Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
id
winserver
MAHABARATA
[2010]
MAHABARATA
I. SANTANU 1. PERDJAMUAN DI SORGALOKA Ketika di Sorgaloka diadakan perdjamuan besar2an, radja Mahabisa jang dapat naik ke Sorgaloka karena sesadjinja, djuga dating berkundjung. Dewi Gangga pun hadir. Selagi pesta, tiba2 angin besar bertiup menjingkapkan pakaian dewi Gangga. Para dewa semua tunduk, supaja Dewi Gangga tak malu. Hanja radja Mahabisa jang tidak tunduk. Hjang Brahma sangat murka melihat tingkah laku radja Mahabisa, lalu menghukumnja turun kedunia. Demikian pula dewi,Gangga. Tapi didjandjikan kepadanja is akan lepas dari hukuman, djika telahmengeluarkan amarahnja. Turunnja radja Mahabisa kedunia ialah dengan mendjelma djadi putera radja Pratipa. Tjeritanja begini
2. DEWI GANGGA MENEMUI RADJA PRATIPA Suatu hari radja Pratipa pulang dari bertapa, Tiba2 datanglah seorang puteri jang amat tjantik menghadap baginda. la bermohon agar baginda sudimemperisteri dia. Baginda tak dapat mengabulkan permohonan itu, tapi berdjandji, djika kelak punja putera, sang puteri akan diambil djadi menantu. Puteri itu berterimakasih dan bermohon, djika kelak djadi menantunja,
djanganlah ditjegah segala perbuatannja, sekalipun jang sangat buruk. Djika putera radja mentjegah, sang puteri terpaksa meninggalkannja. Baginda berdjandji akan memenuhi permohonan itu. Setelah itu sang puteri menghilang dari pemandangan, Siapakah puteri itu? la Dewi Gangga jang oleh Hjang Brahma dihukum turun kedunia. Setelah radja Pratipa bertemu dengan dewi itu, baginda bertapa pula, memohonkan putera kepada dewa. Achirnja permohonannja dikabulkan. Tak lama antaranja baginda memperoleh seorang putera, dinamakan Santanu, Setelah Santanu dewasa, suatu hari bersabdalah baginda ajahanda, bahwa kelak akan datang seorang bidadari, Ialah yang akan djadi isteri putera radja. Baginda menjampaikan, kepada Santanu permohonan dewi Gangga. Santanu menerima segala titah. Kemudian is dinobatkan mendjadi radja menggantikan baginda ajahanda. Setelah beberapa lamanja djadi radja, suatu hari baginda bermain2 ketepi sungai Gangga. Tiba2,m.untjul seorang puteri jang tjantik parasnja. Hatil baginda tertarik, lalu puteri dihampiri. Baginda menanjakan, maukab kiranja djadi permaisuri baginda. Sang puteri bersedia, tapi dengan sjarat seperti jang diadjukan kepada baginda ajahanda dahulu.. Mendengar itu, teringatlah baginda akan sabda sang ajahanda. Baginda pun bersedia menerima sjarat itu dan mendjadikan sang, dewi permaisuri. Setelah beberapa lamanja djadi permaisuri, maka sang puteri beroleh seorang putera, Tapi baru sadja lahir, baji itu, dibuangnja kesungai seraja berkata : Terimalah balasan atas perbuatanmu
2
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
perkawinan kita? Karena kakanda tidak menepati djandji, hamba terpaksa meninggalkan kakanda, Tapi sebelum pergi, lebih dulu akan hamba mentjeritakan sebab2nja hamba sampai hati membunuh putera2 sendiri. Begini : Pada zaman dahulukala delapan orang wasu (golongan dewa) mentjuri sapi kehormatan bernama Nandini, kepunjaan seorang Maharesi. Diantara mereka hanja seorang, jaitu Dyahu, yang benar2 mentjuri, Sang Maharesi tahu perbuatan mereka, lalu berkata :Hai para wasu, Aku mohonkan kepada dewa moga2 kamu semua mendjelma djadi baji manusia. Mendengar itu, mereka mohon ampun dan berdjandji takkan berbuat demikian lagi. Permohonan itu dikabulkan oleh dewa, jaitu berat hukuman dikurangi. Mereka akan bebas dalam tahun kelahiran masing2. Hanja Dyahu, jang harus tinggal lama didunia, karena .dosanja besar. Mereka menernui hamba dan minta mendjelma djadi anak hamba, djika hamba telah djadi puteri manusia. Dan minta pula, djika anak hamba lahir, supaja segera dibuang kesungai. Karena itu setelah putera jang tudjuh orang itu lahir, hamba buang kedalam sungai, Mereka itu pendjelmaan tudjuh wasu jang ketjil dosnja. Putera kakanda jang kedelapan ini pendjelmaan Dyahu.. Karena itu tak hamba bunuh. la harus hidup lama didunia. ya kakanda, Hamba ini dewi Gangga, puteri, batara Djanu. Setelah berkata demikian, dewi itupun pulang kekajangan karena hukumannja telah habis. Baji itupun dibawanja serta. Tapi setelah besar, diserahkannja kepada Santanu dan diberi nama : Dewabrata atau Bisma. Sedjak ketjil Bisma telah kelihatan mempunjai dasar watak pemberani, adi1, pandai hukum dan pandai pula menggunakan segala sendjata perang. Suatu hari radja Santanu bertamasja ditepi sungai Djamuna, anak sungai Gangga: Baginda bertemu dengan dewi Durgandini, puteri Basuparitjara, radja negeri Tjediwisaja. Riwajat dewi Durgandini begini :
3. LAHIRNJA MATSYAPATI DAN DURGANDINI Seorang radja jang bernama Basuparitjara, suatu hari pergi berburu. Tiba2 teringatlah baginda kepada permaisuri dewi Girika jang amat tjantik, hingga timbul berahinja. Karena sangat berahi, baginda mengeluarkan mani. Mani ini ditangkapnja dengan daun, dibuangnja kesungaii Djamuna, lalu ditelan oleh seekor ikan besar Achirnja ikan itu hamil. Suatu hari Dasabala, abdi baginda jang djadi nelajan dan tukang perahu dikali Djamuna, mendapat ikan jang hamil itu. Tapi tak dibunuhnja. Achirnja ikan itu melahirkan dua orang baji, laki2 dan perempuan, kemudian menghilang. Sebenarmja ikan itu bidadari jang lagi mendjalani hukuman. Melihat keadaan jang adjaib itu, Dasabala segera menghadap baginda dan
3
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
baginda, jang terdjadi karena ikan itu menelan mani baginda. Baji laki2 diberi nama : Matsyapati (Mangsahpati). Achirnja is djadi radja dinegeri Wirata. Jang perempuan dinamakan : Durgandini. Karena seluruh badannja berbau amis, lalu disuruh asuh oleh Dasabala. Setelah Durgandini besar, pekerdjaannja setiap hari mendjalankan perahu dikali Djamuna.
4. LAHIRNJA KRESNA DWIPAJANA WYASA. Dewi Durgandini memang sangat tjantik, tak kalah oleh bidadari. Hati Santanu tertarik melihatnja. Setelah baginda mendapat keterangan tentang. dewi itu, baginda segera pulang ke istana. Ketika Durgandini bertemu dengar radja Santanu, penjakitnja sudah sembuh. Jang mengobati ialah resi Parasara. Tidak sadja penjakitnja jang sembuh, badannja bahkan djadi harum baunja. Karena itu ia diberi nama : Sajodjanagandi. Karena sabda sang resi perahu itu mendjadi pulau disungai Djamuna. Parasara lama tinggal dipulau itu bersama Sajodjana gandi hingga mendapat putera, Kresna Dwipajana Wyasa *) namanja. Menurut hikajat, Wyasalah pengarang kitab Weda dan Mahabarata. *) Seterusnja hanja ditulis Wyasa. Setelah berputera, resi Parasara meninggalkan pulau itu. Tapi Sajodjanagandi menetap disitu bersama puteranja. Setelah Wyasa besar, ia pergi bertapa. la berpesan, djika ibunja rindu akan dia, hendaklah mengheningkan tjipta. la tentu segera datang. Demikian riwajat dewi Durgandini (Sajodjanagandi) sebelum bertemu dengan radja Santanu
5. PADJA SANTANU KAWIN DENGAN DEWI DURGANDINI Suatu hari radja Santanu itu mendapatkan diterima. Dasabala untuk meminang Durgandini kelak
(Sajodjanagandi),
Pinangan
Dasabala,
hanja
bermohon,
apabila
Sajodjanagandi mempunjai putera, hendaklah kelak dapat menggantikan djadi radja. Berat hati baginda akan mengabulkan permohonan itu, Baginda telah punja putera, ialah Bisma. Dengan hati ketjewa baginda pulang keistana. Mendengar hal itu Bisma segera menemui Dasabala, mengatakan tak suka djadi radja la ingin djadi berahmana tjari jaitu berahmana jang tak suka kepada perempuan. Dan is akan berdjandji akan mendesak baginda ajahanda, supaja mengabulkanpermohonan Dasabala itu. Karena keterangan Bisma, ditjapailah persetudjuan. Dewi Sajodjanagandi segera dibawa oleh Bisma keistana, akan dipersembahkan kepada baginda ajahanda. Oleh karena tindakan Bisma itu, baginda amat terharu, lalu bersabda: Hai puteraku jang sangat kutjintai, Kamu telah mengurbankan kepentingan sendiri untuk ajahmu: Betul2 kamu tjinta kepada orangtua. Karena itu aku mohon kepada dewa, supaja kamu tak mati semasih menghendaki hidup. Seketika itu terdengar bunji menggelegar. diudara, tanda permahonan baginda terkabul. Radja Santanu mendapat putera dua orang derngan dewi Sajodjanagandi ialah Tjitragada dan Witjitrawirja. Setelah baginda wafat, diangkatlah Tjitragada djadi radja. Permiaisuri baginda bernama dewi Ambika, puteri Kasindra, radja negeri Waranawati.
4
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
6. RADJA KASINDRA MENGADAKAN SAJEMBARA Prabu Kasindra mempunjai 3 orang puteri ,dan 2 orang putera : Dewi Amba, Dewi Ambika, Dewi Ambalika, Wahmuka dan Harimuka. Wahmuka dan Harimuka berwudjud raksasa. Karena ketiga puteri telah dewasa dan belum bersuami, untuk menetapkan djodohnja, radja Kasindra mengadakan sajembara, jang bunjinja begini : Barangsiapa dapat mengalahkan Wahmuka dan Harimuka dalam perang tanding, akan mendjadi djodoh ketiga dewi. Banjak radja-radja dan sateria yang ikut sajembara itu. Bisma djuga, tapi untuk Tjitragada dan Witjitrawirja. Achirnja Bisma jang menang. Ketiga puteri segera dibawa ke Hastinapura. Setelah mereka sampai di Hastinapura, dewi Sajodjanagandi menitahkan supaja dewi Ambika djadi isteri Tjitragada dan dewi Ambalika djadi isteri Witjitrawirja. Dewi Amba akan diberikan kepada salah seorang dari kedua putera itu. Tapi dewi itu menolak. la akan turut Bisma, karena dialah pemenang sajembara. Bisma mendjawab, ia takkan beristeri, akan meneruskan tjita2 djadi berahmanatjari. Suatu hari Bisma pergi kepertapaan begawan Rama Parasu. Dewi Amba turut, tak mau ditinggalkan. Setelah Bisma beberapa lamanja dipertapaan, lalu pulang ke Hastinapura. Dewi Amba djuga turut, Karena tak dibolehkan turut Bisma, ia mengikuti dari djauh. Setelah Bisma agak djauh berdjalan, baru diketahuinja sang dewi, mengikuti. Disuruh pulang kepertapaanya tidak mau la akan turut kemana Bisma pergi. Bisma segera meng-amang2inja, dengan panah. Maksudnja supaja dewi Amba takut dan mau pulang kepertapaan. Dengan tak sengadja anak panah terlepas dari busur, mengenai dada sang dewi. Seketika itu djuga iapun rebah. Melihat dewi Amba terkena panah dan djatuh ketanah, Bisma segera menangis tersedu2, karena tak sengadja telah mernbunuhnja. Tak lama terdengar suara sang dewi ,Hai Bisma, Kamu memburuh orang jang tak berdosa, jang tjinta kepadamu. Tjintaku benar2 keluar dari hati sutji. Walaupun kamu tak suka beristeri, karena ber-tjita2 djadi berahmanatjari,anggaplah aku sebagai saudaramu atau pengiringmu. Dan izinkanlah aku mengikuti kemana kamu pergi. Tapi tjintaku jang sutji kamu balas dengan pembunuhan, Karena itu aku peringatkan, bahwa kelak aku mendjelma djadi puteri maharadja Drupada jang bernama Sikandi (Srikandi). Djika petjah perang besar antara darah Barata, disitulah aku akan membalas. Setelah berkata demikian, dewi Amba menghembuskan nafas jang penghabisan. Setelah djenazah dikerdjakan semestinja, Bisma segera
7. BEGAWAN WYASA MENERUSKAN KETURUNAN DARAH KURU Dewi Sajodjanagandi (djuga disebut dewi Gandawati) amat berdukatjita
memikirkan darah Kuru akan terputus, karena putera2 nja seorangpun tak berputera. Suatu hari sang dewi memanggil Bisma untuk mentjari akal supaja darah Kuru tidak terputus. Achirnja mereka putuskan memanggil begawan Wyasa untuk
5
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
Wyasa. Setelah Begawan itu datang, sang dewi segera mentjeritakan rnaksudnja. Begawan Wyasa berdjandji akan memenuhi permintaan bundanja. Tapi is minta tempo satu tahun, karena akan bertapa dahulu, agar kelak mempunjai putera jang betul2 utama. Setelah itu Wyasa pulang ke pertapaannja digunung Retawu. Dewi Ambika dan dewi Ambalika amat sedih mendengar hasil pertemuan itu. Tapi mereka tak berani menjangkal. Setelah setahun berlalu, datanglah begawan Wyasa, untuk memenuhi djandji. Pertama2 ia menghendaki turunan dengan dewi Ambika. Ketika akan bertukar asmara dengan begawan Wyasa, dewi itu merasa takut, karena rupa begawan itu sangat djelek. Sebab itu la memedjamkan mata. Kedjelekan muka sang begawan ialah karena lama bertapa. Setelah dewi Ambika hamil dan sampai waktunja melahirkan anak, anak itu
buta, dinamakan Drestaratya (Destarata). Kemudian sang begawan menghendaki turunan dengan dewi Ambalika. Ketika bertukar asmara, muka sang dewi putjat karena takut. Ketika ia mempunjai putera, putera itu bulai, dinamakan Pandu. Dewi Sajodjanangandi menjuruh Ambalika sekali lagi bertukar asmara dengan begawan Wyasa. Dewi Ambalika takut menolak titah. Tapi untung ia mendapat akal. Begini : Dewi Ambalika punja pelajan bernama Datri. Datri disuruh berpakaian seperti
dia, sehingga benar2 menjerupai dewi Ambalika. Dengan demikian begawan Wyasa telah bertukar asmara pelajan sang dewi. Achirnja Datri melahirkan putera jang pintjang, dinamakan Widura. Sekarang tjita2 Sajodjanagandi telah tertjapai. Turunan Kuru tidak terputus. Begawan Wyasa tetap dipertapaannja. Djika turunannja mendapat kesusahan, ia segera datang memberi nasehat.
8. PANDU DJADI RADJA DINEGERI HASTINAPURA Ketiga putera itulah jang meneruskan darah Kuru. jang mendidik mereka ialah sang Bisma. Masing2 mempunjai kesenangan sendiri. Drestaratya menjenangi kekuatan. Pandu gemar beladjar memanah. Widura gemar main anggar. Pandulah jang memegang tali pemerintahan negeri Hastinapura. Jang seharusnja djadi radja ialah Drestaratya, karena putera sulung. Tapi karena ia buta, maka adiknja sang Pandu
didjadikan radja, Sang Drestaratya kawin dengan dewi Gendari, puteri radja Basubala di negeri Gandara. Radja Basubala mempunjai (seorang putera dan seorang puteri, Sakuni dan dewi Gendari, Sang Pandu beristeri dua orang : dewi Kunti (dewi Patra) puteri radja Kuntibodja, radja negeri Kuntiwisaja, dan dewi Madrim, puteri radja Madrapati, radja negeri, Madrawisaja. Radja Madrapati itu mempunjai seorang putera dan seorang puteri : sang Salja, putera sulung dan dewi Madrim.
6
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
9. LAHIRNJA KRESNA DAN KARNA Disini perlu ditjeritakan lahirnja Kresna dengan singkat, sekedar untuk mengetahui silsilahnja. Demikian tjeritanja : Radja Kangsa di Matura, ialah seorang jang amat kedjam; tak mempunjai betas kasihan terhadap sesama manusia. Suatu hari baginda dikundjungi oleh Hjang Natrada, wiku dari sorgaloka, jang memberi tahu baginda kelak akan dibunuh oleh anak Dewaki jang nomor 8. Setelah itu Hjang Narada segera pulang ke Sorgaloka. Dewaki bibi radja Kangsa dan isteri Wasudewa (Basindewa).Setelah radja Kangsa menerima pemberitahuan Hjang Narada, tirnbuhlah niatnja jang djahat. Djika kelak Dewaki melahirkan anak, akan dibunuh, supaja sabda Hjang. Narada tak djadi. Pada waktu itu Dewaki belum mempunjai anak. Lama kelamaan ia mengandung. Ketika baji lahir, dengan segera dibunuh oleh radja Kangsa. Kedjadian demikian berulangulang hingga Dewaki melahirkan anak jang keenam. Ketika Dewaki mengandung ketudjuh kalinja, baji jang masih dalam kandungan itu dipindahkan oleh dewi Nidra (dewi tidur) dengan djalan. gaib ke Rohini, isteri Wasudewa jang kedua. Setelah sampai waktunja, baji lahir dengan selamat, dinamakan: Baladewa atau Balarama. Dewaki mengandungg lagi jang kedelapan kalinja. Wasudewa mendapat akal djuga untuk menjelamatkan baji jang akan dilahirkan itu. Djika kelak lahir, akan diganti dengan baji, lain. Kebetulan ketika itu Jasoda, isteri Nanda, seorang gembala, djuga sedang bunting. Ketika Dewaki melahirkan anak, Jasoda pun melahirkan, waktunja bersamaan. Dengan segera baji2 itu dipertukarkan, Ketika radja Kangsa mendengar, bahwa Dewaki melahirkan, anak jang kedelapan, iapun segera pergi kerumah Dewaki karena tidak mengerti, bahwa baji itu telah tukar dengan anak Jasoda, maka anak jang disangkanja putra Dewaki itupun segera dibunuhnja setjara kedjam. Sementara itu anak Dewaki jang sebenarnja selamat, dipelihara oleh Jasoda dan dinamakan : Kresna. Setelah Kresna besar, ia mempunjai kekuatan gaib. Keberaniannja makin tersiar kemanamana, sehingga radja Kangsa mendengarnja pula. Kresna lalu dipanggil menghadap ke Matura, akan diadu dengan orang jang tersohor kuat dan berani. Nanda amat bersusah hati ditinggalkan Kresna. la tahu radja Kangsa amat kedjam, tak punja belas kasihan kepada sesame manusia Karena itu siang dan malam ia memohon kepada dewa, mudah2an Kresna berbahagia. Selama Kresna di Matura, ia disuruh mengerdjakan segala pekerdjaan jang tak dapat dilakukan oleh orang biasa. Maksudnja, djika Kresna tak sanggup, akan dihukum seberat2nja. Tapi semua itu dapat dikerdjakannja dengan mudah. Ia disuruh menarik busur
jang amat berat. Djangankan,manusia, dewapun tak kuat menariknja. Tapi Kresna menariknja dengan mudah, sehingga busur itu patah dua. Kresna lalu diadu dengan gadjah. Gadjahpun dikalahkannja. Lalu ia diadu dengan dua orang jang kesohor kuat, seorangpun tak dapat mengalahkannja. Kresna djuga jang menang. Melihat kekuatan dan keperwiraan Kresna luarbiasa baginda bukannja bersenang hati, bahkan sebaliknja. Beliau sangat murka, karena merasa kalah kuat dan berani.
