Subsistem Attachemen-affiliative mungkin merupakan yang paling kritis, karena subsistem ini membentuk landasan untuk semua organisasi sosial. Pada tingkatan umum, hal ini memberikan kelangsungan (survival) dan keamanan (security). Tujuan dari subsistem ini adalah untuk berhubungan atau terikat dengan orang lain, mencapai intimasi dan inklusi. Fungsinya untuk menciptakan kejasama dan hubungan interdependent dengan sistem sosial, mngembangkan dan menggunakan kemampuan interpersonal untuk mencapai kedekatan dan inklusi, tempat berbagi, agar terhubung dengan orang lain, menggunakan rasa percaya diri dalam arti yang positif. Sebagai konsekuensinya adalah adanya inklusi sosial, kedekatan (intimacy) dan susunan serta pemeliharaan ikatan sosial yang kuat. b. Subsistem Ketergantungan (Dependency). Dalam hal paling luas, subsistem dependency membantu mengembangkan perilaku yang memerlukan respon pengasuhan atau perilaku untuk mencari perawatan. Tujuan subsistem ini adalah untuk mempertahankan

13

fokus perhatian, persetujuan, asuhan, dan bantuan fisik, menjaga keseimbangan sumber daya lingkungan yang dibutuhkan untuk proses pengasuhan dan menumbuhkan rasa percaya. Fungsinya meningkatkan keyakinan diri, meningkatkan kewaspadaan terhadap diri sendiri, mengkondisikan diri untuk perduli pada kebutuhan fisik pribadi, menurunkan derajat ketergantungan (dari ketergantungan pada orang lain menjadi ketergantungan pada diri sendiri), menumbuhkan kesadaran diri untuk menerima keadaan bahwa dalam situsi tertentu kita memerlukan bantuan atau tergantung pada orang lain, memfokuskan keinginan dan kebutuhan diri atau orang lain dalam hubungan sosial, psikologikal dan kultural. Konsekuwensinya adalah bantuan persetujuan, perhatian, pengenalan serta bantuan fisik. Derajat interdependensi tertentu penting untuk kelangsungan kelompok sosial. c. Subsistem Eleminasi (Eleminative) Subsistem biologis eliminasi berkaitan dengan kapan, bagaimana dan dengan kondisi apa kita membuang sampah tubuh serta mengekspresikan perasaan. Mengatur pembuangan sampah tubuh dengan cara yang dapat diterima secara sosial dan kultural. Respon-respon ini dikaitkan dengan sosial dan psikologis seperti halnya pertimbangan biologis. Tujuan dari subsistem ini adalah untuk membuang internal. sampah biologis, untuk

mengeksternalisasi

lingkungan

biologi

Fungsinya

mengenali dan menginterpretasikan input dari sistem biologis melalui ekskresi sampah tubuh, untuk menjaga homeostasis fisik melalui ekskresi,

14

untuk mengatur pergantian kapasitas biologis yang berkaitan dengan ekskresi sampah tubuh serta mengontrol ekskresi sampah tubuh, mengurangi perasaan tegang pada diri sendiri, mengekspresikan perasaanide-emosi baik secara verbal maupun non verbal. d. Subsistem Ingesti (Ingestion) Mengakomodasi diet dengan cara yang dapat diterima secara sosial dan kultural. Tujuan subsistem ini adalah mengambil sumber daya yang dibutuhkan dari lingkungan untuk menjaga integritas atau untuk mencapai kesenangan, internalisasi lingkungan eksternal. Fungsinya untuk menjaga kelangsungan hidup melalui intake nutrisi, merubah pola diet yang tidak efektif, mengurangi nyeri atau mengurangi stres psikophysiological, memperoleh pengetahuan dan informasi yang berguna bagi diri sendiri, mendapat kepuasan fisik dan psikis baik dari substansi yang berkaitan dengan nutrisi maupun nonnutrisi. e. Subsistem Seksual (Sexsual). Tujuan subsistem ini adalah untuk memberi dan mendapatkan kepuasan sera perhatian, pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan seks, memperhatikan dan diperhatikan orang lain. Fungsinya untuk membangun konsep diri atau identitas diri berdasarkan jenis kelamin, memproyeksikan image sebagai makhluk seksual, mengenali dan menginterpretasikan input sistem biologis yang berkaitan dengan kepuasan seksual, menjaga kwalitas hubungan yang melibatkan kepuasan seksual.

15

Subsistem seksual Memiliki fungsi garda yakni hasil (procreation) dan kepuasan (gratification). Sistem respon ini dimulai dengan perkembangan identitas jenis kelamin dan termasuk (dalam cakupan yang luas) perilakuperilaku berdasar prinsip jenis kelamin. f. Subsistem Agresif dan Protektif (Aggressive and Protective). Fungsi sistem agresif adalah perlindungan (protektif) terhadap ancaman aktual ataupun potensial baik dalam bentuk obyek, orang atau ide serta pencapaian terhadap perlindungan dan keunggulan diri sendiri. Fungsinya mengenal ancaman (yang berasal dari sistem kesehatan, lingkungan, maupun sistem biologi) baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, memobilisasi sumber daya untuk merespon atau menanggapi ancaman, menggunakan mekanisme feedback untuk menghadapi input (biologi, lingkungan dan kesehatan) yang mengancam, melindungi tujuan yang sudah tercapai, melindungi keyakinan, melindungi identitas atau konsep diri. g. Subsistem Pencapaian (Achievement). Tujuan Subsistem achievement adalah berusaha memanipulasi

lingkungan. Fungsinya menyusun tujuan yang sesuai, mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan yang diinginkan, menerima penghargaan dari orang lain, membedakan tujuan jangka menengah dan jangka panjang, menginterpretasikan feedback untuk mengevaluasi pencapaian tujuan. Konsekwensinya dengan adanya subsistm ini maka timbul perilaku mengontrol atau menguasai aspek pribadi atau lingkungan pada beberapa

16

standar kesempurnaan. Cakupan perilaku prestasi termasuk kemampuan intelektual, fisikis, kreatif, mekanis, dan sosial (Basavanthappa, 2007; Tomey & Alligood, 2006; Kozier, 2004; Parker 2001) . Johnson menggambarkan kemudian lebih jauh mengidentifikasi konsep-konsep lain yang perilaku.

tentang teori manusia sebagai

sistem

Equilibrium didefinisikan sebagai kondisi akhir yang stabil tetapi kurang kekal, dimana di dalamnya individu berada dalam keselarasan dengan dirinya dan dengan lingkungannya. Homeostasis adalah proses menjaga stabilitas dalam sistem perilaku. Stabilitas adalah pemeliharaan suatu level atau daerah perilaku tertentu yang dapat diterima. Ketidakstabilan (instability) terjadi saat sistem mengalami overcompensate berkaitan dengan stress (tekanan). Ketika output energi tambahan digunakan untuk merespon terhadap tekanan, sumber energi yang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas dikosongkan. Stressor adalah stimulan eksternal dan internal yang menghasilkan tegangan (tension) dan menyebabkan ketidakstabilan. Tension adalah kondisi dalam keadaan tegang atau rileks yang disebabkan karena disequilibrium dan merupakan sumber potensial perubahan (Marriner, 2001).

17

2.3 Penjelasan Model Konsep

(Tomey & Alligood, 2006)

18

Model konsep dan teori keperawatan Johnson melakukan pendekatan pada sistem perilaku: individu dipandang sebagai sistem perilaku yang selalu ingin mencapai keseimbangan dan stabilitas (baik di lingkungan internal maupun di lingkungan eksternal), memiliki keinginan mengatur dan menyesuaikan diri terhadap pengaruh dari lingkungan . Di dalam sistem ini terdapat berbagai komponen subsistem yang membentuk keseluruhan sistem, subsistem yang membentuk sistem perilaku menurut Johnson yaitu: 1. Gabungan (Attachemen-affiliatve), merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan tambahan dalam mempertahankan lingkungan yang kondusif dengan penyesuaian dalam kehidupan sosial, keamanan, dan kelangsungan hidup. 2. Ketergantungan (Dependency), merupakan bagian yang membentuk sistem perilaku dalam mendapatkan bantuan, kedamaian, keamanan serta kepercayaan. 3. Ingestif (Ingestion), yaitu memanfaatkan setiap sumber daya dari lingkungan untuk menjaga integritas kehidupan atau untuk mencapai tingkat kepuasan tertentu; untuk internalisasi lingkungan eksternal, mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secara sosial dan kultural. 4. Eliminasi (Elemination), merupakan bentuk pengeluaran segala sesuatu dari sampah atau barang yang tidak berguna secara biologis serta mengekspresikan perasaan. 5. Seksual (Sexsual), digunakan dalam pemenuhan kebutuhan saling mencintai dan dicintai. 6. Agresif (Aggressive), merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri atau perlindungan dari berbagai ancaman yang ada di lingkungan.

