Вы находитесь на странице: 1из 29

BAB I LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Umur : Tn. J : 42 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan Alamat No.MR Masuk RS : Supir : RT. 19 Tempino : 763578 : 30 September 2013

II.

ANAMNESIS (Autoanamnesis) Keluhan utama : Sakit dan bengkak dipersendian kaki kiri dan kanan 3 Hari SMRS Riwayat penyakit sekarang : Dua bulan SMRS, os mengeluh mual dan muntah. Keluhan ini dirasakan setiap hari. Muntah berisi makanan yang os makan. Selain itu sejak 3 bulan itu os tidak mempunyai nafsu makan sehingga os sering merasa lemas. Os juga kadang kadang merasa sendi-sendi kaki sering terasa sakit serta bengkak dan kaki tangan kesemutan. Kepala dan tengkuk sakit (+). Sejak 2 hari SMRS bengkak timbul di perut sehingga membuat os merasa cepat kenyang. Keluhan sesak saat beraktivitas ataupun sesak saat tidur disangkal. Keluhan demam, batuk/pilek, nyeri menelan dan sakit pada

kulit disangkal. BAB normal, BAK 3 kali sehari semalam, volume kurang lebih setengah gelas aqua dalam setiap kali BAK, warna urin kuning tua seperti air teh. Nyeri saat BAK disangkal. Pasien menyangkal pernah mengalami demam yang diikuti badan berwarna kuning sebelumnya. Selama ini pasien tidak mempunyai riwayat alergi. Pasien mengatakan nafsu makannya menurun. Riwayat hipertensi (+) sejak 2 tahun terakhir dan tidak terkontrol. Riwayat hipertensi dalam keluarga (+). Merokok (+) sejak umur 14 tahun dan baru berhenti 1 bulan terakhir. Dalam sehari os bisa menghabiskan 1 bungkus rokok. Kebiasaan minum jamu (-), minum minuman berenergi (+) dan os juga suka sekali memakan jengkol. 2 minggu SMRS os pernah dirawat di RS Abdul Manap dengan keluhan yang hampir sama. Menurut dokter disana os mengalami gangguan pada fungsi ginjal. Keluhan terus dirasakan os terutama mual muntah sehingga os dibawa ke RSUD Raden Mattaher pada tanggal 30 september 2013.

Riwayat penyakit dahulu : - Riwayat hipertensi (+) sejak 2 tahun dan tidak terkontrol - Riwayat penyakit jantung (-) - Riwayat penyakit gula (-) - Riwayat asma (-) - Riwayat batuk lama (-) - Riwayat penyakit hati (-) - Riwayat bengkak seluruh tubuh (-)

Riwayat penyakit keluarga : Menurut pasien ibu nya mengidap penyakit hipertensi, selain itu di keluarganya tidak ada yang mengidap DM, jantung, dan penyakit keganasan lainnya. Riwayat kebiasaan : - Riwayat konsumsi jamu (+) - Riwayat minum alkohol (-) - Riwayat merokok (+) - Riwayat minum obat penghilang nyeri sendi (-) - Riwayat konsumsi jengkol (+) - Riwayat minum minuman berenergi (+) III. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Komposmentis Vital sign : o Tekanan darah : 170/110 mmHg o Frekuensi nadi : 80 x/ menit, regular, isian cukup o Frekuensi nafas: 22x/ menit o Suhu axilla : 36,4 0C

2. Pemeriksaan Kepala dan Leher : - Wajah : Sembab (+) - Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor diameter 3/3 mm, edema palpebra (+/+) - Telinga : Radang pada daun telinga (-),keluar cairan dari telinga(-) - Hidung : perdarahan (-) - Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor,faring tidak hiperemis - Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-) pembesaran tiroid(-) 3. Pemeriksaan Thoraks Paru : Inspeksi : Gerakan dada simetris kanan dan kiri, spider nevy (-), jaringan parut (-), vena kolateral (-), caput medusa (-) Palpasi : Fremitus sama kanan dengan kiri , tidak ada nyeri tekan sela iga Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapang paru, ronki basah (-/-) wheezing (-/-) Jantung : Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat Palpasi : Ictus kordis teraba di 1 jari medial LMC sinistra ICS V Perkusi : Batas Kanan ICS IV LPS Dextra Batas Kiri ICS V LMC Sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, irama jantung teratur. bising jantung (-)

