Вы находитесь на странице: 1из 29

Perspektif Kepemimpinan Dalam Memanfaatkan PR Sebagai Sumber Informasi

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang istilah kepemimpinan tidak asing lagi bahkan sangat dekat dengan ide dan pikiran manusia . Sebab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selalu dikaitkan dengan kepemimpinan ,bangsa dikatakan maju apabila kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin baik dan benar. Olehnya itu kepemimpinan itu sangat penting bahkan wajib kehadirannya dalam kehidupan ini. Kepemimpinan dalam kondisi apapun sangat diperlukan, baik bagi diri sendiri, lingkungan keluarga, masyarakat, dan lainnya.Apalagi kepemimpinan yang berhubungan dengan orang banyak seperti misalnya di sektor bisnis. Dalam menjalankan bisnis,seseorang sangat dituntut untuk memiliki kemampuan khusus, sebab itu akan berpengaruh pada keberhasilan bisnis yang sedang dijalankannya. Jika ia salah dalam memimpin, maka kehancuran akan menimpa bisnisnya. Sebesar atau sekecil apapun bisnis atau perusahaan Anda, tentu memerlukan kepiawaian seorang pemimpin. Bagaimana mungkin sebuah kapal berlayar tanpa nahkoda.Bagaimana mungkin ada sebuah negara tanpa seorang presiden, raja, atau pemimpin. Setiap perusahaan mempunyai gaya dan jenis kepemimpinan yang berbeda dalam menjalankan bisnisnya. Berkaitan dengan kepemimpinan maka yang berperan penting didalamnya adalah Siapa Pemimpinya . Tentunya kualitas pemimpin bila dikaitkan dengan kepemimpinan tidak terlepas dari sumber daya manusia .Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam kepemimpinan sebuah organisasi baik organisasi dalam skala besar maupun kecil . Pada organisasi berskala besar, sumber daya manusia dipandang sebagai unsur yang sangat menentukan dalam proses pengembangan usaha, peran sumber daya manusia menjadi semakin penting. Perkembangan usaha bisnis akan terealisasi apabila ditunjang oleh karyawan atau anggota organisasi yang berkualitas. Dalam organisasi bisnis , bawahan bekerja selalu tergantung pada instruksi pimpinan yang telah didelegasikan kepada bawahsannya. Bila pimpinan tidak memiliki kemampuan memimpin, maka tugas-

tugas yang sangat kompleks tidak dapat dikerjakan dengan baik. Apabila manajer atau pimpinan mampu melaksanakan fungsifungsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut dapat mencapai sasarannya. Suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buahnya. Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat memberi pengaruh dan mampu mengarahkan bawahannya ke arah tujuan organisasi. Kualitas dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting dalam keberhasilan atau kegagalan organisasi demikian juga keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi baik yang berorientasi bisnis maupun publik, biasanya dipersepsikan sebagai keberhasilan atau kegagalan pemimpin. Begitu pentingnya peran pemimpin sehingga pemimpin memegang peran kunci dalam memformulasikan dan mengimplementasikan strategi organisasi. Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap pimpinan berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk membina, menggerakkan, mengarahkan semua potensi karyawan /anggota organisasi dilingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada tujuan. Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap karyawan agar dapat menimbulkan kepuasan dan komitmen organisasi sehinga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja yang tinggi. Organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuan serta mampu memenuhi tanggug jawab sosialnya akan sangat tergantung pada para pimpinan. Bila pimpinan mampu melaksanakan dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan mencapai sasarannya. Suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buah. Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat mempunyai pengaruh dan mampu mengarahkan bawahannya kearah pencapaian tujuan organisasi. Setiap pimpinan di lingkungan organisasi kerja, selalu memerlukan sejumlah pegawai sebagai pembantunya dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi volume dan beban kerja unit masing-masing. Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap pimpinan berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh-

sungguh untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua potensi pegawai di lingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada tujuan. Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap pegawai di lingkungannya agar dapat meningkatkan kepuasan kerja, komitmen organisasi dan kinerja yang tinggi. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Masing-masing gaya tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Seorang pemimpin akan menggunakan gaya kepemimpinan sesuai kemampuan dan kepribadiannya. Setiap pimpinan dalam memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua potensi pegawai di lingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya . Perbedaan itu disebabkan oleh gaya kepemimpinan yang berbeda-beda pula dari setiap pemimpin. Kesesuaian antara gaya kepemimpinan, norma-norma dan kultur organisasi dipandang sebagai suatu prasyarat kunci untuk kesuksesan prestasi tujuan organisasi. Pada organisasi besar berskala bisnis selalu membutuhkan citra yang baik di masyarakat atau konsumennya agar usaha bisnis dapat berjalan dengan lancar.Organisasi bisnis,publik yang telah mempunyai branding dilingkungan publik harus selalu dipelihara agar branding tersebut tetap baik dimata publik. Olehnya itu organisasi apapun harus mampu menggunakan Publik Relation sebagai sebuah bidang penting didalam sebuah organisasi.Public relation setiap saat dapat memberi informasi kepada publik dalam rangka pencitraan organisasi ,selain memberikan informasi kepada publik juga menerima informasi dari luar organisasinya. Yang mana informasi yang diterima dari luar dapat menjadi bahan masukan bagi organisasi tersebut untuk pengembangan usaha organisasi. Informasi yang diterima oleh Public relation diteruskan kepada pimpinan untuk dijadikan bahan referensi untuk diimplementasikan pada proses kepemimpinan sebuah organisasi. Bicara tentang Public Relation (PR) adalah bicara tentang cara menyampaikan pesan, yaitu bagaimana kita mempersuasi orang lain untuk suatu tujuan tertentu. Dalam dunia PR pesan yang disampaikan dengan cara yang soft atau melibatkan pihak ketiga.