7
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
mengatjuhkan titah, akan dibunuh. Mendengar itu, Kresna sangat marah, Terdjadilah perkelahian sengit antara baginda dengan Kresna. Achirnja baginda mati terbunuh. Sekarang sabda Hjang Narada telah terbukti. Radja Kangsa mati terbunuh oleh anak Dewaki jang kedelapan. Setelah radja Kangsa meninggal dunia, Kresna segera meninggalkan Matura. Achirnja beliau kawin dengan dewi Rukmini, puteri radja Bismaka dinegeri Widarba. Perkawinan, itu disertai dengan perang besar, karena diam2 dewi Rukmini dilarikan oleh Kresna. Sehabis perang, Kresna tinggal di Dwaraka(Dwarawati) dengan dewi Rukmini dan djadi radja negeri itu, bergelar batara. Kresna sangat sakti, mempunjai kekuatan gaib jang sungguh mengherankan. Kepada dewapun beliau tidak takut. Sudah pernah beliau
bermusuhan dengan dewa, Demikian tjeritanja :Suatu hari didatangi Hjang Narada jang memberi bunga Paridjata dari Suralaja kepada dewi Rukinini. Dewi Setyaboma, pernaaisuri jang kedua, mengiri. Kresna, menjanggupi pergi ke Suralaja menemu, Hjang Indra untuk memohon bunga tersebut., Hjang Indra tak, mengizinkan. Achirnja terdjadilah, perkelahian hebat, masing2 mengeluarkan, kesaktian. Sebelum ada jang kalah, datanglah dewi Aditi, ibu para dewa memisah, Achirnja Kresna diperkenankan mengambil bunga Paridjata sesuka hati Demikianlah riwajat lahirnja Kresna.
9a. LAHIRNJA KARNA Suatu hari radja Kuntibodja dapat kundjungan, Druwasa, seorang brahmana jang minta tinggal diistana beberapa hari. Druwasa itu minta dengan sangat supaja segala pekerdjaannja djanganlah ada jang mengganggu atau merintangi, Djuga baginda sendiri hendaknja djangan mengganggu. Baginda berkenan meluluskan permintaan itu dan puteri baginda bernama Kunti dititahkan melajani sang berahmana. Dewi Kunti sebenarnja seorang puteri angkat, puteri radja Suraradja, bangsa Jadawa. Djadi masih mempunjai darah Wresni. Oleh karena sang dewi amat baik melajani berahmana itu, maka ia dianugerahi mantera jang dapat mendatangkan salah seorang dewa jang dikehendakinja, Setelah Druwasa meninggalkan istana, sang dewi hendak mentjoba mantera itu. Ia mendatangkan Hjang Surja, jang memberkahinja sehingga djadi bunting. Sang dewi merasa malu karena ia seorang perawan dan kini bunting. la memohon kepada dewa agar baji jang dikandungnja djangan lahir melalui djalan biasa. Benar2 baji itu lahir tidak melalalui djalan biasa, tapi keluar dari telinga, Karena itu dinamakan Karna, artinja telinga. Sedjak lahir, Karna sudah pakai anting2 dan badju kotang. Karena itu is amat sakti dan kebal, Baru sadja Karna lahir, ia segera dimasukkan kedalam peti (kendaga) dan dibuang kesungai Aswanadi, kemudian hanjut sampai ditanah Angga. Disana ia ditemukan oleh seorang kusir kereta bernama Adirata, dan dianggap sebagai anak sendiri. III. PANDAWA DAN KURAWA
10. LAHIRNJA PANDAWA Suatu hari sang Pandu berburu dihutan Himawanpada. Tiba2 dilihatnja seekor kidjang
8
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
dikehendaki. Djika sang Pandu setudju, sang dewi akan mendatangkan dewa dan mohon supaja dianugerahi putera Sang Pandu setudju. Suatu hari dewi Kunti mengeheningkan tjipta mendatangkan Hjang Darma, jang menganugerahi putera dinamakan Judistira. Sudah itu dewi Kunti mendatangkan batara Baju. Ia dianugerahi putera, dinamakan: Bimasena. Achirnja didatangkannja Hjang Indra, jang menganugerahi putera dinamakan Ardjuna. Dewi Madrim jang turut menggunakan mantera itu men datangkandewa Aswin. Hjang Aswin kembar dua, rupanja sama. Dewi Madrim da nugerahi putera kembar dinamakan Nakula dan Sahadewa.
11. LAHIRNJA KURAWA Bersama lahirnja Pandawa, dewi Gendaripun melahirkan putera 100 orang. Demikiari riwajatnja Setelah dewi Gendari mengandung selama 2 tahun, ia 1alu mengeluarkan darah kental. Menurut, petundjuk begawan Wyasa, darah itu harus disimpan dalam, bujung. Setelah petundjuk itu diturut, bersabdalah sang begawan, bahwa kelak darah itu Akan djadi 100 orang baji. Benar sadja, 10 hari kemudian, keluarlah dari bujung 100 orang anak berturut2. Jang keluar pertama, bersamaan lahirnja Bima. Anak itu dinamakan Durjudana. Ketika Durjudana keluar dari bujung banjak alamat tidak baik. Banjak rumah roboh ditiup badai, banjak jang terbakar, binatang2 di hutan berlaga dan serigala ramai me ngaum. Putera Drestaratya 100, orang itu disebut Kurawa, artinja keturunan radja Kuru, ialah radja Hastinapura jang dahulu, Djadi leluhur Kurawa dan Pandawa
12. SANG PANDU MENINGGAL DUNIA Suatu hari sang Pandu amat berahi kepada permaisuri baginda, sehingga lupa kepada sumpah resi Kindama jang menjamar djadi kidjang itu. Beliau lalu memeluk dewi Madrim Waktu itulah sumpah sang resi terbukti. Sang Pandu ketika itu djuga wafat. Karena wafatnja
9
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
13. BIMA MENDAPAT BAHAJA MAUI Sekarang Hastinapura tak beradja lagi. Putera Pandu jang sulung`.belum dewasa, Karena itu, sementara waktu pemerintah dipegang oleh sang Drestaratya. Setelah Pandawa dan Kurawa djedjaka, mengertilah Kurawa, bahwa tak ada jang menjamai kekuatan Bima. Pernah sepuluh orang Kurawa dipegang oleh Bima dan terns dimasukkan kedalam air. Ada lagi kedjadian jang membuktikan kekuatannja. Ketika para Kurawa memandjat sebatang pohon, pohon itu ditjabut oleh Bima, Tentu sadja semua orang jang ada dipohon itu djatuh. Durjudana jang pengiri, demi mengerti kekuatan Bima luarbiasa, djadi sangat bentji. Bima akan dibunuh setjara diam2. Suatu hari, ketika Kurawa mengadakan selamatan ditepi sungai Gangga, Bima diberi makanan beratjun Bima sedikitpun tak tjuriga, Makanan itu seqera dimakannja. Sehabis makan ia djatuh pingsan. Durjudana segera mengikat badan Bima dengan akar2, terus ditjeburkan kesungai. Dalam keadaan terapung2, sampailah ia dikeraton naga jang bernama Radjanaga. Ketika Radjanaga melihat Bima, terus digigitnja. Bisa jang masuk ketubuh, bukan membahajakan, malah djadi obat. Seketika itu djuga Bima sadar kembali, badannja digerak2an, sehingga akar2 jang mengikat tubuhnja semua putus. Maka terdjadilah perkelahian hebat antara Bima dan Radjanaga Achirnja Radjanaga tak kuat melawan. Ia minta tolong kepada radjanja, Hjang Wasuki. Oleh Hjanq Wasuki perkelahian itu dapat dihentikan. Bima lalu diberi minuman jang dapat menambah kekuatan dan kesaktiannja. Setelah Bima delapan hari tinggal disitu, pulanglah ia ke Hastinapura mendapatkan saudara2nja. Judistira dan Widura tahu perbuatan djahat Durjudana itu. Tapi mereka tak mau mantjeritakan kepada sang Drestaratya. Rahasia ditutup rapat2, karena takut pembalasan jang lebih hebat. Tak di-sangka2 Bima, telah kembali dengan selamat. Dur judana makin panas hatinja. la tak senang selama Bima masih hidup. Karena itu ia selalu mentjari akal untuk
membinasakannja. Bisma jang bertugas mendidik Pandawa dan Kurawa berpendapat, mereka telah mentjapai dewasa, sudah sepantasnja dididik oleh seorang guru. Mereka dititahkan berguru kepada Krepa. Siapakah Krepa? Ia anak sang Saradwan dan dilahirkan oleh sebuah busur. Tjeritanja demikian :
14. LAHIRNJA KREPA DAN KREPI Suatu hari sang Saradwan, putera begawan Gotama, pergi berburu membawa busur. Demi sampai ditepi telaga, dilihatnja seorang puteri sedang mandi. Puteri itu sebenarnja bidadari. Saradwan djatuh tjinta kepada puteri jang tjantik itu. Karena ia seorang wiku jang sakti, dapatlah ia memasukkan sang puteri tadi kedalam busurnja. Tak lama busur itupun mengandung. Saradwan lalu pergi bertapa. Panah dan busurnja ditinggalkan disitu. Setelah
10
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
15. PANDAWA DAN KURAWA BERGURU KEPADA DRiUNA Setelah Pandawa dan Kurawa berguru kepada Krepa, lalu berguru kepada Druna, ipar Krepa, suami Krepi. Druna itu putera resi Baradwadja. la mempunjai teman bernama Drupada, putera radja Pantjala. Ketika masilh muda Drupada mendjadi siswa resi Baradwadja, Djadi satu guru dengan Druna. Sekarang Drupada telah djadi radja di Pantjala. Resi Druna dengan Krepi mendapat seorang putera, dinamakan Aswatama (Aswa = kuda). Sebabnja dinamakan demikian, karena ketika baji itu lahir, terdengar suara kuda. Suatu hari Druna pergi ke Pantjala dengan puteranja Aswatama menemui Drupada teman seperguruan, jang djadi radja disana. Setelah sampai, mereka terus menglhadap baginda, tapi tak diterima dengan baik. Malah Drupada bersabda, bahwa tak pastas radja berteman dengan seorang minta2. Mendengar itu, Druna amat sakit hatinja, dan bersama puteranja segera pergi ke Gadjahoja akan menemui iparnja, ialah Krepa. Setelah mereka tinggal beberapa lamanja di Gadjahoja, suatu hari Druna pergi berdjalan2. la bertemu dengan Pan dawa dan Kurawa jang sedang main ,djor.Gembung (Gembung dibuat dari kain, rupanja bulat, digunakan dalam permainan anak2 jang dinamakan ,djor ) jang digunakan dalam permainan itu masuk kedalam sumur kering. Tak seorangpun diantara para sateria dapat mengambilnja. Karena itu mereka minta tolong kepada resi Druna. Druna menjanggupi. Gembung segera dipanahnja dengan lalang, sehingga dapat dikeluarkan dari dalam sumur. Para sateria amat heran melihat kesaktian dan kepintaran resi Druna. Mereka segera pulang, mengabarkan segala jang telah terdjadi kepada Bisma. Druna memang pandai benar menggunakan sendjata dan mengerti segala rahasianja. Sang Bisma amat suka tjita mendengar sembah para sateria, karena beliau sedang mentjari seorang guru jang benar2 pandai mempergunakan sendjata, Karena itu Druna dipanggil masuk istana untuk mendidik para sateria. Resi Druna sanggup memberi peladjaran, tapi dengan sjarat, bahwa mereka djika telah pandai, tidaklah boleh menolak djika sewaktu2 sang resi membutuhkan pertolongan. Para sateria diam, tak seorangpun mendjawab. Hanja Ardjuna jang menjanggupi permintaan resi itu. Setelah beberapa lamanja beladjar pada resi Druna, pandailah mereka mempergunakan. segala sendjata dan mengerti pula rahasianja. Bima dan Durjudana sangat, pandai
menggunakan gada, Nakula dan Sahadewa pandai menggunakan pedang judistira pandai berperang sambil naik kereta, Aswatama pandai ilmu tenung dan sihir, sedang Ardjuna sangat pandai memanah. Apapun jang dipanahnja tak pernah luput. Pada.suatu malam ketika Ardjuna sedang makan, padamlah pelitanja ditiup angin. la terus makan ditengah gelap. Ketika itu ia berpikir, apa sebabnja makanan jang disuapnja tidak salah masuk? Pertanjaan itu dapat didjawab sendiri, ialah karena kebiasaan. Sedjak itu
11
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
Sepulangnja dari mengembara, radja Drestaratya makin bertambah tjinta kepada Judistira jang berwatak pemberani, adil dan. utama. Karena itu ia akan diangkat naik tachta menggantikan sang Pandu, ajahandanja. 16. PARA PANDAWA PINDAH KE WANAMARTA
12
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
tinggal dipasanggerahan jang telah disediakan oleh Durjudana. Selama di Wanamarta, tiap hari mereka ke hutan untuk mengetahui keadaan disitu. Suatu hari datanglah Kanana, utusan Arja Widura menghadap Judistira. la mengaku disuruh oleh Widura supaja membuat terowongan di dalam tanah mulai itu. dari
Pandawa mendengar sembah Kanana demikian amat setuju. Kanana lalu terowongan
jang dalam pasanggerahan ditutup rapi, sehingga siapapun takkan menjangka dalam pasanggrahan ada terowongan,
17. PASANGGERAHAN DIBAKAR OLEH KURAWA Pada suatu malam pasanggerahan dibakar oleh Kurawa. Sekedjap mata api
menjala2 dengan hebatnja. Pandawa be serta ibunda, dewi Kunti, menghindarkan diri dengan djalan masuk terowongan dan keluar didalam hutan. Ketika rumah dibakar, Pandawa sedang kedatangan te tamu enam orang, lima laki2 dan seorang perempuan. Mereka semua mat i terbakar, karena Pandawa tak sempat
membangunkannja. Kurawa demi mendengar pasanggerahan telah terbakar, amat girang dan
13
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
18. BIMA KAWIN DENGAN HIDIMBI Pandawa melihat sang ibu sengsara itu, hati mereka bagai diiris2, sehingga tak terasa air mata mereka bertjutjuran. Setelah sampai dibawah pohon beringin jang sangat rindang, berhentilah mereka disitu untuk menghilangkan lelah. Bima terus mentjari air minum untuk ibunja dan saudara2nja jang sangat haus itu. Tak lama kemudian sampailah ia disebuah telaga jang ditumbuthi bunga tandjung. Dengan segera Bima mandi disitu. Selama mandi, ia selalu ingat kepada ibu dan saudara2nja jang ditinggalkan, chawatir kalau2 saudara2 nja mendapat bahaja. Selesai mandi, ia segera pulang membawa air. Demi sampai ditempat semula, didapatinja ibunja dan saudara2nja tidur njenjak la terus berdiri didekat, mendjaga, djangan sampai ada jang mengganggu mereka. Alkisah radja Hidimba jang tinggal dekat tempat Pandawa berhenti, mengetahui ada orang dekat tempatnja itu, lalu menjuruh adiknja perempuan jang bernama Hidimbi untuk membunuh. Hidimbi herangkat. Setelah sampai ditempat Pandawa, dilihatnja Bima sedang berdiri. Melihat pemuda jang perkasa itu, seketika itu djuga ia djatuh tjinta. Supaja dapat bertjakap2 dengan Bima, ia segera berganti rupa djadi puteri manusia jang tjantik molek, Segera dihampirinja Bima dan mentjeritakan kehendak Hidimba akan membunuh mereka. Karena itu ia nasehati Bima supaja membangunkan saudara2nja. Dan ia sanggup imenolong, asal Bima suka memperisteri dia. Bima mendjawab, ia tak mau membangunkan ibu dan saudara2 nja. Keselamatan mereka, ia sendiri jang akan menanggung, takkan diserahkan kepada orang lain. Pendek kata Bima menolak maksud Hidimbi. Selagi mereka bertjakap2, datanglah Hidimba, la amat
marah melihat segala tingkah laku adiknja. Hidimbi beserta Pandawa akan dibunuh. Ia segera mendekati Bima. Terdjadilah pertengkaran mulut jang diachiri dengan perkelahian hebat. Supaja perkelahian itu tidak membangunkan ibu, dan saudara2nja, Hidimba ditangkapnja, kemudian dilemparkan djauh2. Perkelahian makin sengit. Banjak pohon jang roboh. Karena itu dewi Kunti dan putera2nja semua terbangun. Achirnja Hidirnba terbunuh djuga. Hidimbi demi melihat kakaknja telah.mati segera lari mendapatkan dewi Kunti, karena iapun akan dibunuh oleh Bima. Dengan ratap tangis ia mentjeritakan segala ha1 jang terdjadi dan mohon
14
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
memperisterinja. Tak lama antaranja sampailah Bima dihadapan ibunja akan membunuh Hidimbi. Tapi kehendak Bima dapat ditjegah oleh dewi Kunti. lbu jang sangat dihormati dan ditjintai itu membudjuk Bima supaja suka memper isteri Hidimbi. Achirnja Bima menurut. Maka terdjadilah perkawinan antara Bima dengan Hidimbi.
19. LAHIRNJA GATOTKATJA Para (Pandawa tinggal beberapa lamanja disitu, sampai Bima memperoleh seorang putera berupa raksasa jang amat gagah berani, dinamakan Gatotkatja. Baji itu sedjak lahir sudah besar dan kekuatannja melebihi kekuatan raksasa2 lainnja. Suatu hari Pandawa akan meneruskan perdjalanan. Tapi Hidimbi dan Gatotkatja tidak turut. Mereka tetap tinggal dinegeri Hidimbi di Pringgadani, ditengah hutan. Sebelum Pandawa berangkat, Gatotkatja berpesan kepada ajahnja, djika ada keperluan, hendaklah ia dipanggil dengan djalan mengheningkan tjipta. Ia akan segera datang. Setelah itu Pandawa meneruskan perdjalanan mengembara dihutan dan menderita sengsara tak terhingga. Setelah Pandawa beberapa lamanja berkelana dirimba2, datanglah begawan Wyasa. Mereka lalu mentjeritakan sebab2nja mereka menderita sengsara, mengembara dalam hutan2. Dewi Kunti mentjeritakan kesedihan hatinja karena perbuatan Kurawa jang dengki. Maka bersabdalah Begawan Wyasa : Hai Kunti dan tjutjuku semua, Djanganlah bersedih hati. Didunia ini tak ada orang jang luput dari sengsara. Bagi Manusia, girang dan susah memang silih berganti. Karena itu djanganlah kamu hiraukan. Dan kunasehatkan supaja sekalian meneruskan perdjalanan kenegeri Ekatjakra. Setelah itu beliau menghilang, pulang kepertapaannja. Pandawa segeram meneruskan perdjalanan menurut petundjuk begawan Wyasa.