19

7. Achievement (Achievement), merupakan tingkat pencapaian prestasi melalui keterampilan yang kreatif (Basavanthappa, 2007; Tomey & Alligood, 2006; Kozier, 2004; Parker 2001) Subsistem di atas akan membentuk sebuah sistem perilaku individu, sehingga Johnson memiliki pandangan bahwa keperawatan dalam mengatasi permasalahan klien harus dapat berfungsi sebagai pengatur keseimbangan sistem perilaku tersebut. Klien dalam hal ini adalah manusia yang mendapat bantuan perawatan dengan keadaan terancam atau potensial oleh kesakitan atau ketidak seimbangan penyesuaian dengan lingkungan. Status kesehatan yang ingin dicapai adalah mereka yang mampu berperilaku untuk memelihara keseimbangan atau stabilitas dengan lingkungan. Menurut Johnason perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori subsistem perilaku. Dalam kondisi normal klien berfungsi secara efektif didalam

lingkungannya, akan tetapi ketika stress menganggu adptasi normal perilaku klien menjadi tidak dapat diduga dan tidak jelas. Perawat mengidentifikasi

ketidakmampuan beradaptasi seperti ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Potter & Perry, 2005). Teori sistem perilaku Johnson mengupas dua komponen utama: pasien dan perawatan. Pasien merupakan sistem perilaku dengan tujuh subsistem yang saling berkaitan. Setiap subsistem dapat digambarkan dan dianalisa dalam hal-hal persyaratan-persyaratan struktur dan fungsi. Empat elemen struktural yang telah diidentifikasi termasuk : (1) dorongan (drive) atau tujuan (goal); (2) set,

kecenderungan betindak (predisposition); (3) pilihan (choice), alternatif untuk bertindak; (4) perilaku (action/behavior). Setiap subsistem agar dapat mencapai

20

keadaan optimal memerlukan adanya perlindungan (protection), pengasuhan (nurturance), dan stimuli (stimulation). Ketiga hal ini disebut sebagai persyaratan fungsionl (functional requirement). Sistem dan subsistem cenderung memelihara diri sendiri (Self-Maintaining) dan mengekalkan diri sendiri (Self Perpetuating) selama kondisi eksternal dan internal sesuai dan dapat diprediksi. Jika kondisi-kondisi dan sumber daya penting terhadap kebutuhan fungsi mereka tidak cocok atau interrelationship antar subsistem tidak harmonis, akan menghasilkan perilaku disfungsional. Respon-respon subsistem dibangun melalui motivasi, pengalaman, dan proses belajar serta dipengaruhi oleh faktor-lakior biologis, psikologis dan sosial. Sistem perilaku berusaha untuk mencapai keseimbangan dengan adaptasi

terhadap stimulan lingkungan dan internal. Kondisi ketidakstabilan dalam sistem perilaku menghasilkan kebutuhan terhadap intervensi perawatan. Identifikasi sumber masalah dalam sistem mengarahkan tindakan perawatan yang cocok yang menghasilkan pemeliharaan atau pemulihan keseimbangan sistem perilaku. Perawatan dilihat sebagai kekuatan regulator eksternal yang bertindak unfuk memulihkan keseimbangan sistem perilaku.

2.4 Asumsi Mayor 1. Manusia Johnson dalam teorinya memandang klien sebagai sistem

perilaku. Sistem perilaku yang teratur, berulang, sistematis, dan terorganisir dengan subsistem biologis dan perilaku saling berhubungan dan saling tergantung. Klien dipandang sebagai kumpulan subsistem perilaku yang saling

21

berhubungan membentuk sistem perilaku. Sistem dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang kompleks, tindakan atau respon yang terbuka terhadap berbagai rangsangan yang ada di lingkungan sekitarnya yang bertujuan dan fungsional (Auger, 1976). Cara berperilaku ini merupakan unit fungsional terorganisir dan terpadu yang menentukan dan membatasi interaksi antara orang dan lingkungan, dan menetapkan hubungan orang tersebut ke dalam objek, peristiwa, dan situasi di lingkungan. Johnson (1980) menganggap perilaku bisa diatur, punya tujuan dan diprediksi, perilaku bisa berfungsi secara efisien dan efektif sepanjang waktu, dan cukup stabil serta berulang sehingga lebih terbuka untuk dideskripsikan dan dieksplorasi. Manusia adalah sistem dari bagian-bagian interdependent yang membutuhkan beberapa aturan dan pengaturan untuk menjaga keseimbangan. Usaha-usaha manusia untuk

membangun kembali keseimbangan membutuhkan pengeluaran energi yang luar biasa, yang menyisakan sedikit energi untuk membantu proses-proses biologis dan penyembuhan. Bagian-bagian dari sistem perilaku disebut subsistem. Masing-masing subsistem melaksanakan tugas khusus atau fungsi yang dibutuhkan untuk menjaga integritas keseluruhan sistem perilaku dan mengelola hubungannya dengan lingkungan. Masing-masing subsistem memiliki seperangkat respon perilaku yang dikembangkan dan dimodifikasi melalui motivasi, pengalaman, dan proses belajar. Johnson mengidentifikasi tujuh subsistem. Johnson mencatat bahwa tiap subsistem ini ditemukan di berbagai budaya dan di berbagai skala

22

filogenetik. Ia juga mencatat pentingnya berbagai faktor sosial dan budaya yang terlibat dalam pengembangan subsistem. Johnson tidak menganggap bahwa tujuh subsistem yang telah dirumuskannya sebagai suatu patokan yang lengkap, karena melalui berbagai penelitian kemungkinan akan bisa teridentifiasi subsistem yang baru (Johnson, 1980). Setiap subsistem memiliki fungsi untuk memenuhi tujuan

konseptual. Perilaku fungsional merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi tujuan tersebut. Perilaku ini bervariasi pada setiap individu tergantung pada usia seseorang, jenis kelamin, motif, nilai-nilai budaya, norma sosial, dan konsep diri. Setiap subsistem terdiri dari setidaknya empat komponen struktural yang berinteraksi dengan pola tertentu. Komponen yang dimaksud adalah tujuan (goal), set (set), pilihan (choice), dan tindakan (action). Tujuan (goal) dari subsistem didefinisikan sebagai hasil yang diinginkan atau konsekuensi dari perilaku. Dasar dari tujuan (goal) adalah dorongan (drive) yang keberadaannya dapat didukung oleh penelitian ilmiah. Secara umum, dorongan (drive) setiap subsistem adalah sama bagi semua orang, tetapi ada variasi antara tiap individu dan antara individu dari waktu ke waktu) baik dari segi kekuatan dorongan, bentuk dorongan, nilai yang melekat pada tujuan yang ingin dicapai. Dengan adanya dorongan (drive) sebagai pendorong perilaku, tujuan dapat diidentifikasikan dan berlaku secara universal. Set perilaku adalah kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu dalam situasi tertentu. Set perilaku merupakan pola perilaku yang

23

relatif stabil dan suatu pola kebiasaan yang timbul sebagai respon terhadap stimulius dan dorongan tertentu. Perilaku merupakan hasil belajar dan dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, dan keyakinan. Set tediri atas dua komponen yaitu ketekunan/kegigihan (perseveration) dan persiapan

(preparation). Set ketekunan/kegigihan (perseveration) mengacu pada kecenderungan yang konsisten untuk bereaksi terhadap rangsangan tertentu dengan pola perilaku yang sama. Set persiapan (preparation) tergantung pada fungsi set ketekunan/kegigihan (perseveration). Fungsi set persiapan adalah menentukan prioritas untuk mengikuti atau tidak berbagai rangsangan yang muncul. Komponen ke tiga dan keempat dari subsistem adalah pilihan (choice) dan tindakan (action/behavior). Pilihan (choice) mengacu pada daftar perilaku alternatif untuk mencapai tujuan dan hasil terbaik yang diinginkan individu. Semakin banyak atau luas alternatif perilaku yang dimiliki individu dalam situasi tertentu maka semakin mudah individu tersebut untuk beradaptasi. Komponen struktural keempat setiap subsistem adalah tindakan (action) individu yang bisa diamati. Diutamakan pada efisiensi dan efektivitas perilaku dalam mencapai tujuan. Tindakan (action) adalah tiap respon terhadap rangsangan yang bisa diamati. Model Johnson mengatakan bahwa perilaku yang akan dipertahankan, harus dilindungi (protection), diasuh (nurturance), dan distimuli (stimulation). Perilaku yang dipertahankan membutuhkan perlindungan dari stimulus yang berbahaya bagi kelangsungan sistem perilaku; pembinaan akan memberikan

