Вы находитесь на странице: 1из 8

PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI

PADA MASA REFORMASI


Era Pasca Soeharto atau Era Reformasi di Indonesia dimulai pada
pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei
1998 dan digantikan wakil presiden BJ Habibie.

Latar belakang
Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin
besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat
itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi
mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang
kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas
hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri,
Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Garis waktu
Krisis ekonomi dan Kerusuhan Mei 1998
• 22 Januari 1998
○ Rupiah tembus 17.000,- per dolar AS, IMF tidak menunjukkan rencana
bantuannya.
• 12 Februari
○ Soeharto menunjuk Wiranto, menjadi Panglima Angkatan Bersenjata.
• 5 Maret
○ Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR
untuk menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang
disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi
nasional. Mereka diterima Fraksi ABRI
• 10 Maret
○ Soeharto terpilih kembali untuk masa jabatan lima tahun yang ketujuh kali dengan
menggandeng B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden.

• 14 Maret
○ Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII.
Bob Hasan dan anak Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana, terpilih menjadi menteri.
• 15 April
○ Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena
sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri
melakukan berunjuk rasa menuntut dilakukannya reformasi politik
• 18 April
○ Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14
menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di
Pekan Raya Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai
perguruan tinggi yang menolak dialog tersebut.
• 1 Mei
○ Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi
Dahlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
• 2 Mei
○ Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan
reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (1998).
○ Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga
bahan bakar minyak dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi disikapi
dengan represif oleh aparat. Di beberapa kampus terjadi bentrokan.
• 4 Mei Harga BBM melonjak tajam hingga 71%, disusul tiga hari kerusuhan di Medan
dengan korban sedikitnya 6 meninggal.
• 7 Mei
○ Peristiwa Cimanggis, bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan terjadi di
kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang mengakibatkan
sedikitnya 52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya
terkena tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan sisanya cedera akibat
pentungan rotan dan mengalami iritasi mata akibat gas air mata.
• 8 Mei Peristiwa Gejayan, 1 mahasiswa Yogyakarta tewas terbunuh.
• 9 Mei Soeharto berangkat seminggu ke Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G-15.
Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.
• 12 Mei Tragedi Trisakti, 4 mahasiswa Trisakti terbunuh.
• 13 Mei Mal Ratu Luwes di Jl. S. Parman termasuk salah satu yang dibakar di Solo
○ Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. kerusuhan juga terjadi di kota Solo.
○ Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di
Kairo, Mesir, memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam
pertemuan tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto
menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden.
○ Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia.
• 14 Mei
○ Demonstrasi terus bertambah besar hampir di semua kota di Indonesia,
demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.
○ Soeharto, seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika
rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo.
○ Kerusuhan di Jakarta berlanjut, ratusan orang meninggal dunia akibat kebakaran
yang terjadi selama kerusuhan terjadi.
• 15 Mei
○ Selesai mengikuti KTT G-15, tanggal 15 Mei l998, Presiden Soeharto kembali ke
tanah air dan mendarat di lapangan Bandar Udara Halim Perdanakusuma di
Jakarta, subuh dini hari. Menjelang siang hari, Presiden Soeharto menerima Wakil
Presiden B.J. Habibie dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya.
• 17 Mei
○ Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya, Abdul Latief melakukan langkah
mengejutkan pada Minggu, 17 Mei 1998. Ia mengajukan surat pengunduran diri
kepada Presiden Soeharto dengan alasan masalah keluarga, terutama desakan
anak-anaknya.
• 18 Mei
○ Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko di
Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan,
demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para
Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan
bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail
Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.
○ Pukul 21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima Presiden
Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat
menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII
dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih
lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu "malu". Namun, niat itu tampaknya
sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan, "Urusan kabinet
adalah urusan saya." Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan tidak jadi
disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di
masyarakat.
○ Pukul 23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto
mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden
Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual,
meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif. Wiranto mengusulkan
pembentukan "Dewan Reformasi".
○ Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman
dan menginap di Gedung DPR/MPR.
Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR
• 19 Mei
○ Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat,
yakni Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha
Ainun Nadjib, Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Ketua Majelis
Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof Malik Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar
Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil
Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), serta Achmad
Bagdja dan Ma'ruf Amin dari NU. Dalam pertemuan yang berlangsung selama
hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh
membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap
menginginkan Soeharto mundur. Soeharto lalu mengajukan pembentukan Komite
Reformasi
○ Presiden Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakan reshuffle Kabinet
Pembangunan VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet
Reformasi. Presiden juga membentuk Komite Reformasi. Nurcholish sore hari
mengungkapkan bahwa gagasan reshuffle kabinet dan membentuk Komite
Reformasi itu murni dari Soeharto, dan bukan usulan mereka.
○ Pukul 16.30 WIB, Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita bersama Menperindag
Mohamad Hasan melaporkan kepada Presiden soal kerusakan jaringan distribusi
ekonomi akibat aksi penjarahan dan pembakaran. Bersama mereka juga ikut
Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang akan melaporkan soal rencana
penjualan saham BUMN yang beberapa peminatnya menyatakan mundur. Pada
saat itu, Menko Ekuin juga menyampaikan reaksi negatif para senior ekonomi;
Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans Seda, atas rencana
Soeharto membentuk Komite Reformasi dan me-reshuffle kabinet. Mereka intinya
menyebut, tindakan itu mengulur-ulur waktu.
○ Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta.
○ Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk
memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
○ Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga,
Surabaya.
• 20 Mei
○ Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah
80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas.
○ 500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono
X. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.
○ Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22
Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru
○ Pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung
Bappenas. Dua menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier
tidak hadir. Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi,
ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle. Semula ada keinginan untuk
menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto,
tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat. Alinea
pertama surat itu, secara implisit meminta agar Soeharto mundur dari jabatannya.
Perasaan ditinggalkan, terpukul, telah membuat Soeharto tidak mempunyai
pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur. Ke-14 menteri itu adalah Akbar
Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno, Haryanto
Dhanutirto, Justika Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang
Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo,
Sumahadi, Theo L. Sambuaga dan Tanri Abeng.
○ Pukul 20.00 WIB, surat itu kemudian disampaikan kepada Kolonel Sumardjono.
Surat itu kemudian disampaikan kepada Presiden Soeharto.
○ Soeharto kemudian bertemu dengan tiga mantan Wakil Presiden; Umar
Wirahadikusumah, Sudharmono, dan Try Sutrisno.
○ Pukul 23.00 WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza
Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI
Wiranto. Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ
Habibie.
○ Wiranto sampai tiga kali bolak-balik Cendana-Kantor Menhankam untuk
menyikapi keputusan Soeharto. Wiranto perlu berbicara dengan para Kepala Staf
Angkatan mengenai sikap yang akan diputuskan ABRI dalam menanggapi
keputusan Soeharto untuk mundur. Setelah mencapai kesepakatan dengan
Wiranto, Soeharto kemudian memanggil Habibie.
○ Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam
pertemuan itu, Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari
jabatannya. kata-kata yang disampaikan oleh Yusril itu, "The old man most
probably has resigned". Yusril juga menginformasikan bahwa pengumumannya
akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB. Kabar itu lalu
disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid, Emha Ainun Najib, Utomo
Danandjaya, Syafii Ma'arif, Djohan Effendi, H Amidhan, dan yang lainnya. Lalu
mereka segera mengadakan pertemuan di markas para tokoh reformasi damai di
Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat, yang merupakan rumah dinas Dirjen
Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama, Malik Fadjar. Di sana Cak Nur -
panggilan akrab Nurcholish Madjid - menyusun ketentuan-ketentuan yang harus
disampaikan kepada pemerintahan baru.

