Вы находитесь на странице: 1из 5

BAB IV PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan. Hidung tersumbat kurang lebih satu tahunan ini, pasien merasakan hidung tersumbat pada kedua hidung, pasien juga mengeluhkan keluar air jernih, kadang-kadang air berwarna kuning keruh. Pasien juga mengeluhkan tidak bisa mencium bau/ penciuman berkurang. Bersin dikeluhkan kadang-kadang, satu tahun ini pasien bernafas kadang-kadang bernafas melalui mulut, pasien berbicara sangau. Pasien merasakan hidungnya melebar 3 bulan ini, benjolan di hidung (+) dirasakan 6 bln ini, hanya saja baru kali ini keluhan dirasakan sangat berat. Os mengeluhkan adanya nyeri menelan sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Os juga merasa amandelnya semakin membesar, tenggorokan sering terasa kering dan gatal, dan kadang-kadang nafas terasa berbau. Menurut pengakuan ibunya, os juga sering mendengkur jika sedang tidur.

Keterangan tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mendiagnosa pasien dengan tonsillitis kronis. Hal ini diperkuat dengan adanya temuan tidak hiperemi pada tonsil, tonsil yang membesar dan permukaannya tidak rata, sehingga menunjukkan perjalanan penyakit yang kronis.1 Polip nasi merupakan salah satu penyakit yang paling umum dari daerah oral dan ditemukan terutama di kelompok usia muda. Kondisi ini karena peradangan kronis pada tonsil. Data dalam literatur menggambarkan tonsilitis kronis klinis didefinisikan oleh kehadiran infeksi berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan volume tonsil.

19

Manifestasi klinik sangat bervariasi. Tanda-tanda bermakna adalah

nyeri

tenggorokan yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok.15 Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Terasa ada yang mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan napas yang berbau.1 Pada tonsillitis kronik juga sering disertai halitosis dan pembesaran nodul servikal.2 Faktor predisposisi timbulnya polip nasal ialah alergi, infkesi, ketidakseimbangan otonom, gangguan mukopolisakarida, abnornalitas enzim, obstruksi mekanis, rupur epitel.1 Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, namun jarang terjadi pada anakanak muda dengan usia lebih dari 2 tahun. Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies Streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan tonsilitis virus lebih sering terjadi pada anak-anak muda.2,12 Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Penatalaksanaan untuk polip nasi terdiri atas terapi medikamentosa dan operatif. Pada terapi medikamentosa ini ditujukan pemberian kortikosteroid karena obat golongan tersebut mempunyai spektrum yang luas untuk anti inflamasi. 1,8 Sedangkan untuk terapi operatif (pembedahan) dilakukan dengan mengangkat polip (polipektomi). Polipektomi dilakukan bila terapi medikamentosa tidak berespon secara adekuat. Pada penelitian Khasanov et al mengenai prevalensi dan pencegahan keluarga dengan Tonsilitis Kronis didapatkan data bahwa sebanyak 84 ibu-ibu usia

20

reproduktif yang dengan diagnosa Tonsilitis Kronis, sebanyak 36 dari penderita mendapatkan penatalaksanaan tonsilektomi Pada pasien ini.karena ukuran tonsil dekstra sudah mencapai T2 dan tonsil sinistra sudah mencapai T4, serta pasien merasa kesulitan untuk makan dan minum maka direncanakan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Ini susuai dengan Indikasi tonsilektomi relative menurut American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan : Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology,Head and Neck Surgery: 1 Namun sebelum dilakukan tonsilektomi, harus diperhatikan

kontraindikasi,tonsilektomi seperti gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat, anemia, dan infeksi akut yang berat. Dari hasil pemeriksaan penunjang (pemeriksaan laboratorium tanggal 7 maret 2013) tidak ditemukan ada nya

kontraindikasi untuk dilakukan tonsilektomi. Selain kontra indikasi tonsilektomi yang juga harus diperhatikan adalah kondisi pasien, yaitu kondisi pasien harus fit. saat ini pasien mengalami pilek, saat pilek otomatis sistem kekebalan tubuh sedang turun dan itu menimbulkan resiko besar saat operasi nanti, yaitu adanya infeksi lain. karena itu harus di sembuhkan terlebih dahulu dengan terapi medikamentosa . Pada kasus ini, pasien telah mendapatkan terapi medikamentosa. Pasien mendapatkan cefadroxil yang merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang bersifat bakterisid. Antibiotik ini memiliki spektrum luas, baik bakteri gram positif maupun negatif. Pada tonsilitis kronis jenis bakteri yang paling sering ditemukan adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A. Selain itu infeksi juga dapat disebabkan Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan Morexella

21

catarrhalis. Bakteri gram positif merupakan penyebab tersering tonsilofaringitis Kronis yaitu Streptokokus alfa kemudian diikuti Staphylococcus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, Staphylococcus epidermidis dan kuman gram negatif berupa Enterobakter, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. coli. Pada pasien ini didapatkan gejala berupa batuk berdahak. Sehingga pasien diberikan obat GG (Gliseril Guaikolat). GG merupakan salah satus jenis obat batuk yang merupakan golongan ekspektoran. Golongan ekspektoran ini tidak menekan refleks batuk, melainkan bekerja dengan membantu memudahkan mengeluarkan dahak. Selain itu pasien juga mendapatkan interhistin. Interhistin merupakan golongan obat antialergi dan antihistamin (H1-receptor antagonist). Obat ini mengandung mebhydrolin napadysilate. Histamin sendiri merupakan substansi yang diproduksi oleh tubuh sebagai mekanisme alami untuk mempertahankan diri atas adanya benda asing. Adanya histamine ini menyebabkan hidung terasa berair, seperti pada pasien yang mengeluhkan hidungnya terasa pilek. Selain berfungsi melawan alergi, antihistamin juga punya aktivitas untuk menekan refleks batuk. Obat lain yang diberikan pada pasien ini adalah metilprednisolon.

Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate dan termasuk adrenokortikoid, antiinflamasi, dan imunosupresan. Sebagai antiinflamasi, obat ini menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi. Pada tonsillitis kronis, tonsila palatina yang terpapar infeksi bakteri dan virus dapat merupakan sumber autoantibodi terhadap sejumlah sistem organ. Tonsilitis oleh

22

virus atau bakteri dapat menghasilkan berbagai antigen yang mirip dengan bagian lain tubuh yang dapat memacu imunitas seluler maupun imunitas humoral sehingga terjadi kompleks imun. Struktur tonsil sendiri merupakan pintu gerbang bagi antigen asing dan merangsang respon imun pada tonsil. Di sini, peran metilprednisolon sebagai imunosupresan adalah menekan aktivitas sistem imun dengan jalan berupa penghambatan transkripsi dari sitokin. Setelah kondisi pasien baik, pasien diminta untuk datang kontrol kembali dan bersiap untuk operasi tonsilektomi.

23

Вам также может понравиться