Leader ( pemimpin ) bukanlah sekedar tentang pencitraan, tapi bagaimana cara berkomunikasi dengan baik. Beberapa pemimpin negara yang dinilai berhasil menerapkan fungsi PR dengan baik adalah Soekarno, John F. Kennedy, Margareth Thatcher, Hillary Clinton dan Barack Obama. 2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa rumusan masaalah sebagai berikut : a. Bagaimana kepemimpinan berperan dalam sebuah organisasi dengan memanfaatkan PR sebagai sumber informasi dari berbagai sudut pandang ? b. Apa Peran PR dalam sebuah organisasi ? 3. Tujuan a. Untuk mendeskripsikan peran kepemimpinan dalam sebuah organisasi dengan memanfaatkan PR sebagai sumber informasi dari berbagai sudut pandang . b. Untuk mendeskripsikan Peran PR dalam sebuah organisasi . B. Kajian Pustaka 1. Konsep Kepemimpinan Aktivitas kepemimpinan lahir bersamaan dengan dimulainya sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan dari pada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihankelebihan tertentu.kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerja bersama-sama menuju suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan kelompok tersebut. Dari berbagai pendapat yang dirumuskan para ahli dapat diketahui bahwa konsepsi kepemimpinan itu sendiri hampir sebanyak dengan jumlah orang yang ingin mendefinisikannya, sehingga hal itu lebih merupakan konsep berdasarkan pengalaman. Hampir sebagian besar pendefinisian kepemimpinan memiliki titik kesamaan kata kunci yakni suatu proses

mempengaruhi. Akan tetapi kita menemukan bahwa konseptualisasi kepemimpinan dalam banyak hal berbeda. Perbedaan dalam hal siapa yang mempergunakan pengaruh, tujuan dari upaya mempengaruhi, cara-cara menggunakan pengaruh tersebut. a. Pengertian Pemimpin Elemen penting dalam kepemimpinan adalah pemimpin sehingga terlebih dahulu didefenisikan dahulu pemimpin . Secara etimologi pemimpin berasal dari kata dasar pimpin (lead) berarti bimbing atau tuntun, dengan begitu di dalamnya terdapat dua pihak yaitu yang dipimpin (rakyat) dan yang memimpin (imam). Setelah ditambah awalan pe menjadi pemimpin (leader) berarti orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Pemimpin adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi individu dan kelompok untuk dapat bekerja sama mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hendry Pratt Fairchild dalam Kartini Kartono (2006:38-39) mengemukakan bahwa pemimpin dalam pengertian yang luas adalah seseorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/ upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Sedangkan dalam pengertian yang terbatas pemimpin ialah seseorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Miftah Thoha, 2007:27). Selanjutnya Sudri amunawar (Harbani, 2008:3) mengemukakan bahwa Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kecakapan tertentu yang dapat mempengaruhi para pengikutnya untuk melakukan kerja sama ke arah pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Lebih lanjut B.H. Raven (1976) dalam Bernardine R. Wirjana dan Susilo Supardo (2005:4) mendefinisikan pemimpin sebagai seseorang yang menduduki posisi di kelompok, mempengaruhi orang-orang dalam kelompok itu sesuai dengan ekspektasi peran dari posisi tersebut dan mengkoordinasi serta mengarahkan kelompok untuk mempertahankan diri serta mencapai tujuannya. Sedangkan D.O Sears mengatakan bahwa pemimpin adalah seorang yang memulai suatu tindakan, memberi arah, mengambil keputusan, menyelesaikan perselisihan di antara anggota kelompok, memberi dorongan, menjadi panutan dan berada di depan dalam aktivitas-aktivitas kelompok (Bernardine R. Wijana dan Susilo Supardo, 2005:4). Orang dahulu menyatakan bahwa kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin itu merupakan bawaan psikologis yang dibawa sejak lahir, khusus ada pada dirinya dan tidak dipunyai oleh orang lain sehingga disebut sebagai Born Leader (dilahirkan sebagai pemimpin). Oleh karena itu, kepemimpinannya tidak perlu diajarkan pada dirinya dan tidak bisa ditiru oleh orang lain. Born Leader (dilahirkan sebagai pemimpin) dianggap memiliki sifat-sifat unggul dan unik yang dibawa sejak lahir dan tidak dimiliki atau tidak dapat ditiru oleh orang lain. Namun di zaman modern seperti sekarang, dengan berbagai kegiatan yang serba teknis dan kompleks, dimanamana juga selalu dibutuhkan pemimpin. Pemimpin-pemimpin yang demikian harus dipersiapkan, dilatih, dididik dan dibentuk secara terencana serta sistematis. Seorang pemimpin (leader) dalam penerapannya mengandung konsekuensi terhadap dirinya, antara lain; harus berani mengambil keputusan sendiri secara tegas dan tepat (decision making), harus berani menerima resiko sendiri; dan harus berani menerima tanggung jawab sendiri Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pemimpin merupakan pribadi yang spesial, terpilih, berwibawa dan memiliki kelebihan, sehingga mampu memotivasi serta mempengaruhi individu atau kelompok untuk hal-hal tertentu. b. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi pihak lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang

agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pimpinan itu konsep ini menurut Anagora (1992) dalam Harbani (2008:5).Kepemimpinan diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan berbagai tugas yang berhubungan dengan aktivitas anggota kelompok. Kepemimpinan juga diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi berbagai strategi dan tujuan, kemampuan mempengaruhi komitmen dan ketaatan terhadap tugas untuk mencapai tujuan bersama; dan kemampuan mempengaruhi kelompok agar mengidentifikasi, memelihara dan mengembangkan budaya organisasi (Stogdill dalam Stoner dan Freeman 1989: 459-460). Unsur-unsur kepemimpinan menurut Stogdill adalah: a) Adanya keterlibatan anggota organisasi sebagai pengikut. b) Distribusi kekuasaan di antara pemimpin dengan anggota organisasi. c) Legitimasi diberikan kepada pengikut. d) Pemimpin mempengaruhi pengikut melalui berbagai cara. c. Fungsi Pemimpin Pemimpin memeliki berberapa fungsi sebagai berikut : a) Fungsi interpersonal terdiri dari :sebagai sombol organisasi menggunakan pengaruhnya untuk memotivasi dan mendorong karyawannya untuk meningkatkan prestasi kerja sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan maksimal; Sebagai penghubung (Liaison). Seorang pemimpin juga berfungsi sebagai penghubung dengan orang diluar lingkungannya, disamping ia juga harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara manajer dalam berbagai level dengan bawahannya; b) Fungsi informasional terdiri dari : Sebagai Pengawas (Monitor). Untuk mendapatkan informasi yang valid, pemimpin harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara kontinyu terhadap lingkungannya, yakni terhadap bawahan, atasan, dan selalu menjalin hubungan dengan pihak luar; Sebagai Penyebar (Disseminator). Pemimpin juga harus mampu menyebarkan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukannya; Sebagai Juru Bicara (Spokesperson). Sebagai juru bicara, pemimpin berfungsi untuk menyediakan informasi bagi pihak luar;

