Вы находитесь на странице: 1из 4

IV.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Kebutuhan minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok

masyarakat Indonesia dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Minyak goreng diekstraksi dari tumbuhan maupun hewan. Minyak berbentuk cair pada suhu kamar. Minyak yang berkualitas tinggi merupakan faktor tuntutan, bukan karena faktor saja, tetapi juga dilihat dari faktor kesehatan maupun industri. Identifikasi terhadap kualitas minyak goreng terkait dengan kandungan asam lemak perlu diperhatikan. Selama ini, untuk membedakan minyak goreng yang baru dan yang bekas, konsumen hanya melihat dari sifat fisik minyak tersebut, salah satunya adalah warna minyak goreng. Cara ini tentunya sangat tidak efektif dan tidak sedikit konsumen yang tertipu. Pendektesian secara kimiawi hasilnya akan lebih akurat, namun secara teknis cara ini sulit dilakukan oleh konsumen. Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tak diinginkan dalam lemak dan minyak dan produk-produk yang mengandung lemak dan minyak tersebut (Buckle, 1987). Praktikum kali ini dilakukan 2 pengujian, yaitu pengujian bilangan asam dan ketengikan, sampel yang digunakan yaitu minyak sawit, dimana minyak tersebut telah mengalami perlakuan, yaitu minyak baru, 1 kali penggoenga, 2 kali, dan 3 kali penggorengan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada table 1. Bilangan asam adalah jumlah milligram KOH atau NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Terkadang bilangan asam juga dinyatakan sebagai derajat asam yaitu banyaknya mililiter KOH atau NaOH 0,1 N yang diperlukan untuk menetralkan 100 gram minyak atau lemak (Sudarmadji, 1989). Bilangan asam dapat dihitung dengan rumus :

Tabel 1. Pengamatan bilangan asam dan Ketengikan Pada Minyak Kel Sampel Bilangan asam Ketengikan 6 Minyak Sawit Baru 0.395 Negatif 7 Minyak Sawit 1 x 0.159 Negatif 8 Minyak Sawit 2 x 0.397 Negatif 9 Minyak Sawit 3 x 0.239 Negatif Berdasarkan hasil pengamatan menunjukan bahwa jumlah bilangan asam pada semua sampel dibawah 1. Menurut litelatur jumlah asam lemak bebas semakin meningkat dengan lama waktu proses penggorengan. Namun menurut hasil pengujian terjadi penyimpangan dimana bilangan asam minyak baru lebih besar dari minyak bekas. Asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak goreng digunakan sebagai salah satu indikator kualitas minyak goreng. Pada saat saat awal proses penggorengan, asam lemak bebas dihasilkan dari proses oksidasi, tetapi pada tahap selanjutnya asam lemak bebas dihasilkan dari proses hidrolisis yang disebabkan oleh keberadaan air. Pada pengujian kedua, dilakukan pengujian ketengikan minyak, dimana salah satu indikator kerusakan minyak adalah ketengikan. Hasil pengujian menunjukan bahwa semua sampel tidak tengik. Sehingga tidak mengalami kerusakan, hal ini berbeda dengan litelatur yang menunjukan bahwa minyak bekas yang telah dipakai berulang kali akan mengalami kerusakan. Kerusakan lemak atau minyak akibat pemanasan pada suhu tin -

keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit misalnya diarhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artero sclerosis), kanker dan menurunkan nilai cerna lemak. Salah satu standar mutunya adalah bilangan peroksida, dimana peroksida dapat menyebabkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya vitamin A, C, D, E, K dan sejumlah kecil vitamin B). Bergabungnya peroksida dalam sistem peredaran darah, mengakibatkan kebutuhan vitamin E meningkat lebih besar. Padahal vitamin E dibutuhkan untuk menangkal radikal bebas yang ada dalam tubuh. Minyak goreng dengan kadar peroksida yang sudah melebihi standar memiliki endapan yang relatif tebal, keruh, berbuih sehingga membuat minyak

goreng lebih kental dari pada minyak goreng yang kadar peroksidanya masih sesuai standar. Standar mutu menurut SNI menyebutkan kriteria minyak goreng yang baik digunakan adalah yang berwarna muda dan jernih, serta baunya normal dan tidak tengik. Bau minyak goreng yang memiliki kadar peroksida melebihi standar, baunya terasa tengik, jika dicium, tingkat ketengikan minyak goreng berbanding lurus dengan jumlah kadar peroksida.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah : H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta. Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UIPress. Sudarmadji, S., dkk. 1989. Analis Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty Yogyakarta. Yogyakarta.

Вам также может понравиться