20. PARA PANDAWA TINGGAL DI NEGERI EKATJAKRA Setelah sampai di Ekatjakra, mereka menumpang pada seorang berahmana, Selama disitu, tiap hari Bima pergi minta2 seperti para berahmana. Pendapatannja dibagi dua. Jang sebagian untuk diri sendiri dan jang sebagian lagi untuk ibu dan saudaranja. Suatu hari Bima tinggal dirumah dengan ibunja. Waktu itu berahmana jang ditumpangi Pandawa mendapat giliran untuk memberi upeti kepada Baka, radja di negeri itu. Upeti itu beru pa orang seorang dan nasi segerobak. Berkatalah isteri berahmana itu dengan ratapnja. Ja suamiku, Aku telah menetaptan tekad djadi kurban makanan rak sasa demi keselamatan suami dan anak2ku. Kemudian didjawa oleh anaknja jang perempuan : Tidak, ibu, aku telah menetapkan tekad mendjadi kurban raksasa djahanam itu. Aku seorang anak perempuan jang sudah besar.
Sekarang tiba waktunja membalas budi orangtua dengan mengurbankan djiwa raga. Djika ibu atau ajah jang djadi kurban, siapakah jang akan memelihara adikku jang masih ketjil itu? Tetapi kalau saja jang mendjadi kurban, adikku akan terpelihara baik. Itulah sebabnja aku menetap kan
15
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
21. PARA PANDAWA MENEMPUH SAJEMBARA Setelah Pandawa. beberapa lamanja di Ekatjakra suatu hari datanglah seorang berahmana, Berahmana itu mentjeritakan tentang radja Drupada jang separoh negerinja direbut oleh resi Druna. Begini tjeritera itu Radja Drupada ( ingin sekali mempunjai putera jang sakti, jang dapat mengalahkan resi Druna. Karena itu baginda membuat sesadji untuk para dewa. Sewaktu upatjara sesadji, datanglah seorang berahmana memberi nasehat kepada permaisuri baginda supaja makan mentega sesadji, Sang permaisuri mendjawab, bahwa beliau belum
menjediakan mentega. Sang berahmana segera menuangkan menteganja dalam api. Tak lama, keluarlah dari api itu seorang anak. laki2 jang sudab dewasa, pakai mahkota dan memegang sendjata. Lalu terdengar suara bahwa anak itulah kelak jang dapat membunuh resi Druna. Anak itu dinamakan Drestadyumna. Orang2 jang hadir semua heran melihat keadjaiban_itu. Tak lama antaranja keluar pula dari tempat sesadji itu seorang gadis ketjil jang tjantik. Lalu terdengar pula bahwa anak itu kelak akan djadi wanita utarna jang tak ada bandingannja dan akan menjebabkan matinja sedjumlah sateria. Karena kulitnja hitam manis, gadis itu dinamakan dewi Kresna (dewi Drupadi). Dan ditjeritakan pula, bahwa dewi Drupadi sekarang telah dewasa, Untuk menentukan djodohnja, radja Drupada mengadakan sajembara. Sehabis bertjerita sang berahmana segera minta diri pulang kepertapaannja. Tak lama kemudian datanglah begawan Wyasa. Beliau menasehatkan supaja Pandawa pergi ke Pantjala untuk turut sayembara. Diterangkannja, bahwa dewi Drupadi pada masa2 hidupnja jang lalu, memohon kepada dewa supaja dianugerahi djodoh sateria utama Permohonan demikian diulangi hingga hidupnja Tana kelima kali, Karena itu Drupadi kelak akan mempunjai djodoh lima orang sateria utama. Setelah itu Wyasa segera pulang kepertapaannja, esok harinja Pandawa berangkat ke Pantjala. Siang malam mereka berdjalan supaja tidak terlambat datang. Pada malaim hari bertemulah para Pandawa denaan seorang gandarwa (sebangsa dewa ) ditengah djalan, namanja Tjitrarata. la menasehatkan supaja Pandawa mendapatkan begawan Domya dipertapaan Utkatjakatirta untuk memohon supaja sang begawan mau mengantarkan mereka ke Pantjala dan mengakui Pandawa sebagai siswa. Dengan senang hati para Pandawa menurut petundjuk itu. Setelah sampai di Utkatjakatirta mereka segera menemui sang begawan dan
16
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
sajembara dimulai, berkumpullah para radja dan sateria disalah satu ruangan untuk didjamu. Dewi Drupadi datang berserta karangan bunga jang akan dikalungkan kepada pemenang. Setelah perdjamuan selesai, para radja dan sateria segera diadjak ketempat sajembara. Masing2 mentjoba menarik busur itu. Tapi tak seorangpun jang berhasil. Ketika sampai giilirannja adipati Karna segera madju kedepan. Waktu ia mengangkat busur, berteriaklah Dewi Drupadi : Anak kusir kereta, aku tak mau. Dengan kemalu2an Karna mengundurkan diri. Para radja dan sateria semua telah mendapat giliran. Tapi tak seorangpun jang berhasil. Sekarana giliran para berahmana janq madju lebih dahulu ialah Ardjuna. Para radia dan sateria tak senang melihat seorang berahmana ikut serta. Ardjuna tanmpil kemuka dengan tidak gentar. Busur segera diambil ditariknja dengan mudah lalu dibidikan ke sasaran. Tak lama antaranja terdengarlah sorak gemuruh, tanda anak panah mangenai sasaran. Drupadi amat girang setelah tahu sajembara dimenangkan oleh seorang berahmana jang muda teruna dan tampan la segera mendapatkan Ardjuna untuk mengalungkan karangan bunga dilehernja dan kemudian keluar bersama2 dari tempat sajembara itu. Para radja dan sateria demikian pula para penocnton semua heran melihat kesaktian dan kepandaian Ardjuna memanah. Radja Drupada tahu sajembara dimenangkan seorang berahmana jang muda dan tampan, lenjaplah kehendaknja menolak seorang berahmana sebagai menantu. Oleh karena baginda berkenan mempunjai menantu seorang berahmana tadi, maka para radja dan sateria sangat marah. Mereka mengamuk, sehingga terdjadilah perang besar. Achirnja musuh dikalahkan oleh Pandawa. Dewi Drupadi segera dibawa oleh Ardjuna menghadap dewi Kunti. Setelah Pandawa berkumpul dihadapan ibunja, Judistira berdatang sembah : Ja ibuku , Karena doa ibu, sajembara telah dimenangkan oleh adikku Ardjuna, Dan sekarana,djuga dewi Drupadi menghadap ibu. Menurut sabda sang Wyasa, dewi itu akan bersuamikan lima orang sebagai, anugerah dewa. Sedjak hidupnja jang pertama kali, sehingga jang kelima kali ini ia memohon kepada dewa supaja dianugerahi djodoh jang utarna dan sakti.. Maka sekarang inilah datangnja anugerah dewa. Dewi -Kunti sangat airang dan setudju apa jang dikatakan .oleh puteranja. Walaupun is baru sadja melihat wadjah Drupadi tapi senangnja tak ubah dengan tjinta terhadap putera sendiri. Sedjak itu Drupadi djadi isteri Pandawa. Sang Kresna radja bangsa Jadawa dan sang Baladewa, kakaknja djuga turut sajembara. Setelah mengerti, bahwa jana menang dalam sajembara itu Ardjuna jang menjamar djadi
17
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
dinamakan Pantjawala. Sebabnja demikian, karena dipandang kurang baik, seorang wanita bersuamikan lima orang, melanggar kesusilaan ). Tak lama antaranja datang pula Hjang Narada. Beliau djuga memberi keterangan.jang serupa. Sekarang tjita2 baginda bermenantukan Ardjuna telah tertjapai. Beliau lalu mengadakan pesta besar2an. Setelah dewi Drupadi diperisteri Pandawa lima, mereka lalu mengadakan perdjandjian supaja tidak terdjadi hal jang tak diinginkan. Perdjandjian itu menetapkan, bahwa mereka harus berganti2 mendekati dewi Drupadi itu. Mula2 Judistira, lalu Bima, Ardjuna, Nakula dan, jang palling achir Sahadewa. Dan jang melihat dewi Drupadi sedang duduk2 dengan salah seorang saudaranja, harus membuang diri dalam hutan 10 tahun lamanja. Perdjandjian itu disaksikan oleh Hjang Narada dan begawan: Wyasa. 22, PARA PANDAWA MEMBUKA HUTAN KANDAWAPRASTA Setelah Pandawa beberapa lamanja dinegeri Pantjala, tersiar kabar, bahwa mereka masih hidup. Durjudana makin panas hatinja. Lebih2 mendengar Ardjuna menang sajembara di Pantjala. Telah terpikir olehnja, setelah Pandawa djadi menantu radja Drupada, tentu akan terwudjud persatuan jang kokoh antara Pantjala dan bangsa Jadawa, dan ini achirnja dapat memperkokoh kedudukan Pandawa. Karena itu Durjudana makin giat berdaja upaja membinasakan Pandawa, sebelum persatuan berdjalan sebaik2nja. Adipati Karna mengusulkan berperang. Tapi Bisma, Widura dan Druna tak setudju. Mereka menasehatkan supaja separoh Hastinapura diberikan kepada Pandawa. Sang Drestaratya setudju. Karena itu Pandawa lalu dipanggil ke Hastinapura dan diberi padang Kandawaprasta. Achirnja padang itu dibuka mendjadi negeri oleh Pandawa dan dinamakan Indraprasta. Makin lama negeri itu makin besar, makin makmur, Disitulah Pandawa hidup tenteram. Karena desakan saudara2nja dan disokong oleh segenap rakjat, Judistira diangkat djadi radja. Sebenarnja
18
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
23. ARDJUNA MENGHUKUM DIRI Pandawa sekarang tinggal di Indraprasta dengan tenteram. Perdjandjian tentangg memiliki dewi Drupadi, mereka pegang teguh. Walaupun amat berat, tapi mereka djalakan sebaik2nja. Suatu hari seorang berahmana datang menghadap Ardjuna. Beliau melaporkan semua ternaknja ditjuri orang. Ia merasa kurang.senang, bahwa, ditempat kediamannja tidak terdjamin keamanan. Ardjuna merasa malu mendengar laporan itu. la ingin segera mengedjar pentjuri itu. Akan tetapi debih dulu ia hendak mengambil sendjatanja jang disimpan dikamar sendjata. Ketika ia masuk kekamar itu, dewi Drupadi sedang duduk2 disitu dengan radja Judistira, Pikirannja djadi bingung. Apakah ia harus menetapi kewadjibannja sebagai sateria atau tidak. Djika diitepatinja, terpaksa ia harus mengganggu saudaranja jang sedang duduk dengan dewi Drupadi. Tetap setelah itu is harus menjiksa diri dihutan 10 tahun lamanja. Sebagai seorang sateria is merasa malu tak dapat mendjamin keselamatan negerinja. Agak lama djuga ja berpikir. Achirnja ia memutuskan akan menepati kewadjibannja sebagai sateria dengan tak segan menjiksa diri sebagai hukumannja. la segera masuk kamar mengambil sendjatanja, kemudian keluar mengedjar pentjuri hewan itu. Tak lama antaranja pentjuri itu tertangkap. Hewannja dikembalikan kepada sang berahmana. Ardjuna segera menghadap Judistira, menerangkan bahwa ia telah melanggar perdjandjian, jakni menganggu kakaknja jang sedang duduk bersama Drupadi. Dan ia mentjeriterakan semua hal ichwalnja. Walaupun demikian ia merasa berdosa, Karena itu is mohon izin menjiksa diri selama 10 tahun. Wa1aupun radja Judistira telah memberi ampun karena perbuatan itu terpaksa oleh keadaan, tapi Ardjuna memegang teguh djandjinja. Iapun berangkat masuk hutan.
24. ARDJUNA KAWIN DENGAN DEWI SUBADRA Selama Ardjuna dalam hutan, ia pernalh mengundjungi Batara Kresna di Dwaraka. Ia diterima dengan penuh kegembiraan. Kebetulan ketika itu digunung Raiwataka sedang diadakan keramaian besar. Banjak pembesar datang berkundjung Begitu pula Baladewa, Kresna dan Subadra, adiknja Kresna naik kereta bersama Ardjuna. Waktu itulah Ardjuna pertama kali bertemu dengan Subadra jang tjantik. Ardjuna tertarik kepadanja. Kresna mengerti jang tersimpan dalam hati Ardjuna. Beliau lalu menerangkan, bahwa untuk menentukan djodoh Subadra, akan dipilih seorang sateria jang sakti dan gagah berani. Ardjuna amat sukatjita mendengar sabda Batara Kresna. la lalu melahirkan rasja hatinja. Dengan persetudjuan Kresna, Subudra akan dilarikan, Maka peristiwa itu
19
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
25. HJANG AGNI MINTA TOLONG KEPADA ARDJUNA DAN UNTUK MEMBAKAR HUTAN KANDAWA
KRESNA
Suatu hari pergilah Kresna dan Ardjuna bertamasja kesurngai Dja muna. Selagi mereka duduk2, datanglah Hjang Agni (dewa api), menjamar sebagai berahmana, minta tolong membakar hutan Kandawa, jang dilindungi oleh Hjang Indra, karena is hendak mengambil latamausadi (Bangsa tumbuh2an. ) jang tumbuh disitu ia menerangkan telah mendapat titah Hjang Brahma untuk minta tolong kepada sang Nara (Sang Nara = Ardjuna, karena Ardjuna itu pendjelma Sang Nara. Sang - Narajana = Kresna, karena pendjelmaan Sang Narajana ) dan sang Narajana Ardjuna mendjawab, ia tak punja sendjata sakti dan kereta jang tjepat. Kresnapun tak punja sendjata sakti, Mereka sanggup mebakar hutan itu, djika punja sendjata tersebut. Hjang Agini sanggup memberi sendjata sakti. Seketika itu djuga beliau
mengheningkan tjipta memanggi1 Hjang Waruna (Baruna), dewa air. Tak lama antaranja datanglah Hjang Agni minta jang dengan sangat Ardjuna supaja dan Hjang Waruna Hjang suka
menganugerahi
sendjata
dibutuhkan
Kresna.
Waruna
menjanggupi. Ardjuna dianugerahi busur jang bernama Gandewa dan berkas anak panah jang tak habis2 dan sekawan kuda putih beserta keretanja, sangat indah. pakai umbul2 berlukiskan, kera sebagai simbul. Kresna dianugerahi sendjata Tjakra dan Gada jang amat Sakti. Setelah menerima sendjata, mereka segera berangkat ke hutan Kandawa, diiringkan oleh Hjang Agni. Setelah sampai mulailah Hjang Agni membakar hutan itu, Kresna dan Ardjunana siap dengan sendjata saktinja membunuh binatang2 jang akan memadamkan api. Maka terdjadilah perang hebat antara binatang2 dengan Kresna dan Ardjuna. Sebenarnja binatang2 itu utusan Hjang Indra, karena hutan itu dilindungi oleh
20
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
26. MAJA MEMBUAT KERATON DI INDRAPRASTA Ada seorang raksasa bernama Maja, serimala jang amat tersohor kepintr:raninja, telah ditolong oleh Ardjuna la diampuni dan tidak dibunuh. Sebagai terima kasih, ia berdjandji akan membuatkan keraton jang amat indah untuk radja Judistra, Dalam 15 hari hutan itu telah habis terbakar. Tak sebatang pohonpun jang masih tum,buh. Walaupun api sa,agat hebatr.ja, tapi hanja enam ekor binatang jang mati lter'bakar. Selesai pekerdjaan itu, datanglah Hjang Indra. Beliau sangat girang melihat ketjakapan dar.; keberaniaii Ardjuna dan Kresna. Ardjuna berdatang sembah, mohon dianugerahi sendjata. Hjang Indra mendjawab : Hai Ardjuna , Djika kamu telah dapat bersua dengan Hjang Maha Dewa, kamu akan dianugerahi sendjata. Kresna mohon Ardjuna seterusnja sebagai saudara. Hjang Indra mengabulkan permohonan itu. Setelah Hjang Indra pulang kekejangan. Kresna dan Ardjuna pulang ke Indraprasta, Djandji Maja untuk membuat keraton terindah, telah ditepati. Tak ada jang menjamai keindahan keraton Indraprasta. Suatu hari Judistira berunding dengan Kresna tentang mengadakan selamatan untuk kemuliaan keraton. Kresna setudju, tetapi negeri2 tetangga jang sering merampas negeri lain harus ditaklukkan lebih dahulu. Bila negeri-negeri itu teIah takluk, barulah diadakan selamatan. Nasehat Kresa diterima baik oleh Pandawa. Mereka menaklukkan negeri2 sekeliling. Ardjuna menaklukkan negeri sebelah Utara, Bima sebelah timur, Sahadewa sebelah selatan dan Nakula sebelah barat. Setelah, takluk semua, lalu diadakan selamatan untuk kemuliaan keraton.Banjak radja2 jang datang. Pun para Kurawa. Setelath perdjamuan selesai, para radja pulang kenegeri masing2 hanja Durjudana dan pamannja Sakuni jang masih tinggal di Indraprasta, ingin melihat2 keindahan keratin. Durjudana terheran2. Keindahan keraton Hastinapura tak sampai separoh keindahan keraton Indraprasta. Karena itu is sangat iri hati. Selama tinggal di Indraprasta, Durjudana sering mendapat malu. Lantai jang berkilau2an, disangkanja kolam. Ketika akan mandi, barulah beliau mengerti bahwa jang disangka kolam sebenarnja lantai. Sebaliknja, kolam jang sebenarnja disangkanja lantai jang berkilau2an. Tentu sadja tatkala berdjalan, jang disangkanja lantai itu, beliau djatuh kedalam kolam sampai basah kujup. Bima dan Ardjuna melihat kedjadian demikian lalu menghiburnja supaja djangan merasa malu. Dengan rasa malu Durjudana dan Sakuni achirnja minta diri pulang ke Hastinapura, 27. RADJA JUDISTIRA KALAH MAIN DADU Durjudana selalu ingat ketika mendapat malu di keraton Indraprasta dan merasa iri karena radja Judistira mempunjai istana jang demikian indah. Keindahan keraton itu menambah bentji Kurawa kepada Pandawa. Walaupuin segala tipu muslihat telah didjalankan untuk membinasakan Pandawa selalu gagal, beliau terus akan berusaha hingga tjita2nja tertjapai. Waktu itu beliau belum mendapat akal lagi. Karena itu beliau berunding dengan Sakuni, Beliau menjatakan akan bunuh diri, djika tak dapat melenjapkan Pandawa dari muka bumi Sakuni mentjoba menghibur Durjudana. Ia menerangkan bahwa Pandawa tak dapat dimusnakan dengan djalan perang. Karena itu harus ditempuh djalan tipu muslihat. Ia tahu para putera dewi Kunti gemar berdjudi. Dan is merasa lebih pandai dari pada para Pandawa,
21
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
Setelah sampai mereka diterima dengan gembira. Esok harinja permainan dadu dimulai. Paandawa memasuki sebuah ruangan jang telah disediakan. Disitu Kurawa telah menanti. Permainanpun dimulai dipimpin oleh Sakuni. judistira kalah. Segala kekajaannja berupa : kereta, gadjah, kuda dan semua budak beliau laki2 dan Perempuan, telah habis dipertaruhkan. Arja dihentikan, Widura karena berdatang akan sembah kepada sang Durjudana, mohon permainan marah
mendatangkan
kesengsaraan.