c) Fungsi pembuat keputusan terdiri dari : Pemimpin harus mampu memprakarsai pengembangan usaha dan menyusun sumber daya yang diperlukan. Oleh karena itu pemimpin harus memiliki sikap proaktif.Sebagai Penghalau Gangguan. Pemimpin sebagai penghalau gangguan harus bersikap reaktif terhadap masalah dan tekanan situasi;Sebagai Pembagi Sumber Dana (Resource Allocator). Pemimpin harus dapat memutuskan kemana saja sumber dana akan didistribusikan ke bagian-bagian dari organisasinya. Sumber dana ini mencakup uang, waktu, perbekalan, tenaga kerja dan reputasi; Sebagai Pelaku Negosiasi (Negotiator). Seorang pemimpin harus mampu melakukan negosiasi pada setiap tingkatan, baik dengan bawahan, atasan maupun pihak luar. d. Peranan Pemimpin Gagasan Stodgil (Sugiyono, 2006:58) ada beberapa peranan yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin, yaitu: a) Integration, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada peningkatan koordinasi. b) Communication, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada meningkatnya saling pengertian dan penyebaran informasi. c) Product emphasis, yaitu tindakan-tindakan yang berorientasi pada volume pekerjaan yang dilakukan. d) Fronternization, yaitu tindakan-tindakan yang menjadikan pemimpin menjadi bagian dari kelompok. e) Organization, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada perbedaan dan penyesuaian dari pada tugas-tugas. f) 6.Evaluation, yaitu tindakan-tindakan yang berkenaan dengan pendistribusian ganjaran-ganjaran atau hukuman-hukuman. g) Initation, yaitu tindakan yang menghasilkan perubahanperubahan pada kegiatan organisasi. h) Domination, yaitu tindakan-tindakan yang menolak pemikiran-pemikiran seseorang atau anggota kelompoknya. e. Karakteristik Kepemimpinan Kepemimpinan hanya terbentuk dalam suatu lingkungan yang secara dinamis melibatkan hubungan di antara sejumlah orang. Kongkritnya, seorang hanya bias

mengklaim dirinya sebagai seorang pemimpin jika ia memiliki sejumlah pengikut. Selanjutnya antara para pemimpin dan pengikutnya terjalin ikatan emosional dan rasional menyangkut kesamaan nilai yang ingin disebar dan ditanam serta kesamaan tujuan yang ingin dicapai. Walupun dalam realitasnya sang pemimpinlah yang biasanya memperkenalkan atau bahkan merumuskan nilai dan tujuan. Dalam kepemimpinan ada beberapa unsur dan karakter yang sangat menentukan untuk pencapaian tujuan suatu organisasi. Menurut Gibb dalam Salusu (2006:203), ada empat elemen utama dalam kepemimpinan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu Pemimpin yang menampilkan kepribadian pemimpin, Kelompok, Pengikut yang muncul dengan berbagai kebutuhannya, sikap serta masalahmasalahnya, dan situasi yang meliputi keadaan fisik dan tugas kelompok. Selanjutnya Blake dan Mounton dalam Salusu (2006:204-205), menawarkan enam elemen yang dianggapnya dapat menggambarkan efektifnya suatu kepemimpinan. Tiga elemen pertama berkaitan dengan bagaimana seorang pemimpin menggerakkan pengaruhnya terhadap dunia luar, yaitu Initiative, Inquiry dan Advokasi. Tiga elemen yang lainnya yaitu, Conflict Solving, Decision making, dan Criticque. Berhubungan dengan bagaimana memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam organisasi untuk dapat mencapai hasil yang benar. Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut : a) Inisiatif. Seorang pemimpin akan mengambil inisiatif apabila ia melakukan suatu aktivitas tertentu, memulai sesuatu yang baru atau menghentikan sesuatu yang dikerjakan. b) Inquiry (menyelidiki). Pemimpin membutuhkan yang komprehensif mengenai bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia perlu mempelajari latar belakang dari suatu masalah, prosedur-prosedur yang harus ditempuh, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan yang dibidanginya. c) Advocacy (Dukungan atau Dorongan). Aspek memberi dorongan dan dukungan sangat penting bagi kepemimpinan seseorang karena sering timbul keraguan atau kesulitan mengambil keputusan di antar para

eksekutif dalam oraganisasi atau karena adanya ide yang baik tetapi yang bersangkutan kurang mampu untuk mempertahankannya. d) Cinflict Solving (memecahkan Masalah). Apabila timbul masalah atu konflik dalam organisasi, maka sudah menjadi kewajiban pemimpin untuk menyelesaikannya. Ia perlu mencari sumber dari konflik tersebut, dan menyelesaikannya dengan musyawarah untuk mufakat. e) Decision Making (Pengambilan Keputusan). Keputusan yang dibuat hendaknya keputusan yang baik, tidak mengecewakan, tidak membuat frustasi, yaitu keputusan yang dapat memberi keuntungan bagi banyak orang. f) Critique (Kritik). Kritik disini sebagai proses mengevaluasi, menilai dan jika sesuatu yang telah diperbuat itu baik adanya maka tindakan serupa untuk masa-masa mendatang mungkin sebaiknya tetap dijalankan. Ryaas Rasyid (2000:37) dijelaskan beberapa karakter kepemimpinan yang berbeda satu sama lain, yaitu sebagai berikut : a) Kepemimpinan yang Sensitif Kepemimpinan ini ditandai dengan adanya kemampuan untuk secara dini memahami dinamika perkembangan masyarakat, mengenai apa yang mereka butuhkan, mengusahakan agar ia menjadi pihak pertama yang memberi perhatian terhadap kebutuhan tersebut. Dalam karakter kepemimpinan tersebut, kemampuan berkomunikasi dari pada pemimpin pemerintahan yang disertai pada penerapan transformasi di dalam proses pengambilan keputusan merupakan prasyarat bagi pemerintah dalam mengemban segala tugas-tugasnya. b) Kepemimpinan yang Responsif Dalam konteks ini, pemimpin lebih aktif mengamati dinamika masyarakat dan secara kreatif berupaya memahami kebutuhan mereka, maka kepemimpinan yang responsif lahir lebih banyak berperan menjawab aspirasi dan tuntutan masyarakat yang disalurkan melalui berbagai media komunikasi, menghayati suatu sikap dasar untuk mendengar suara rakyat, mau mengeluarkan energi dan menggunakan waktunya secara cepat untuk menjawab