4. Pemeriksaan Abdomen Inspeksi :warna kulit normal, elastisitas normal, lembab (+), jaringan parut (-) permukaan tidak rata (meleber), venektasi (-), pembesaran organ (-), gerakan dinding abdomen normal, pulsasi (-) Palpasi : nyeri tekan regio epiastrium (+), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba Perkusi : timpani di bagian atas, redup di bagian lateral kanan dan kiri abdomen, Shifting dullness (+), undulasi (+), pekak alih (+) Auskultasi : bising usus (+) normal 5. Pemeriksaan genitalia Edema skrotum (-) 6. Pemeriksaan ekstremitas: - Akral hangat, palmar eritem (-), edema (+) pada kedua tungkai I.V Pemeriksaan Penunjang Hasil Laboratorium Darah Rutin : Tanggal 30 September 2013 WBC RBC HGB HCT PLT : 7.450 /mm3 : 3.330.000 /mm3 : 8.3 g/dl : 26.3% :165.000 /mm3

PCT GDS

: 132% : 129 mg/dl

Fungsi ginjal : tanggal 30 September 2013 Ureum Kreatinin :287.9 mg/dl : 20.6 mg/dl

Pemeriksaan elektrolit: tanggal 30 September 2013 Na Kalium Clorida : 138,0 mmol/L : 4,43 mmol/L :112,29 mmol/L

Pemeriksaan Imunologi tanggal 30 September 2013 HIV (-) Pemeriksaan Kimia Darah: tanggal 30 September 2013 Faal hati Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek Protein Albumin Globulin SGOT SGPT : 0.9 mg/dl : 0.6 mg/dl :0.4 mg/dl : 6.9 g/dl : 4.3 g/dl : 2.6 gr/dl : 12.5 U/L : 11U/L

Faal Lemak Kolestrol Trigliserida Urin Rutin Warna BJ PH Protein albumin Sedimen: Leukosit Eritrosit Epitel : 2-3 /LPB : 4-5/LPB : 1-2/LPK : 137 mg/dl : 268 mg/dl : Tanggal 1 Oktober 2013 : kuning muda : 1017 :6 : positif + : (-)

Darah Rutin : Tanggal 2 Oktober 2013 WBC RBC HGB HCT PLT PCT Urin Rutin Warna : 7.300 /mm3 : 3.540.000 /mm3 : 9.1 % : 27.8% :198.000 /mm3 : 198 % : Tanggal 2 Oktober 2013 : kuning muda

BJ PH Protein albumin Sedimen: Leukosit Eritrosit Epitel

: 1015 :6 : positif + : (-)

: 2-3 /LPB : 4-5/LPB : 1-2/LPK

Darah Rutin : Tanggal 3 Oktober 2013 WBC RBC HGB HCT PLT PCT VII. : 7.300 /mm3 : 3.540.000 /mm3 : 9.1 % : 27.8% :198.000 /mm3 : 198 %

PENATALAKSANAAN Istirahat Diet rendah garam, diet rendah protein IVFD RL 16 gtt/i + 4 ampul furosemid Inj. Furosemide 2 x 20 g Meylon 3 x 1/2 ampul Ceftriaxone 1 x 2 gr Amlodipin 1 x 10 mg Captropil 2 x 25 mg

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (50 mg) Asam folat 3 x1 tab Osteocal 1 x 1 tab Transfusi PRC 1 kolf Balance cairan Folley cateter Rencanakan HD

Prognosa: Quo ad vitam : Dubia ad bonam Quo ad fungsionam : Dubia

FOLLOW UP PASIEN Tgl 1/Okt/ 2013 S Mual (+), sakit kepala (+), sakit tengkuk(+), nyeri perut di bagian tengah kuadran bawah, wajah masih sembab (+), BAK lancar. O Sens : Compos mentis TD : 160/100 mmHg Nadi : 88 x/menit Pernapasan : 20 x/menit Temperatur : 36,5 oC Konjunctiva anemis: +/+, edema palpebra (+) Sklera ikterik : -/Leher: JVP (5-2) cmH2O A CKD + hipertensi grade 2 + asites P Istirahat Diet rendah garam,

diet rendah protein IVFD RL 16 gtt/i + 4 ampul furosemid Inj. Furosemide 2x20 g Meylon 3x1/2 ampul Ceftriaxone 1x2 gr Amlodipin 1x10 mg Captropil 2x25 mg Inj. Ranitidin 2x 1 amp Asam folat 3x1 tab

