Вы находитесь на странице: 1из 5

Sudden Death of A Young Adult Associated with Bacillus cereus Food Poisoning

1. Resume Seorang lelaki usia 20 tahun memakan spaghetti yang telah di panaskan kembali setelah sebelumnya di simpan selama 5 hari di dapur dengan suhu ruangan. Segera setelah makan, ia pergi berolahraga, tetapi 30 menit kemudian ia kembali lagi karena pusing, sakit kepala, sakit perut, dan mual. Setelah tiba di rumah, ia muntah hebat selama beberapa jam dan saat tengah malam ia kembali diare lagi. Ia tidak menerima perawatan apapun dan hanya minum air. Pada pagi hari jam 11.00, orangtuanya khawatir karena ia tidak bangun. Ketika mereka pergi ke kamarnya, mereka menemukan ia sudah meninggal. Kemungkinan ia meninggal jam 4.00 pagi sekitar 10 jam setelah ia memakan makanan yang diduga menjadi penyebab kematiannya tersebut (spaghetti). Autopsi menunjukkan adanya kelainan pada beberapa organ, seperti pankreas, hati, kolon dan kelenjar adrenalnya. Penyebab pasti dari kematian lelaki tersebut belum dapat ditegakkan hanya dengan autopsi karena adanya keterlambatan dari autopsi. Kemudian pada fecal swab ditemukan adanya bakteri B. cereus dimana bakteri ini ditemukan juga pada spaghetti yang dimakan lelaki tersebut. Bakteri tersebut menghasilkan toxin yang bernama Cereulide dan pada spaghetti tersebut ditemukan kadar yang 10x lipat lebih tinggi dibandingkan pada pasta yang terkontaminasi umumnya. Walaupun konsentrasi tidak berimplikasi pada kasus kematian, kita tidak mengetahui berapa jumlah kadar yang lelaki tersebut makan. Kadar cereulide pada pasta yang ditemukan menjadi dugaan paling kuat penyebab kematian lelaki tersebut. Namun dibutuhkan tinjauan lebih lanjut mengenai bakteri tersebut dan pada kasus ini wawasan mengenai mekanisme emetic pada B. cereus. 2. Patogenesis Bacillus cereus memiliki karakter yang mirip dengan Bacillus thuringiensis dan Bacillus anthracis, namun tetap dapat dibedakan berdasarkan determinasi motilitas (kebanyakan Bacillus cereus bersifat motil) dan adanya kristal toxin (hanya dihasilkan oleh B. thuringiensis), aktivitas hemolisis (B cereus memiliki sifat ini, sedangkan B. anthracis bersifat non-hemolitik). Bacillus cereus menghasilkan beberapa enterotoksin dapat dalam makanan atau dibentuk dalam usus penyebab penting dari infeksi mata, keratitis berat, endoftalmitis dan panoftalmitis (khasnya bakteri masuk ke dalam mata melalui benda asing yang berkaitan dengan trauma). Enterotoksin penyebab diare bersifat keracunan lewat makan (diarrheal type). Enterotoksin penyebab muntah berkaitan pada nasi panas tercemar (emetic type) dengan gejala mual, kejang otot perut. Dalam pertumbuhan Bacillus cereus menghasilkan toksin selama pertumbuhan atau selama sporulasi. Beberapa strain dari Bacillus cereus bersifat patogen dan berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan foodborne illness, namun beberapa diantaranya yang bersifat saprofitik dapat bermanfaat sebagai probiotik dan juga penghasil antibiotik yang potensial. Bacillus cereus kebanyakan ditemukan terkandung dalam bahan pangan dan menyebabkan 2 tipe keracunan makanan: 1) emetic yang merupakan keracunan yang dimediasi oleh toksin yang sangat stabil yang dapat bertahan pada temperatur tinggi, pH ekstrim serta tahan terhadap enzim pencernaan seperti: trypsin, pepsin. 2) diarrhoeal yang dimediasi oleh enterotoksin yang labil terhadap panas dan asam. Bacillus cereus merupakan mikroorganisme
1