pertanyaan, menampung setiap keluhan, memperhatikan setiap tuntutan dan memanfaatkan setiap dukungan masyarakat tentang suatu kepentingan umum. c) Kepemimpinan yang Defensif Karakter kepemimpinan ini ditandai dengan sikap yang egoistik, merasa paling benar, walaupun pada saat yang sama memiliki kemampuan argumentasi yang tinggi dalam berhadapan dengan masyarakat. Komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat cukup terpelihara, tetapi pada umumnya pemerintah selalu mengambil posisi sebagai pihak yang lebih benar, lebih mengerti. Oleh karena itu, keputusan dan penilaiannya atas sesuatu isu lebih patut diikuti oleh masyarakat. Posisi masyarakat lemah, sekalipun tetap tersedia ruang bagi mereka untuk bertanya , menyampaikan keluhan, aspirasi dan lain sebagainya. Karakter kepemimpinan samacam ini bisa berhasil dalam jangka waktu tertentu. Tetapi ketika berhadapan dengan masyarakat yang semakin berkembang, baik secara sosial-ekonomi maupun secara intelektualitas, karakter defensif ini akan sulit untuk melakukan manufer. d) Kepemimpinan yang Represif Karakter kepemimpinan ini cenderung sama egois dan arogannya dengan karakter kepemimpinan defensif, tetapi lebih buruk lagi karena tidak memiliki kemampuan argumentasi atau justifikasi dalam mempertahankan keputusan atau penilaiannya terhadap suatu isu ketika berhadapan dengan masyarakat. Karakter kepemimpinan yang represif ini secara total selalu merupakan beban yang berat bagi masyarakat. Ia bukan saja tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah fundamental dalam masyarakat, tetapi bahkan cenderung merusak moralitas masyarakat. Singkatnya kepemimpinan yang represif ini lebih mewakili sifat diktatorial. F. Gaya Kepemimpinan Dalam menjalankan kepemimpinan diberbagai bidang kehidupan yang memerlukan kepemimpinan biasa memanfaatkan berbagai gaya kepemimpinan .Menurut Heidjrachman dan S. Husnan gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan

tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu. (Heidjrachman,2002:224). Sementara itu, pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain (Hersey, 1994:29). Ada suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami kesuksesan dari kepemimpinan, yakni dengan memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Jadi yang dimaksudkan disini adalah gayanya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan dalam organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Dari gaya ini dapat diambil manfaatnya untuk dipergunakan sebagai pemimpin dalam memimpin bawahan atau para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-karakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Thoha, 2007:23). Gatto dalam Salusu (2006:194-195) mengemukakan 4 gaya kepemimpinan yaitu : 1. Gaya Direktif

2.

3.

4.

5.

Pemimpin yang direktif pada umumnya membuat keputusan-keputusan penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaannya. Semua kegiatan berpusat pada pemimpin dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak yang diizinkan. Pada dasarnya gaya ini adalah gaya otoriter. Gaya Konsultatif Gaya ini dibangun atas gaya direktif. Kurang otoriter dan lebih banyak melakukan interaksi dengan para staf atau anggota dalam organisasi. Fungsi pemimpin dalam hal ini lebih bayak berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberi nasehat dalam rangka pencapaian tujuan. Gaya Partisipatif Gaya pertisipasi bertolak dari gaya konsultatif, yang bisa berkembang ke arah saling percaya antara pimpinan dan bawahan. Pimpinan cenderung memberi kepercayaan pada kemampuan staf untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai tanggung jawab mereka. Sementara itu kontak konsultatif tetap berjalan terus. Dalam gaya ini pemimpin lebih banyak mendengar, menerima, bekerja sama, dan memberi dorongan dalam proses pengambilan keputusan dan perhatian diberikan kepada kelompok. Gaya Delegasi Gaya delegasi ini mendorong staf untuk menngambil inisiatif sendiri. Kurang interaksi dan kontrol yang dilakukan pemimpin, sehingga upaya ini hanya bisa berjalan apabila staf memperhatikan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran organisasi. Gaya kepemimpinan situasional yang berhasil menurut Heidjrachman dan Husnan (2002:174) adalah pemimpin yang mampu menerapkan gayanya agar sesuai dengan situasi tertentu. Selanjutnya pimpinan perlu mempertimbangkan setiap situasi khusus dalam rangka memahami gaya mana yang lebih tepat untuk diterapkan. Kepemimpinan situasional berlandaskan pada hubungan saling mempengaruhi antara : a) Sejumlah tingkah laku dalam tugas diperlihatkan oleh seorang pemimpin.

b) Sejumlah tingkah laku dalam berhubungan sosial diperlihatkan oleh seorang pemimpin. c) Tingkat kesiapan ditunjukkan oleh para bawahan dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan tertentu (Hersey, 1994:52-53). Kemampuan dan keinginan menentukan kesiapan seorang individu maupun kelompok, karena itu gaya kepemimpinan harus menyesuaikan diri dengan tingkat kesiapan para bawahan. Reddin dalam Sutarto (2006: 118-120), Beliau membagi kepemimpinan kedalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut : 1. Kelompok Gaya Dasar a) Separated (Pemisah), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah, baik terhadap orang maupun terhadap tugas. b) Dedicated (Pengabdi), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah terhadap orang dan berorientasi tinggi terhadap tugas. c) Related (Penghubung), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang dan rendah terhadap tugas. d) Integrated (Terpadu), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi, baik terhadap orang maupun terhadap tugas. 2. Kelompok Gaya Efektif a) Bureaucrat (Birokrat), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah, baik terhadap orang maupun terhadap tugas. Pemimpin bergaya birokrat terutama tertarik terhadap berbagai peraturan dan keinginan untuk memelihara perturan tersebut serta mengontrol situasi yang mereka gunakan dan nampaknya secara sunguh-sunguh. b) Benevolent Autocrat (Otokrat Bijak), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya

yang berorientasi rendah terhadap orang dan berorientasi tinggi terhadap tugas. Pemimpin bergaya otokrat bijak mengetahui dengan pasti apa yang dia inginkan dan bagaiman memenuhi keinginan itu tanpa menyebabkan kebencian di pihak lain. c) Developer (Pengembang), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang dan berorientasi rendah terhadap tugas. Pemimpin bergaya pengembang memiliki kepercayaan penuh terhadap para bawahannya dan sangat memperhatikan pengembangan para bawahan sebagai individu-individu. d) Executive (eksekutif), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang maupun terhadap tugas. Pemimpin bergaya eksekutif merupakan seorang pendorong yang baik, menetapkan ukuran baku yang tinggi, menghargai perbedaan-perbadaan individu para bawahannya, serta memanfaatkan tim dalam bekerja. 3. Kelompok Gaya tak Efektif a) Deserter (Pelari). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah, baik terhadap orang maupun terhadap tugas. Pemimpin bergaya pelari tidak bersedia terlibat bersedia dalam tugas dan pasif. b) Autocrat (Otokrat). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah terhadap orang dan berotientasi tinggi terhadap tugas. Pemimpin bergaya otokrat tidak mempunyai kepercayan kepada orang lain, tidak menyenangkan dan hanya tertarik pada pekerjaan yang segera selesai. c) Missionary (Penganjur). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang dan berotientasi rendah terhadap tugas. Pemimpin bergaya penganjur merupakan tipe do-gooder yang menilai keserasian dalam dirinya sendiri.

d) Compromiser (Kompromis). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang maupun terhadap tugas dalam situasi yang memaksa hanya memperhatikan pada seseorang atau tidak. Pemimpin bergaya kompromis adalah pembuat keputusan yang buruk, banyak tekanan yang mempengaruhi. Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional dan transaksional. a) Kepemimpinan Tranformasional kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan tanggap kepada pimpinannya. Kepemimpinan transformasional adalah tipe pemimpin yang menginsprirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan mempengaruhi yang luar biasa, Aspek utama dari kepemimpinan transformasional adalah penekanan pada pembangunan pengikut, oleh karena itu, ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan: Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha. Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok. Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri. b) Kepemimpinan Transaksional kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan. Gaya kepemimpinan transaksional menurut dibentuk oleh faktor-faktor yang berupa imbalan kontingen (contingent reward), manajemen eksepsi aktif (active management by exception), dan manajemen eksepsi pasif (passive management by exception).

