Вы находитесь на странице: 1из 8

DIVERTIKULITIS KRONIS

I. ANATOMI DAN HISTOLOGI NORMAL Divertikulum adalah lekukan/penonjolan ke luar seperti kantong yang terbentuk dari lapisan dinding usus yang meluas sepanjang defek di lapisan otot. Divertikula dapat terjadi di mana saja sepanjang saluran gastrointestinal. Divertikulosis merupakan divertikula multipel yang terjadi tanpa inflamasi atau gejala. Divertikulitis terjadi bila makanan dan bakteri tertahan di suatu divertikulum yang menghasilkan infeksi dan inflamasi yang dapat membentuk drainase dan akhirnya menimbulkan perforasi atau pembentukan abses.Divertikulitis paling umum terjadi pada kolon sigmoid (95%). Divertikulitis paling umum terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Insidensinya kira-kira 60% pada individu dengan usia lebih dari 80 tahun. Predisposisi kongenital dicurigai bila terdapat gangguan pada individu yang berusia di bawah 40 tahun. Asupan diet rendah serat diperkirakan sebagai penyebab utama penyakit. Divertikulitis dapat terjadi pada serangan akut atau mungkin menetap sebagai infeksi yang kontinu dan lama. Dalam makalah ini, diverticulitis adalah kondisi dimana divertikuli pada kolon mengalami rupture. Rupture ini dapat menyebabkan infeksi pada jaringan sekitar kolon. Usus besar dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari sisa pencernaan kimus cair. Sehingga menjadi feses yang disimpan sementara hingga terjadi defekasi.. Usus besar terdiri dari : Sekum apendiks Kolon asendenss (kanan) Kolon transversum Kolon desendens (kiri) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum) Rectum Kanalis analis

Usus besar dapat dibedakan dari usus halus dengan : Apendises omentalis : kecil, berlemak, menonjol seperti omentum Terdapat 3 taenia koli : mesokolik, omentalis dan libera. Haustra : penggelembungan dinding kolon di anttara taenia. Diameter lumen lebih besar

Namun yang akan dibahas disini adalah kolon, mengingat insidensi divertikula terbanyak di kolon, terutama kolon sigmoid. 1) Colon Ascendens

Panjang kolon asendens sekitar 5 inci (13 cm) dan terletak di kuadran kanan bawah. Kolon asendenss membentang ke atas dari sekum sampai permukaan inferior lobus hepatis dekstra, lalu kolon asendenss membelok ke kiri membentuk leksura koli dekstra, dan melanjutkan diri sebagai kolon transversus. Peritoneum melputi bagian depan dan samping kolon asendenss dan menghubungkan kolon asendenss dengan dinding posterior abdomen.Hubungan kolon asendens ke anterior : Lengkung-lengkung usus halus, omentum mayus, dan dinding anterior abdomen. Sedangkan hubungan kolon asendens ke posterior : Musculus iliacus, crista iliaca, musculus quadratus lumbroum, origo musculus transversus abdominis, dan polus inferior ren dextra. Nervus iliohypogastricus dan nervus ilioinguinalis berjalan di belakangnya. Kolon asendens mendapat suplai darah dari arteria ileocolica dan arteria colica dextra yang merupakan cabang arteria mesenterica superior. Pembuluh limfe lewat pertama melalui nodus limfe parakolik dan epikolik, di sebelah nodus limfe kolika dextra intermediat dan nodus limfe ileokolik, dari sana kemudian berlanjut ke nodus limfe mesenterika superior. Nervus yang mempersarafi kolon asendens bersala dari plexus nervus mesenterikus superior. 2) Colon Transversum