Thoraks: Pulmo : Vesikuler (+) normal, Wheezing (-/-), Ronki (-/-) Cor : Heart rate : 88 x/menit, gallop (-), murmur () Abdomen : soepel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, undulasi (+), shifting dullnes (+) Ekstremitas edema (-), Intake cairan =1800cc ,output=1500cc

Osteocal 1x1 tab Transfusi PRC 1 kolf Balance cairan Folley cateter Rencanakan HD Konsul dr jufri Sp. PD apakah perlu HD: co. Via telpon jam 12.30 WIB, advice ACC HD Viste dr Elviani Sp. PD Advice: observasi urin, rencanakan USG, Balance cairan, stop meylon dan diganti dengan biknat 3x1 tab, terapi lain diteruskan. Jam 16.00 tranfusi 1 kantong PRC dan jam 20.30 transfusi selesai

2/Okt/ 2013

Keluhan : mual (+), muntah (+) berisi air dan angin, kepala sakit (+).

Sens : Compos mentis TD : 160/100 Nadi : 88 x/menit Pernapasan : 20 x/menit Temperatur : 36,5 oC Konjunctiva palpebra

CKD + Hipertensi grade 2 + asites

Istirahat Diet rendah garam,

diet rendah protein IVFD RL 16 gtt/i + 4 ampul furosemid Inj. Furosemide 2x20 g Bicnat 3x1 tab
10

pucat : -/-, edema palpebra (+), Sklera ikterik : -/Leher : JVP (5-2) cmH2O Thoraks : Pulmo : Ves (+) Normal, Wheezing (-/-), Ronki (-/-) Cor : Heart rate : 88 x/menit, gallop (-), murmur () Abdomen : soepel, nyeri tekan (-), bising usus (+)Normal, undulasi(+) Ekstremitas : edema (-) Intake:1300 cc, output:2600cc 3/Okt/20 Keluhan: mual 13 (+), susah tidur, nyeri epigastrium (+), tidak BAB selama 4 hari Sens : Compos mentis TD : 150/90 Nadi : 75 x/menit Pernapasan : 20 x/menit Temperatur : 36,7 oC Konjunctiva palpebra pucat : -/-, edema palpebra (+), Sklera ikterik : -/Leher : JVP (5-2) cmH2O Thoraks : Pulmo : Ves (+) Normal, Wheezing (-/-), CKD+ Hipertensi grade 2 + asites

Ondansentron amp Ceftriaxone 1x2 gr

3x1

Amlodipin 1x10 mg Captropil 2x25 mg Inj. Ranitidin 2x 1 amp Asam folat 3x1 tab Osteocal 1x1 tab Balance cairan Folley cateter Rencanakan HD Rencanakan USG Periksa DR ulang pasien mau pulang besok. Pasien berob Istirahat Diet rendah garam,

diet rendah protein IVFD RL 16 gtt/i + 4 ampul furosemid Inj. Furosemide 2x20 g Bicnat 3x1 tab Ondansentron amp Ceftriaxone 1x2 gr Amlodipin 1x10 mg Captropil 2x25 mg 3x1

11

Ronki (-/-) Cor : Heart rate : 75 x/menit, gallop (-), murmur () Abdomen : soepel, nyeri tekan (+), bising usus (+)Normal, undulasi(+) minimal Ekstremitas : edema (-) Intake:1500 cc, output:2100cc

Inj. Ranitidin 2x 1 amp Asam folat 3x1 tab Osteocal 1x1 tab Laxadine 3x1 sendok Balance cairan Folley cateter HD hari ini Menunggu USG Periksa pasca HD DR ulang jadwal

4/Okt/20 Keluhan: muntah 13 lebih dari 3x dalam semalam, nafsu makan tidak ada, lemas.