2. Teori Kepemimpinan George R. Terry dalam Kartono (2006:71-80), mengemukakan sejumlah teori kepemimpinan, sebagai berikut: 1. Teori Otokratis Kepemimpinan menurut teori ini didasarkan atas perintah-perintah, paksaan, dan tindakan-tindakan yang arbiter (sebagai wasit). Ia melakukan pengawasan yang ketat agar semua pekerjaan berlangsung secara efisien. Kepemimpinannya berorientasi pada struktur organisasi dan tugas-tugas. Adapun ciri-ciri khasnya antara lain :a) membrikan perintah-perintah yang dipaksakan dan harus dipatuhi;b) menentukan policy/kebijakan untuk semua pihak tanpa berkonsultasi dengan para anggota;c) tidak pernah memberikan informasi mendetail tentang rencana-rencana yang akan datang, akan tetapi cuma memberitahukan pada setiap anggota kelompoknya langkah-langkah segera yang harus mereka lakukan;d) memberikan pujian atau kritik pribadi terhadap setiap anggota kelompoknya dengan inisiatif sendiri. Sikapnya selalu menjauhi kelompoknya (menyisihkan diri) sebab ia menganggap diri sendiri sangat istimewa atau eksklusif. 2. Teori Psikologis Teori ini menyatakan bahwa fungsi seorang pemimpin adalah memunculkan dan mengembangkan sistem motivasi terbaik, untuk merangsang kesediaan bekerja dari para pengikut dan anak buah. Pemimpin merangsang bawahan agar mereka mau bekerja guna mencapai sasaran-sasaran organisatoris maupun untuk memenuhi tujuan-tujuan pribadi. Maka kepemimpinan yang mampu memotivasi orang lain akan mementingkan aspek-aspek psikis manusia seperti pengakuan (recognizing), martabat, status sosial, kepastian emosional, memeperhatikan keinginan dan kebutuhan pegawai, kegairahan kerja, minat, suasana hati dan lain-lain. 3. Teori Sosiologis Kepemimpinan dianggap sebagai usaha-usaha untuk melancarkan antar-relasi dalam organisasi, dan sebagai usaha untuk menyelesaikan setiap konflik organisatoris antara para pengikutnya, agar tercapai kerja sama yang baik. Pemimpin menetapkan tujuantujuan, dengan menyertakan para pengikut dalam pengambilan keputusan terakhir. Selanjutnya juga mengidentifikasi tujuan, dan kerap kali memberikan petunjuk yang diperlukan bagi para pengikut untuk melakukan setiap tindakan yang berkaitan dengan kepentingan kelompok. Setiap anggota mengetahui hasil apa,

keyakinan apa dan kelakuan apa yang diharapkan dari mereka oleh pemimpin dan kelompoknya. Pemimpin diharapkan dapat mengambil tindakan-tindakan korektif apabila terdapat kepincangan-kepincangan dan penyimpangan-penyimpangan dalam organisasi. 4. Teori Suportif Menurut teori ini, para pengikut harus berusaha sekuat mungkin dan bekerja dengan penuh gairah, sedang pemimpin akan membimbing dengan sebaik-baiknya melalui policy tertentu. Untuk maksud ini pemimpin perlu menciptakan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan dan bisa membantu mempertebal keinginan setiap pengikutnya untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin, sanggup bekerja sama dengan pihak lain, mau mengembangkan bakat dan keterampilannnya dan menyadari benar keinginan sendirir untuk maju. 5. Teori Laissez Faire Kepemimpinan ini ditampilkan oleh seorang tokoh ketua dewan yang sebenarnya tidak becus mengurus dan dia menyerahkan semua tanggung jawab serta pekerjaan kepada bawahan atau kepada semua anggotanya. Dia adalah seorang ketua yang bertindak sebagai simbol dengan berbagai macam hiasan atau ornamen yang yang mentereng. Biasanya ia tidak memiliki keterampilan teknis. Sedangkan kedudukan sebagai pemimpin (direktur, ketua dewan, kepala, komandan dan lain-lain) dimungkinkan oleh sistem nepotisme, atau lewat praktik penyuapan. Dia mempunyai sedikit keterampilan teknis namun disebabkan oleh karakternya yang lemah, tidak berpendirian serta tidak berprinsip, maka semua hal itu menyebabkan tidak adanya kewibawaan juga tidak ada kontrol. Dia tidak mampu mengkoordinasikan semua jenis pekerjaan, tidaik berdaya menciptakan suasana yang kooperatif. Sehingga lembaga atau perusahaan menjadi kacau balau, kocar-kacir, dan pada hakikatnya organisasinya mirip dengan seekor belut tanpa kepala. Pendeknya, pemimpin Laissez Faire itu pada intinya bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian yang sebenarnya. Semua anggota yang dipimpinnnya bersikap santai-santai dan bermotto lebih baik tidak usah bekerja saja. Mereka menunjukkan sikap acuh tak acuh. Sehingga kelompok tersebut praktis menjadi tidak terbimbing dan tidak terkontrol. 6. Teori Perilaku Pribadi