Durjudana
sangat
mendengar sembah Arja Widura, jang didakwa memihak Pandawa. Permainan berdjalan terus. Arja sakuni bertanja kepada Judistira dengan edjekan apakah jang akan
dipertaruhkan lagi. Terdorong oleh hawa nafsu, Judistira telah mempertaruhkan segala kekajaannja : kerbau, sapi dan negerinja. Maiah diri sendira Judistra kalah pula. Aria Sakuni mengerti Judistira sudah tak punja sesuatu lagi untuk dipertaruhkan. Kemudiaan timbul maksudnja hendak menghina radja itu. ia berkata, Judistira masih punja seorang wanita jang sangat ditjintai, ialah dewi Drupadi. Dan di mintanja dewi itu dipertaruhkan djuga. Dewi Drupadi lalu dipertaruhkan, sehingga orang2 jang berada disitu semua terkedjut, karena tak disangka2nja sampai demikian. Judistira sudah habis2an, tak punja barang sesuatu. Sed-ng saudara2nja, dewi Drupadi dan badannja sen diri sudah mendjadi hak Kurawa, Radja Durjudana sangat girang melihat keadaan demikian, karena tjita2nja akan tertjapai. Sambil tertawa2 disuruhnja Arja Widuara memanggil dewi Drupadi jang hendak didjadikan, budakk beliau dan akan disuruh menjapu kamar dan lain. dan adiknja djuga. Kali ini
22
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
ditariknja, kemudian dihela seperti binatang, masuk ruangan djudi. Setelah dewi Drupadi sampai, Judistira memperingatkan Kurawa supaja djangan sewenang2 terhadap seorang wanita. Banjak nasehat Judistira kepada Kurawa. Ka rena beliau sedang bingung, nasehat itu kurang djelas, se hingga tak dapat menarik hati Kurawa. Mereka terus berbuat sewenang2 terhadap dewi Drupadi. Demi Bima melihat keadaan demikian, ia sangat marah kepada Judistira. Menurut anggapannja, sebab2nja dewi Drupadi diperlakukan sewenang2 ialah salah Judistira, jang telah mempertaruhkan seorang wanita dalam perdjudian. Karena sangat marahnja, tangan kakaknja hendak dibakarnja. Ardjuna memperingatkan Bima, bahwa tidak selajaknja marah kepada kakak, jang wadjib dihormati. Achirnja Bima reda marahnja. Adipati Karna berkata, bahwa jang telah dipertaruhkan
sudah djadi milik Kurawa, karena mereka jang Pandawa djadi hak milik Kurawa.
Para Pandawa mendengar utjapan demikian segera menanggalkan pakaian tinggallah penutup kemaluan sadja. Dussasana menarik kain dewi Drupadi. Dengan pertolongan Hjang Wisnu, dewi itu tak sampai telandjang Tiap kali pakaiannja ditarik, ia telah berpakaian baru pula. Kekedjaman ituberulang2 sehingga sang dewi tak dapat ditelandjangi. Melihat kedjadian itu, Bima lalu berkata : Aku tak mau berkumpul dengan leluhurku, sebelum dapat merobek2 dada Dussasana dan minum darahnja. Dewi Drupadi pun bersumpah takkan berkumpul dengan turunan Kuru sebelum berkeramas dengan darah Dussasana. Orang2 jang mendengar semua takut dan ngeri. Arja Widura tak dapat berbuat apa2 Sedang Bisma tak dapat memberi putusan jang adil,
karena Kurawa tak mau diadili, mereka berbuat sekehendaknja, tak mengindahkan putusan pengadilan. Durjudana bersikap tjongkak sekali. ia menjingkap kain dan paha kirinja
disinggungkan kepunggung dewi Drupadi sambil mengedjek, Melihatat tingkah laku Durjudana jang sombong iu, Bima sangat marah dan berkata pula : Aku takkan berkumpul dengan leluhurku sebelum dapat menghantjurkan paha kiri Durjudana dengan gada. Sehabis ia berkata demikian, terdengarlah suara serigala mengaum, serta banjak lagi alamat tak baik. Dewi Drupadi selalu berdaja upaja supaja sang Drestaratya menaruh kasihan
23
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
29. PERMAINAN DADU JANG KEDUA KALINJA Sjahdan selang beberapa lamanja, suatu hari Durjudana, Dussasara dan Sakuni menghadap sang Drestaratya, mohon izin sekali lagi mengadakan permainan dadu dengan Pandawa. Sekali ini tanpa taruhan harta benda. Taruhanja hanja berupa hukuman. Jang kalah harus membuang diri dihutan 12 tahun lamanja. Pada tahun ketigabelas, harus bersembunji disalah sebuah negeri dengan menjamar. Pada tahun keempatbelas, baru boleh pulang kenegeri sendiri. Tapi djika selama bersembunji itu dapat ditemukan oleh jang menang, mereka harus mengulangi hutkuman buang diri dihutan seperti jang sudah. Permohonan itu dikabulkan oleh Drestaratya. Dewi Gendari, isteri Drestaratya, berusaha sekeras2nja supaja permohonan itu tidak dikabulkan. Akan tetapi sia - sia belaka. Sang Drestaratya tetap mengizinkan. Suatu hari Durjudana mengirim utusan ke Indraprasta, mengundang Judistira untuk main dadu tanpa taruhan harta Benda. Radja Judistira menerima, walaupun mengerti benar bagaimana akibatnja. Tapi ia tak dapat menampik , karena malu menolak suatu tantangan. Baginda dan para saudaranja, begitu pula dewi Drupadi, segera berangkat ke Hastinapura Setelah mereka sampai dinegeri Hastinapura, esok harinja mulailah permainan dadu. Sebelum permainan dimulai, Durjudana mengadakan perdjandjiaan seperti tersebut diatas.
24
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
V. MENDJALANI HUKUMAN SELAMA 12 TAHUN 30. PARA PANDAWA MASUK HUTAN Ketika Pandawa berangkat mereka hanja berpakaian kulit kaju sekedar penutup kemaluan Banjak rakjat Hastinapura jang turut, sehingga susah bagi Judistira untuk menasehati mereka supaja mau pulang ke Hastinapura. Berkat nasehat Judistira, achirnja orang2 itu mau djuga pulang, walaupun dengan hati jang amat sedih. Jang terus ikut hanja tinggal para berahmana sadja jang djumlahnja tidak sedikit. Judistira bingung, bagaimana akal menanggung penghidupan para berahmana itu. Salah seorang mereka menasehatkan supaja Judistira memohon kepada dewa matahari agar dikaruniai redjeki untuk memberi makan para berahmana. Nasehat itu diturut oleh Judistira dan ternjata permohonannja terkabul. Beliau dianugerahi periuk jang dapat tiada putus2nja memberi makan kepada berahmana. Tiap waktu makan, berahmana disuruh makan lebih dahulu. Kemudian para Pandawa jang paling achir dewi Drupadi. Perdjalanan Pandawa dan para berahmana tadi terus menudju kearah utara. Setelah Pandawa meninggalkan Hastinapura, sang Destaratya suatu hari berunding dengan Arja Widura tentang tjara menghentikan maksud Kurawa hendak rnerusak Pandawa. Arja Widura berdatang sembah, mohon Kurawa dan Pandawa didamaikan, dipersatukan. Tapi perdamaian dan persatuan hanja dapat terlaksana bila Durjudana diasingkan. Adapun Durjudanalah biang keladi pertjeraian dan permusuhan. Mendengar sembah Arja Widura, sang Drestaratya sangat murka. Widura dianggapnja berat sebelah, memihak Pandawa dan bentji kepada Kurawa, djadi bentji kepada beliau. Karena itu Arja Widura tidak diperdulikan lagi. la boleh tinggal terus di Hastinapura dan boleh pula enjah dari situ.
25
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
31. RADJA DURJUDANA DIKUTUKI OLEH MAHARESI METREJA Para Kurawa demi mendengar Arja Widura dipanggil kembali, lalu mengerti sang Drestaratya sebenarnja tjinta kepadanja. Tjinta kepada Arja Widura berarti tjinta kepada Pandawa. Ketika Kurawa merundingkan hal itu dan mentjari akal. untuk membinasakan para Pandawa, tiba2 datanglah Begawan Wyasa. Beliau mengerti apa jang sedang dirundingkan oleh Kurawa itu. Karena itu beliau menasehati mereka supaja mengurungkan niat djahat itu. Pun beliau nasehatkan supaja mereka bersatu dengan Pandawa. Akan tetapi Kurawa tak peduli. Setelah itu begawan Wyasa segera pergi kekeraton mendapatkan Drestaratya. Radja Durjudana pun turut. Kepada sang Drestaratya sang begawan memberi nasehat supaja Kurawa dan Pandawa didamaikan, dipersatukan. Djika mereka selalu bertjerai-berai, negeri Hastinapura achirnja rusak dan bangsa Kuru binasa dalam perang saudara. Dan beliau mengabarkan tak lama lagi maharesi Metreja akan datang. Sehabis bersabda sang begawan menghilang pulang kepertapaannja. Tak lama antaranja datanglah maharesi Metreja. Beliau djuga memperingatkan Drestaratya supaja Kurawa dan Pandawa didamaikan, dipersatukan. Banjak pula
nasehatnja berkenaan dengan hal2 mempersatukan dan mendamaikan itu. Setelah itu sang maharesi memandang kepada Durjudana dan menasehatinja supaja bersatu dengan Pandawa. Durjadana bukannja berterimakasih atas nasehat itu. la bahkan sangat marah, seraja menepuk2 paha kirinja. Melihat laku Durjudana, merasa dihina sang maharesi. Sambil menjauk air dari bokor, didepannja beliau lalu bersabda : Hai Durjudana, Karena menghina seorang maharesi jang gemar bertapa dan tak miengindahkan nasehat baik, kamu akan memetik buah tingkah lakumu jang tidak senonoh. Kelak dalam perang besar, bahumu sebe1ah kiri akan dihantjurkan oleh Bima hingga menjebabkan adjalmu. Mendengar sabda itu Drestaratya merasa ngeri. Beliau mohon sangat supaja sang resi mentjabut sabdanja kembali. Sang maharesi mendjawab : Aku mau mentjabut utjapanku itu, djika Durjudana mau berdamai dan bersatu dengan Pandawa. Setelah itu, beliau pun lenjap dari pemandangan.
26
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
33. PARA PANDAWA PINDAH TEMPAT DITEPI TELAGA DWETAWANA Pandawa lalu meneruskan perdjalanan. Setelah sampai di tepi telaga Dwetawana, mereka berhenti, dan bermaksud akan tinggal Disitu beberapa lamanja.
27
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
kewadjiban hamba sebagai isteri sehidup semati dengan kakanda. Ja kakanda, Apakah belum waktunja kakanda memperlihatkan keperwiraan dan keberanian untuk membela keadilan jang merupakan kewadjiban setiap orang? Kakanda mengerti kekuatan Bima melebihi sesama manusia, sanggup menghantjur leburkan musuh. Apakah kakanda lupa kepada ketjakapan dan kesaktian adinda Ardjuna? Walaupun is hanja punja dua belahtangan, tapi djika memanah musuh, anak panahnja berhamburan seperti dilepaskan seribu tangan. Apakah kepandaian Ardjuna itu belum dapat membangunkan,semangat kakanda untuk berhadapan dengan mush Ardjuna pahlawan dunia, dihormati oleh sekalian penghuni sorga, sekarang terpaksa menahan amarah karena mengikuti kehendak kakanda, Apakah kakanda tidak merasa kasihan kepada adinda Nakula dan Sahadewa jang masih muda teruna, tetapi sudah pandai mempergunakan pedang, sekarang menderita sengsara dalam hutan, hanja karena perbuatan musuh jang berwatak djahil dan angkara murka. Ja kakanda, Tak seorangpun jang tak punja amarah. Tetapi ini tidak terdapat pada kakanda. Sateria jang pada waktunja tak suka memperlihatkan amarah, nistjaja akan mendapa tjelaan, Karena itu sudah sewadjibnja kakanda tak boleh memberi ampun kepada musuh jang selalu ingir membinasakan kita semua, Sebenarnja musuh kita dapat dihantjurkan oleh keperwiraan kakanda. Betul ada perkataan jang demikian, bunjinja : Orang jang tak mau mengampuni musuh jang pantas diampuni, ditjela oleh dunia dan akan terkutuk diachirat. Tapi musuh kita tidak pantas mendapat ampun. Sekarang telah waktunja kakanda memperlihatkan kesaterian kakanda melawan musuh siangkara murka, jang selalu berdaja upaja menumpas kita semua. Orang jang selalu mengampuni musuh, takkan mendapat kehormatan. Orang jang sentosa budinja, akan dapat mendjalankan keadilan. Judistira mendjawab :Ketahuilah, hai adinda amarah itu merusak dan djadi sumber kesengsaraan. Oranq marah tak dapat membedakan perkataan jang pantas dan tidak pantas diutjapkan ia tak segan melakukan kekedjaman ataupun mengutjapkan perkatan buruk2. Akibat marah, orang tak segan memfitnah orang lain. Amarah dapat menjebabkan sengsara. Karena itu para bidjaksana selalu ,menahan amarah. Ja adinda jang setia kepada suami, Bagaimanakah aku dapat didorong amarahku, karena aku tahu amarah itu perusak. Orang jang sentosa budinja, selalu berdaja upaja menghilangkan amarah. Orang jang tak dapat memerangi amarah orang lain, dapat menolong diri sendiri dari kesengsaraan. Orang jang tak sentosa budinja, djika mengerti
28
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
29
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
30
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
kesengsaraan, bukan keutamaan sedjati. Banjak jang gemar mengejar keutamaan, tetapi achirnia pikirannja djadi beku. Perbuatan demikian tak ada gunanja, karena tak dapat dirasakan girang dan susahnja. Ja kakakku, Keduniawian tak dapat ditjapai hanja dengan minta2, akan tetapi harus dengan budi pekerti jang, berazas keutamaan. bagi kakakku pekerdjaan minta2 tidak selajaknja, walaupun pekerdjaan itu baik bagi para berahmana. bagi seorang sateria keutamaan terdapat dalam kekuasaan dan keberanian. Karena itu baiklah kakakku mendjalankan keutamaan sateria membinasakan rnusuh dengan djalan berperang. Menurut para bidjaksana, kemuliaan itu ialah keutamaan, Oleh karena itu, marilah berusaha mentjapainja. Tidak sepantasnja kakakku hidup sehina ini. Bangunlah kakakku memenuhi kewadjiban sateria, mendjalankan tugas djantan. Kemauan djika tidak disertai kekerasan hati, akan sia2. Orang kaja jang akan menambah kekajaannja, harus mengeluarkan kekajaannnja. Hasil jang dipungut seseorang itu tentu lebih banjak dari pada bidji jang telah ditanamnja. Oleh karena itu, ja kakakku, djanganlah berketjil hati bahwa pekerdjaan kita hendak merebut kembali hak kita itu akan sia2 belaka. Ingatlah kepada leluhur kita jang selalu melindungi negeri dan rakjat. Perbuatan demikian djuga masuk perbuatan utama. Ja, kakakku, Kemuliaan seorang sateria takkan dapat ditjapai dengan hanja bertapa, tapi djuga dengan berperang jang berpedoman keutamaan. Karena itu segeralah naiki kereta jang lengkap dengan sendjata perang dan minta berkah kepada para berahmana supaja tjita2 bisa tertjapai. Saja harap hari ini djuga kakakku suka kembali ke Hastinapura untuk menggempur musuh. Dengan gembira aku akan mengikuti dengan memanggul gada. Djika kakakku suka merebut kembali hak jang telah dirampas oleh musuh itu, tentu akan mendapat bantuan tenaga jang besar. Karena itu djanganlah kakakku bimbang, marilah segera berangkat menghantjurkan musuh. Judistira mendjawab : Bima, perkataanmu semua itu benar. Saudara2 menderita karena kelalaianku. Orang jang setianja seperti aku achirnja sengsara. Ja adikku Bima, Saja tak dapat memungkiri djandji, apalagi djandji jang disaksikan oleh orang baik2. Apa jang telah didjandjikan, sedapat2nja saja tepati. Bagiku lebih baik mati daripada mendapat kemuliaan dunia dengan djalan memungkiri djandji. Adikku, Ketika aku main djudi, kamu sangat marah, sehingga hendak membakar tanganku, tapi ditjegah oleh Ardjuna. Achirnja kamu memeras2 tanganmu sendiri. Djika betul2 pertjaja pada kekuatan sendiri, mengapa tak karnu tjegah aku mengadakan perdjandjian? Sekarang Pandawa telah terlandjur menderita. Apa gunanja mengata2i aku? 0, adikku Bima, Rusak binasa hatiku, ketika melihat Drupadi diberi malu oleh Kurawa, hatiku seperti dibakar Akan tetapi karena aku telah berdjandji didepan Kurawa, tak dapat aku melanggar djandji itu. Hai Bi'ma, Menunggu saat kita mendapat kembali kebahagiaan dan kehormatan, tak ubah dengan orang bertanam menunggu saat bisa memetik buah, Bagiku, keutamaan lebih berharga dari djiwaku dan kehormatan didunia.
31
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
32
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
mengabulkan semua permohonan mu. Ketika Ardjuna mengerti, bahwa sang resi sebenarnja Hjang Indra, ia segera menjembah telapak kaki beliau dan menerangkan bahwa ia sangat ingin mempurijai sendjata dewa. Hjang Indra sangat girang? lalu bersabda: Hai Ardjuna Sekarang kamu telah sampai disini. Apa gunanja memohon sendjata, kamu telah mentjapai kemuliaan hidup. Apa tidak baiknja berusaha mentjapai ketentreman sedjati ? Ardjuna berdatang sembah : Ja, daulat Tuanku, Ketenteraman jang djadi harapan hamba, ialah ketenteraman dunia, bukan hanja ketenteraman diri sendiri. Hamba tak harap kemuliaan seperti dewa, dengan meninggalkan saudara2 hamba jang sedang menderita ditengah hutan karena perbuatan musuh. Djika hamba berusaha mentjapai ketenteraman untuk diri sendiri, apakah tidak berarti hamba sengadja membusukkan nama hamba sekeluarga untuk se-lama2nja? Mendengar sembah Ardjuna demikian, Hjang Indra lalu bersabda : Djika kamu telah dapat melihat Hjang Siwah, jang bersendjatakan trisula (tombak bertjabang tiga), aku akan menganugerahi sendjata dari sorga. Karena itu bertapalah, supaja dapat melihat Hjang Siwah. Sehabis bersabda Hjang Indra lenjap dari pemandangan, pulang kekajangan. Ardjuna kemudian bertapa ditempat jang ditundjukkan Hjang Indra tadi, ialah digunung Indrakila. Setelah Ardjuna beberapa lamanja bertapa, datanglah seorang pemburu denqan membawa panah. Tatkala ia hampir sampai ditempat Ardjuna, tiba2 datang seekor babi hutan jang amat besar hendak menjerang Ardjuna jang sedang bertapa.