yang dapat tumbuh pada kisaran temperatur yang luas dan terdapat strain yang tergolong psychrophilic hingga thermophilic. Karena kebanyakan strain Bacillus cereus hidup dalam gastro-intestinal dan menyebabkan infeksi diarrhoeal, maka temperatur 37oC merupakan temperatur pertumbuhan yang optimal. Bacillus cereus bertanggung jawab untuk sebagian kecil penyakit bawaan makanan (2-5%), menyebabkan mual muntah, parah dan diare penyakit bawaan makanan Bacillus. Terjadi karena kelangsungan hidup endospora bakteri ketika makanan tidak benar matang. Memasak suhu kurang dari atau sama dengan 100 C (212 F) memungkinkan beberapa spora Bacillus cereus untuk bertahan hidup. Masalah ini diperparah ketika makanan itu tidak benar didinginkan, yang memungkinkan endospores untuk berkecambah. Makanan dimasak tidak dimaksudkan untuk dipakai sendiri atau pendinginan yang cepat dan pendinginan harus disimpan pada suhu di atas 60 C (140 F). Perkecambahan dan pertumbuhan umumnya terjadi antara 10-50 C (50-122 F), meskipun beberapa strain psychrotrophic hasil pertumbuhan bakteri dalam produksi enterotoksin, salah satunya sangat tahan terhadap panas dan pH antara 2 dan 11;. konsumsi menyebabkan dua jenis penyakit, diare dan muntah (muntah) sindrom . 3. Gejala-gejala Penyakit Keracunan makanan karena B. cereus merupakan penamaan secara umum, walaupun ada dua tipe penyakit yang disebabkan oleh dua metabolit yang berbeda. Penyakit dengan gejala diare (tipe diare) disebabkan oleh protein dengan berat molekul besar, sementara penyakit dengan gejala muntah (tipe emetik) diyakini disebabkan oleh peptida tahan panas dengan berat molekul rendah. Gejala-gejala keracunan makanan tipe diare karena B. cereus mirip dengan gejala keracunan makanan yang disebabkan oleh Clostridium perfringens . Diare berair, kram perut, dan rasa sakit mulai terjadi 6-15 jam setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi. Rasa mual mungkin menyertai diare, tetapi jarang terjadi muntah (emesis). Pada sebagian besar kasus, gejala-gejala ini tetap berlangsung selama 24 jam. Keracunan makanan tipe emetik ditandai dengan mual dan muntah dalam waktu 0.5 sampai 6 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Kadang-kadang kram perut dan/atau diare dapat juga terjadi. Umumnya gejala terjadi selama kurang dari 24 jam. Gejala-gejala keracunan makanan tipe ini mirip dengan gejala keracunan makanan yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus . Beberapa strain B. subtilis dan B. licheniformis telah diisolasi dari kambing dan ayam yang dicurigai menjadi penyebab kasus keracunan makanan. Organisme-organisme ini menghasilkan racun yang sangat tahan panas yang mungkin mirip dengan racun penyebab muntah yang diproduksi oleh B. cereus . Keberadaan B. cereus dalam jumlah besar (lebih dari 10 6 organisme/g) dalam makanan merupakan indikasi adanya pertumbuhan dan pembelahan sel bakteri secara aktif, dan berpotensi membahayakan kesehatan.

4. Tatalaksana keracunan Bacillus Cereus Orang dengan keracunan makanan B. cereus hanya memerlukan terapi suportif. Rehidrasi oral atau,kadang-kadang, cairan intravena dan penggantian elektrolit untuk pasien dengan dehidrasi berat. Antibiotik tidak diindikasikan. sebaiknya pasien dengan penyakitt invasif membutuhkan terapi antibiotik dan penghapusan yang cepat dari setiap berpotensi terinfeksi zat yang asing di tubuh, seperti kateter atau implan. Bcillus cereus biasanya rentan dalam vitro teradap vankomisin, klindamisin, siprofloksasin, imipenem, dan meropenem.

DAFTAR PUSTAKA

Jawetz, Melnick dan Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. EGC: Jakarta. Rahim, Abdul dkk. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Binarupa Aksara: Jakarta. Dwidjoseputro, D. 1998. Dasar dasar Mikrobiologi. Djambatan: Malang.

JOURNAL READING SUDDEN DEATH OF A YOUNG ADULT ASSOCIATED WITH BACILLUS CEREUS FOOD POISONING

Disusun oleh: Kelompok :B8 Ketua Sekretaris Anggota : Mahmud Anshori 1102010184 : Regina Septiani 1102010234 : Nursyifa Yusena 1102010213 Risti Amalia 1102010247 Sabriyani 1102010 Teffi Widya Jani 1102010278 Teguh Jaya Sakti 1102009282 Vinna Fazrihardani 1102010 Yuke Putri 1102010300

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Вам также может понравиться