Kepemimpinan jenis ini akan muncul berdasarkan kualitas-kualitas pribadi atau pola kelakuan para pemimpinnya. Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin itu selalu berkelakuan kurang lebih sama, yaitu ia tidak melakukan tindakan-tindakan yang identik sama dalam setiap situsi yang dihadapi. Dengan kata lain dia harus bersikap fleksibel, luwes, bijaksana, tahu gelagat, dan mempunyai daya lenting yang tinggi karena dia harus mampu mengambil langkah-langkah yang paling tepat untuk suatu masalah. Sedang masalah sosial itu tidak akan pernah identik sama di dalam runtunan waktu yang berbeda. 7. Teori Sifat Orang-orang Besar (Traits of Great Men) Sudah banyak usaha yang dilakukan orang untuk mengidentifikasikan sifat-sifat unggul dan kualitas superior serta unik, yang diharapkan ada pada seorang pemimpin untuk meramalkan kesuksesan kepemimpinannya. Ada beberapa ciri unggul sebagai predisposisi yang diharapkan akan dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu memiliki intelegensi tinggi, banyak inisiatif, energik, punya kedewasaan emosional, memiliki daya persuasif dan keterampilan komunikatif, memiliki kepercayaan diri, peka, mau memberikan partiipasi sosial yang tinggi, dan lain-lain. 8. Teori Situasi Teori ini menjelaskan bahwa harus terdapat daya lenting yang tinggi/luwes pada pemimpin untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan situasi, lingkungan sekitar dan zamannya. Faktor lingkungan ini harus dijadikan tantangan untuk diatasi. Maka pemimpin itu harus mampu menyelasaikan masalah-masalah aktual. Sebab permasalahan-permasalahan hidup dan saat-saat krisis (perang, revolusi, dan lain-lain) yang penuh pergolakan dan ancaman bahaya, selalu akan memunculkan satu tipe kepemimpinan yang relevan bagi masa itu. Dalam hal ini, kepemimpinan harus bersifat multi-dimensional serba bisa tanpa serba terampil agar ia mampu melibatkan diri dan menyesuaikan diri terhadap masyarakat dan dunia bisnis yang cepat berubah. Teori ini beraggapan bahwa kepemimpinan itu terdiri atas tiga elemen dasar, yaitu pemimpin, pengikut, situasi. Maka situasi dianggap sebagai elemen paling penting karena memiliki paling banyak variable dan kemungkinan yang bisa terjadi. 9. Teori Humanistik/Populastik Fungsi kepemimpinan menurut teori ini adalah merealisir kebebasan manusia dan memenuhi segenap kebutuhan insani

yang dicapai melalui interaksi pemimpin dengan rakyat. Untuk melakukan hal ini perlu adanya organisasi yang baik dan pemimpin yang baik, yang mau memperhatikan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Organisasi tersebut juga berperan sebagai sarana untuk melakukan kontrol sosial, agar pemerintah melakukan tugas dan fungsinya dengan baik serta memperhatikan kemampuan serta potensi rakyat. Semua itu dapat dilaksanakan melalui interaksi dan kerja sama yang baik antara pemerintah dan rakyat dengan memperhatikan kepentingan masing-masing. Pada teori ini, ada tiga variabel pokok yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut :a. Kepemimpinan yang cocok dan memperhatikan hati nurani rakyat dengan segenap harapan, kebutuhan dan kemampuannya;b. Organisasi yang disusun dengan baik agar bisa relevan dengan kepentingan rakyat di samping kebutuhan pemerintah. Interaksi yang akrab dan harmonis antara pemerintah dan rakyat untuk menggalang persatuan dan kesatuan/cohesiness serta hidup damai bersama.Fokus dari teori ini ialah rakyat dengan segenap harapan dan kebutuhan harus diperhatikan dan pemerintah mau mendengar suara hati nurani rakyat agar tercapai Negara yang makmur, adil dan sejahtera bagi setiap warga Negara dan individu. 3. Konsep Public Relation Websters News World Dictionary mendefinisikan PR sebagai Hubungan dengan masyarakat luas, seperti melalui publisitas; khususnya fungsi-fungsi korperasi, organisasi, dan sebagainya yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan opini publik dan citra yang menyenangkan untuk dirinya sendiri.Lebih lanjut Public Relations News mendefinisikan PR sebagai fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap publik, mengidentifikasi kebijaksanaankebijaksanaan dan prosedur-prosedur individu atau sebuah organisasi berdasarkan kepentingan publik, dan menjalankan suatu program untuk mendapatkan pengertian dan penerimaan publik.selain itu definisi berikutnya menyatakan bahwa humas adalah suatu filsafat sosial dan manajemen yang dinyatakan dalam kebijaksanaan beserta pelaksanaannya, yang melalui interpretasi yang peka mengenai peristiwa-peristiwa berdasarkan pada komunikasi dua arah dengan publiknya, berusaha untuk memperoleh saling pengertian dan itikad baik. Dilingkungan bisnis menurut Howard Bonhan, seorang penulis bisnis dan keuangan yang pernah bekerja untuk perusahaan riset

indenpenden Houston, Texas mengungkapkan bahwa PR adalah suatu seni untuk menciptakan pengertian publik yang baik, yang dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap seeorang atau organiasasi tertentu.Menurut James E Gruning seorang penulis dan penerima penghargaan dari Public Relations Sociaty of America, PR adalah cara melatih komunikasi antara organisasi dan masyarakatnya. Menurut Charles S. Steinberg tujuan PR adalah menciptakan opini publik yang favourable tentang kegiatankegiatan yang dilakukan oleh badan yang bersangkutan. a. Fungsi PR Dalam buku Public Relations : Teori dan Praktek yang ditulis oleh Djanalis Djanaid (1993) disebutkan dua fungsi PR yaitu : 1. Fungsi Konstruktif Peranan humas dalam hal ini mempersiapkan mental publik untuk menerima kebijakan organisasi untuk mengetahui kepentingan publik,mengevaluasi perilaku publik maupun organisasi untuk direkomendasikan kepada manajemen,menyiapkan prakondisi untuk mencapai saling pengertian,percaya dan saling membantu terhadap tujuantujuan publik atau organisasi yang diwakilinya. 2. Fungsi Korektif Berperan sebagai problem solver,yakni apabila sebuah organisasi atau lembaga terjadi masalah-masalah atau krisis dengan publik,maka humas harus berperan dalam mengatasi terselesaikannya masalah tersebut. Sementara Cutlip and Center mengatakan bahwa fungsi PR meliputi hal-hal berikut 1. Menunjang kegiatan manajemen dan mencapai tujuan organisasi. 2. Menciptakan komunikasi dua arah secara timbal balik dengan menyebarkan informasi dari perusahaan kepada publik dan menyalurkan opini publik pada perusahaan. 3. Melayani publik dan memberikan nasehat kepada pimpinan organisasi untuk kepentingan umum. 4. Membina hubungan secara harmonis antara organisasi dan publik,baik internal maupun eksternal. b. Kegiatan-kegiatan PR meliputi; 1. customer relations seperti membangun hubungan baik dengan pihak luar,maksudnya menjalin hubungan baik

2.

3.