35. ARDJUNA MEMBUNUH BABI HUTAN Ketika Ardjuna melihat babi hutan hendak menjerang, ia segera rnengambil panah. Demi pemburu melihat Ardjuna hendak memanah, iapun berkata : Hai Ardjuna, Babi itu djangan engkau panah, karena telah lama aku mengedjarnja. Aku jang akan memanah . Tapi Ardjuna tak menghiraukan perkataan pemburu itu. Dengan segera babi hutan dipanahnja. Pemburupun melepaskan panah. Baru sadja babi itu terpanah mati, seketika itu djuga binatang itu berganti rupa djadi raksasa besar jang sangat menakutkan. Dengan segera Ardjuna menghampirinja. Begitu pula sipemburu, Babi itu sebenarnja raksasa Mamangmurka, utusan Niwatakawatja, radja raksasa dinegeri Imantaka. Mamangmurka disuruh membunuh Ardjuna jang sedang bertapa. Radja
Niwatakawatja itu amat Sakti dan kaja raja, sehingga negeri2 lain takut kepadanja. Djangankan manusia, dewapun tak berani melawan. Oleh karena kesaktiannja banjak negeri2 lain takluk kepadanja. Ia bermaksud menaklukkan para dewa dan menjerang Suralaja. la telah mengerti para dewa akan minta bantuan Ardjuna, jang sedang bertapa di Indrakila. Ia berpendapat, djika Ardjuna dapat meneruskan tapanja, tentu akan makin sakti. Mungkin ia akan kalah berlawanan dengan Ardjuna. Karena itu ia menjuruh Mamangrnurka membunuh. Ardjuna sebelum tapanja selesai. Mamangmuka lalu beganti rupa djadi babi hutan, supaja Ardjuna tak menjangka bahwa ia seorang raksasa jang akan membunuhnja. Tetapi achirnja Mamangmurka terbunuh oleh Ardjuna. Ardjuralah jang dapat menolong para dewa mengalahkan para raksasa dari
33
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
kamu. Kamu sangat sombong dengan sendjatamu jang tiada seberapa saktinja itu. Lihat lah, hai sateria, Ini hari djuga kamu akan mati karena panahku. Ardjuna, sangat marah mendengar utjapan sang.pemburu mukanja berapi2. Maka terdjadilah perkelahian sengit, masing2 mengeluarkan kesaktian, Ardjuna segera menarik busurnja jang mengeluarkan anak panah beribu2 djumlah, laksana air hudjan turun dari langit. Tapi semua panah tadi tak dapat melukai tubuh sang pemburu. Ardjuna achirnja dilemparkan djauh2 sehingga pingsan. Setelah siuman, ia lalu. mengambil tanah liat dibuatnja orang2an berupa Hjang Siwah, jang dikalunginja karangan bunga kemudian disembahnja, tak ubah dengan menjembah Hjang Siwah jang sebenarnja, dan memohon supaja beliau suka melindungi. Demi Ardjuna mengangkat kepala, tampaklah kalung bunga jang dileher orang2an itu telah pindah menghias leher musuhnja, jaitu sang pemburu. la sangat heran melihat keadjaiban itu dan menduga itu bukan benar2 pemburu, tetapi Hjang Siwah jang salin rupa djadi pemburu. Karena itu ia rnendapatkan musuhnja disembahnja dengan penuh chidmat dan kejakinan, bahwa musuh itu Hjarg Siwah. Dugaan Ardjuna tidak salah. Pemburu itu memang Hjang Siwah. Oleh karena Ardjuna telah mengerti pemburu itu Hjang Siwah, beliau pun achirnja mengaku djuga, Beliau menerangkan sebab2nja mendjadi pemburu, ialah untuk mengudji kesaktian Ardjuna. Beliau menganugerahkan sendjata panah jang amat sakti bernama Pasopati. Dan berpesan bahwa sendjata itu tak boleh digunakan djika tidak menghadapi musuh jang sangat berbahaja. Kalau digunakan terhadap musuh biasa, semua machluk akan hantjur lebur. Setelah berpesan demikian, Hjang Siwah lalu mengilang. Sepeninggal beliau Ardjuna sangat girang karena dianugerahi sendjata jang amat sakti dan tak ada bandingannja Selagi is bergirang2 itu, tiba2 datang Hjang Baruna, batara Kurewa, batara Jama dan batara Surja. Pendek kata semua pemimpin dewa datang. Demikian djuga Hjang Indra malah dengan permaisurinja. Semua memudji kesaktian Ardjuna dan berdjandji akan menganugerahi sendjata2 lain jang sakti djuga. Hjang Indramenitahkan Ardjuna naik kekajangan,
34
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
35
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
36
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
mempunjai bunga seperti itu, jang masih segar. la lalu berkata kepada Bima, minta ditjarikan bunga itu. Bima sangat sajang kepada dewi Drupadi. Mendengar permintaan itu, dengan tidak berkata sepatah djuga ia segera berangkat mentjari. Djalanja menudju ketimur laut menempuh angin besar. Wa1aupun djalan itu sangat sukar, akan tetapi ia sedikitpun tak enggan hatinja tetap akan memenuhi permintaan dewi jang sangat ditjintai itu dan harapannja besar akan memperoleh bunga jang ditjari la pertjaja kepada kekuatan sendiri dan pertjaja pula, djika ia sungguh2 mentjari tentu akan berhasil. Karena ia selalu gembira dan penuh harapan akan mentjapai jang dikehendakinja. Maka sampai lah ia disalah suatu telaga jang banjak bunganja. Bima segera terdjun kedalam mentjari hunga Tundjung. Tapi sia2 belaka. meneruskan perdjalanan. 38. BIMA MENDAPAT PERTOLONGAN HANUMAN Sjahdan Hanuman, radja kera jang tinggal digunung itu, demi mendengar suara dahsjat, mengertilah ia itulah suara Bima. Hanuman berdjalan tjepat2 menudju suara itu, la
hendak melindungi Bima supaja selamat dalam perdjalanaan dan dapat mentjapai jang dikehendakinja. la lalu merebahkan diri ditengan djalan jang akan dilalui Bima, ialah djalan jang menudju kesorga. Djalan itu sempit dan puaka (litjin dan susah) tak boleh dilalui orang jang punjai dosa, karena itulah djalan para dewa. Demi sampai ditempat Hanuman rebah itu, Bima terpaksa. berhenti karena djalan dirintangi badan Hanuman, Bima menjuruh radja Kera itu menjingkir, tapi ia tak mau, dengan alasan ia sedang sakit keras, sehingga tak dapat mengangkat badan, Bima
disuruh,melompat sadja, tapi tak mau. Hanuman memperingatkan, bahwa djalan itu tak boleh diIalui oleh orang jang masih bisa mati atau orang jang punja dosa. Bima diperingatkan demikian, tak djuga menurut. la akan meneruskan djuga perdjalanannja. Hanuman berkata, djika Bima hendak terus djuga melalui djalan itu dan tak mau melompatinja, hendaklah memindahkan ekornja sadja kesisi djalan, supaja tak usah melompatinja. Bima segera memegang ekor kera itu dengan tangan kiri, karena sangkanja, dengan
37
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
38
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
pemandangan Bima segera meneruskan perdjalanan menurut pe tundjuk Hanuman. Setelah sampai ditengah pegunungan Kelasa, Bimapun melihat telaga jang indah, penuh bunga Tundjung jang dikehendaki dewi Drupadi. Telaga itu bernama Sugandika kepunjaan batara Kuwera, dewa kekajaan. Demi Bima akan turun kedalam telaga, ia ditjegah oleh para raksasa jang mendjaga. Karena Bima tak mengindahkan kata jang mendjaga terdjadilah perkelahian jang amat seru. Achirnja para pendjaga kalah lalu lari untuk memberitahu batara Kuwera. Setelah batara Kuwera tahu bahwa ada manusia jang akan merusak taman akan mengambil bunga Tundjung, beliaupun segera berangkat naik kereta. Setelah sampai tahulah beliau bahwa jang ada disitu Bima. Beliau tidak djadi marah, malah Bima dititahkan mengambil bunga sebanjak2nja. Setelah Judistira beberapa lama tak melihat Bima, beliau lalu menanjakan kepada dewi Drupadi. Sang dewi menerangkan, Bima sedang mentjari bunga Tundjung. Mendengar djawaban itu Pandawa segera menjusul, didukung oleh Gatotkatja dengan para raksasa terbang keangkasa. Setelah sampai, bertemulah mereka dengan Bima. Pandawa lalu mandi dan terus tinggal ditepi telaga. Setelah Pandawa dapat beberapa hari tinggal disitu, ia melanjutkan ke gunung Gandamadana, Judistirapun ingin melihat kajangan batara Kuwera. Tiba2 terdengar suara Hai Pandawa, Djanganlah mengundjungi kajangan batara Kuwera. Lebih baik pergi kebekas pertapaan resi Narajana dan resi Nara Widari.
Resi lomosa jang djuga mendengar suara itu, menasehati supaja Pandawa menurut petundjuk itu. Pandawa lalu pergi ke Widari dan tinggal disitu. 39. RADJA JUDISTIRA DITIPU OLEH SEORANG RAKSASA Suatu hari Judistira, Nakula, Sahadewa dan Drupadi ditipu oleh raksasa jang bernama Djatasura. dilarikan dengan segala sendjatanja, Raksasa itu ganti rupa seperti berahmana. Para Pandawa sedikitpun tidak mengira bahwa berahmana itu sebenarnja raksasa. Karena itu, kemana diadjak berahmana tiruan itu, mereka ikut. Ketiku itu Bima, Gatotkatja dan para pengikut Gatotkatja sedang berburu. Para berahmana lagi mendjalankan kewadjiban sesadji. Ketika Bima dan Gatotkatja pulang dari berburu, saudara2nja seorangpun tak kelihatan. Mereka segera mentjari. Tak lama antaranja bertemulah mereka dengan Djatasura jang melarikan Judistira. Maka terdjadilah perkelahian seru. Djatasura mati terbunuh, dan Pandawa pulang ke Widari. Setelah mengaso beberapa hari, mereka lalu meneruskan perdjalanan sampai dipertapaan Arstisena di Himawat. Maka tinggalah Pandawa disitu. Suatu hari berkatalah dewi Drupadi kepada Bima, ia ingin mengetahui puntjak gunung Gandamadana jang banjak raksasanja. Bima mendjawab, bahwa ia akan berusaha memenuhi keinginan itu. Tapi lebih dulu ia akan berangkat seorang diri akan membunuh para raksasa dipuntjak gunung, Djika itempat itu telah aman, ia akan kembali mendjemput Drupadi dan saudara2nja. Setelah itu iapun segera berangkat. Ketika sampai dipuntjak Gandamadana, terdjadilah perkelahian seru dengan para raksasa. Para raksasa kalah, banjak jang mati, jang masih hidup
39
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
40. ARDJUNA KEMBALI DARI KAJANGAN Suatu hari terkenanglah Pandawa kepada Ardjuna, sehingga wadjahnja tergambar dalam pikiran mereka. Tiba2 mereka lihat tjahaja gilang-gemilang datang mendekat. Makin lama makin njata, bahwa itulah tjahaja Ardjuna menaiki kereta Hjang Indra. Waktu kereta sampai ditempat Pandawa Ardjuna segera turun terus menjembah kakaknja, Judistira dan Bima, lalu menghormat para berahmana dengan takzimnja. Ia lalu mentjeritakan kala 4 tahun dikajangan, telah dapat membunuh radja Niwatakawatja jang djadi musuh para dewa dan membinasakan Kalakandja, radja raksasa dinegeri Hiranjapura. Sebagai oleh2 dewi Drupadi dikasih pakaian keradjaan buatan surga. Waktu itu Pandawa telah mendjalani hukuman 10 tahun. Setelah Ardjuna mengaso beberapa hari, Pandawapun mengundjungi tempat2 sutji hingga sampai dikanan-kiri sungai Djamuna. Gatotkatja dan pengikutnja diperbolehkan pulang kenegerinja. Maka sampailah Pandawa dihutan Wisajajuka jang amat indah. Disitu mereka tinggal agak lama dan tiap hari pergi berburu. Suatu hari ketika Pandawa berburu, Bima dibelit ular besar. Dengan pertolongan. Judistira Bima bisa lepas dari belitan ular itu. Para Pandawa lalu kembali lagi kehutan Kamyaka. Waktu itu tahun kesebelas Pandawa mendjalani hukuman. Suatu hari datang Batara Kresna dengan perrnaisuri dewi Setyaboma dan resi Markandeja. Seteiah beberapa hari berkumpul dengan Pandawa, mereka lalu minta diri pulang. Pandawa lalu pindah lagi ke Dwetawana tinggal ditepi telaga.
41. KURAWA HENDAK MENGUNDJUNGI PARA PANDAWA Radja Drestaratya mendengar kabar dari salah seorang berahmana jang habis mengundjungi Pandawa bahwa keadaan Pandawa sangat sengsara. Lebih2 dewi Drupadi. Beliau sangat menjesali perbuatannja, tak punja pendirian teguh, selalu menuruti permohonan puteranja jang djahil. Tapi Durjudana sebaliknja sangat girang. Timbullah kehendaknja akan melihat
40
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
Kurawa, Menurut pendapatku, sudah sepantasnja Durjudana ditawan gandarwa. Kamu tentu mengerti, Bahwa orang jang suka memusuhi orang jang tidak
mempunjai kekuatan, tentu akan dibalas oleh orang lain. Rupa2nja didunia ini penuh dengan kebahagiaan. Buktinja, walaupun Pandawa sekarang sedang sengsara, masih ada orang jang tjinta kepada kami, suka mengerdjakan suatu pekerdjaan jang djadi beban Pandawa, ialah para gandarwa. Durjudana datang di wejtawata sini tentu dengan maksud djahat, akan mengedjek dan mentertawakan Pandawa jang sedang sengsara. Jang suka memperhatikan kelakuan Durjudana tentu akan mengtakan bahwa kelakuannja tidak baik, tidak pantas djadi kelakuan seorang radja Pandawa belum pernah berbuat djahat kepada Kurawa. Tapi Kurawa selalu berbuat djahat kepada Pandawa, selalu berusaha
menumpasnja. Orang2 demikian tentu mendapat dosa besar. Apakah kamu tidak malu minta tolong kepada orang jang hendak kamu bunuh? Mendengar perkataan Bima itu, Kurawa sepatahpun tak mendjawab Mereka diam, bergerakpun tidak, rupanja sangat malu. Judistira jang berwatak belas kasihan, tak tega membiarkan kesusahan Kurawa, membiarkan radja Durjudana ditawan musuh Beliau membudjuk2 Bima supaja suka menolong. Oleh karena Bima segan kepada kakaknja, achirnja mau djuga is menolong Kurawa. Pandawa segera berangkat menjera ng tentara gandarwa. Maka terdjadilah pertempuran jang sangat hebat. Masing2 mengeluarkan kesaktian, sehingga tertjenganglah Kurawa melihatnja. Achirnja para gandarwa kalah, Sebabnja gandarwa mentjegat Kurawa, ialah karena titah Hjang Indra kepada Tjitrasena, radja gandarwa, untuk menghalangi niat Kurawa jang djahat terhadap Pandawa. Karena itu kala Tjitrasena jang bersalin rupa mendjadi gandarwa.berhapan dengan Ardjuna iapun berganti rupa kembali. Beliau menerangkan sebab2nja, mentjegat para Kurawa sehingga menawan Durjudana, ialah supaja kehendaknja jang djahat tak dapat dilangsungkan. Karena usaha telah tertjapai, beliau segera pulang kekajangan.
42. RADJA DURJUDANA HENDAK BUNUH DIRI Setelah keluar dari tawanan karena pertolongan para Pandawa, Durjudana segera pulang ke Hastiriapura. Beliau merasa malu, karena maksudnja akan memberi
41
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
Alkisah para raksasa jang menjembunjikan diri karena kalah perang dengan para dewa pada masa jang lalu, demi mengerti Durjadana akan bunuh diri, amat kuwatir. Karena djika radja itu mati, tentu tjita2 mereka akan membuat onar di dunia tidak akan
tertjapai. Mereka lalu menjalakan api sesadji. Para berahmana raksasa, menumpahkan mentega masuk api itu sambil mengutjapkan mantera. Tak lama antaranja keluar dari api itu seorang perempuan, menanjakan pekerdjaan apakah jang harus dikerdjakan. Para berahmana raksasa, menjuruh mengambil sukma radja Durjudana. Perempuan itu segera berangkat. Tapi lama antaranja kembalilah ia membawa sukma Durjudana, Para raksasa membudjuk2 sukma radja itu supaja kehendaknja membunuh diri diurungkan. Para raksasa menjanggupi kelak dalam perang besar, perang Baratajuda, akan membantu membinasakan musuhnja. Mereka memastikan kelak musuhnja akan hantjur lebur dan Durjudana akan djadi radja Gung binatara. Ketika mendengar kata raksasa itu, sukma Durjudana sangat pertjaja, sehingga mengurungkan kehendak akan bunuh diri. Para raksasa demi mengerti bahwa radja itu telah mengurungkan kehendaknja itu sangatlah girang, karena akan dapat meneruskan
pekerdjaannja membuat dunia tidak tenteram, Dengan segera sukma radja itupun dikembalikan. Radja Durjudana jang sedang pingsan, segera bangun kala sukmnja telah kembali, wadjahnja berseri2 tanda girang. Beliau pertjaja kelak dapat
mengalahkan Pandawa dengan bantuan para raksasa. Adappun usaha Adipati Karna menaklukkan negeri2 lain djuga telah tertjpai.
Karena itu Durjudana bermaksud mengadakan sesadji Radjasuja Beliau lalu minta pertimbangan para berahmana. Tapi para berahmana tidak setudju, karena Judistira telah mengadakannja.
