Вы находитесь на странице: 1из 8

AVIAN INFLUENZA BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian dunia kesehatan terpusat kepada semakin merebaknya penularan avian influenza A (H5N1). Meningkatnya kasus infeksi H5N1 yang menyebabkan kematian pada manusia sangat dihawatirkan dapat berkembang menjadi wabah pandemi yang berbahaya bagi umat manusia di muka bumi ini (Maksum, 2006). Flu burung adalah penyakit menular pada spesies unggas yang disebabkan virus influenza tipe A dengan berbagai subtipe. Burung liar/migratory waterfowl merupakan reservoir alamiah virus avian influenza di dalam saluran cernanya dan tidak menimbulkan gejala penyakit. Lain halnya dengan burung peliharaan, ternak domestik termasuk ayam dan kalkun sangat rentan terhadap virus ini sampai menimbulkan kematian. Gejala penyakit bervariasi dari ringan sampai berat. Bila virus avian influenza yang patogenitasnya rendah berulang kali menginfeksi ternak, maka ia akan bermutasi menjadi sangat patogen dan dapat menular ke manusia yang kemudian menyebabkan epidemi flu burung (Padhi, dkk, 2004). Sejak lebih dari 100 tahun yang lalu, pandemi terjadi pada tahun 1889, 1918, 1957 dan 1968. Dari berbagai penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa beberapa subtipe virus influenza A telah menyebabkan wabah pandemi antara lain: H2N2 pada tahun 1889, H3N8 tahun 1900, H1N1 yang dikenal dengan Spanish Flu dengan korban meninggal kurang lebih 40.000 pada tahun 1918, H2N2 yang dikenal dengan Asian Flu dengan korban kurang lebih 100.000 jiwa meningal pada tahun 1957, H3N2 yang dikenal dengan Hongkong Flu menyebabkan 70.000 orang meninggal pada tahun 1968 dan H7N7 tahun 1977 (Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia). Saat ini diketahui bahwa subtipe yang paling virulen yang menyebabkan Avian Influenza adalah subtipe H5N1. Hasil studi yang ada menunjukkan

bahwa unggas yang sakit disebabkan oleh Influenza A H5N1 dapat mengeluarkan virus dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 C dan lebih dari 30 hari pada 0C. Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit virus dapat bertahan lebih lama, tetapi mati pada pemanasan 600C selama 30 menit. Dalam tinja unggas di suhu 4C virus dapat bertahan sampai 35 hari, namun pada suhu kamar (37oC) bertahan hanya selama 6 hari (Depkes RI, 2007). B. TUJUAN C. MANFAAT

BAB II ISI A. PENGERTIAN Penyakit Avian influenza (AI) berasal dari virus influenza tipe A dan termasuk dalam famili orthomyxoviridae. Virus influenza memiliki beberapa tipe antara lain tipe A, tipe B, dan tipe C. Partikel virus influenza memiliki amplop (envelope), bersegmen dan memiliki negative-single strain

ribonucleid acid (RNA). Penentuan identitas serologik virus menggunakan nomor kombinasi strain RNA yang terdapat pada glikoprotein transmembran yaitu Hemaglutinin yang dilambangkan dengan huruf H dan Neuramidase yang dilambangkan dengan huruf N. Berdasarkan sifat antigenisitas glikoprotein, virus influenza tipe A memiliki 16 Hemaglutinin dan 9 Neuramidase. Subtipe virus influenza yang sudah dikenal antara lain H1N1, H1N2, H3N3, H5N1, dan H9N7 (Halvorson 2002). Virus H5N1 dapat bertahan hidup di air pada suhu 22C sampai empat hari lamanya dan pada suhu 0C dapat hidup selama 30 hari. Di dalam tinja atau tubuh unggas yang sakit virus dapat hidup lebih lama(Sutherland, 1997) Virus H5N1 yang berada dalam daging ayam akan mati bila dipanaskan pada suhu 56C selama 3 jam atau 60C selama 30 menit dan 80C selama 1 menit. Virus yang berada dalam telur ayam akan mati bila direbus pada suhu 64C selama 5 menit. Virus juga akan mati bila terkena detergent atau desinfektan seperti formalin, iodium dan alkohol 70% (Sutherland, 1997). B. CARA PENULARAN Penyakit flu burung ditularkan ke manusia melalui beberapa cara, antara lain kontak langsung dengan unggas atau ayam yang sakit, penularan melalui udara yang tercemar virus avian influenza, kontak dengan air liur dan kotoran ayam yang sakit. Penularan juga dapat melalui alat perternakan, baju, sepatu, sepeda yang terkontaminasi dengan virus flu burung (Pandhi, 2004). Penularan atau transmisi dari virus influenza secara umum dapat terjadi melalui inhalasi, kontak langsung, ataupun kontak tidak langsung (Bridges