24

masukan yang adequat untuk mempertahankan perilaku, dan stimulasi akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan yang berkelanjutan atas perilaku dan kemampuan melawan stagnasi. Kekurangan dari salah satu atau semua hal tersebut akan mengancam sistem perilaku secara keseluruhan atau fungsi efektif dari subsistem tertentu yang terlibat langsung. Secara ringkas, sistem perilaku adalah serangkaian ciri-ciri utama dan tindakan yang bisa diamati dari seseorang yang menjelaskan interaksinya dengan lingkungan. Ini adalah integrasi sistem respon yang adaptif berkaitan dengan berbagai stimulus dan mengkomunikasikan status proses internal dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, meskipun masing-masing subsistem memiliki fungsi khusus, sistem secara keseluruhan bergantung pada kinerja terpadu dari berbagai subsistem yang menyusunnya. 2. Lingkungan Dalam teorinya, Johnson menyebut adanya lingkungan internal dan eksternal. Dia juga menyebutkan adanya interaksi antara individu dengan lingkungan, objek, peristiwa, dan situasi di lingkungan. Dia mencatat bahwa ada kekuatan di lingkungan yang mempengaruhi seseorang sehingga orang yang bersangkutan meyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut. Dengan demikian, lingkungan terdiri dari semua elemen yang bukan merupakan

bagian dari individu sistem perilaku tetapi mempengaruhi sistem dan bisa berfungsi sebagai sumber imperatif sustenal. Beberapa elemen dapat dimanipulasi oleh perawat untuk mencapai kesehatan (sistem keseimbangan atau stabilitas perilaku) pasien. Johnson tidak memberikan definisi lain dari

25

lingkungan, ia juga tidak mengidentifikasikan apa yang disebut lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Tetapi banyak yang dapat disimpulkan dari tulisan-tulisannya, dan teori sistem juga menyediakan informasi tambahan ke dalam komponen lingkungan model. Jonhson juga tidak mendefinisikan "lingkungan internal" secara khusus dan tidak pula tercantum pada tulisantulisannya. Akan tetapi ia memberikan informasi rinci tentang struktur internal dan bagaimana fungsinya. Dia juga menulis bahwa penyakit atau perubahan lingkungan internal atau eksternal secara tiba-tiba merupakan penyebab tersering atas kerusakan yang terjadi pada sistem (Johnson, 1980). 3. Kesehatan Johnson melihat kesehatan sebagai fungsi yang efektif dan efisien dari sistem, serta sebagai keseimbangan dan stabilitas sistem perilaku yang dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis, psikologis dan sosial. Keseimbangan dan stabilitas sistem perilaku ditunjukkan oleh perilaku yang bisa diamati yaitu bertujuan (purposeful), tertib (orderly), dan bisa diprediksi (predictable). Perilaku dipertahankan jika terbukti efektif dan efisien dalam mengelola hubungan individu dengan lingkungannya. Perilaku berubah ketika efektivitas dan efisiensinya tidak lagi jelas, atau ketika tingkat fungsional yang lebih optimal dirasakan. Individu dikatakan mencapai perilaku fungsional yang efektif dan efisien jika perilaku mereka sesuai dengan tuntutan sosial, ketika mereka mampu memodifikasi perilaku sehingga mendukung kepentingan biologis, ketika mereka mampu mendapatkan manfaat sepenuhnya dari pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan

26

selama ia sakit, dan ketika perilaku mereka tidak menyebabkan trauma yang tidak perlu sebagai akibat dari penyakit (Johnson 1980). Ketidakseimbangan dan ketidakstabilan sistem perilaku sebagai malfungsi dari sistem perilaku tidak dijelaskan secara eksplisit, tetapi dapat disimpulkan dari pernyataan berikut:
Subsistem dan sistem secara keseluruhan cenderung mempertahankan diri ( selfmaintaining) dan mengkekalkan diri (self perpetuating) selama kondisi lingkungan internal dan eksternal dari sistem tetap teratur dan dapat diprediksi, kondisi dan sumber daya yang diperlukan untuk kebutuhan fungsional mereka terpenuhi, dan hubungan timbal balik antara subsistem harmonis. Jika kondisi ini tidak terpenuhi, malfungsi perilaku yaitu tidak teratur (disorganized), tidak menentu (erratic), dan disfungsional akan terjadi. Penyakit atau perubahan lingkungan internal atau eksternal yang terjadi secara tiba-tiba merupakan penyebab tersering dari malfungsi tersebut. (Johnson 1980).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketidakseimbangan dan ketidakstabilan sistem perilaku disamakan dengan penyakit. Namun, seperti Meleis (1991) telah menunjukkan, kita harus mempertimbangkan penyakit yang mungkin terpisah dari fungsi sistem perilaku. Johnson juga menyebut tentang kesehatan fisik dan sosial, tetapi tidak secara khusus mendefinisikan kedua macam kesehatan tersebut. Sama seperti kesimpulan tentang penyakit maka dapat disimpulkan bahwa kesehatan adalah keseimbangan dan stabilitas sistem perilaku serta perilaku yang berfungsi secara efektif dan efisien. 4. Keperawatan dan Tindakan Keperawatan Keperawatan dipandang sebagai layanan yang bersifat komplementer terhadap terapi medis dan profesi kesehatan lainnya, tetapi memiliki

27

kontribusi tersendiri bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Seni dan ilmu dalam memberikan bantuan eksternal baik sebelum dan selama gangguan keseimbangan sistem. Johnson (1980) menyatakan beda keperawatan dan kedokteran adalah bahwa keperawatan melihat pasien sebagai sistem perilaku, dan kedokteran melihat pasien sebagai sistem biologi. Dalam pandangan Johnson tujuan spesifik dari tindakan keperawatan adalah untuk memulihkan, mempertahankan, atau mencapai keseimbangan dan stabilitas sistem perilaku individu di tingkat tertinggi (Johnson, 1980). Tujuan ini dapat diperluas untuk membantu individu mencapai tingkat keseimbangan dan fungsional yang optimal jika memungkinkan dan dikehendaki (Parke, 2001). Tujuan dari tindakan perawat adalah untuk mempertahankan atau mengembalikan keseimbangan dan stabilitas sistem perilaku individu, atau untuk membantu individu mencapai tingkat keseimbangan dan fungsional yang lebih optimal. Johnson tidak menentukan langkah-langkah dari proses keperawatan, tetapi dengan jelas mengidentifikasi peran perawat sebagai kekuatan pengaturan dari eksternal. Dia juga mengidentifikasi pertanyaan yang harus ditanyakan ketika menganalisis fungsi sistem, dan memberikan klasifikasi diagnostik untuk menggambarkan gangguan dan pedoman untuk intervensi. Johnson (1980) mengharapkan perawat untuk melakukan penilaian dasar terhadap keseimbangan dan stabilitas sistem perilaku berdasarkan

pengetahuan dan sistem nilai eksplisit. Satu hal penting yang dinyatakan oleh Johnson tentang sistem nilai adalah bahwa mengingat bahwa individu telah

28

dilengkapi dengan pemahaman yang memadai tentang potensi dan sarana untuk memperoleh tingkat fungsional perilaku yang lebih optimal daripada pada saat ini, keputusan akhir terhadap level fungsional yang diharapkan merupakan hak individu (Johnson, 1980). Sumber kesulitan timbul dari stress struktural dan fungsional. Masalah struktural dan fungsional berkembang ketika sistem tidak mampu memenuhi kebutuhan fungsionalnya

sendiri. Ketidakmampuan untuk memenuhi persyaratan fungsional akan menimbulkan gangguan struktural. Selain itu, stres fungsional dapat ditemukan sebagai akibat dari kerusakan struktural atau dari konsekuensi disfungsional perilaku. Masalah lain berkembang ketika kontrol sistem dan mekanisme regulasi gagal untuk berkembang atau menjadi rusak Parker, 2001). Model Johnson ini mengklasifikasikan empat diagnostik untuk menggambarkan diklasifikasikan gangguan sebagai ini. Gangguan dalam setiap subsistem terjadi saat

Insufisiensi

(Ketidakcukupan),

subsistem tidak berfungsi atau tidak berkembang sesuai kapasitas maksimal karena tidak memadainya persyaratan fungsionl (functional requirement: perlindungan-asuhan-stimulus), atau sebagai Disceprancy (Ketidaksesuaian), terjadi ketika perilaku tidak sesuai dengan konsep tujuan. Gangguan yang ditemukan pada lebih dari satu subsistem diklasifikasikan sebagai Incompatibility(Ketidakcocokan), disebut demikian ketika terjadi konflik dari dua atau lebih subsistem perilaku dalam situasi yang sama sehingga merugikan individu, atau sebagai Dominance (Dominasi), terjadi saat salah