4. 5.

antara perusahaan dengan public dan hubungan dengan konsumen. Employee relations, seperti membangun hubungan antara pimpinan dengan bentuk kerjasama dan komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan. Community relations, seperti membangun hubungan baik dengan pihak-pihak yang selama ini telah melakukan kerja sama dengan perusahaan yang kita wakili, menjaga hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar perusahaan dan komunitas-komunitas masyarakat tertentu. Government relations, seperti menjalin hubungan yang baik dengan pemerintah. Media Relations, seperti menjalin hubungan baik dengan media, karna kerja humas tidak akan pernah berhasil tanpa adanya kerjasama yang baik dengan media, jadi hubungan itu harus dijaga dengan baik dan tidak ada yang dirugikan. Peran profesi public relations semakin bias tanpa adanya spesialisasi profesi sehingga diharapkan seorang praktisi PR memahami perannya dengan baik, bukan hanya sekedar pelengkap kerja dan pekerjaan rangkap seorang sekretaris direksi. Konsep,peranan petugas PR yang dikembangkan oleh Broom, kemudian dikembangkan oleh Bromm dan Smith (Dozier, 1992) Peran PR merupakan salah satu kunci penting untuk pemahaman fungsi PR dan komunikasi organisasi.

c. Manfaat dan peran PR Selain peran dominan dan peran profesional bisa dilaksanakan dengan komitmen sehingga bisa tercapai tujuan manajerial dan operasional organisasi : 1. Membuat organisasi bersikap responsif terhadap kepentingan publik dan kontribusinya kepada sistem informasi publik yang amat penting bagi masyarakat demokratis dan kelangsungan hidup organisasi. 2. Membantu dan mempertahankan hubungan antara publik dengan manajemen oraganisasional yang memerhatikan tanggung jawab sosial dan kepemimpinan yang bermoral

3. Membantu organisasi untuk mengantisipasi dan merespons persepsi dan opini publik. Merespon nilai dan gaya hidup yang baru, merespons pergeseran di antara elektorat dan di dalam lembaga legislatif, dan merespos perubahanperubahan lain di lingkungan. 4. Membuat informasi menjadi tersedia melalui sistem informasi publik. Dan juga meningkatkan pengetahuan dan pemahaman ke publik dengan mendukung pernyataan pendapat dan debat pasar ide yang kompetitif. 5. Melayani kepentingan publik dengan sudut pandang alternatif dalan forum publik, termasuk suara dari orangorang yang diabaikan oleh media massa. 6. Membantu masyarakat dengan menjadi perantara konflik dan membangun konsensus yang dibutuhkan untuk ketertiban sosial. 7. Memfasilitasi atau membantu penyesuaian dan pemiliharaan dalam sistem sosial yang memberi kita kebutuhan sosial dan fisik

d. Peran humas dalam pencitraan organisasi. "Indonesia adalah Negara terkorup nomor dua di Asia Tenggara", menurut PERC/ Political and Economics Risk Consultancy, Ltd, Hong Kong, (dikutip dari presentasi KPK). Ketika surat kabar memuat informasi ini, maka pesan diterima oleh pembaca yang kemudian mengolah, dan memaknai sehingga terbentuk persepsi. Persepsi yang diperkuat oleh informasi eksternal akan menghasilkan citra (image). Pencitraan buruk oleh pembaca ditambah oleh pencitraan dari masyarakat (masyarakat umum, profesi dan industri) akan berakumulasi menjadi citra Indonesia yang buruk. Reputasi adalah label yang diberikan kepada organisasi dan pemimpin organisasi, ketika penilaian secara mental dalam benak khalayak dilakukan. Public Relations mempunyai peran utama dalam penciptaan citra yang baik bagi organisasi. e. Proses Pencitraan Proses komunikasi adalah penyampaian isi pernyataan (pesan) dari komunikator kepada komunikannya melalui saluran informasi (Hoeta Soehoet, 2003). Pesan yang disampaikan tidak serta merta diterima oleh khalayak/komunikan. Ada rangkaian proses, mulai

dari diterimanya pesan oleh mata, bila pesan visual, diolah dengan membandingkannya dengan opini penerima pesan dan opini publik, baru kemudian dimaknai dan menjadi persepsi. Pesan dapat disampaikan secara visual, verbal, dan prilaku (Fomburn, 1996, Dowling, 2002, schifman & Kanuk, 2004). Pesan visual, pada organisasi, biasanya dikenalkan melalui logo organisasi. Logo organisasi ini harus mampu secara mandiri menyampaikan visi misi organisasi. Untuk memperkuat pesan, logo dapat diikuti dengan pesan verbal yaitu dengan menambahkan slogan/credo. Perilaku, merupakan unsure pembentuk persepsi yang paling efektif; dapat membangun persepsi yang baik, maupun persepsi yang buruk. Unsur perilaku ini lebih sulit dikelola karena menyangkut perilaku seluruh anggota organisasi, bukan hanya pimpinan organisasi saja. Persepsi yang dibentuk dalam benak khalayak akan menjadi gambaran / citra mengenai organisasi tersebut yang melekat pada benak khalayak. f. Proses Pengelolaan Citra Citra harus dikelola dengan baik. Dikaitkan dengan pembagian tugas dalam organisasi, Public Relations merupakan komponen organisasi yang melakukan pengelolaan citra secara sistematis. Namun, mengingat proses pembentukan persepsi, khususnya pada komponen prilaku, setiap anggota organisasi dapat memberikan pesan kepada khalayaknya melalui perilaku yang ditampilkan, maka setiap anggota organisasi adalah PR officer (PRO). Tugas PRO adalah melakukan upaya dalam menyampaikan isi pernyataan kepada khalayak sasarannya agar internal dan eksternal publik minimal tidak merugikan dan maksimal member keuntungan secara terus-menerus kepada organisasi (Hoeta Soehoet, 2003). Dengan sudut pandang terpusat pada upaya pembentukan opini publik yang baik serta evaluasi terhadap upaya tersebut untuk perkembangan organisasi, Cutlip & Center (dalam Gruning 1998, 2003) mengatakan fungsi PRO adalah sebagai agen pembentuk opini publik. PRSA (Public Relations Society of America) mendefinisikan tugas PRO sebagai agen yang menghubungkan organisasi dengan publiknya. Berdasarkan definisi tugas PR, komponen utama yang harus dibangun oleh pada PRO adalah citra organisasi. Citra organisasi dibangun dari elemen visual, verbal dan perilaku yang menjadi cerminan aktualisasi dari visi pemimpin organisasi yang terintegrasi dengan misi dan