Panjang kolon transversum sekitar 15 inci (38 cm) dan berjalan menyilang abdomen, menempati region umbilicalis. Kolon transversus mulai dari flexura coli dextra di bawah lobus hepatis kanan dan tergantung kebawah oleh mesokolon transversum dan pancreas. Kemudian kolon transversum berjalan ke atas sampai flexura coli sinistra di bawah lien. Flexura coli sinistra lebih tinggi daripada flexura coli dextra dan digantung ke diafragma oleh ligmentum phrenicocolicum. Mesokolon transversus menggantungkan kolon transversum dari facies anterior pancreas. Mesokolon transversus dilekatkan pada pinggir superior kolon transverses dan lapisan posterior omentum mayus dilekatkan pada pinggir inferior. Karena mesokolon transversus sangat panjang, posisi kolon transversus sangat bervariasi dan kadang-kadang dapat mencapai pelvis. Hubungan kolon transversum ke anterior : Omentum mayus, dan dinding anterior abdomen (region umbilicalis dan hypogastrium). Sedangkan ke posterior : Pars desendens duodenumi, caput pancreatic, dan fleksura jejunoilealis. Dua pertiga proksimal kolon transversus disuplai oleh arteria colica media, cabang arteria mesenterica superior. Sepertiga bagian distal disuplai oleh arterica colica sinistra, cabang arteria mesenterica inferior. Vena mengikuti arteri yang sesuai dan bermuara ke vena mesenterika superior dan vena mesenterika inferior. Cairan limfe dari dua pertiga proksimal kolon transversus dialirkan ke dalam limfe nodi colici dan kemudian ke dalam limfenodi mesenterici inferiores. Dua pertiga proksimal kolon transversus dipersarafi oleh saraf simpatis dan nervus vagus melalui plexus mesentericus superior, sepertiga distal dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis nervi splanchnici pelvici melalui plexus mesentericus inferior.

3)

Colon Desendens

Panjang kolon desendens sekitar 10 Inci (25 cm) dan terletak di kuadran kiri atas dan bawah. Kolon ini berjalan kebawah dari fleksura koli sinistra sampai pinggir pelvis, disini kolon transversus melanjutkan diri menjadi kolon sigmoid. Peritoneum meliputi bagian depan dan sisi-sisinya serta menghubungkannya dengan dinding posterior abdomen.Hubungan kolon desendens ke anterior : lengkung-lengkung instestinum tenue, omentum majus dan dinding anterior abdomen. Sedangkan ke posterior : margo lateralis ren sinistra, origo musculus transversus abdominis, musculus quadratus lumborum, crista iliaca, musculus iliacus, dan musculus psoas major sinistra. Nervus iliohypogastricus dan nervus ilioinguinalis, nervus cutaneous femoris lateralis, serta nervus femoralis juga terletak di belakangnnya. Arteri kolika sinistra dan arteri sigmoid merupakan cabang arteri mesenterika inferior. Vena mengikuti arteri yang sesuai dan bermuara ke vena mesenterika inferior. Cairan limfe dialirkan ke nodi lymphoidei colici dan nodi mesenterici inferiores yang terletak di sekitar pangkal arteri mesenterika inferior. Colon desendens mempunyai saraf simpatis dan parasimpatis nervi splanchnici pelvic melalui plexus mesentericus inferior. 4) Kolon sigmoid

Bagian kolon ini berbentuk huruf S dengan panjang sekitar 40 cm, menghubungkan kolon desendens dan rektum. Kolon sigmoid berada di fossa iliaca hingga segmen S3 kemudian berlanjut ke rektum. Akgir dari taenia koli (sekitar 15 cm dari anus) menandakan rectosigmoid junction. Kolon sigmoid memiliki mesenterium (penggantung) yang panjang sehingga kolon bagian ini mempunyai gerak yang relatif bebas, khususnya bagian tengah. Bagian bawah mesokolon sigmoid memiliki penempelan terinversi (bebentuk huruf V), berada di medial dan superior pembuluh iliaka eksternal dan dari media-inferior bifurkasio iliaca komunis hingga anterior sacrum. Ureter sinistra dan ateri iliaka komunis sinistra berada di retroperitoneal, posterior terhadap ujung bawah mesokolon sigmoid. kolon sigmoid memiliki apendises omentalis yang panjang yang berakhir bersamaan mesenterium berakhir. Taenia koli juga menghilang bersamaan dengan otot longitudinal pada dinding pelebaran kolon yang membentuk lapisan lengkap rectum. Suplai arteri sigmoid berasal dari arteri sigmoid dan kolika sinistra (cabang dari arteri mesenterika inferior). Arteri sigmoid turun secara oblik ke kiri, terbagi menjadi cabang asendens dan desendens. Vena mesenterika inferior mengembalikan darah dari kolon desendens dan sigmoid ke vena splenikus kemudian ke vena porta hepar.Pembuluh limfa dari kolon sigmoid melewati modus epikolik dan parakolik ke nodus limfe kolika intermediet di sepanjang arteri kolika sinistra, kemudian melewati nodus limfa mesenterika inferior (berada di sekitar arteri mesenterika inferior).Nervus simpatis yang mempersarafi kolon sigmoid berasal dari bagian lumbar trunkus simpatis melalui nervus splanknikus lumbaris, pleksus mesenterikus superior dan pleksus periarterial mengikuti arteri mesenterikus inferior dan cabangnya. Sedangkan saraf parasimpatisnya berasal dari nervus splanknikus pelvikus melalui pleksus hipogastrik.