Sens : Compos mentis TD : 160/100 mmHg Nadi : 84 x/menit Pernapasan : 19 x/menit Temperatur : 36,9 oC Konjunctiva anemis: -/-, edema palpebra (-) Sklera ikterik : -/Leher: JVP (5-2) cmH2O Thoraks: Pulmo : Vesikuler (+) normal, Wheezing (-/-), Ronki (-/-)

CKD+Hip ertensi grade 2 + asites

Istirahat Diet rendah garam,

diet rendah protein IVFD RL 16 gtt/i + 4 ampul furosemid Inj. Furosemide 2x20 g Bicnat 3x1 tab Ondansentron amp Ceftriaxone 1x2 gr Amlodipin 1x10 mg Captropil 2x25 mg Inj. Ranitidin 2x 1 amp Asam folat 3x1 tab Osteocal 1x1 tab Laxadine 3x1 sendok 3x1

12

Cor : Heart rate : 84 x/menit, gallop (-), murmur () Abdomen : soepel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal.undulasi (-) Ekstremitas edema (-), Intake cairan =1300cc ,output=1700cc

Balance cairan Folley cateter Rencanakan HD ulang Menunggu USG Hasil DR ulang pasca HD Ureum: 189 gr/gl Kreatinin: 11 gr/dl Sens : Compos mentis TD : 160/100 mmHg Nadi : 84 x/menit Pernapasan : 19 x/menit Temperatur : 36,9 oC Konjunctiva anemis: -/-, edema palpebra (-) Sklera ikterik : -/Leher: JVP (5-2) cmH2O Thoraks: Pulmo : Vesikuler (+) normal, Wheezing (-/-), Ronki (-/-) Cor : jadwal

13

Heart rate : 84 x/menit, gallop (-), murmur () Abdomen : soepel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal.undulasi (-) Ekstremitas edema (-), Intake cairan =1300cc ,output=1700cc

5/Okt/20 Keluhan: tidak 13 BAB sudah 6 hari, mual (+), muntah (-)

Sens : Compos mentis TD : 140/100 mmHg Nadi : 72 x/menit Pernapasan : 22 x/menit Temperatur : 36,9 oC Konjunctiva anemis: -/-, edema palpebra (-) Sklera ikterik : -/Leher: JVP (5-2) cmH2O Thoraks: Pulmo : Vesikuler (+) normal, Wheezing (-/-), Ronki (-/-) Cor : Heart rate : 72 x/menit,

CKD+Hip ertensi grade 2 + asites

09.00 : Os USG 11.00 : os boleh pulang

14

gallop (-), murmur () Abdomen : soepel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal.undulasi (-) Ekstremitas edema (-), Intake cairan =1500cc ,output=1900cc

BAB II
15

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Penyakit ginjal kronik sangat berhubungan dengan keadaan yang di sebut uremia. Dimana urimia merupakan suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penaykit ginjal kronik. 1 II.2 Batasan Menurut The National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI), kriteria penyakit ginjal kronik adalah sebagai berikut: 1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomererulus (LFG) berdasarkan: Kelainan patologik atau Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin, atau kelaianan pada pencitraan pemeriksaan 2. LFG <60 ml/menit/1.73 m3 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

16

2.3 Klasifikasi Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan pada dua hal yaitu, atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.1 Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG , yang dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
(140 UMUR) X BB 72 X kreatinin plasma

LFG =

Tabel 2.1 Stadium Penyakit Ginjal Kronis Derajat 1 2 3 4 5 Penjelasan Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau Kerusakan ginjal dengan LFG ringan Kerusakan ginjal dengan LFG sedang Kerusakan ginjal dengan LFG berat Gagal ginjal LFG 90 60-89 30-59 15-29 <15 atau dialisis

2.4 Epidemiologi Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat 8% pertahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta penduduk. Diperkirakan terdapat 1.800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negaranegara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan ekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.2

17

2.5 Faktor Risiko Adapun faktor risiko terjadinya penyakit ginjal kronik menurut National Kidney Foundation tahun 2009 meliputi: Diabetes Melitus Hipertensi Obesitas Perokok Usia > 50 tahun Riwayat DM, hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga.