CB, et.al. 2003). Sebagian besar kasus infeksi HPAI pada manusia disebabkan penularan virus dari unggas ke manusia (Beigel JH et.al. 2005). Penularan virus AI dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Penyebaran virus AI terjadi melalui kontak langsung antar unggas, kontaminasi air, dan benda-benda lain yang tercemar virus (Capua et al. 2008). Hal ini berbeda dengan penularan virus influenza pada mamalia (manusia, babi, dan kuda) terutama terjadi melalui percikan cairan lendir hidung dan mulut. Penularan virus AI dengan kontak tidak langsung menurut Wuryatmi et al. (2005) dapat terjadi melalui : 1. Percikan cairan atau lendir yang berasal dari hidung dan mata unggas terinfeksi. 2. Paparan muntahan. 3. Lubang anus unggas yang sakit. 4. Penularan melalui udara akibat konsentrasi virus yang tinggi di dalam saluran pernapasan. 5. Melalui sepatu dan pakaian peternak (pekerja di kandang) yang terkontaminasi. 6. Melalui pakan, air minum, dan peralatan yang terkontaminasi virus AI. 7. Melalui perantara angin yang memiliki peran penting dalam penularan penyakit di dalam satu kandang, tetapi memiliki peran terbatas dalam penyebaran antar kandang. 8. Unggas air berperan sebagai reservoir virus AI melalui virus yang terdapat di dalam saluran usus (intestinal) dan dilepaskan melalui kotoran (feces). Sampai awal tahun 2006 ini secara epidemiologis dan virologis belum terbukti terjadinya penularan dari manusia ke manusia. Begitu juga dengan penularan pada manusia melalui daging yang dikonsumsi. Orang yang berisiko tinggi terserang flu burung (H5N1) ini adalah pekerja peternakan penjual dan penjamah unggas dan produk mentahnya dan , petugas laboratorium maupun masyarakat luas yang berdomisili dekat dengan unggas (James, 2006).

C. FAKTOR RISIKO Kejadian influenza A dipengaruhi oleh penyebab (agent), faktor pejamu (host), dan lingkungan (environment). 1. Faktor agent Faktor agent adalah adanya virus influenza A yang penyebarannya cukup luas. 2. Faktor Manusia dan hewan Faktor manusia meliputi imunitas seseorang yang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan status gizi. a. Manusia 1) Umur Influenza merupakan penyakit yang dapat menjalar dengan cepat di lingkungan masyarakat. Walaupun ringan penyakit ini tetap berbahaya untuk mereka yang berusia sangat muda dan orang dewasa dengan fungsi kardiopulmoner yang terbatas. Juga pasien yang berusia lanjut dengan penakit ginjal kronik atau gangguan metabolik endokrin dapat meninggal akibat penyakit yang dikenal sebagai penyakit yang tidak berbahaya ini. 2) Jenis kelamin Semua jenis kelamin dapat terinfeksi virus influenza. b. Hewan Manusia merupakan reservoir utama untuk infeksi yang terjadi pada manusia, namun demikian reservoir mamalia seperti babi dan burung merupakan sumber subtipe baru pada manusia yang muncul karena pencampuran gen (gene reassortmen). Subtipe baru dari suatu strain virus virulen dengan surface antigens baru mengakibatkan pandemik influenza yang menyebar terutama kepada masyarakat rentan. Faktor risiko adalah daerah yang padat penduduk pada ruangan tertutup, seperti dalam bis, penularan dapat juga terjadi dengan kontak langsung. Faktor risiko kejadian Influenza A dipengaruhi adanya kontak orang sehat kepada sumber penularan yaitu unggas yang teserang AI beserta produknya atau penderita influenza A. Penularan

dari orang ke orang melalui droplet sedangkan dari unggas dikarenakan kontak dengan unggas atau produknya yang