29

satu subsistem perilaku digunakan lebih dominan dari yang lain, sehingga merugikan subsistem lainnya. Area ini juga di yakini oleh Johnson sebagai sesuatu yang akan terus berkembang (Basavanthappa, 2007; Tomey & Alligood, 2006; Kozier, 2004; Parker 2001) Elemen penting berikutnya adalah intervensi keperawatan yang digunakan untuk merespon ketidakseimbangan sistem perilaku. Langkah pertama adalah menemukan sumber kesulitan atau asal masalah. Ada sedikitnya tiga jenis intervensi keperawatan yang dapat digunakan untuk membawa perubahan. Pertama Perawat mencoba untuk memperbaiki unit struktural yang rusak dengan mengubah set dan choice individu. Kedua untuk sementara perawat menerapkan tindakan pengaturan dan kontrol. Perawat bertindak di luar lingkungan pasien untuk menyediakan kondisi, sumber daya, dan kontrol yang diperlukan untuk mengembalikan keseimbangan sistem perilaku. Perawat juga bertindak di dalam dan terhadap lingkungan eksternal dan interaksi internal subsistem untuk membuat perubahan dan memulihkan stabilitas. Yang ketiga, dan yang paling umum, modalitas pengobatan yaitu menyediakan atau membantu klien menemukan persyaratan fungsional (perlindungan-asuhan-stimulus) untuk dirinya sendiri. Perawat dapat

memberikan asuhan/nurturance (sumber daya dan kondisi yang diperlukan untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan, melatih klien untuk mengatasi rangsangan baru, mendorong perilaku efektif), stimulasi/stimulation

(pemberian stimulus yang menumbuhkan perilaku baru atau peningkatan perilaku, motivasi untuk perilaku tertentu, dan memberikan peluang untuk

30

perilaku yang sesuai), dan perlindungan/protection (melindungi dari stimuli berbahaya, membela dari ancaman yang tidak perlu, menghadapi ancaman atas nama individu). Perawat dan klien menegosiasikan rencana perawatan. Dengan mengamati hal spesifik dalam prakteknya. Literatur keperawatan, dan penelitian Johnson telah menggunakan bentuk logika penalaran (inductive reasoning) untuk mengembangkan teorinya. logika induktif la menyatakan

bahwa inti yang umum terdapat dalam perawatan. dimana para praktisi menggunakan dalam banyak setting dengan beragam populasi. Johnson memanfaatkan observasi perilakunya selama bertahun-tahun untuk memformulasikan teori umum tentang manusia sebagai sistem perilaku.

2.5 Penerimaan Oleh Keperawatan Hal mendasar bagi setiap disiplin profesional adalah pengembangan dari inti pengetahuan (body of knowledge) yang dimiliki secara ilmiah untuk memandu praktiknya. Model Sistem Perilaku Johnson merupakan sarana untuk

mengidentifikasi, dan mengklasifikasi fenomena penting dalam keperawatan. Model ini telah digunakan oleh perawat sejak awal 1970-an dan telah menunjukkan kemampuannya untuk menyediakan media bagi pertumbuhan teoritis; menyediakan organisasi dan landasan bagi perawat untuk memikirkan, observasi, dan interpretasi dari apa yang diamati, memberikan struktur yang sistematis dan rasional untuk kegiatan, memberikan arahan untuk mencari pertanyaan-pertanyaan penelitian yang relevan, memberikan solusi untuk masalah perawatan pasien, dan, akhirnya, memberikan kriteria untuk menentukan apakah masalah telah terpecahkan.

31

1. Penelitian Stevenson dan Woods (1986) menyatakan: ilmu keperawatan merupakan domain pengetahuan yang bersangkutan dengan adaptasi individu dan kelompok untuk masalah kesehatan aktual atau potensial, lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia dan intervensi dengan tujuan mempromosikan kesehatan dan mempengaruhi konsekuensi

penyakit. Pernyataan ini memfokuskan upaya dalam ilmu keperawatan pada perluasan pengetahuan tentang masalah kesehatan klien dan terapi keperawatan. Perawat peneliti telah menunjukkan kegunaan model

keperawatan Johnson dalam praktek klinis dengan berbagai cara. Sebagian besar penelitian memfokuskan pada fungsi klien dalam hal memelihara atau memulihkan keseimbangan sistem perilaku, pemahaman sistem dan atau subsistem dengan berfokus pada ilmu-ilmu dasar, atau berfokus pada perawat sebagai agen dari tindakan yang menggunakan teori perilaku Johnson untuk mengumpulkan data diagnostik atau memberikan perawatan yang mempengaruhi keseimbangan sistem perilaku. Dr. Anayis Derdiarian dalam program penelitiannya melibatkan baik klien dan perawat sebagai agen dari tindakan. Penelitian awal dirancang untuk mengukur dan menggambarkan perubahan perilaku yang dirasakan pasien kanker, menggunakan perspektif model perilaku Johnson

(Derdiarian, 1983; Derdiarian & Forsythe, 1983). Penelitian ini didasarkan pada premis Johnson bahwa penyakit adalah stimulus berbahaya yang mempengaruhi keseimbangan sistem perilaku. Hasil yang ditunjukkan oleh

32

instrumen memiliki validitas isi, konsistensi internal dan reliabilitas yang kuat. Studi lanjutan (Derdiarian, 1988) menjelaskan pengaruh variabel usia, tempat, dan stadium kanker pada "set" perilaku dari subsistem model perilaku Johnson. Penelitian ini juga semakin menguatkan validitas instrument yang digunakan yaitu model perilaku Johnson. Dalam beberapa artikelnya Derdiarian (1991) menunjukkan hubungan yang jelas antara teori keperawatan Johnson dan praktek keperawatan. Didasarkan pada teori perilaku Johnson Derdiarian mengembangkan Derdiarian Behavorial System Model. Holady (1974) meneliti pola normal dan atipikal perilaku anak-anak dengan penyakit kronis dan perilaku orang tua mereka, serta keterkaitan antara anak-anak dan lingkungan. Tujuan penelitian adalah untuk

menentukan penyebab ketidakstabilan dalam dan di antara subsistem (misalnya, kerusakan di mekanisme regulasi atau pengendalian internal), dan untuk mengidentifikasi sumber masalah dalam menyeimbangkan sistem perilaku. Pada tahun yang sama Holaday membandingkan perilaku prestasi anak sakit kronis dan sehat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak sakit kronis berbeda dalam kecenderungan attributional bila dibandingkan dengan anak-anak yang sehat, dan bahwa pola respon berbeda dalam kelompok sakit kronis bila dibandingkan dengan dimensi tertentu (misalnya, jenis kelamin, usia saat diagnosis). Seri berikutnya studi menggunakan konsep "set perilaku" dan meneliti bagaimana ibu dan bayi mereka yang sakit kronis berinteraksi (Holaday, 1981, 1982, 1987).

33

Penelitian terbaru (Holaday, Turner-Henson, & Swan, 1997) melihat model perilaku Johnson secara holistic dimana diasumsikan bahwa semua proses-bagian biologis, fisik, psikologis, dan sociocultural saling

berhubungan.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak dari kurangnya kebutuhan fungsional pada perilaku anak dapat diketahui, identifikasi ketidakseimbangan sistem perilaku dapat dilakukan dan jenis dan bentuk intervensi keperawatan spesifik untuk mengatasi hal tersebut. Wilke, Lovejoy, Dodd, dan Tesler (1988) teori Johnson digunakan untuk memeriksa perilaku pengontrolan nyeri pada pasien kanker. Temuan mereka mendukung asumsi bahwa perilaku subsistem agresif / pelindung dikembangkan dan dimodifikasi dari waktu ke waktu. Lovejoy (1983) menemukan bahwa persepsi anak-anak leukemia dipengaruhi oleh gangguan perilaku pada keluarga. Lewis dan Randell (1990) teori sistem perilaku Jhonson digunakan untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang paling umum terjadi pada pasien geopsychiatric yang dirawat di rumah sakit. Mereka menemukan bahwa 30% terkait dengan subsistem pencapaian

(achievement). Mereka juga menemukan bahwa model sistem perilaku Johnson ini lebih spesifik daripada diagnosis NANDA. Poster, Dee, dan Randell (1997) menemukan bahwa model sistem perilaku Jhonson merupakan kerangka kerja yang efektif untuk digunakan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada pasien. Semua studi ini telah menunjukkan

34

bahwa model sistem perilaku Jhonson memperkaya body of knowledge dari keperawatan. 2. Pendidikan Model Johnson digunakan sebagai dasar untuk pendidikan sarjana di UCLA School of Nursing. Kurikulum dikembangkan oleh fakultas, namun tidak ada materi yang dipublikasikan tersedia yang menjelaskan proses ini. Universitas Hawai, Alaska, dan Colorado juga menggunakan Model Johnson sebagai dasar untuk kurikulum sarjana mereka.