2.6 Patofisiologi1,2 Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertropi struktur dan fungsional nefron masih tersisa suapaya upaya kompensasi, yang diperentarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerotik nefron yang tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerotik dan progresivitas tersebut. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadinya kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal

18

atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan menurun dan terjadi penuruna berat badan. Sampai pada LFG kurang dari 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain-lain. Pasien juga akan mudah terkena penyakit infeksi seperti infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit seperti natrium dan kalium. Pada LFG < 15% akan terjadfi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. 2.7 Etiologi Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi.3,4 Tabel 2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis Atas Dasar Diagnosis Etiologi Penyakit Penyakit ginjal diabetes Penyakit ginjal non diabetik Tipe mayor (contoh) Diabetes tipe 1 dan 2 Penyakit glomerular (autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia Penyakit vaskular (hipertensi, mikroangiopati) Penyakit tubuloinstetitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat-obatan) Penyakit kistik (ginjal polikistik) Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik, kercunan obat, penyakit recurrent glomerular, transplant glomeruloptahy

Tabel 2.3 Penyebab Utma Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat


19

Penyebab Diabetes melitus Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar Glomerulonefritis Nefritis intertitialis Kista dan penyakit bawaan lain Penyakit sistemik (lupus, vaskulitis) Neoplasma Tidak diketahui Penyakit lain

Insiden 44% 27% 10% 4% 3% 2% 2% 4% 4%

Tabel 2.4 Penyebab Gagal Ginjal Yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Penyebab Glomerulonefritis Diabetes melitus Obstruksi dan infeksi Hipertensi Sebab lain Insiden 46.39% 18.65% 12.85% 8.46% 13.65%

2.8 Pendekatan diagnostik4,5 Anamnesis Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik disesuaikan dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi saluran

20

kencing, batu saluran kemih, hipertensi, urikemia, SLE, dan lain sebagainnya. Selain itu juga harus disesuaikan dengan gejala uremia yang terjadi pada pasien. Dimana sindrom uremia itu meliputi lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang-kejang sampai koma. Gejala komplikasi antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan asam elektrolit. Pemeriksaan fisik Hal yang biasa didapatkan pada pasien penyakit ginjal kronik seperti anemiia, kulit kering, edema tungkai, edema palpebra, asites, tanda bendungan paru. Pemeriksaan penunjang Laboratorium Hasil yang ditemukan sesuai dengan penyakit yang mandasarinya. Biasanya akan terdapat penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung dengan rumus diatas tadi. Kadar kreatinin saja tidak bisa untuk mempergunakan fungsi ginjal. Selain itu bisa juga ditemuka penurunan Hb, peningktan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiperfosfatemia, hiperkalsemia, asidosis metabolik. Selain itu hasil pemeriksaan urin bisa dijadikan tambahan untuk membantu penegakkan diagnosa. Hasil temuan pada pemeriksan tersebut meliputi adanya protein dalam urin, darah pada urin, leukosit dalam urin, cast isostenuria. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan radiologi juga bisa dikerjakan seperti foto polos abdomen, bisa tampak batu radioopak. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena zat

21

kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadi pengaruh toksik dari zat kontras terhadap ginjal yang mengalami kerusakan.USG ginjal memperlihatkan ukuran ginjal mengecil, korteks menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. Pemeriksaan biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang masih mempunyai ukuran ginjal yang normal, dimana diagnosis non invvasif tidak bisa ditegagkkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang diberikan. Biopsi ginjal diindikasi-kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal sudah mengecil, ginjal plokistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefritik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas. 2.9 Penatalaksanaan5 Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi: Derajat 1 LFG 90 Rencana Tatalaksana Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi perburukan fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular 2 3 4 5 60-89 30-59 15-29 < 15 Menghambat perburukan fungsi ginjal Menghambat perburukan fungsi ginjal Persiapan untuk terapi pengganti Terapi pengganti ginjal

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya Waktu yang paling tepat untuk terapi yang mendasari adalah sebelum terjadi penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukkan indikasi yang tepat

22

terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 2030% dari normal, terapi terhadap penyakit dasarnya sudah tidak banyak bermanfaat 2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengtahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktur urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya. 3. Memperlambat pemburukan fungsi ginjal Faktor utama penyebab perburukan funsgi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Dimana ada dua cara yang bisa digunakan untuk mengurangi hiperfiltrasi tersebut. Pertama, pembatasan asupan protein. Pematasan ini mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan nilai diatas tersebut, pembatasan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0.6-0.8/kg.bb/hari. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgbb/hari. Yang kedua dengan pengobatan secara farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa studi membuktikan bahwa, mengendalikan tekanan darah mempunyai peranan yang sama pentingnya dengan pemtasan asupan protein, dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Disamping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria.