terkontaminasi virus influenza yang terhirup oleh penderita. 3. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan meliputi adanya sumber penular yaitu orang yang terinfeksi virus influenza A serta keberadaan unggas yang terinfeksi virus influenza A. Faktor perilaku mempunyai pengaruh terhadap terjadinya influenza yaitu perilaku hygiene dan sanitasi yang baik akan mengurangi penularan influenza. Selain itu faktor pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap penyebaran virus, dengan peningkatan pendidikan masyarakat agar mengurangi kontak kepada penderita influenza maka penularan dapat dibatasi. Faktor lingkungan meliputi keberadaan unggas dan produknya, serta musim. Faktor risiko kejadian Influenza A dipengaruhi adanya kontak orang sehat kepada sumber penularan yaitu unggas yang teserang AI beserta produknya atau penderita influenza A. Penularan dari orang ke orang melalui droplet sedangkan dari unggas dikarenakan kontak dengan unggas atau produknya yang terkontaminasi virus influenza yang terhirup oleh penderita. Faktor lingkungan meliputi keberadaan unggas dan produknya, serta musim. 4. Faktor Perilaku Faktor perilaku meliputi kebiasaan menjaga higiene perorangan yaitu dengan mencuci tangan pakai sabun setelah kontak dengan unggas akan mematikan virus yang menempel pada tangan, kebiasaan mengelola unggas yang sakit atau mati serta kebiasaan mengkonsumsi unggas sakit/mati yang dimasak kurang sempurna. Faktor perilaku meliputi kebiasaan menjaga higiene perorangan yaitu dengan mencuci tangan pakai sabun setelah kontak dengan unggas akan mematikan virus yang menempel pada tangan, kebiasaan mengelola unggas yang sakit atau mati serta kebiasaan mengkonsumsi unggas sakit/mati yang dimasak kurang sempurna. (Agus, 2008)

DAFTAR PUSTAKA Radji, Maksum. 2006. Avian Influenza A (H5N1) : Patogenesis, Pencegahan dan Penyebaran pada Manusia. Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Departemen Farmasi FMIPA-UI.

Padhi S, Panigrahi PK, Mahapatra S. Avian influenza a (H5N1): a preliminary review. Indian J Med Microbiol 2004; 22: 143-6.

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta

Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, WHO Indonesia, 1 Juli 2006. Pedoman Surveilans Epidemiologi Avian Influenza Integrasi di Indonesia. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2007. Modul Pelatihan Tim Gerak Cepat Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan menghadapi pandemic influinza. Jakarta.

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta

Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia.

Februari

2004

Surveilans

Epidemiologi Flu Burung di Indonesia. Jakarta.

Halvorson, D.A. 2002. The control of H5 or H7 mildly pathogenic avian influenza: a role for inactivated vaccine. Avian-pathol. Oxfordshire: Carfax Publishing Ltd. Feb. v. 31 (1) p.5-12.

Sutherland S. Orthomyxoviruses Influenza. In: Greenwood D, slack R, Peutherer J, editors. Medical Microbiology, A guide to microbiology infections:

pathogenesis, immunity, laboratory, diagnosis and control. 5th ed. Churchill Livingstone; 1997. p. 468-72.

Padhi S, Panigrahi PK, Mahapatra S. Avian influenza a (H5N1): a preliminary review. Indian J Med Microbiol 2004; 22: 143-6.

Beigel JH, Farrar J, Han AM, et.al. Avian influenza (H5N1) infecttion in humans. N Engl J Med. 2005 : 1374-1385.

Bridges CB, Keurhnet MJ, Hall CB. Transmission of influenza : implecation for control in health care setting Clin Infect Dis. 2003; 37 : 1094 1101.

Capua, I. and S. Marangon. 2000. The avian influenza epidemic in Italy, 19992000: a review. Avianpathol.Oxfordshire : Carfax Publishing Ltd.Aug. v. 29 (4) p. 289-294.

Wuryatmi. 2005. Flu Burung Ancaman dan Pencegahan. Badan informasi Publik Departemen Komunikasi dan Informatika. Jakarta : Depkominfo.

James Chin, 2006, diterjemahkan I Nyoman Kandun Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi 17, Cerakan II.

Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, WHO Indonesia, 1 Juli 2006. Pedoman Surveilans Epidemiologi Avian Influenza Integrasi di Indonesia. Jakarta.

Priyana, Agus. 2008. Faktor Risiko Kejadian Influenza A (Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Mojosongo Kabupaten Boyolali). Tesis. Magister Epidemiologi, Program Pasca Sarjana, UNDIP Semarang.

Вам также может понравиться