Perkembangan politik dan Perkembangan ekonomi


Reformasi yang telah berjalan selama sembilan tahun dirasakan oleh sebagian kalangan
sebagai usaha yang sia-sia. Reformasi tak kunjung membawa perubahan signifikan. Kehidupan
ekonomi tak lebih baik ketimbang zaman orde baru, bahkan oleh sebagian kalangan dianggap
lebih buruk. Pemberantasan korupsi, penegakan hukum, reformasi birokrasi, belum juga beranjak
dari tempatnya semula. Reformasi, alih-alih menumbuhkan semangat hidup dan optimisme,
malah memunculkan pesimisme di kalangan masyarakat. Terlebih belakangan muncul
kekhawatiran krisis ekonomi gelombang dua siap-siap menerpa Asia, termasuk Indonesia.
Pesimisme terhadap reformasi ini menimbulkan munculnya dua kelompok dengan dua
sikap berbeda. Pertama, munculnya kelompok romantik. Kenangan hidup enak di bawah rezim
otoriter bangkit kembali. Barang-barang pokok, dulu ketika zaman Suharto, menurut kelompok
ini, lebih mudah didapat dan harganya terjangkau. Setelah reformasi semuanya jadi mahal.
Kondisi semakin parah karena di samping mahal, barang-barang pokok juga tidak ada di pasaran.
Singkatnya, kelompok ini memandang masa reformasi tak lebih dari sebuah era kemunduran.
Kedua, pesimisme memunculkan kelompok yang tidak ingin kembali pada masa Suharto,
tetapi juga tidak cukup sabar meniti jalan reformasi. Menurut kelompok ini perubahan melalui
reformasi adalah perubahan semu yang sesungguhnya tidak mengubah apa-apa. Reformasi hanya
melanggengkan struktur lama yang korup. Tak ada yang berubah sama sekali setelah reformasi.
Pejabatnya masih pejabat lama, birokrasi lama, partai lama, semuanya orang lama.
Mahasiswa ketika melahirkan reformasi memberikan cek kosong yang lantas cek itu diisi dan
dinikmati oleh muka lama yang bertampang reformis. Karena itu, kelompok kedua ini
menghendaki perubahan revolusioner dan perombakan total sistem yang ada agar sisa-sisa sistem
korup yang lama tercabut dengan akar-akarnya.
Nama Kelompok 4 :
1. Aniska Anggaraini
2. Delviastri Widyana
3. Muhammad hari
Kelas : XI IPA A

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2


KOTA BENGKULU
T.A. 2008/2009

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT


atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.
Tugas ini disusun sebagai bukti bahwa kami telah
melaksanakan salah satu tugas dari mata pelajaran (sejarah)
disekolah. Dalam mewujudkan makala ini kami banyak menemui
kesulitan, namun berkat kerjasama akhirnya kami berhasil
menyelesaikan tugas ini. Tugas ini, berisi tentang berbagai
Perkembangan Politik dan Ekonomi Pada Masa Reformasi
Kami menyadari bahwa susunan tugas ini masih sangat sederhana, oleh
karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan tugas ini.

Bengkulu, 4
Agustus 2009

Penul
is

Вам также может понравиться