Gambaran histologis usus besar secara umum yaitu mengandung kripta Lieberkuhn yang lebih panjang dan lebih lurus pada tunika mukosa dibandingkan dengan usus halus. Epitel usus besar berbentuk silinder dan mengandung jauh lebih banyak sel Goblet dibandingkan usus halus, juga lebih sedikit mempunyai sel enteroendokrin. Lamina propria usus besar terdiri atas jaringan ikat retikuler dan nodulus limfatikus. Seperti pada usus halus, tunika muskularis mukosa pada usus besar terdiri atas lapisan sirkular sebelah dalam dan lapisan longitudinal sebelah luar. Tunika mukosa terdiri atas jaringan ikat longgar, lemak, dan pleksus Meissner. Di sebelah luar tunika mukosa terdapat tunika muskularis eksterna dan tunika serosa. Tunika serosa ini terdiri atas mesotelium dan jaringan ikat subserosa. Karakteristik utama pada sekum, kolon, dan rektum yaitu tidak membentuk vili seperti usus halus, memiliki kelenjar yang panjang dan berbentuk tubuli sederhana, tidak memiliki sel granuler asidofilik (sel Panneth), dan memiliki jumlah nodul limfatik yang banyak. Mukosa membrannya tidak terdapat pelipatan, kecuali pda bagian distal (rectum).Sel-sel absorbsi berbentuk kolumner dan memiliki mikrovili pendek danireguler. Usus besar memiliki struktur yang sesuai dengan fungsinya, yaitu absorbsi air, pembentukan massa fekalit dan produksi mucus. Mucus adalah gel yang mengandung banyak air yang tidak hanya melubrikasi permukaan intestinal tetapi juga meliputi bacteria dan bahan-bahan tertentu. Absorbsi air terjadi secara pasif mengikuti transport aktif natrium pada permukaan basal sel epitel.Lamina propia kaya akan sel-sel limfoid dan nodul-nodul yang sering meluas ke submukosa. Banyaknya jaringan limfoid (GALT) ini berkaitan dengan populasi bakteri yang banyak pada area ini.Tunika muskularisnya terdiri atas untaian longitudinal dan sirkuler. Lapisan ini berbeda dengan usus halus karena serabut lapisan longitudinal luarnya berkumpul menjadi 3 ikatan longitudinal tebal yang disebut taenia koli. Pada bagian kolon yang intraperitoneal, lapisan serosa memiliki apendises epiploika (tonjolan jaringan lemak yang menjuntai kecil-kecil)

III.