rencana strategik organisasi (Howard, 1998). Citra organisasi juga merupakan cerminan identitas organisasi yang akan membangun nama baik organisasi (Fomburn, 1996). Dari para pakar komunikasi tersebut di atas, jelaslah bahwa citra harus dikelola melalui dialog dan hubungan baik dengan khalayak organisasi. Visi, misi organisasi yang akan menjadi arah berjalannya organisasi perlu dibuat dengan seksama. Mengingat pembentukan visi misi merupakan hal yang sangat strategis, diperlukan pemimpin yang jujur, bertanggung jawab dan visioner. Dalam menyikapi suatu issue perlu diperhatikan ada tiga komponen yang saling berhubungan dan mempunyai kepentingan masing-masing, yaitu pemerintah, khalayak dan media massa. Interaksi oleh ketiga komponen perlu mendapat perhatian khusus bagi PRO. Pengelolaan citra juga dipengaruhi oleh budaya organisasi, yaitu system nilai / pola perilaku kolektif sekumpulan orang yang saling mempengaruhi melalui komunikasi. Dalam budaya organisasi yang kuat prinsip, nilai yang sama telah terinternalisasi dengan merata sehingga semua anggota organisasi mempunyai sikap terpadu dalam menghadapi tantangan organisasi. Pada organisasi dengan budaya organisasi yang lemah, anggota akan mengandalkan kepribadian akan menghasilkan perilaku yang berbeda. Pengelolaan citra dari perilaku anggota organisasi inilah yang paling sulit dilakukan. g. Hubungan Dengan Reputasi Reputasi (nama baik) organisasi merupakan penilaian atas seluruh citra organisasi yang ada dalam benak khalayak. Pada pengambilan keputusan khalayak, maka reputasi menjadi komponen yang dinilai. Kepemimpinan organisasi, upaya yang telah dilakukan, filosofi perusahaan akan mencerminkan credibility organisasi yang akan memberikan rasa percaya kepada khalayak organisasi tersebut. h. Strategi PR Untuk Membangun Citra Berbagai program kerja dapat dilakukan olah PR untuk membangun citra positif organisasi yaitu dengan publikasi, mengadakan kegiatan, berita, perlibatan khalayak, lobbies dan perlibatan masyarakat sosial. Pelayanan informasi merupakan bagian dari strategi utama PRO. i. Perlunya PR Audit Untuk dapat membuat strategi yang baik, diperlukan keterbukaan organisasi agar melakukan audit baik internal dan eksternal

organisasi untuk menghasil citra organisasi yang positif yang kemudian akan mambangun reputasi organisasi yang baik. j. Hubungan antara Kepemimpinan dan Public Relation sebagai sumber informasi Keberhasilan sebuah negara,organisasi sosial,publik,dan bisnis dalam menjalankan roda pemerintahan,organisasi berkaitan erat dengan prosfektif kepemimpinan yang diaplikasikan oleh para pimpinan organisasi atau pemerintahan. Selain kepemimpinan dengan model yang tepat (kepemimpinan yang efektif dan efisien ) juga ada peran Public Relation yang menjadi perantara antara pihak organisasi,pihak publik,bawahan/anggota organisasi,dan pimpinan itu sendiri yang memegang kendali kebijakan (decesion maker) . Public Relation berupaya menerima informasi dan menyebarkan informasi antara beberapa pihak yang terkait untuk mencapai tujuan pemerintahan atau organisasi. Diketahui bahwa beberapa tugas penting dari Public Relation yaitu: Customer relation,employee relation,community relation,goverment relation ,dan media relation. Public relation membangun hubungan dan komunikasi dengan pihak luar,maksudnya menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan public dan hubungan dengan konsumen dalam hal ini ada proses menerima informasi dari pihak luar dan proses mendissiminasi informasi kepublik atau custemer. Informasi ini dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan organisasi atau pemerintahan untuk dijadikan sebagai petunjuk /aturan dalam menjalankan kepemimpinan organisasi atau pemerintahan. Selain membangun hubungan dengan customer,juga membangun hubungan dan komunikasi dengan masyarakat luas, bawahan/anggota organisasi,Pemerintah,dan media . semakin banyak hubungan atau komunikasi dengan phak-pihak terkait dalam upaya membangun citra organisasi/pemerintahan di mata publik ,tentunya akan semakin bijak dalam mengambil kepetusan oleh pimpinan untuk menjalankan kepemimpinan tersebut. Berbagai informasi yang diterima oleh pimpinan maka akan bisa ditentukan model atau perspektif kepemimpinan yang dapat dijalankan pada sebuah organisasi atau pemerintahan. Seperti diuraikan diatas bahwa gaya kepemimpinan yang dapat diaplikasikan dalam tindakan sangat tergantung dengan situasi ,karakteristik bawahan/anggota organisasi .yang mana situasi dan karakteristik ini berkaitan dengan informasi yang

diterima maupun yang didistribusikan kepada publik . Apabilah nformasi yang masuk organisasi atau pemerintahan adalah informasi yang mengguncang eksistensi maka sebaiknya gaya kepemimpinan yang ditarapkan dipadukan antara gaya otoriter dan gaya konsultatif. Jadi penentuan gaya kepemimpinan ditentukan oleh situasi dan kondisi organisasi atau pemerintahan .Berikut gambar konsep perspektif kepemimpinan dalam pemanfaatan PR sebagai sumber informasi :

C. Daftar Pustaka Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Edisi VI. Rhineka Cipta : Yogyakarta. Dale, Robert D. 1992. Pelayanan sebagai Pemimpin. Gandum Mas : Malang. Handoko, Hani T, Dr.MBA dan Reksohadiprodjo Sukanto, Dr. M.Com.1996. Organisasi Perusahaan. Edisi kedua Yogyakarta : BPFE. Harbani, Pasolong. 2008. Kepemimpinan Birokrasi, Bandung : CV.Alfabeta. Heidjrachman, H. Suad. 2002. Manajemen Personalia. Yogyakarta : BPFE. Hersey, Paul. 1994. Kunci Sukses Pemimpin Situasional. Jakarta : Delaprasata. Kartono, Kartini. 2006. Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?. PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta. Kristiadi. 1996. Kepemimpinan. Jakarta: LAN RI Nawawi, Hadari & Hadari, M. Martini. 2004. Kepemimpinan yang Efektif. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta Mangkunegara, A. A. P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia.Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Mathis, Robert dan John Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Buku 2. Jakarta: PT. Salemba 4. Pangewa, Maharuddin. 1989. Kepemimpinan dalam proses administrasi. Ujung Pandang: FPIPS IKIP.

Prasetyo, Bambang. 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Rasyid M Ryaas. 2000. Makna Pemerintahan. Mutiara sumber Widya : Jakarta Rivai, Veithzal. 2006. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Edisis Kedua. PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta Robbins, Stephen. P. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Terjemahan Oleh Halida , Dewi Sartika. Erlangga Salusu. 2006. Pengambilan keputusan stratejik. PT. Grasindo : Jakarta. Sedarmayanti. 2007. Manajemen SDM cetakan 1. PT. Refika Aditama. Bandung. 87 Siagian P. Sondang. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rhineka Cipta. Sugiyono. 2006, Metode Penelitian Administrasi, Bandung : CV.Alfabeta. Sutarto, 2006, Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi, Cetakan Ketujuh. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Thoha, Miftah.2007. Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Tohardi, Ahmad. (2002). Pemahaman praktis manajemen sumber daya manusia. Bandung: Mandar Maju. Usman, Husaini. 2004, Metodologi Penelitian Sosial , Jakarta: PT. Bumi Aksara Wirjana, Bernardine R, Susilo Supardo 2005, Kepemimpinan dasar-dasar dan pengembangannya, Andi : Yogyakarta.

Вам также может понравиться