Loveland-Cherry dan Wilkerson (1983) menganalisa dan menyimpulkan bahwa model Johnson dapat digunakan untuk mengembangkan

kurikulum. Fokus utama dari program ini adalah mempelajari manusia sebagai sistem perilaku. Sebagai tambahan untuk memahami teori sistemsistem, siswa juga memerlukan pengetahuan dalam bidang biologi dan perhatian pada bidang psikologi dan sosiologi. 3. Praktik dan Administrasi Keperawatan Johnson telah mempengaruhi praktek keperawatan karena ia memungkinkan perawat untuk membuat pernyataan tentang hubungan antara input dan hasil perawatan kesehatan bagi klien. Model ini berguna dalam praktek karena sistem mengidentifikasi perilaku), yang suatu produk akhir tujuan

(menyeimbangkan

merupakan

keperawatan. Model ini menyediakan sarana untuk mengidentifikasi sumber masalah dalam sistem. Salah satu contoh terbaik dari penggunaan model dalam praktik yang telah di University of California, Los Angeles, Rumah

35

Sakit Neuropsikiatrik (UCLA-NPI). Auger dan Dee (1983) merancang suatu sistem klasifikasi pasien menggunakan model Johnson tersebut. Penggunaan model memiliki dampak besar pada semua tahapan proses keperawatan, termasuk proses pengkajian yang lebih sistematis, identifikasi kekuatan pasien sebagai area masalah, dan kriteria hasil untuk mengevaluasi kualitas asuhan keperawatan (Dee & Auger , 1983). Karya-karya awal Dee dan Auger mengakibatkan perbaikan lebih lanjut dalam sistem klasifikasi pasien. Perilaku indeks untuk setiap subsistem telah lebih lanjut dioperasionalkan dalam hal perilaku kritis adaptif dan maladaptif. Data perilaku dikumpulkan untuk menentukan efektivitas setiap subsistem (Desember & Randell, 1989; UCE, 1990). Berdasarkan data perilaku, setiap subsistem diberi skor kategori perilaku berkisar antara 1 sampai 4 (1 = efektif; 2 = tidak konsisten efektif; 3 = tidak efektif, dan 4 = sangat tidak efektif). Selain itu, data yang dikumpulkan untuk menentukan sejauh mana lingkungan internal dan eksternal melindungi, memelihara, dan / atau merangsang subsistem perilaku. Proses diagnostik didasarkan pada tingkat efektivitas atau pada efektivitas setiap subsistem perilaku. Skor kategori keseluruhan perilaku ditentukan untuk sistem keseluruhan perilaku berkisar antara 1 sampai 4 (1 = kesehatan, 2 = potensial untuk deviasi kesehatan; 3 = penyakit; dan 4 = penyakit kritis). Pembentukan dan penetapan prioritas tujuan dilakukan antara pasien / keluarga dan perawat (Dee & Randell, 1989). Intervensi Keperawatan disusun berdasarkan frekuensi, intensitas, dan sifat kontrak keperawatan. Prediksi hasil dan tujuan jangka pendek

36

digunakan untuk menentukan apakah peningkatan efektivitas perilaku telah tercapai. Nilai tersebut memberikan dasar untuk mengalokasikan sumber daya. Sumber daya dialokasikan berdasarkan tingkat intervensi

keperawatan, dan kebutuhan sumber daya dihitung berdasarkan jumlah pasien berdasarkan tingkat intervensi keperawatan dan jam asuhan keperawatan yang terkait dengan masing-masing tingkat (Dee & Randell, 1989) . Pengembangan sistem ini telah memberikan petunjuk pada administrasi keperawatan dengan cara mengidentifikasi tingkat staf yang diperlukan (berapa jumlah registered nurse dan berapa jumlah perawat vokasional), tagihan pasien untuk layanan asuhan keperawatan yang sebenarnya, dan mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang mutlak diperlukan pada saat terjadi pembatasan anggaran. Penelitian terbaru telah menunjukkan pentingnya database catatan medis berbasis model-

keperawatan (Poster, Dee, & Randell, 1997) dan efektivitas penggunaan model untuk mengidentifikasi karakteristik dari sebuah rumah sakit besar dalam kaitannya dengan keperawatan, tingkat fungsional pasien dalam proses penerimaan pasien baru serta discharge planning, serta lama dirawat (Dee, Van Servellen, & Brecht, 1998). Karya Vivien Dee dan rekanrekannya telah menunjukkan validitas dan kegunaan dari model sistem perilaku Johnson sebagai dasar untuk praktek klinis keperawatan dalam setting pelayanan kesehatan. Dari hasil kerja mereka, jelas bahwa model sistem perilaku Johnson membentuk kerangka kerja yang sistematis untuk pengkajian pasien dan intervensi keperawatan, memberikan kerangka acuan

37

umum untuk semua praktisi dalam pengaturan klinis, memberikan kerangka kerja pada staf tentang perawatan pada klien , dan meningkatkan kontinyuitas layanan keperawatan.

2.6 Kelemahan Teori 1. Teori Johnson relatif sederhana dalam hubungan beberapa konsep. Manusia digambarkan sebagai sistem perilaku yang terdiri dari tujuh subsistem. Perawat merupakan kekuatan pengaturan eksternal. Akan tetapi teori tersebut berpotensi menjadi komplek karena sejumlah kemungkinan inter relasi antar sistem perilaku dan diantra sistem perilaku dan subsistem-subsistemnya. Meski demikian pada titik ini hanya sedikit diantara hubungan potensial tersebut yang tergali. 2. Teori Jhonson relatif tak terbatas saat diterapkan pada individu yang sakit. Tetapi ia belum banyak dipakai pada individu atau kelompok yang kondisinya baik. Johnson menganggap manusia sebagai sistem perilaku tersusun atas tujuh subsistem, kumpulan sistem-sistem perilaku interaktif. Peranan perawat dalam kondisi tidak-berpenyakit tidak didefinisikan dengan jelas. 3. Kesesuain empiris sulit dicapai ketika suatu teori mengandung konsep terlalu abstrak dan hanya memiliki potensi keumuman. Kesesuaian empiris dapat diperbaiki jika ia mengnalakan sub konsep yang terdefinisi dengan baik dan memiliki indikator-indikator realitas. Unit-unit dan hubungan unit-unit dalam teori Johnson secara konsiten didefinisikan dan digunakan, akan tetapi teori

38

ini hanya memiliki tingkat kesesuaian empiris moderat karena konsepkonsepnya yang terlalu abstrak sehingga perlu didefinisikan lebih baik. 4. Dalam teorinya Johnson menyebut tentang lingkungan eksternal dan internal akan tetapi ia belum menjelaskan dengan jelas definisi dari kedua komponen tersebut. 5. Informasi tentang peranan klien hanya tersedia sedikit, sehingga sulit untuk menilai apakah hubungan antara sistem perilaku dan perawatan bersifat interaktif atau reaktif. 6. Penggunaan istilah-istilah dalam tulisan Johnson yang berkaitan dengan teorinya seperti balance, stabillity dan equilibrium; adjustmen dan adaptation; disturbances, disequilibrium dan behavioral disorder digunakan bergantiganti, yang mengaburkan arti masing-masing. 7. Johnson juga tidak menyebutkan dengan jelas kriteria hasil yang diharapkan jika salah satu subsistem diintervensi. 8. Adanya suatu ekspektasi bahwa tindakan keperawatan tertentu akan menciptakan hasil (homeostasis) yang sama untuk penerapan pada kultur yang berbeda. 9. Model Keperawatan Johnson berfokus pada perilaku sehingga perawat akan kesulitan menerapkan teori ini pada klien dengan gangguan fisik. 10. Model ini terlalu bersifat individual sehingga jika diterapkan untuk memberi asuhan pada kelompok perawat akan mengalami kesulitan untuk

mengimplementasikannya. Teori ini orientasi utamanya adalah pasien sehingga keluarga dianggap sebagai lingkungan. Teori ini kurang fleksibel.