23

Beberapa obat hipertensi yang digunakan seperti golongan ACE inhibitor. Yang menurut penelitian terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria. 4. Pencegahan dan Terapi Penyakit Kardiovaskular Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal penting, karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. 5. Pencegahan dan Terapi Komplikasi Beberapa komplikasi yang biasa terjadi pada penyakit ginjal kronik seperti anemia, osteodistrofi renal dan hiperfosfatemia. Anemia biasanya terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini terjadi karena penurunan kadar eritopoitin. Selain itu juga anemianya juga bisa disebabkan karena defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarah saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat hemolisis, defisiensi asal folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut dan kronik. Penatalaksanaan anemia ditujukan pada penyebab utamanya, disamping penyebab lain yang ditemukan. Pemberian eritropoitin, pemberian tranfusi darah bisa dilakukan untuk mengoreksi anemia. Osteodistrofi renal merupakan komplikasi yang juga sering terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik. Penatalaksaannya dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol. Penatalaksanaan hiperfosfatemia dengan membatasi asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan untuk menghambat absorbsi fosfat di saluran cerna, dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal juga ikut berperan

24

mengatasi hiperfosfatemia. Asupan fosfat dibatasi 600-800mg/hari. Pengikat fosta yang bisa dberikan berupa garam kalsium, alumunium hidroksida, garam magnesium. Garam kalsium yang banyak dipakai yaitu kaslium karbonat dan kalsium asetat. Pembatasan asupan cairan dan elektrolit sangat perlu dilakukan. Hal ini untuk mencegah edem dan komplikasi kardiovaskular . elktrolit juga harus dibatasi terutama kalium dan natrium. 6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi. Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu dengan LFG kurang dari 13ml/mnt. Terapi pengganti dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal. 2.10 Komplikasi4 Komplikasi yang dapat timbul pada penyakit ginjal kronik adalah penyakit kardiovaskuler, gangguan keseimbangan asam basa, cairan dan elektrolit, osteodistrofi renal dan anemia.

25

BAB III ANALISA KASUS Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan Sakit dan bengkak dipersendian kaki kiri dan kanan 3 Hari SMRS. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosa pasien ini adalah CKD disertai dengan hipertensi grade 2 dan asites. Diagnosa CKD itu sendiri bisa ditegakkan berdasarkan hasil temuan klinis yang didapat dalam anamnesis pasien, lalu temuan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik serta hasil lain yang mendukung dari pemeriksaan penunjang. Gejala- gejala yang didapatkan pada pasien ini meliputi Dua bulan SMRS, os mengeluh mual dan muntah. Keluhan ini dirasakan setiap hari. Muntah berisi makanan yang os makan. Selain itu sejak 3 bulan itu os tidak mempunyai nafsu makan sehingga os sering merasa lemas. Os juga kadang kadang merasa sendisendi kaki sering terasa sakit serta bengkak dan kaki tangan kesemutan. Kepala dan tengkuk sakit (+). Sejak 2 hari SMRS bengkak timbul di perut sehingga membuat os merasa cepat kenyang. Keluhan sesak saat beraktivitas ataupun sesak saat tidur disangkal. Keluhan demam, batuk/pilek, nyeri menelan dan sakit pada kulit disangkal. BAB normal, BAK 3 kali sehari semalam, volume kurang lebih setengah gelas aqua dalam setiap kali BAK, warna urin kuning tua seperti air teh. Nyeri saat BAK disangkal. Os menyangkal pernah mengalami demam yang diikuti badan berwarna kuning sebelumnya. Selama ini Os tidak mempunyai riwayat alergi. Gejala yang didapatkan pada pasien ini hampir secara keseluruhan merupakan gejala dari penyakit ginjal kronis. Selain itu adanya beberapa faktor risiko yang ada pada pasien ini meliputi riwayat hipertensi yang tidak terkontrol, riwayat hipertensi pada keluarga, kebiasaan merokok, minum jamu, makan jengkol dan minum minuman berenergi juga bisa mendukung terjadinya penyakit ginjal kronik pada pasien ini.