43. BEGAWAN WYASA MENEMUI PARA PANDAWA Mengadakan sesadji Radjasuja itu hanja satu kali bagi satu turunan. Djika radja Drestaratya dan radja Judistirn telah meninggal dunia, baru radja Durjudana dibolehkan mengadakanrja. Karena itu beliau hanja mengadakan sesadji Wisnawa, dengan dikundjungi oleh para radja. Radja Judistirapun diundang tapi tak dapat datang. Kemudian para Pandawa pindah lagi kehutan Kamyaka. Ketika itu telah genap sebelas tahun mereka mendjalani hukuman. Pada suatu hari datanglah begawan Wyasa berkundjung. Djatuh hati beliau melihat Pandawa badannja sangat rusak tinggal kulit dan tulang, sehingga sedjurus lamanja tak dapat berkata sepatahpun djuga. Kemudian bersabdalah beliau Didunia ini tidak ada keadaan jang tetap, selalu berubah2. Tak ada seorangpun jang selama hidupnja merasa bahagia. Dan djuga tak seorangpun jang, selalu menderita sengsara. Karena itu Para bijaksana selalu teguh hatinja djika mendapat kebahagiaan atau menderita kesusahan. Tak ada pekerdjaan jang lebih baik dari pada tapa brata. Dengan tapa brata orang dapat mentjapai kemuliaan dunia. Ja tjutju2ku, Barangsiapa
42
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
44. DEWI DRUPADI DILARIKAN DJAJADRATA Sjahdan Djajadrata, radja negeri Sindu, putera radja Wredaksatra, suatu hari pergi kenegeri Mandraka (Mandaraka) akan meminang puteri radja Salja. Ketika sampai ditempat Pandawa, beliau lihat seorang puteri jang tjantik parasnja, tapi sangat kurus badannja. Ketika itu Pandawa sedang berburu. Dewi Drupadi ditinggalkan seorang diri. Djajadrata tertarik hatinja melihat dewi Drupadi, lalu dihampirinja masuk kedalam kubu. Setelah mereka tanja menanja, Djajadrata lalu membudjuk2 supaja dewi Drupadi terpikat hatinja, suka djadi permaisuri baginda. Katanja : Sekarang aku telah menjaksikan sendiri keutamaanmu. Sebenarnja kamu tak pantas menderita sengsara begini. Karena itu naiklah segera kekeretaku, supaja kamu dapat mengenjam kenikmatan dunia. Kamu tidak pantas djadi permaisuri Judistira radja tjelaka, jang hidup didalam hutan negerinja telah hilang, kebahagiaannja hilang, Djika sang dewi betul2 orang jang mengerti, sudah tentu tak mau mengikiuti swami jang sangat miskin. Wanita tak mendapat dosa meninggalkan suaminja jang lagi miskin, djika kemiskinan itu karena perbuatan sendiri, disengadja. Pandawa jang djatuh miskin, tak akan dapat merebut kembali negerinja. Sebaik2nja djanganlah sang dewi mau menderita sengsara jang disebabkan oleh perbuatan suami sendiri. Terimalah kebahagiaan dan kehormatan jang kuberikan. Djanganlah menolak, kamu akan kudjadikan permaisuri, supaja turut mempunjai negeri Sindu dengan djadjahannja. Dewi Drupadi mendengar perkataan Djajadrata demikan lalu mendjawab dengan kata2 jang pedas. Tapi Djajadrata tak mau mendengarkan. Ketika dewi itu melihat pengikut DJajadrata telah siap sedia untuk menangkapnja, ia lari sekentjang2nja ketempat resi Domea. Setelah sampai dihadapan resi Domea is merebahkan diri dipangkuan sang resi. Akan tetapi dapat djuga direbut oleh radja Djajadrata, terus dinaikkan dikereta. Resi Domea mengedjar dan berkata : Hai radja Djajadrata, Djanganlah melanggar kesusilaan. Laki2 tak boleh melarikan isteri orang lain, djika suaminja belum dikalahkan. Apakah
43
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
kesaktiannja. Mendengar kata resi itu, lenjaplah pikiran Pandawa jang bukan2. Mereka menetap kedua kalinja di Kamyaka dengan hati tenteram.
45. HJANG INDRA TURUN KE ARTJAPADA Dalam tahun keduabelas Pandawa mendjalani hukuman, Hjang Indra turun ke Artjapada akan minta kotang dan anting2 Adipati Karna, jang menjebabkan ia sakti dan kebal. Sebelum Hjang Indra turun menemui Adipati Karna, batara Surja telah mendahului dalam impian batara itu menitahkan, djika ada berahmana datang meminta, anting2 dan kotang, djanganlah dikabulkan, karena djika kedua benda itu dikasikan, sang Adipati akan mati dalam perang besar jang akan datang. Selama masih memakai kedua benda itu is akan terluput dari bahaja mati. Dan diterangkan pula berahmana itu sebenarnja Hjang Indra. Adipati Karna berdatang sembah, menerangkan bahwa ia akan menuruti
perkataannja, akan mengabulkan segala permintaan para berahmana. Sembahnja : Ja duli Sesembahanku, Djika Hjang Indra menemui patik dengan ganti rupa seperti bermana, apapun pintanja akan patik penuhi, menepati jang te1ah patik katakan. Pendapat patik tak selajaknja sateria melanggar djandji hanja karena menghendaki keduniawian. Satereia lebih baik mati dalam menepati djandji dari pada hidup terhina karena melanggar djandji. Mati sebagai sateria dimedan pertempuran akan meninggalkan nama jang harum. Demikian tekad patik. Karera itu djika Hjang Indra mendapatkan patik seperti berahmana, segala permintaannja akan patik kabulkan. Batara Surja mendengar djawaban Adipati Karna itu, menasehatkn mohon ganti sendjata jang sakti. Setelah dinasehati demikian. Adipati Karna terbangun dari tidurnja. Esok harinja pagi2 benar, setelah Adipati Karna memudja para dewa, datanglah keinginannja mempunjai panah Sakti. Karena itu ia mengharap2 kedatangan Hjang Indra. Suatu waktu datanglah Hjang Indra berganti rupa seperti berahmana menemui
44
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
Nakula mentjari air. la segera berangkat, kemudian sampailah ditepi telaga jang sangat djernih airnja. Karena sangat dahaga, is segera hendak minum. Tapi sebelum ia menjauk air, terdengar suara berkata : Air ini kepunjaanku. Djika kamu hendak minum, balaslah lebih dahulu pertanjaanku. Nakula tak mau mendengarkan perkataan itu. Ketika menjauk air, ia djatuh lantas pingsan. Judistira menunggu beberapa lamanja tapi Nakula tak djuga datang. Lalu Sahadewa dititahkan menjusul. Pun Sahadewa, walau dinanti2kan, tak pula kembali. Lalu Ardjuna menjusul, kemudian Bima. Tapi merekapun tidak kembali. Semua mengalami nasib seperti Nakula. Judistira sangat heran, mengapa saudara2nja seorangpun tak ada jang pulang. Beliau lalu menjusul. Ketika sampai didekat telaga tersebut, beliau sangat terkedjut melihat para saudaranja menggeletak di tanah. Beliau segera menghampiri. Oleh karena sangat haus, Judistira segera akan menjauk air. Tiba2 terdengar suara tersebut tadi. Itulah suara raksasa siluman. Radja Judistira sanggup mendjawab segala
pertanjaannja. Raksasa siluman berkata : Musuh jang tak mudah dikalahkan itu siapa? Penjakit apakah jang tak ada hingganja Jang dikatakan orang baik atau orang buruk itu orang bagaimana? Radja Judistira mendjawab : Musuh jang sukar dikalahkan ialah amarah. Kikir itu penjakit jang tak ada hingganja. Siapa jang menudju kebaikan, ialah orang baik. Orang jang tak punja hati kasihan, ialah seorang buruk. Raksasa siluman bertanja pula : Bagaimanakah keadaan berahmana sedjati, asalnja dan hidupnja? Dan bagaimanakah kepandaian nja tentang Weda? Radja judistira rendjawab : Bukan keturunan, bukan kepintaran membatja surat Weda dan djuga bukan pengetahuan jang mendjadi dasar berahmana sedjati, tapi sempurnanja ia mendjalankan
45
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
pada Sudra. Orang jang dapat menutup pantjaindranja, rneskipun hanja mendjalankan sedekah api, ia boleh disebut berahmana. Raksasa siluman merasa puas dan girang mendengar djawaban Judistira. Judistira dibolehkan memilih salah seorang diantara saudaranja untuk dihidupkan kembali. Sang radja memilih Nakula. Raksasa siluman bertanja pula : Apakah sebabnja Nakula jang harus dihidupkan kembali? Radja Judistira mendjawab : Sebenarnja ibu kami dua orang dewi Kunti dan dewi Madrim. Putera dewi Kunti 3 orang dan dewi Madrim 2 orang, ialah Nakula dan Sahadewa. Djika bukan salah seorang dari putera dewi Madrim jang raja mintakan hidup kembali, maka berarti saja berat sebelah tidak adil, hanja memihak kepada saudaraku seibu. Oleh karena saja adalah dari pihak ibu Kunti jang masih hidup, dengan sendirinja salah seorang dari putera ibu Madrim jang saja mintakan supaja dihidupkan. Karena Nakula putera tertua dari ibu Madrim, dialah jang saja mintakan supaja dihidupkan kembali, Dan sajapun anak tertua dari ibu Kunti. Djadi kedua ibu masing2 punja seorang putera jang masih hidup. ltulah sebabnja Nakula jang saja pilih, jakni menurut keadilan saja , Raksasa siluman djadi amat girang dan memudji2 kebidjaksanaan dan keadilan Judistria. Oleh karena ia sangat puas, semua Pandawa dihidupkan kembali. Kemudian raksasa itu, menerangkan ia sebenarnja Hjang Darma, ialah ajah radja Judistira. Beliau berdjandji kelak akan melindungi Pandawa supaja djangan sampai ketahuan oleh Kurawa selama mereka menjembunjikan diri dalam sebuah negeri. Hari itu genaplah 12 tahun Pandawa mendjalankan hu kuman, membuang diri dalam hutan. Sekarang tiba waktunja menjembunjikan diri dalam salah sebuah negeri. Karena itu para berahmana mohon pulang ketempat masing2.
47. PARA PANDAWA MENGABDI KEPADA RADJA WIRATA Kini tuntutan terhadap Pandawa tinggal lagi Menjembunjikan diri setahun lamanja dalam salah sebuah negeri. Mereka memutuskan akan bersembunji dalam negeri Wirata dan mengabdi kepada radja Matsya. Pandawa latu berangkat. Ketika mereka sampai dekat negeri jang ditudju, semua sendjata disembunjikan dalam rongga pohon jang besar. Setelah itu mereka rundingkan apa2 jang perlu dikerdjakan. Masing2 akan menjamar dan ganti nama. Mereka berangkat tidak serempak, ada jang dahulu dan ada jang kemudian. Jang berangkat lebih dahulu ialah Judistira, lalu Bima, Ardjuna, dewi Drupadi, Nakula, Sahadewa jang paling Belakang. Judistira menjamar djadi berahmana dan ganti nama: Kangka. Bima menjamar djadi tukang masak, membawa pengeduk nasi dan ganti nama : Balawa. Ardjuna menjamar djadi bantji supaja bisa bergaul dengan para puteri dikeraton dengan maksud menjiarkan kepandaiannja : tari dan gending. Nama samarannja : Wrahatnala. Dewi Drupadi ganti nama Sairindri, dan akan mohon pekerdjaan djadi tukang mendandani para puteri. Nakula akan mohon pekerdjaan tukang kuda dengan ganti mana : Grantika, Sahadewa akan mohon
46
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
kekuatannja tak terhingga. Walaupun Pandawa bekerdja sungguh2 dengan hati sutji, tapi hampir sadja dapat bahaja. Sebabnja begini : Kintjaka, ipar Baginda jang djadi panglima perang, djatuh tjinta kepada Sairindri (dewi :Drupadi). Lalu dibudjuk2 nja supaja suka djadi isterinja. Walaupum Sairindri menerangkan bahwa ia telah bersuamikan gandarwa Jim jang amat tjinta kepadanja, Kintjaka tak mau mendengarkan. la terus berusaha supaja bisa memperisteri Sairindri. Suatu hari Kintjaka mengadjak Sairindri mengadakan pertemuan dalam diruang
peladjaran tari. Kali ini Sairindri menurutkan adjakan itu, dan kemudian memberi tahu Balawa. Ketika Kintjaka pada waktu jang didjandjikan sampai ditempat pertemuan, terdjadilah perkelahian hebat dengan Balawa. Achirnja Kintjaka mati terbunuh. Sairindri segera memberita u pendjaga, bahwa Kintjaka dibunuh oleh gandarwa ketika berdjalan
dibelakangnja akan.pergi keruangan tari. Sairindri mentjeritakan djuga bahwa Kintjaka mempunjai maksud tidak pantas terhadapnja. Para pendjaga sangat marah kepada Balawa. Maka terdjadilah perkelahian seru, Achirnja mereka jang berdjumlah 100 prang mati terbunuh. Waktu majat Kintjaka akan dibakar, dengan tekad jang bulat, para keluarganja akan turut membakar diri. Sairindripun hampir tak luput dari bahaja itu, karena Kintjaka mati lantaran dia. Sebab itu is harus turut membakar diri. Tapi Balawa tidak setudju. Banjak orang jang bermohon kepada Baginda Matsya supaja Sairindri diusir sadja dari Wirata. Seri Baginda setudju. Ketika itu hampir 1 tahun Pandawa bersembunji dalam negeri, hanja kurang 12 hari lagi. Karena itu Sairindri bermo hon supaja diperkenankan tinggal 13 hari lagi dikeraton. Permohonan itu dikabulkan,
48. KURAWA MERAMPAS TERNAK RADJA MATSYA Alkisah radja Durjudana selalu berusaha segiat2nja untuk mengetahui tempat sembunji Pandawa. Banjak mata2 disebarnja dinegeri2 lain. Negeri Wiratapun tidak ketinggalan. Tapi sia2 belaka. Jang didapatnja hanja kabar tentanq Kintjaka jang sakti mati dibunuh oleh seorang gandarwa. Mendengar itu timbul niat djahat dihati Durjudana. la akan merampas semua ternak kepunjaan radja Matsya jang ditempatkan di Trigata. Niat djahat itu disetudjui oleh seluruh Kurawa. Suatu hari berangkatlah para Kurawa. Sebagian ke Trigata dan selebihnja kesuatu tempat dekat negeri Wirata, Di Trigata terdjadilah pertempuran hebat, sehingga radja Matsya tertawan. Pandawa datang membantunja hanja Ardjuna jang tidak turut, karena dianggap seorang bantji. Pertemrpuran makin,hebat. Achirnja Kurawa melarkan dari dan radja Matsya dapat dibebaskan. Para Kurawa jang merampas ternak dekat kota Wirata sangat leluasa, karena tak ada perlawanan, Para gembala melarikan diri masuk kota untuk memberitahukan kedjadian itu kepada Mahkota Utara, putera jang menunggu kota. Setelah Utara mendengar sembah Para gembala, ia ingin segera mengedjar musuh. Tapi is tak punja kusir kereta. Karena itu tak dapat mengedjar. Sairindri demi mengetahui keadaan
47
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
pertempuran hebat. Kurawa sedikitpun tak menjangka bahwa jang dikira bantji itu adalah Ardjuna. Achirnja mereka lari pontang-panting meninggalkan medan pertempuran. Sehabis pertempuran, pulanglah Utara dan Ardjuna kekota Wirata. Ada seorang hamba jang menghadap Baginda Matsya, mempersembhkan bahwa Utara dapat mengundurkan musuh. Mendengar itu Seri Baginda lalu menitahkan mendjemput puteranja dengan upatjara kebesaran. Setelah datang menghadap, Utara mempersembahkan djalan pertempuran, jaitu bahwa jang mengundurkan musuh sebenarnja bukan dia, tapi dewa jang ganti rupa pemuda jang tampan, bernama Wrahatnala. Seri Baginda sangat bersukatjita mendengar sembah Utara itu. waktu itu tinggal 3 hari lagi dan Pandawa akan bebas dari hukuman. Setelah Pandawa genap 13 tahun mendjalani hukumandengan selamat, mereka lalu menghadap Seri Baginda, menerangkan sebenarnja Pandawa. Mereka tjeritakan sebab2nja sampai mengabdi kepada Baginda. Radja Matsya sangat terkedjut, karena sedikitpun tak menjangka bahwa jang djadi berahmana, djuru masak, guru tari dan lainja itu sebenarnja Pandawa. Baginda sangat berbesar hati kedatangan mereka jang tak disangka2 itu. Ke girangan itu menumbuhkan tjinta kasih kepada Pandawa sehingga
Ardjuna akan didjadikan menantu, hendak dikawin kan dengan puterinja jang bernama dewi Utari. Akan tetapi Ardjuna menolak. Ia mohon sangat supaja dewi Utari diperkenankan djadi isteri Abimanju, putera Ardjuna dengan dewi Subadra. Seri Baginda sangat setudju, dan tak lama antaranja diadakan peralatan besar2an, untuk merajakan perkawinan Abimanju dengan dewi Utari.
VI. BARATAJUDA 49. RUNDINGAN TENTANG PERDAMAIAN Dalam peralatan itu berkumpul para radja dan sateria. Batara Kresna, sang Baladewa dan sang Setyaki djuga hadir. Setelah perdjamuan selesai, para radja dan sateria berkumpul diruangan jang sering digunakan untuk berunding, Rapat diketuai oleh Drupada, radja negeri Pantjala. Beliau menerangkan maksud perundingan, ialah untuk mentjari daja upaja supaja negeri Hastinapura jang separoh dikembalikan kepada Pandawa dengan djalan damai. Mendengar uraian itu tak seorangpun diantara radja2 dan sateria jang bitjara, sehingga ruangan diadi sunji senjap. Semua memandang kepada Batara Kresna. Mereka mengerti bahwa hanja beliau jang dapat memetjahkan soal jang sulit itu. Batara
48
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
50. RADJA DURJUDANA DAN ARDJUNA PERGI KE DWARAKA Ardjuna sangat mengharap bantuan Kresna. Begitu pula Durjudana. Karena itu mereka pergi ke dwaraka menghadap sang Batara. Radja Durjudana datang 1ebih dahulu, tapi Batara Kresna sedang tidur. Ditunggunja sampai bangun, sambil duduk disamping kepala Baginda. Tak lama datanglah Ardjuna. Karena Batara Kresna masih tidur lalu duduk kesebelah kaki. Ketika Batara Kresna tersentak, Baginda lantas melihat Ardjuna menghadap. Demi menoleh kesamping nampak pula Durjudanapun menghadap. Batara Kresa lalu bangum dan duduk ditempat itu djuga beliau men jakan apa perlunja mereka menghadap diwaktu sepenting Radja Durjudana mengatakan, akan terdjadi perang besar, perang Baratajuda. la mothon batara Kresna suka memihak Kepadanja, dan menegaskan ia datang iebih dulu dari Ardjuna. Batara Kresna mendjawab, jang terlihat dulu ialah Ardjuna. Walaupun Durjudana datang lebih dulu, tapi kedua2 nja akan dibantu. Durjudana dibolehkah memilih lebih dulu, matjam bantuan jang is kehendaki. Bantuan 10000 peradjurit bersendjata lengkap, atau bantuan diri beliau jang. tak akan turut berperang. Durjudana memilih bantuan peradjurit. Karena ia berpendapat, djika mendapat bantuan peradjurit terpilih sekian banjaknja, tentu akan dapat membinasaka musuhnja. Pilihan Durjudana rnenggirangkan Ardjuna. la tak butuh bantuan peradjurit. jang sangat, dibutukan ialah diri Batara Kresna untuk memberi nasehat tentang muslihat perang. la pertjaya, djika kelak dapat petundjuk dari Baginda) akan menang perangnja. la tahu Batara Kresna pendjelmaan Hjang Wisnu. Sang Baladewa tidak memilih pihak. Setelah itu Durjudana pulang dengan hati gembira. Setelah Durjudana pergi, Batara Kresna bertanja kepada Ardjuna, mengapa is bergirang mendapat bantuan diri beliau jang tak akan turut berperang. Ardjuna menerangkan is sangat membutuhkan nasehat2 dan petundjuk beliau. Dan pula is sangat ingin, kelak dalam pertempuran menaiki kereta jang beliau kusiri, la tak mengharapkan bantuan peradjurit, walaupun peradjurit Pandawa tidak sebanjak peradjurit Hastinapura. Batara Kresna sangat sukatjita mendengar keterangan Ardjuna dan berdjandji kelak akan mengusiri keretanja dimedan pertempuran. Setelah itu Ardjuna minta diri dan mengadjak Batara Kresna ikut ke Wirata.