39

BAB 3 APLIKASI TEORI

Judy

Grubs

(1974)

mengadaptasi

teori

proses

perawatan

dengan

mengembangkan suatu perangkat penilaian dan lembar proses perawatan berdasar pada tujuh susistem. Pertanyaan - pertanyaan dan observasi terkait dengan tiap subsistem memberikan alat bantu yang handal untuk mengumpulkan data penting. Dengan menggunakan alat bantu ini, perawat dapat menemukan pilihan-pilihan perilaku lain yang akan mcmudahkan klien menyempurnakan tujuan kesehatannya. Pada tahun yang sama Bonnie Holaday memakai teori tersebut sebagai model untuk mengembangkan alat bantu penilaian ketika merawat anak-anak. Alat bantu ini digunakan perawat untuk menggambarkan perilaku anak-anak secara obyektif dan membimbing tindakan keperawatan. Holaday menyimpulkan bahwa pemakai teori Johnson memberikan petunjuk untuk merencanakan dan memberikan perawatan berdasar pengetahuan ilmiah. 3.1 Pengkajian

Komponen yang perlu dikaji dalam tahap ini adalah yang berkaitan dengan 7 subsistem yang telah ditetapkan oleh Johnson yaitu :

36

40

1.

Subsistem

Keterikatan

(Attachment-Affiliation):

berfokus

pada

hubungan dan kehadiran orang lain dalam system social dimana klien berada. 2. Subsistem Ketergantungan (Dependency): berfokus pada bagaimana cara klien menyampaikan apa yang dibutuhkannya kepada/dari orang lain di lingkungannya sehingga orang lain bisa membantunya memenuhi kebutuhan tersebut. 3. Subsistem Seksualitas (Sexuality): berfokus pada pola dan perilaku seksual 4. Subsistem Agresif (Aggressive): mengandung pertanyaan tentang bagaimana cara klien melindungi dirinya dari ancaman dan baimana ia menjaga keamanan diri. 5. Subsistem Eleminasi (Elimination): mengkaji pola buang air besar dan buang air kecil pada klien serta keadaan social yang mendukung proses tersebut 6. Subsistem Ingesti (Ingestion): mengkaji pola intake cairan dan makanan pada klien, termasuk lingkungan social dimakan makanan dan minuman tersebut dicerna. 7. Subsistem Pencapaian (Achievement): berfokus pada bagaiman cara individu memanfaatkan lingkungannya untuk mencapai tujuan tertentu.

Grubb menyusun alat pengkajian berdasarkan subsistem dari model sistem perilaku Johnson, ia menambahkan satu subsistem baru yaitu subsistem restoratif

41

adalah suatu sistem yang bertujuan untuk mengurangi kelelahan dan/atau mencapai status keseimbangan dengan cara mengisi dan menganti distribusi energi diantara subsistem; meredistribusi energi. Subsistem ini berfokus pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari (ADLs).

3.2 Diagnosa Diagnosis keperawatan bisa muncul dari masalah keperawatan yang bersumber pada subsistem atau antar subsistem. Diagnosis lebih mengarah pada subsistem dibandingkan berfokus pada masalah. Johnson dalam tulisan ilmiahnya tidak pernah menyebutkan pengklasifikasin diagnosis secara langsung.

Pengklasifikasian ini dilakukan oleh Gruup, ia mengklasifikasikan empat diagnosis untuk menggambarkan gangguan pada atau antar subsistem yaitu:

1. Insufisiensi (Ketidakcukupan), terjadi saat subsistem tidak berfungsi atau tidak berkembang sesuai kapasitas maksimal karena tidak memadainya persyaratan fungsional gangguan ini terjadi pada subsistem. 2. Disceprancy (Ketidaksesuaian), terjadi ketika perilaku tidak sesuai dengan konsep tujuan. Keganjilannya adalah adanya ketidakcocokan antara tindakan dan tujuan dari subsistem walaupun set dan choice kemungkinan berpegaruh kuat terhadap tindakan yang tidak efektif tersebut. 3. Gangguan yang ditemukan pada lebih dari satu subsistem diklasifikasikan sebagai Incompatibility (Ketidakcocokan), disebut demikian ketika (perlindungan-asuhan-stimulus),

42

terjadi konflik dari dua atau lebih subsistem perilaku dalam situasi yang sama sehingga merugikan individu. 4. Dominance (Dominasi), terjadi saat salah satu subsistem perilaku digunakan lebih dominan dari yang lain, sehingga merugikan subsistem lainnya. Area ini juga di yakini oleh Johnson sebagai sesuatu yang akan terus berkembang.

3.3 Perencanaan Rencana tindakan keperawaan harus diawali dari penyelesaian masalah di subsistem dengan berorientasi pada tujuan fungsional keseimbangan system perilaku secara keseluruhan. Jika dikaitkan dengan diagnosis keperawatan perencanaan tindakan merupakan suatu hal yang agak rumit karena sedikitnya input klien pada penyusunannya. Rencana tindakan berfokus pada tindakan perawat untuk memodifikasi perilaku klien. Tindakan ini bertujuan untuk menciptakan homeostasis pada subsistem berdasarkah hasil pengkajian perawat tentang tujuan, drive, set, choice serta perilaku klien yang bisa diamati. Rencana tindakan terdiri atas perlindungan, pengasuhan dan stimuli pada subsistem. 3.4 Impelementasi Implementasi yang dilakukan oleh perawat mengambarkan kekuatan eksternal dalam memanipulasi subsistem sehingga kembali dalam keadaan seimbang, model keperawatn Johnson berfokus dan bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan subsistem. Implementasi berfokus pada pencapaian tujuan tindakan keperawatan yang telah ditentukan.

43

3.5 Evaluasi Evaluasi dilakukan berdasarkan tujuan tindakan untuk mencapai

keseimbangan pada subsistem yang bermasalah. Data dasar harus ada untuk mengevaluasi apakah klien telah kembali pada perilaku dasarnya. Jika terjadi penyimpangan seperti pada pengkajian maka jika klien telah kembali ke perilaku dasarnya perawat harus mampu mengobservasi hal tersebut. Evaluasi dari implementasi bisa terlaksana dengan baik apabila tujuan tendakan telah dirumuskan dengan jelas sebelum dilakukannya implementasi.

44

BAB 4 PEMBAHASAN

Teori Johnson dan tulisan-tulisannya yang terkait mencerminkan pengetahuan yang mendalam baik tentang perkembangan dan teori sistem secara umum. Model keperawatan yang disusun oleh Johnson menunjukkan perpaduan yang menakjubkan antara teori dan konsep dari kedua area tersebut (perkembangan dan sistem). Model Johnson menggabungkan lima prinsip inti : keutuhan dan ketertiban, stabilisasi, reorganisasi, interaksi hierarkis, dan kontradiksi dialektis. Masing-masing prinsip umum dari sistem tersebut merupakan analog dalam teori perkembangan yang ia gunakan untuk memverifikasi keabsahan modelnya. Johnson memandang individu atau manusia sebagai sistem terbuka dengan subsistem terorganisir, saling terkait, dan saling tergantung. Berdasarkan interaksi dan independensi subsistem, seluruh organisme manusia (sistem) adalah lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya (subsistem). Keseluruhan dan bagian-bagian tersebut menciptakan sebuah sistem dimana bagian yang satu tidak akan memiliki kesinambungan dan identitas tanpa adanya bagian yang lain. Representasi keseluruhan model juga dapat dilihat sebagai sebuah sistem perilaku dalam lingkungan. Sistem perilaku dan lingkungan dihubungkan oleh interaksi dan transaksi. Kita mendefinisikan orang (sistem perilaku) terdiri dari subsistem dan lingkungan terdiri dari fisik, interpersonal (misalnya ayah, ibu teman, saudara), dan sosial budaya (misalnya, peraturan dan adat istiadat rumah, sekolah,