26

Dari anamnesis kemungkinan yang menjadi penyebab terjadinya penyakit ginjal kronik pada pasien ini adalah adanya penyakit hipertensi yang tidak terkontrol. Hipertensi ini akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke ginjal yang akan menyebabkan terjadinya gangguan ginjal yang irreversibel. Setelah itu gejala-gejala uremia sudah dirasakan oleh pasien ini seperti mual, muntah yang hampir terjadi setiap hari, lemas, tidak nafsu makan dan nokturia (berkemih yang sering pada malam hari). Uremia ini terjadi sebagai akibat sudah terjadinya penurunan fungsi ginjal terutama nefron yang akan menyebabkan gangguan klinis dan metabolik akibat penimbunan substansia nitrogen dan ion anorganik lainnya di dalam tubuh. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan anemia yang dilihat dari warna konjuctiva yang pucat. Selain itu ditemukan juga asites pada pasien ini. Anemia itu terjadi akibat penurunan produksi eritropoitin di dalam tubauh akibat kerusakan ginjal. Selain itu asupan zat besi dan asam folat yang sedikit. Akibat tidak adanya nafsu makan pada kebanyakan pasien penyakit ginjal kronik. Selain itu keadaan uremia bisa menyebabkan terjadi penekanan sum-sum tulang dalam proses pembentukan sel darah merah. Anemia ini biasanya terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Sementara itu terjadinya asites akibat keadaan hipervolemia di dalam tubuh yang menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan dari intravaskular ke bagian intertisial tubuh. Selain itu juga pengaruh hormon aldosteron juga menyebabkan terjadinya asites pada pasien penyakit ginjal kronik. Sementara itu hasil dari pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosa penyakit ginjal kronik yaitu hasil pemeriksaan darah rutin yang memerikan data terjadinya penurunan kadar Hb (8.3 gr/dl), lalu hasil faal ginjal yang meberikan data nilai Ureum : 287.9 mg/dl dan Kreatinin: 20.6 mg/dl. Hasil pemeriksaan urin juga memberikan data bahwa adanya protein dalam urin (positif +) dan hasil faal lemak yang meningkat terutama trigliserida 268 mg/dl yang menjadi salah satu faktor risiko progresivitas kerusakan ginjal. Berdasarkan hasil pemeriksaan darah tadi, kita bisa menentukan derajat kerusakan ginjal pada pasien ini dengan menghitung LFG nya. Hasil perhitungan LFG pada pasien ini adalah

27

3.10 ml/mnt. Angka ini menunjukkan bahwa pasien ini sudah mengalami gagal ginjal dan harus menerima terapi berupa dialisis. Selama di rumah sakit terapi yang diberikan kepada os berupa terapi non farmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis berupa tirah baring dan pengaturan diet makanan. Terapi farmakologis pada pasien ini meliputi pemberian obat dieuretik yang berguna untuk mengurangi asites dan bisa juga untuk menurunkan tensi darah. Lalu pemberian meylon atau biknat untuk menngurangi kadar ureum dalam darah dan untuk menjaga ph darah agar tetap dalam batas normal. Pemberian obat hipertensi seperti amlodipin dan captopril. Pemberian osteocal untuk mencegah terjadinya penurunan kalsium di dalam tubuh. Lalu pemberian ranitidin untuk mengurangi muntah dan nyeri ulu hati. Pemberian asam folat untuk membantu mengurangi anemia. Lalu tranfusi PRC untuk menaikkan hb pada pasien. Lalu terapi pengganti ginjal berupa dialisis juga dilakukan pada pasien ini.

28

Daftar pustaka 1. Suitra, K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal: 581-584 2. Brenner, B.M., Lazarus, J.M. 200O. Gagal Ginjal Kronik. Prinsipprindip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. Jakarta: EGC. Hal 1435-1443 3. Mansjoer, A. Triyanti., Savitri, R. Et al. 2002. Gagal Ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapiius FKUI. Hal: 51-534. 4. Aziz Rani, Sidartawan Soegandi. Et al. 2008. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal: 157-159. 5. Mirzanie Hanifah.Agung Waluyo Slamet. Et al. 2010. Buku Saku Internoid. Jakarta; Tosca Enterprise.

29

Вам также может понравиться