51.
49
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
mendapatkan Baginda, memohon dengan hormat dan sangat supaja suka memihak kepadanja. Radja Salja sangat terkedjut mendengar permohonan itu. Beliau djadi bingung. Sedang Baginda bingung itu, radja Durjudana membudjuk2 dengan perkataan manis2. Achirnja radja Salja
menjanggupi membantu Kurawa. Setelah selesai bertjakap2, Baginda meneruskan perdjalanan ke Wirata. Radja Salja mentjeritakan kedjadian itu kepada Pandawa. Baginda kemudian menjanggupi akan membantu Pandawa setjara rahasia. Bagaimana tjaranja ini membingungkan Baginda. Mendengar sabda radja itu, mengertilah Judistira kehendak Baginda. la lalu memohon, kelak dalam perang Baratajuda djika Baginda mengusiri kereta Karna, djanganlah hendaknja didjalankan jang semestinja. Radja setudju. Esok harinja beliau minta diri akan pergi ke Hastinapura.
52. SANG DRESTARATYA MENGIRIMKAN UTUSAN KEPADA PANDAWA Suatu hari datanglah Sandjaja, utusan radja Drestaratya menghadap Pandawa. la hanja menjampaikan salasi dan pudji2an mengharap perang Baratajuda tidak djadi. Sedikitpun tak disinggung2nja tentang negeri Hastinapura. Judistira mendjawab : Pandawa tak suka perang, suka damai. Sang,Drestaratya sendiri dan puteranja jang menghela Pandawa kekantjah peperangan. Supaja perang tak djadi, kembalikanlah negeriku. Saja tidak minta negeri Hastinapura seluruhinja dikembalikan, tidak, hanja sebagian jaitu, Wrekas tala, Kusastala, termasuk djuga Kanjakundja, Makandi dan Waranawata. Sandjaja membudjuk2 Pandawa supaja mengurungkan kehendaknja minta pengembalian negeri2 itu.Walau Pandawa dibudjuk2 demikian, tekadnja tetap akan minta kembali haknja, Batara Kresna berkata bahwa perang Baratajuda tak dapat dielakkan, mesti terdjadi, Tapi beliau menjanggupi untuk mentjoba mendamaikan hal. itu sekali lagi dengan Kurawa. Sandjaja lalu minta diri pulang ke Hastinapura. Judistira berpesan, agar tidak terdjadi penumpahan da rah, jang mungkin menjebabkan binasanja suatu turunan negeri Htinapura jang separoh harus dikembalikan. Sesampainja di Hastinapura Sandjaja terus menghadap Durjudana mempersembahkan hasil rundingan dengan Pandawa. Ketika at itu radja Salja di Hastinapura dan menasehatkan supaja hak Pandawa dikembalikan. Resi Druna pun sangat setudju dan sangat menghargai
nasehat itu. Tapi radja Durjudana menolak. Hatinja tetap tak mau mengembalikan negeri Hastinapura jang separoh kepada Pandawa. Djangankan separoh, setapak djaripun ia tak mau mengembalikan. la pertjaja Kurawa dan bala bantuannja akan dapat membinasakan musuh, karena panglima perangnja banjak dan sakti2, dan peradjuritnjapun lebih banjak dari
50
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
53. BATARA KRESNA DJADI UTUSAN PANDAWA Kurawa sibuk merundingkan permintaan Pandawa. Pandawapun merundingkan soal itu djuga, Dalam perundingan itu Kresna menganggap perlu mengirimkan utusan sekali lagi. Beliau sanggup mendjadi utusan. Pandawa dan radja2 sangat girang mendengar uraian Kresna. Suatu hari berangkatlah sang Batara ke Hastinapura dengan kereta jang dikusiri oleh sang Setyaki Ketika sampai di Tegal kurusetra, tilba2 datanglah empat resi, ialah resi Parasu, Kanwa, Djanaka dan Narada Mereka turun dari angkasa terus naik kereta Kresna. Empat resi itu akan menjaksikan. perudingan antara Pandawa dan Kurawa. Semeratara itu Durjudana telah mendengar kabar bahwa Kresna akan datang sebagai duta Pandawa. Beliau menitahkan Kurawa untuk mengadakan barisan bersembunji jang bersendjata lengkap dan mengumpulkan para tetua, ialah resi Druna, krepa, Bisma dan radja Salja
untuk menjambut duta Pandawa itu. Djalan2 jang menudju keistana, dihampari babut jang indah permai, ditaburi bunga2 jang harum dan dihiasi dengan, bunga2 dan daun, sehingga kelihatan sangat indah. Penghormatan luarbiasa itu bertudjuan menarik hati Kresna supaja berpihak kepada Kurawa. (Pikirannja ialah djika Kresna dihormati luar biasa, didjamu dengan makanan lezat2 dan dibudiuk dengan kata2 jang manis, jang enak didengar. ia tentu akan berbalik haluan. Ketika sampai di Hastipura, Kresna didjemput oleh Sakuni dan nara tetua. Beliau dipersilakan terus masuk keistana untuk didjamu dan dipersenang2 sebagai penghormatan. Tapi Kresna menolak. Beliau bersabda : Sateria jang sedang mendjalankan kewadjiban, tak boleh bersuka2 sebelum pekerdjaanaja selesai dengan sempurna. Durjudana sangat ketjewa
mendengar djawaban demikian. Gagallah usahanja menarik hati sang Batara. Mereka lalu mengadakan pertemuan dipasewakan. Batara Kresna menerangkan, beliau hendak minta keterangan tentang hak Pandawa atas negeri Hastinapura jang separuh. Durjudana mendjawab, bahwa is setudju Hastinapura dibagi dua. Para dewa dan tetua sangat girang mendengar djawaban Durjudaria itu. Mereka memudji2 ketulusan hati dan keutamaannja. Setelah perundingan itu selesai dan mendapat persetudjuan, para dewa lebih dulu mengundurkan diri, pulang ke Kajangan Batara Kresna masih di situ. Maksud beliau sebentar lagi djuga akan minta diri pulang ke Wirata. Setelah para dewa pulang, tiba2
Durjudana menarik kembali perkataannja. la berkata dengan sombong, bahwa ia takkan mengembalikan negeri Hastinapura jang separoh ke pada Pandawa. Djanganpun separoh, setapak djaripun tak kan diberikan, akan dibelanja sampai titik darah jang penghabisan. Para tetua sangat terkedjut mendengar sabda Durjudana demikian. Mereka menasehatkan supaja menepati jandji sebagai sateria. Dan diperingatkan Pula, djika terdjadi perang Baratajuda, perang saudara, rakjat Hastinapura akan rusak binasa. Tapi Durjudana tak mendengarkan nasehat Niatnja tetap akan memungkiri djandji. Malah beliau meninggalkan perundingan dengan murka. Sakuni demi tahu Durjudana meninggalkan perundingan dengan murka, segera memberi isjarat
51
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
akan mendapat hinaan dan ditertawakan oleh setiap manusia. Dari turunan hamba takkan berharga lagi. Itulah sebabnja hamba tak mau memihak kepada Pandawa, pihak jang benar. Hamba tetap memihak pada Kurawa, pihak jang salah. Ja kakakku, Baru sekarang hamba mengerti, bahwa hamba putera sulung ibu Kunti, Tapi sajang benar tali hubungan dengan adik2ku para Pandawa telah diputuskan oleh ibu sendiri. Apakah sebabnja hamba dibuang? Pembuangan inilah jang memutuskan hubungan hamba dengan adik2. Karena itu hamba mohon dengan sangat supaja hal ini djangan diketahui adik2. Djika mereka, sampai tahu, tentu tak mau berperang dengan hamba, Mendengar utjapan puteranja itu, Dewi Kunti sepatahpun tak berkata. la duduk terdiam. Hanja pikirannja jang melajang kemana2 memikirkan kedjadian jang akan datang. la merasa iba kepada puteranja, sang Karna jang tak mau mendengarkan kata itu, sehingga tak terasa air
52
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
53
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
djangan segan dan sajang mengurbankan djiwa raga untuk membela nusa dan bangsa dan agamamu. Karena itu madjulah sekalian kemedan pertempuran dengan hati gembira, bertekad satu menepati kewadjiban sebagai sateria. Mati dalam medan pertempuran membela nusa dan bangsa dan agama jang akan dirusak oleh musuh, pasti akan digandjari surga dan akan meninggalkan nama jang harum jang akan dipudji oleh turunanmu semua. Karena itu djangan berketjil hati untuk menepati darmamu. Hai para sateria, Saja pertjaja kamu akan menepati darmamu. Selama berhadapan dengan musuh, djanganlah memikirkan mati. Hidup dan mati dalam kekuasaan maha kuasa. Segala jang bernjawa, tak ada jang tetap hidup selama2nja. Karena itu djanganlah takut mati. Segala jang bernjawa tentu akan mati. Walaupun demikian, djanganlah kurang- berhati2, harus selalu waspada. Ketahuilah, hai para sateria, Ada itu asalnja mulanja tidak ada dan achirnja akan kembali tidak ada lagi. Kamu sekalian tadinja tidak ada, lalu ada. Kelak tentu akan kembali tidak ada, akan mati. O1eh karena itu, djanganlah hiraukan tentang mati. Ingat, djika kamu meninggalkan medan pertempuran atau menjerah kepada musuh, berarti kamu berani kepada malu dan takut mati. Jang demikian itu bukan watak sateria. Sateria tak mau mendapat malu dan mati dianggapnja remeh. Djika kamu berani kepada malu, tentu akan mondapat
54
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
g. Sang Pandya, radja negeri Matura Selatan. Menurut tjerita Hindu, Srikandi itu laki2, putera radja Drupada, Ketika
lahir perempuan. Akan tetapi achirnja djadi laki2 karena keperempuanja ditukarkan kepada seorang raksasa laki2 bernama Stunakarna. Menurut tjerita Djawa, Srikandi itu perempuan, djadi isteri Ardjuma
56. PIHAK KURAWA Jang memihak Kurawa ialah : a. Radja Rukmi, ipar Batara Kresna. Tadinja akan memihak kepada Pandawa, akan tetapi ditolak karena mempunjai anggapan bahwa dirinja lebih tinggi dari jang lain2. b. Bisma. c. Druna dan Aswatama.
d. Radja Bagadeta Srawatipura. e. f. Sakuni dan saudara2nja. Radja Salja --- Mandraka.
Radja Malawa.
m. Radja Kambodja. n. Radja Wresaja -- Lokapura, o. Ular jang bernama Hardawalika, p. Bebera,pa raksasa.
55
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
mendidik kami semua dari ketjil sehingga dewasa. Karena itu hamba mohon dengan sangat, supaja kakakku menghentikan. peperangan ini. Hati hamba telah memutuskan, hamba tak akan mempunjai negeri, djika negeri itu dibeli dengan penumpahan darah saudara2 hamba. Hamba tak akan mukti, djika kemuktian itu dibeli dengan membunuh saudara2 hamba. Hamba bertjita2 akan bersatu dengan saudara2 hamba satu turunan. Bagaimanakah sorak dunia djika hamba berperang dengan saudara hanja berebut kemuktian, berebut keduniawian? Siksa apakah jang akan hamba dapat, djika hamba mengganggu kemuktian dan kehormatan guru hamba, jang sewadjiibnja hamba hormati dan hamba muliakan? Siksa apakah jang akan hamba dapat, djika hamba membunuh ejang hamba, jang mendidik hamba mulai ketjil hingga dewasa? Ja kakakku, jang sangat hamba muliakan Hamba merasa sangat malu djika hamba meneruskan peperangan ini. Batara Kresna mendengar djawaban sang Ardjuna demikian, mengertilah apa jang terkandung dalam hatinja. Beliau lulu bersabda : Ja adikku Ardjuna, Segala perkataan adikku, bagi yang. biasa,
56
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
dunia gempar karenanja. Dimana terdapat tudjuan jang bertentangan, disitulah terdjadi peperangan, karena kedua belah pihak selalu berusaha supaja masing2 tjita2nja tertjapai. Didunia ini terdapat beberapa golongan : Berahmana, Sateria, Wesja, Sudra dan, mereka jang berwatak angkara murka dan djahil, ialah para raksasa. Masing2 mempunjai tjita2 sendiri2 dan selalu berusaha supaja tjita2nja itu bias tertjapai. Karena itu sateria jang tak mau berperang membinasakan watak angkara murka supaja negerinja aman dan damai, dinamakan sateria jang tak mau memenuhi kewadjiban atau sateria jang menjimpang dari kodrat jang tersebut dalam kitab Weda. Sateria demikian tak boleh mengaku dirinja sateria, harus mengaku orang Sudra. Adikku, Sekarang kita telah dimedan pertempuran. Sateria jang telah dimedan pertempuran, hanja mempunjai tekad satu, ialah memibinasakan musuh, tidak memandang saudara atau teman. Dalam hatinja, bukannja akan membunuh saudara atau teman, tetapi membunuh watak angkara murka jang menggemparkan dunia itu. Walaupun saudara sepupu atau gurunja, jang seharusnja dihormati dan didjundjung tinggi, djika memihak kepada musuh, mereka itu djadi musuh. Sateria jang mendjalankan kewadjibannja tak perlu memandang siapa musuhnja itu. Walaupun adikku harus berterima kasih kepada resi Bisma, dan resi Druna (guru2mu), tetapi bukan disini tempatnja Karena memihak kepada musuh, mereka itu tetap djadi musuhmu, Adikku telah mengerti dan selalu mengerdjakan, bahwa orang baik harus kita baiki, akan tetapi orang djahat, harus kita berantas. Walaupun Kurawa masih saudara sendiri, saudara satu turunan, tapi wataknja djahil dan angkara murka. Karena itu, mereka tetap djadi musuh sateria. Durjudana memungkiri djandjinja, tak mau mengembalikan negeri Hastinapura jang separuh kepada Pandawa, akan dibelanja dengan mengurbankan djiwa raga. Perbuatan itu tak ubah dengan negeri jang berperang akan meluaskan djadjahan. Djika perbuatan itu tidak segera diberantas, negeri itu makin lama makin kuat dan makin besar angkara murkanja, sehingga tak segan2 merampas hak orang lain. Adikku madju kemedan, perang ini, ketjuali membela negeri tumpah darahmu, djuga memberantas watak angkara murka, jang dual telah djadi beban para sateria. Ja adikku, Tempo hari kakanda pergi ke Hastinapura sebagai duta Pandawa. Kepergian itu
57
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
sendjatanja jang amat sakti itu. Beliaupun turun Pula dari kereta dan tergopoh2 mendapatkan Batara Kresna. Beliau lalu bersabda : Ja Tuanku Hjang Kesawa pelindung dunia: Hamba merasa akan mendapat anugerah jang tak ternilai harganja, karena tuanku sebagai pelindung dunia jang diwadjiibkan membagi2 anugerah kepada segala machluk, akan djadi perantaraan mati, hamba. Ja TuankuHiang Wisumurti ( Sebutan Biatara Kresna, karena beliau dapat mewudjudkan dirinja sebagai raksasa jang amat besar.Karena beliau djelmaan Hjang Wisnu.*) jang terhindar dari segala dosa, Segera'lah j'epaskan' sendjata tuainku kepada hamba, ialah sendjata pembuka sorga, supaja hamba dapat memasuki tempat hamba.jang abadi. Demi Ardjuna mengerti bahwa Kresna sangat murka, ia segera merangkul dan mohon beliau menepati djandji, ialah tak Mau turut berperang. Dan ia berdjandji akan memperhebat Perangnja. Mendengar kata Ardjuna demikian, Batara Kresna lalu ingat kepada djandjinja. Beliau lalu berkata kepada resi Bisma : ja sang resi berdarah sateria jang, amat sakti, Apakah sebabnja dalam pertempuran ini bertindak jang tidak lajak bagi sateria utama, melepaskan panah tak putus2nja kepada peradjurit biasa, jang mestinja bukan lawan sang resi? Perbuatan, demikiain menjimpang dari keutamaan.