45

negara, dan konteks budaya lainnya) komponen yang menyediakan imperatif sustenal (Drubbs, 1980; Johnson, 1990; Mcleis, 1991). Stabilisasi atau menyeimbangkan sistem perilaku merupakan prinsip inti dari model system perilaku Johnson. Sistem bersifat dinamis sehingga merespon perubahan kontekstual baik dengan proses homeostatic atau homeorhetic. Sistem memiliki titik set (seperti thermostat) bahwa mereka mencoba untuk mempertahankan dengan mengubah kondisi internal untuk mengkompensasi perubahan kondisi eksternal. Termoregulasi manusia adalah contoh dari proses homeostasis terutama biologis tetapi juga perilaku (menyalakan pemanas). Dari perspektif sistem perilaku, homeorhesis adalah proses stabilisasi yang lebih penting daripada

homeostatis. Dalam homeorhesis stabilitas sistem sekitar lintasan/lingkungan lebih penting daripada set point. Sebagai contoh balita yang digips mungkin menunjukkan keterlambatan perkembang motorik tetapi segera setelah gips dilepas ia akan menunjukkan keterampilan motorik sesuai dengan usia. Seorang dewasa yang baru didiagnosa dengan asma yang pada awalnya tidak menerima pendidikan kesehatan yang layak sampai setahun setelah diagnosis berhasil menyesaikan diri dengan kegiatan sehari-hari. Ini adalah contoh dari proses homeorhetic atau kecenderungan diri untuk beradaptasi dari waktu ke waktu. Apa yang perawat amati dari perkembangan atau adaptasi sistem perilaku merupakan produk dari stabilisasi. Ketika seseorang sakit atau terancam dengan penyakit, ia mengalami gangguan biopsikososial. Perawat, menurut Johnson bertindak sebagai regulator eksternal, dan memantau respon pasien dan mencari perilaku adaptasi yang terjadi. Jika sistem perilaku kembali seimbang, tidak perlu untuk intervensi, tapi jika hal tersebut tidak

46

terjadi maka perawat harus bertindak untuk membantu pasien mengembalikan keseimbangan sistem perilakunya . Adaptasi didefinisikan sebagai perubahan yang memungkinkan sistem perilaku untuk mempertahankan poin set terbaik dalam situasi yang baru. Jika sistem perilaku tidak dapat mengasimilasi kondisi baru sehingga proses adaptasi tidak tercapai maka akomodasi harus terjadi baik dalam bentuk menciptakan hubungan baru antara subsistem atau dengan membentuk tatanan yang lebih tinggi pada skema kognitif yang berbeda (set, pilihan). Perawat berperan penting dalam menyediakan kondisi atau sumber daya untuk membantu proses akomodasi, mungkin memaksakan regulasi atau mekanisme kontrol untuk merangsang atau memperkuat perilaku tertentu, atau mungkin mencoba untuk memperbaiki komponen struktural (Johnson, 1980). Perbedaan antara stabilisasi dan reorganisasi adalah bahwa yang kedua melibatkan perubahan atau evolusi. Diagnosis penyakit kronis, kelahiran anak, atau

pengembangan rejimen gaya hidup sehat untuk mencegah penyakit adalah contoh di mana akomodasi tidak hanya mempromosikan keseimbangan sistem perilaku, tetapi juga melibatkan proses perkembangan yang mengakibatkan pembentukan tatanan yang lebih tinggi atau sistem perilaku yang lebih kompleks. Kekuatan motivasi untuk perubahan perilaku merupakan prinsip yang penting. Johnson menggambarkan ini sebagai drive (dorongan) dan mencatat bahwa respon ini dikembangkan dan dimodifikasi dari waktu ke waktu melalui pematangan, pengalaman, dan belajar. Stabilisasi dan reorganisasi merupakan reaksi terhadap perubahan lingkungan. Kegiatan seseorang dalam lingkungan meningkatkan

pengetahuan dan perkembangan. Domain lingkungan terdiri atas pengaturan biologis,

47

psikologis, budaya, keluarga, sosial, dan fisik. Ketika dihadapkan dengan penyakit atau ancaman penyakit. Individu perlu menjaga keseimbangan sistem perilaku jangan sampai terjadi kontradiksi antara tujuan dengan status fisik, peran sosial, dan status kognitif. Selama periode ini intervensi perawat ini dapat membuat perbedaan yang signifikan dalam kehidupan orang-orang yang terlibat. Johnson tidak memberikan definisi lain dari lingkungan, ia juga tidak mengidentifikasikan apa yang disebut lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Tetapi banyak yang dapat disimpulkan dari tulisan-tulisannya, dan teori sistem juga menyediakan informasi tambahan ke dalam komponen lingkungan model. Holaday (2001) melihat lingkungan eksternal sebagai orang, benda, dan fenomena yang berpotensi dapat menembus batas dari sistem perilaku. Stimulus eksternal ini membentuk pola yang terorganisir atau bermakna yang memunculkan tanggapan dari individu. Sistem perilaku menjaga keseimbangan pada waktu menanggapi pengaruh faktor lingkungan dengan mengasimilasi dan mengakomodasi kekuatan-kekuatan yang menganggu kestabilannya. Substansi dalam lingkungan eksternal yang menjadi bidang perawat antara lain pengaturan fisik, orang, benda, fenomena, dan atribut psikososial-budaya lingkungan.Jonhson tidak mendefinisikan "lingkungan internal" secara khusus dan tidak pula tercantum pada tulisantulisannya. Akan tetapi ia memberikan informasi rinci tentang struktur internal dan bagaimana fungsinya. Dia juga menulis bahwa penyakit atau perubahan lingkungan internal atau eksternal secara tiba-tiba merupakan penyebab tersering atas kerusakan yang terjadi pada sistem (Johnson, 1980). Holaday (2001) memfokuskan perhatian pada mekanisme pengaturan internal. Oleh karena itu, Holady melihat faktor-faktor

48

seperti sebagai fisiologi, temperamen, ego, usia, fase perkembangan, sikap, dan konsep diri sebagai regulator umum yang merupakan variabel internal yang mempengaruhi tujuan, set, pilihan, dan tindakan. Dimana hal-hal tersebut merupakan bidang utama untuk pengkajian keperawatan. Sebagai contoh, seorang perawat

mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasar anak berusia 6 tahun yang sedang di rawat di rumah sakit, maka perawat perlu tahu tentang karakteristik fase perkembangan anak usia 6 tahun, konsep diri dan perkembangan ego untuk memahami perilaku anak tersebut Model system perilaku Johnson ini telah memberikan beberapa fitur unik yang tidak ada dalam model lainnya karena dapat menganalisis respon pasien dalam hal keseimbangan sistem perilaku berdasarkan sudut pandang perkembangan, sebagai perawat kita harus mengerti komponen perkembangan untuk mengetahui dan memahami proses stabilisasi dan sumber gangguan yang menyebabkan reorganisasi. Johnson tidak menentukan langkah-langkah dari proses keperawatan, tetapi dengan jelas mengidentifikasi peran perawat sebagai kekuatan pengaturan dari eksternal. Dia juga mengidentifikasi pertanyaan yang harus ditanyakan ketika menganalisis fungsi sistem, dan memberikan klasifikasi diagnostik untuk menggambarkan gangguan dan pedoman untuk intervensi. Jika dilihat dari contoh studi kasus dapat di cermati bahwa teori model ini pada tahap pengkajian lebih mengarah pada pengkajian perilaku. Komponen biologis dan psikologis tiap komponen belum jelas. Gangguan dalam setiap subsistem berdasarkan model Johnson oleh Grubb diklasifikasikan sebagai Insufisiensi (Ketidakcukupan), terjadi saat subsistem tidak

49

berfungsi atau tidak berkembang sesuai kapasitas maksimal karena tidak memadainya persyaratan fungsionl (functional requirement: perlindungan-asuhan-stimulus), Disceprancy (Ketidaksesuaian), terjadi ketika perilaku tidak sesuai dengan konsep tujuan. Incompatibility (Ketidakcocokan), disebut demikian ketika terjadi konflik dari dua atau lebih subsistem perilaku dalam situasi yang sama sehingga merugikan individu, atau sebagai Dominance (Dominasi), terjadi saat salah satu subsistem perilaku digunakan lebih dominan dari yang lain, sehingga merugikan subsistem lainnya. Area ini juga di yakini oleh Johnson sebagai sesuatu yang akan terus berkembang (Basavanthappa, 2007; Tomey & Alligood, 2006; Parker 2001) Pada tahap penyusunan rencana tindakan dimulai pada subsistem yang pada akhirnya akan menghasilkan keseimbangan sistem perilaku secara keseluruhan. Pada tahap ini karena perawatan dilihat sebagai kekuatan regulator eksternal yang bertindak untuk memulihkan keseimbangan sistem perilaku maka pada penyusunan rencana lebih didominasi oleh perawat dan kurang menyertakan klien. Intervensi berfokus pada mekanisme regulasi dan kontrol serta syarat fungsional yang terdiri dari perlindungan (protection), asuhan (nurturance) dan stimuli (stimulation) pada perilaku adaptif. Intervensi yang dilakukan oleh perawat menggambarkan kekuatan eksternal dalam memanipulasi subsistem sehingga kembali dalam keadaan seimbang dan pemenuhan akan syarat fungsional. Tahap evaluasi, pada tahap ini diharapkan akan tercipta perilaku klien yang efektif dan efisien, akan tetapi Johnson tidak menyebutkan dengan jelas kriteria hasil yang diharapkan jika salah satu subsistem diintervensi.

50

BAB 5 KESIMPULAN

Dorthy E. Johnson meyakini bahwa asuhan keperawatan dilakukan untuk membantu individu memfasilitasi tingkah laku yang efektif dan efisien untuk mencegah timbulnya penyakit. Manusia adalah makhluk yang utuh dan terdiri dari 2 sistem yaitu sistem biologi dan tingkah laku tertentu. Lingkungan termasuk masyarakat adalah sistem eksternal yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Seseorang diakatan sehat jika mampu berespon adaptif baik fisik, mental, emosi dan sosial terjadap lingkunagn internal dan eksternal dengan harapan dapat memelihara kesehatannya. Asuhan keperawatan dilakukan untuk membantu kesimbangan individu terutama koping atau cara pemecahan masalah yang dilakukan ketika ia sakit. Menurut Johnson ada 4 tujuan asuhan keperawatan kepada individu, yaitu agar tingkah lakunya sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat, mampu beradaptasi terhadap perubahan fungsi tubuhnya, bermanfaat bagi dirinya dan orang lain atau produktif serta mampu mengatasi masalah kesehatan yang lainnya.

51

BAB 6 SKENARIO ROLE PLAY

Tn.S MRS tadi malam dan dirawat di RS Dr.Siswoyo di ruang F kamar no 9 dengan diagnosa DM tipe 2 hiperglikemia akut. Tn. S sudah sejak 5 tahun yang menderita DM yang bermula dari kebiasaan Tn. S yang suka mengkonsumsi makanan yang kurang sehat, hal tersebut diperkuat dengan adanya riwayat kesehatan keluarga Tn. S bahwa ayah Tn.S juga terkena DM. Tn. S baru KRS (Keluar Rumah Sakit) kurang lebih 2 bulan yang lalu. Pagi ini Ners A melakukan pengkajian terhadap kondisi Tn. S Ners A : Selamat pagi Tn. S Tn. S : Pagi sus

Ners A : Tn. S bukankah baru beberapa bulan yang lalu keluar dari rumah sakit ini? Bagaimana kadar gula darahnya bisa tinggi lagi? Kalau begitu saya cek kadar gula darah bapak pagi ini ya? Bapak tadi makan terakhir jam berapa pak? (sambil menyiapkan alat untuk cek gula darah) Tn S : Silahkan sus, ehmmm kira2 2 jam yang lalu sus

(Ners A lalu mengecek kadar gula darah Tn S, dan hasilnya 290 g/dl) Ners A : Pak, hasilnya cukup tinggi 290 g/dL (sambil menunjukkan hasilnya ke Tn.S), Apakah bapak sudah benar-benar mengikuti program manajemen diabetes dari rumah sakit? Tn. S : Benar sus....saya sudah olahraga pagi jalan-jalan tiap hari, tidak makan makanan yang dilarang di leaflet dan rutin minum obat, bagaimana bisa ya sus?

52

Ners A : Bu, bagaimana pola makan bapak selama ini? Apa selalu mengikuti program dari rumah sakit? Bagaimana dengan Aktivitas dirumah? Bagaimana dengan konsumsi obatnya? Ny S : Nah, itu dia sus, bapak itu kalau ke kondangan waktu nikahan anaknya pak parto, bapak makan rawon, sate gule, Trus sudah 3 hari kemaren bapak pas bapak jadwalnya olahraga pagi malah nonton tv di rumah Tn. S : Lha namanya juga tetangga bu, kan sungkan kalau kondangan disuguhi makanan kok gak mau makan, nonton tv kan refreshing buuu.... lagipula ibu juga kalo nyiapin makanan, makanan yang gak enak dikasihkan bapak, yang enak ibu makan sama devi sendiri, lha bapak kan ya kepengen bu (Ners A telah melakukan pengkajian pada susbsistem Ingesti) Ners A : Bagaimana BAB dan BAK Bapak selama di rumah? Tn.S : Akhir-akhir ini saya sering kencing dan warnanya keruh, sulit BAB dan tidak teratur sus (Ners A te lah melakukan pengkajian pada susbsistem Eliminasi dan Ners A akan melakukan pengkajian pada susbsistem Proteksi) Ners A : Bagaimana dengan manajemen perlindungan terhadap luka? Apakah bapak memakai sandal saat keluar rumah dan apakah bapak merawat kaki? Ny.S : Sudah sus, saya malah sering mengingatkan bapak, membantu merawat kaki bapak dan bahkan bapak tidak mau merawat sendiri, selalu saya yang melakukannya.

53

Ners A : Syukurlah kalau begitu, berarti dukungan yang diberikan keluarga sudah baik dan keluarga mampu mengimbangi ketergantungan Tn.S. (Ners A telah melakukan pengkajian pada susbsistem Keterikatan dan

Ketergantungan) Ners A : Selanjutnya apakah sakit bapak ini mempengaruhi hubungan suami-istri saat malam hari? Tn.S : Sampai saat ini tidak ada masalah sus, tetap konsisten. (Ners A telah melakukan pengkajian pada susbsistem Seksualitas) Ners A : Syukurlah pak apakah harapan bapak dan ibu saat ini? Kira-kira apa yang bisa mendukung bapak mencapai hal tersebut? Ny.S : Yah, semoga bapak segera sembuh dan keluarga kami kembali berjalan normal. Kami mohon dibantu untuk mengupayakannya sus.. (Ners A telah melakukan pengkajian pada susbsistem Pencapaian) Ners A : Baik jika begitu dan karena hasil gula darahnya masih tinggi, maka kita perlu menyediakan waktu untuk mengevaluasi manajemen diabetes yang bapak lakukan selama dirumah. Nanti siang setelah makan siang, rekan saya akan membantu bapak dan keluarga untuk mendiskusikannya. Apakah bapak dan ibu bersedia? Tn.S dan Ny. S : Baik sus (Setelah mendokumentasikan hasil pengkajian tersebut dan menyusun rencana keperawatan maka setelah makan siang Ners B melakukan Health Education kepada Tn.S dan Ny.S)

54

Ners B : Selamat siang pak, sesuai kesepakatan bapak dengan Ners.A tadi, saya adalah Ners B yang akan berdiskusi dengan bapak dan ibu tentang manajemen diabetes. Tn.S : Iya sus, ini istri saya.

Ners B : Baik pak, sebelumnya saya ingin tahu apa yang sudah bapak dan ibu pahami tentang manajemen diabetes? Ny.S : pengelolaan diabetes tipe II

Ners B : Baik, bapak dan ibu S, saya ingin tahu, apa tujuan ibu dan bapak mengikuti program manajemen diabetes yang sebenarnya? Tn. S Ny. S : Ya kepengen sembuh sus : Iya sus, ya kepengen bapak sembuh

Ners B : Nah, kemaren bapak sudah diajari tentang penyakit kronis itu apa kan pak? Tn S : Iya sus, penyakitnya nggak bsa ilang tapi bisa disiasati/dikelola biar nggak terjadi komplikasi sus, nah penyakit itu termasuk diabetes. Ners B : Nah arti mengelola itu bagaimana menurut pemahaman bapak? Tn S : Yaahhh....itu sus harus mengikuti aturan

Ners B : Nah aturan yang seharusnya dilakukan bapak apa pak? Tn S : Ehhmm... olahraga teratur, diet 3J sama minum obat teratur sus

Ners B : Betul bapak, Apa saja diet 3J itu? Ny.S : Tepat Jenis, Tepat Jumlah dan Tepat Jadwal

Ners B : Baik, bapak sudah paham tentang diet pada diabetes, tetapi entu saja aturan2 itu tidak akan keluarga bisa maksimal dilakukan bapak tanpa bantuan

55

Ny. S

: Maksudnya bgmn sus?

Ners B : Keluarga adalah salah satu faktor pendukung keberhasilan manajemen diabetes bapak, dalam artian ibu yang menyiapkan makan bapak, ibu yang mengingatkan bapak, serta kalau bisa ibu juga mengatur jadwal yang tidak bertentangan dengan jadwal aktivitas bapak bu. Dan untuk bapak S, tadi sudah bapak katakan bahwa bapak ingin sembuh, nah apa usaha bapak untuk mencapainya pak?? Tidak ada hasil tanpa usaha bukan? Kalau bapak Cuma ingin tanpa melakukan usaha maka tidak mungkin bapak akan mendapatkan hasil yang ingin bapak peroleh Akhirnya Tn. S dan keluarga berkomitmen untuk mematuhi aturan diet, aktivitas dan konsumsi obat agar penyakit DM nya terkontrol.

56

DAFTAR PUSTAKA

Вам также может понравиться