Membunuh orang jang mestinja tidak perlu dibunuh, itu suatu perbuatan sangat rendah, Apakah sang resi tidak malu kepada dunia suka melakukan suatu pekerdjaan jang sangat rendah itu ? Peradjurit :biasa bukan lawan sang resi. Bisma mendjawab : Ja Baginda jang bidjaksana, Tuanku telah mengerti jang
58
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
pertempuran, tentu akan ditertawakan dunia dan para dewa. Ja tuanku, pembimbing para sateria. Kerusakan peradjurit Pandawa dimedan pertempuran ini, tak dapat dielakkan lagi. Karena itu djanganlah tuanku marah. Sajang djika kemarahan tuanku disebabkan oleh kedjadian jang tak dapat dielakkan, Hamba merasa sangat menjesal karena terlandjur, menjanggupi membantu Kurawa. Karena itu hamba selalu mengharap mati dalam medan pertempuran. Tapi sajang sekali hingga kini belum ada sendjata jang dapat membunuh hamba. Djangankanmembunuh, melukai sadja belum ada. Bukan hamba mengelakkan sendjata itu, tapi karena kesaktian hamba anugerah dewa. Adapun asal mulanja, hamba mendapat kesaktian itu, ialah demikian : Karena sangat berbakti kepada ajah hamba, sehingga mengurbankan kemuliaan dan kepentingan diri, tak mau menggantikan djadi radja, beliau lalu bersabda : Hai puteraku , Aku mohonkan kepada Dewa supaja kamu takkan mati selama masih menghendaki hidup. Hamba berniat djadi berahmanatjari. Karena perbuatan demikian tak lama kemudian dewa memberi anugerah seperti jang dimohonkan oleh ajah hamba, ditambah Pula dengan djandji. Selama hamba berperang, sebelum hamba meletakkan busur, takkan ada sendjata jang dapat melukai. Kresna mendjawab :Ja sang resi jang sangat berbakti kepada orangtua, Dalam zaman apakah ada seorang peradjurit jang sedang, bertempur suka meletakkan busurnja. Dan tak ada pula orang jang menghendaki mati. Bisma mendjawab :,Djika paduka tetap memimpin Pandawa, tak lama lagi tentu terdjadi. Karena Pandawa tidak hanja mempunjai panglima laki2, tapi djuga punja panglima jang asal mulanja perempuan. Mendengar sabda demikian, mengertilah,Kresna jang dimaksudkan Bisma. Beliau ingat bahwa Pandawa mempunjai panglima jang dimaksudkan sang resi, ialah Srikandi, Beliau lalu bersabda: Ja sang resi, Saja mengutjapkan banjak
terima kasih atas peringatan tadi sehingga hati hamba terbuka, tak diliputi oleh gelap. Marilah kembali melakukan pekerdjaan masing2 untuk memenuhi kewadjiban. Kresna dan Ardjuna segera naik kereta dan terus mengamuk, sehingga Kurawa terpaksa mundur. Waktu itu matahari telah terbenam. Kedua belah pihak lalu mundur. 59. RESI BISMA REBAH DALAM MEDAN PERTEMPURAN
59
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
memperlihatkan ketabahan hati dan rasia ichlas mengurbankan djiwa untuk menetapi watak saterianja. Sebelum matahari terbenam, bersabdalah sang resi dalam hatinja : Saja takkan mati sebelum menghendaki mati. Oleh karena banjak anak panah jang mengenai tubuhnja, beliau pun tak tahan lagi, lalu rebah, disangga oleh anak panah jang menembus tubuhnja, sehingga kepalanja tergantung. Waktu itu ialah hari kesepuluh. Ketika beliau rebah, matahari sedang berdjalan ke Selatan. Tak lama antaranja terdengarlah suara dewa : ,Hai putera dewi Gangga , Mengapa kamu memberikan hidupmu, matahari sedang berdjalan ke Selatan ? Sang Bisma mendjawab : Hamba belum mati. Pikiran hamba masih tetap. Selama matahari masih ada di Setatan, hamba tak akan meninggalkan dunia ini. Hamba pulang, ketempat jang abadi, djika matahari, beradadi Utara, Ketika melihat resi Bisma mendapat luka berat, sehingga merebahkan diri, Pandawa dan Kurawa seketika itu djuga menghentikan peperangan. Mereka berlari2 mendapatkan sang resi untuk memberi hormat, ketjuali Bima. la berdiri tegak didekatnja dengan memegang gada. Melihat tingkah laku Bima, Batara Kresna lalu bersabda : ,,Adikku Bima , Kamu harus menjembah sang resi sebagai penghormatan terachir. Bima mendjawab : Apakah sebabnja kakakku menjuruh aku menghormati dan menjembah sang Bisma ? Batara Kresna mendjawab : Sebabnja ialah karena beliau leluhurmu. Djadi wadjib kamu sembah sebagai penghormatan terachir dan wadjib kamu minta maaf kepadanja. Walaupun beliau tadinja musuhmu, tapi sekarang sudah bukan musuh lagi, karena sudah tidak berdaja. sudah waktunja pulang kezaman jang abadi,. Bima mendjawa:,Apa jang kakak katakan semua benar. Tapi kebenaran itu hanja bagi kakak atau bagi orang lain jang tekadnja selaras dengan kakak. Tapi bagi diriku, tak demikian halnja. Aku, tak mau menjembah atau menghormat musuh. Betul sang Bisma leluhurku. Tapi beliau membela musuhku, jang selalu berusaha
60
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
kebidjaksanaanmu. Ja tjutjuku semua , Oleh karena kepalaku tergantung tolonglah tjarikan penjangga kepala. Mendengar sabda resi Bisma, Durjudana segera mengambil bantal jang sangat indah dipasanggerahan. Tapi ketika bantal itu dipiersembahkan resi Bisma menolak, Beliau bersabda : Ja tjutjuku jang gemar kepada kemuliaan. Pengasihmu bantal jang sangat indah ini tidak pantas djadi penjangga kepalaku sebagai sateria, jang akan meninggal dunia dimedan pertempuran, Djika bantal jang indah itu saja terima, tentu akan menghalang2i perdjalanan djiwaku kezaman abadi, Karena itu saja tak dapat menerima bantal itu. Batara Kresna lalu memberi isjarat kepada Ardjuna. Ardjuna mengerti maksud Batara Kresna, Ia segera mengambil dua buah anak panah dari endong, (tempat anak panah jang digendong) untuk menjangga kepala sang resi. Perbuatan Ardjuna memuaskan hati. sang resi, sehingga beliau mengutjapkan terima kasih dan
mendoakan. Durjudana merasa menjesal melihat perbuatan Ardjuna diterima dengan utjapan terima kasih. Ketika itu resi Bisma kelihatan makin lelah. Tak lama antaranja datanglah Adipati Karna mendekati sang resi. Ketika sang resi mendengar suara Karna, beliau membukakan matanja dan bersabda : Ja tjutjuku sang Karna Rupa2nja aku tak lama lagi akan meninggalkan kamu semua. Sebelum aku meninggal dunia, pesanku, supaja kamu bersatu dengan saudaramu para Pandawa. Nasehat itu tak masuk kehati Karna. la tetap bertekad akan membela Kurawa. Sang resi djuga memberi nasehat kepada Kurawa supaja bersatu tapi djuga tak diindahkan. Esoknja ialah hari kesebelas, sang resi sangat dahaga karena luka2nja. Badannja merasa panas. Beliau lalu minta minum. Mendengar permintaan sang Bisma Durjudana segera mengambil minuman jang lezat2, jang digemari oleh radja2. Tapi ditampik oleh Bisma. Sabdanja.:Ja tjutjuku, Durjudana Minuman ini bukan minuman sateria, jang akan mati dimedan pertempuran, tapi minuman mewah biasa disadjikan dalam pesta besar. Djika ini saja minum, tentu akan mengganggu perdjalananku
61
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
diminumnja. Seketika itu djuga badannja berasa segar.Sementara itu Bima berdiri tegak dengan gada ditangan kanan, Karena lelah, gada di pindahkannja ketangan kiri. Melihat tingkah laku Bima Kurawa menjangka, ia akan mengamuk. Mereka segera lari pontang-panting meninggalkan tempat itu. Melihat itu Pandawa sangat heran, tak mengerti apa sebabnja. Kemudian mereka meninggalkan Bisma. Maka pertempuran terdjadi lagi. Hari itu Kurawa banjak jang tewas. 60. ABIMANJU DAN DJAJADRATA GUGUR Mulai hari keduabelas jang djadi panglima dipihak Kurawa ialah resi Druna. Hari ketigabelas Pandawa menderita kerusakan besar. Abimanju putera Ardjuna, jang umurnja baru 16 tahun, terpisah perangnja dari Pandawa, Walaupun demikian ia dapat menerobos barisan musuh jang kuat. Lalu berlawanan dengan resi Durna, Aswatama, Krepa, Karna dan lain2nja dan dapat membunuh putera radja Durjudana. Adipati Karna dapat diundurkan. Dussasana dapat luka. Djajadrata, radja negeri Sindu dating menolong. Walaupun Abimanju amat sakti, achirnja roboh djuga oleh Djajadrata dan putera Dussasana, Setelah Ardjuna mengerti bahwa puteranja gugur dalam
pertempuran melawan Djajadrata, ia lalu bersumpah, esok hari ia akan membunuh Djajadrata. Djika hal jang telah didjandjikan sebelum matahari terbenam Djajadrata belum djuga terbunuh, Ardjuna hendak membakar diri. Demi mendengar kabar demikian Djajadrata amat takut, ingin meninggalkan medan pertempuram. Tapi kehendaknja dapat ditjegah oleh para radja dan sateria. Mereka berdjandji akan melindungi sehingga sumpah Ardjuna takkan terdjadi. Djajadrata lalu ditempatkan ditengah2 barisan jang sangat kuat, jang tak dapat ditembus oleh musuh. Batara Kresna sangat terkedjut mendengar sumpah sang Ardjuna, karena tak disangka2 akan mengeluarkan sumpah demikian. Karena telah menjanggupi djadi pelindung Pandawa, beliau lalu mentjari akal supaja dapat melinduginja dari bahaja besar. Karena djika Ardjuna tak dapat menepati sumpahnja, ia tentu akan membakar diri. Djika terdjadi demikian, saudara2nja jang empat tentu turut membakar diri, sehingga perang Baratajuda terhenti, jang berarti kemenangan bagi Kurawa. Beliau tahu bahwa tidak mudah membunuh radja Djajadrata, Achirnja Ardjuna lalu menghadap Hjang Maha dewa dengan djalan meragasukma . Setelah; sukma Ardjuna dan sukma Batara Kresna menghadap Hjang Maha Dewa, Ardjuna dianugerahi sendjata jang amat sakti lebih sakti dari pada sendjata jang telah ada padanja. Dan dititahkan supaja sendjata itu dipergunakan pada esok harinja. Setelah Ardjuna dianugerahi sendjata jang sakti itu, mereka lalu pulang dan masuk djasmani masing2, Esoknja pada hari jang ke empatbelas, pagi2 benar pertempuran telah mulai dengan hebatnja. Ardjuna
mengamuk. Dapat menerobos barisan musuh jang terdepan, sehingga banjak musuh jang tewas. Achirnja ia dapat berhadapan dengan resi Druna, ialah gurunja. Masing2
62
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
Djajadrata, karena Kurawa mempertahankan dengan sekuat-kuat tenaganja. Batara Kresna sebagai pendjelmaan Hjang Wisnu, dapat menutup matahari dengan sendjata Tjakra sehingga seketika itu djuga djadi gelap, tak ubahnja dengan malam. Karena sudah gelap, Djajadrata merasa dirinja telah terhindar dari bahaja maut, Karena itu ia keluar dari tempat sembunji dari tengah2 barisan. Ketika itu Ardjuna menjerang barisan itu, sehingga enam sateria jang mendjaganja lari pontang-panting. Ardjuna lalu mempergunakan panah jang, sakti jang baru2 ini didapat, ditudjukan kepada tempat Djajadrata bersembunji dan disusul oleh sendjata jang lain. Sendjata itu tepat mengenai leher Djajadrata, Ajah sehingga radja kepalanja terpental demi djauh, djatuh
dipangkuan
ajahnja.
Djajadrata,
Wredaksatra:,
pangkuannja
kedjatuhan kepala puteranja, sangat terkedjut, lontjat, dari tempat duduk. Karena terkedjut, seketika itu djuga ia menghembuskan nafas jang penghabisan. Setelah Djajadrata mati, matahari memantjarkan sinarnja pula, karena Batara Kresna menarik sendjatanja Tjakra jang digunakan untuk menutup matahari. Perang berdjalan terus. Tak lama antaranja matahari terbenam. Perang masih berdjalan terus dan makin hebat, lebih hebat dari siangnja. Oleh karena gelap, mereka
mempergunakan obor. 61. GATOTKATJA GUGUR Batara Kresna menitahkan Gatotkatja madju kemedan pertempuran melawan Adipati Karna. Dengan hati gembira Gatotkatja madju sambil terbang diudara. Tak lama terdjadilah pertempuran jang sangat seru Gatotkatja melawan Adipati Karna. Karena selalu terdesak, Karnapun mempergunakan sendjata Kunta jang amat sakti anugerah Hjang lndra. Walaupun Gatotkatja djuga sakti dan gagah perkasa, tak dapat ia menahan sendjata itu. Djangankan manusia, dewapun tak dapat menahannja. Sebenarnja mempunjai Gatotkatja sendjata telah jang mengerti sakti bahwa itu. Karna bukan lawannja, karena tak
amat
Tapi
sendjata
itu
sedikitpun
mengurangkan semangatnja ia selalu gembira. Malam itu Gatotkatja tewas sebagai kesuma bangsa, memenuhi kewadjiban sateria utama. Pandawa sangat berduka tjita melihat Gatotkatja tewas, Hanja Kresna sendiri jang kelihatan girang, Pandawa melihat kegirangan Kresna sangat heran. Ardjuna lalu menanjakan beliau bergirang itu. Kresna mendjawab : Ja adik2ku semua, Saja telah
63
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
62. RESI DRUNA GUGUR Pada hari kelima belas, pagi2 benar. Setelah mereka memudja para dewa, lalu berangkat kemedan pertempuran. Radja Drupada tewas karna diraba oleh resi Druna. Resi itu lalu bertanding dengan Ardjuna. Walaupun Ardjuna mengeluarkan segala kesaktiannja tapi tak dapat mengalahkan resi Druna. Kresna mendapat akal. Beliau menitahkan membuat kabar palsu, jang mengatakan Aswatama telah gugur. Ardjuna tak mau menjiarkan kabar bohong. Bima mendapat akal ia membunuh gadjah jang bernama Aswatama, lalu menjiarkan tenang matinja Aswatama. Druna mula2 mempertjajai kabar itu. Tapi. kepertjajaan itu makin berkuraing Ketika bertemu dengan Judistira, ia menanjakan tentang kabar itu. Judistira mendjawab : Betul Aswatama mati, Aswatama gadjah Perkataan Aswatama gadjah diutjapkan dengan berbisik sehingga tak kedengaran oleh Druna, Maksud Judi'stira ialah supaja djangan mendapat dosa karena berbohong. Druna jang telah 85 tahun umurnja, demi mendengar Judistira membenarkan kabar itu, ia segera pertjaja, karena Judistira tak pernah bohong, Seketika itu djuga Druna meletakkan djabatannja, lalu berdiri tegak mengheningkan tjipta. Drestadyumna segera mendjambak rambut sang resi jang telah putih itu dan memenggal lehernja sehingga terpisah dari badan. Walaupun Ardjuna menghalaingi2 perbuatan kedjam itu, tetapi sia2 belaka. Seketika itu djuga resi Druna seorang guru besar, menghembuskan nafas jang penghabisan. Setelah resi Druna gugur, Kurawa segera lari pontang-panting meninggalkan medan pertempuran. Ketika Aswatama mendengar ayahnja telah gugur karena perbuatan Drestadyumna, iapun sangat marah dan berdjandji akan membalas. Dengan susah pajah ia dapat djuga mengumpulkan para peradjurit jang telah lari, lalu dipimpinnja madju ke medan pertempuran lagi. Maka terdjadilah pertempuran hebat. la mempergunakan sendjatanja jang bernama Brahmastra jang sakti, anugerah dewa, untuk membakar Pandawa. Djika dilepaskan dari sendjata Brahmastra itu keluar api menjala-njala
mengedjar musuh, Demi melihat api itu para peradjurit Pandawa amat takut. Sebelum
64
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
65
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
sebenarnja ular naga jang sakti. la segera menggerakkan keretanja. Ketika anak panah itu dilepaskan, sehingga anak panah kurang tepat mengenai sasarannja. Karena itu Ardjuna terlepas dari bahaja maut. Jang kena hanja djamangnja jang adalah anugerah Hjang Indra. Djamang itu hantjur. Ular naga jang djadi anak panah itu kembali lagi kepada Karna minta dipanahkan sekali lagi. Tapi Karna menolak, karena telah ternjata ular naga itu tak dapat membunuh Ardjuna. Ular naga Jalu melawan Ardjuna tanpa salin rupa. Achirnja is mati dibunuh oleh Ardjuna. Walaupun Ardjuna telah berhadapan dengan Karna, tetapi ia tak mau berbuat apa2, karena lawannja sedang tidak bersendjata. la merasa malu menjerang orang jang tidak bersendjata. Setelah Karna mengambil sendjatanja dan akan menjerang Ardjuna, tiba2 roda keretanja jang sebelah kiri terbenam dalam tanah, sehingga keretanja tak dapat madju. Kedjadian ini disebabkan karena Karna terkena sumpah dari seorarng berahmana jang anak sapinja dibunuh. Adipati Karna hendak turun dari kereta akan mengangkat rodanja jang terbenam, tetapi tidak djadi karena Ardjuna terus
menghudjaninja panah, atas titah Batara Kresna. Adipati Karna berseru supaja ia djangan diserang sebelum roda keretanja terangkat, jaitu sesuai dengan watak sateria. Batara Kresna mendjawab : Kamu dapat menjebut2 tentang keutamaan, tapi tak dapat mengerdjakannja. Utjapan jang demikian tak ada gunanja. Adipati Karna menjerang Ardjuna dengan panah dari atas kereta dengan hebatnja sehingga Ardjuna mundur, Waktu Ardjuna telah mundur, Karna lalu turun dari kereta. Sedang ia
66
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
meninggalkan medan pertempuran dan bersembunji dalam telaga, mereka segera rnendapatkan beliau, diikuti oleh Sandjaja. Mereka bermohon supaja beliau suka madju lagi kemedan pertempuran. Tapi permohonan itu ditolak, karena Durjudana merasa sangat lelah dan sudah tak punja upatjara perang, Sedang mereka ber-tjakap2, ada beberapa orang pemburu djalan dipinggir telaga itu. Mereka mendengar segala jang dirundingkan dan mengerti bahwa radja Durjudana bersembunji dalam telaga. Mereka lalu memberi tahu Pandawa. Para Pandawa segera pergi ketelaga itu, Setelah mereka sampai Judistira mengadjak Durjudana berperang lagi merebut negeri Hastinapura. Durjudana
Judistira mendesak supaja beliau hari itu djuga suka berperang lagi. Durjudana mengatakan bahwa segala jang ditjintai telah rusak binasa. Karena itu beliau akan tinggal dihutan sadja dan rela Judistira djadi radja dinegeri Hastinapura jang telah rusak binasa itu, Radja Judistira mengemukakan bahwa negeri Hastinapura sedjak semula telah djadi rebutan sehingga memakan korban beribu2 manusia beliau tak suka menerima pengasih jang terdorong karena terpaksa. Beliau menghendaki perang diteruskan untuk menetapkan siapa jang kalah dan siapa jang menang, Beliau berpendapat, djika Pandawa jang menang berarti Hastinapura bukan pengasih Durjudana, akan tetapi negeri haknja jang didapat dengan djalan perang. Karena itu beliau terus mendesak supaja Durjudana suka berperang lagi. Durjudana mendjawab : Bagaimanakah saja dapat nelawan beribu2 musuh jang lengkap sendjatanja? Saja sendiri sudah tak punja teman lagi, Pun tak punja sendjata. Tapi djika Pandawa suka madju satu demi satu, tak akan saja mundur. Tjita2ku tetap
67
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
68
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968
kemenangan. Putera radja Drestaratya tak seorangpun jang masih hidup. Waktu itu radja Durjudana masih hidup, walaupun tak dapat bergerak. Beliau masih, tergeletak di Tegalkuruksetra jang djadi tempat pertempuran antara Pandawa dan Kurawa. Para Pandawa lalu pergi kepesanggerahan. Setelah mereka sampai, Batara Kresna
menitahkan Ardjuna turun dari kereta dengan semua sendjatanja, Setelah Ardjuna turun, Batara Kresnapun turun. Seketika itu djuga keretanja hantjur djadi abu. Begitu pula bendera Ardjuna jang memakai tanda kera putih pun hilang seketika itu djuga. Ardjuna tahu keadaan jang adjaib itu lulu menanjakan kepada Batara Kresna, Batara Kresna mendjawab :Kereta ini sebetulnja telah lama mendjadi abu, karena kena panah musuh jang sakti2 anugerah dari dewa. Akan tetapi selama kereta itu masih, saja dinaiki atau masih saja pergunakan untuk peperangan ini, tidaklah akan rusak. walaupun sebenarnja telah djadi abu. Demikian kesaktian, Batara Kresna jang mendjadi pemimpin dan pelindung Pandawa.
69
Sumber :MAHABARATA, M. SALEH, P. N. BALAI PUSTAKA Djakarta 1968