PATOGENESIS/PATOFISIOLOGI KELAINAN

Kolon/usus besar merupakan struktur menyerupai tabung panjang yang menyimpan dan mengeliminasi sisa-sisa metabolisme. Tekanan dalam kolon menyebabkan kantong-kantong yang menggelembung dari jaringan (sakus) ke dinding kolon seiring berjalannya usia sesorang. Sakus ini disebut sebagai divertikulum, sedangkan dalam jumlah banyak disebut divertikula. Divertikula dapat terjadi di sepanjang kolon, tetapi paling banyak terjadi di dekat ujung kolon sinister (kolon sigmoid). Kondisi munculnya divertikula inilah yang disebut divertikulosis. Seseorang dengan divertikulosis hanya menunjukkan sedikit atau bahkan tanpa gejala. Divertikulitis merupakan inflamasi pada bagian dasar divertikulum. Etiologi diverticulitis adalah sebagai berikut :

A. Iritasi fekal B. Mikro dan makro perforasi C. Perbedaan tekanan antar lumen colon dan serosa serta area kelemahan dalam dinding colon. D. Penuaan dinding kolon E. Diet rendah serat F. Bakteri Divertikulum terbentuk bila mukosa dan lapisan submukosa colon mengalami herniasi sepanjang dinding muskuler akibat tekanan intraluminal yang tinggi, volume colon yang rendah (isi kurang mengandung serat) dan penurunan kekuatan otot dalam dinding colon (hipertrofi muskuler akibat masa fekal yang mengeras). Divertikulum menjadi sumbatan dan kemudian terinflamasi bila obstruksi terus berlanjut. Inflamasi cenderung melebar ke dinding usus sekitar, mengakibatkan timbulnya kepekaan dan spastisitas kolon. Abses dapat terjadi, menimbulkan peritonitis, sedangkan erosi pembuluh darah (arterial) dapat menimbulkan perdarahan.

IV. GAMBARAN KLINIS KELAINAN Divertikulitis kronis merupakan varian divertikullitis yang memiliki gejala persisten selama 6 bulan hingga 1 tahun atau lebih. Sedangkan divertikulitis akut gejala hanya persisten rata-rata 2-14 hari. Oleh karena itu, divertikulitis kronis menunjukkan gejala dan tanda klinis yang jauh leih lambat dan lebih lama daripada divertikulitis akut.Gejala umum yang utama divertikulitis kronis adalah nyeri abdomen bawah yang menetap disertai demam yang menyertai perforasi divertikulum. Perubahan pada pola pencernaan dari diare menjadi konstipasi sering terjadi. Disuria pun mengindikasikan iritasi kendung kemih. Sebagian besar pasien mengeluhkan nyeri tekan pada kuadran bawah kiri dimana massa terpalpasi. Leukositosis merupakan ciri khas pada divertikulitis. Muncul bersama kembung, flatus berlebih dan nyeri intermiten. Divertikulum yang ruptur dapat menyebarkan bakteri kolon ke jaringan sekitar sehingga dapat mengakumulasi pus emudian menyebabkan abses yang biasanya terjadi pada pelvis. Pada kasus yang jarang, dapat pula mengerosi vesika urinaria, menyebabkan infeksi vesika dan melewatkan uadara intestinal ke dalam urin. Inflamasi kolon dapat menyebabkan colonic bowel obstruction dan peritonitis yang mengancam jiwa.Perdarahan pada divertikular dapat pula terjadi ketika divertikulum mengerosi pembuluh darah. Feses merah, gelap atau berwarna maroon dan membeku terjadi tanpa nyeri abdomen terkait. Perdarahan ini bisa kontinyu atauintermittent yang berlangsung selama beberpa hari. Pasien dengan perdarahan aktif biasanya disarankan untuk rawat inap untuk pemantauan. Cairan intravena diberikan untuk menjaga tekanan darah. Transfusi darah dibutuhkan untuk perdarahan moderat dan masif. Pada kasus yang jarang, pasien mengalami perdarahan hebat sehingga bisa mengalami penurunan tekanan darah, pusing, syok dan kehilangan kesadaran. Pada pasien umumnya perdarahan berhenti secara spontan dan diperbolehkan pulang setelah beberpa hari di rumah

sakit. Pasien dengan perdarahan massif dan persisten memutuhkan manajemen bedah untuk membuang divertikulum yang berdarah.

V.

GAMBARAN MAKROSKOPIS Permukaan colon sigmoid tampak divertikulum2 berbentuk kantong dengan warna kemerahan karena inflamasi adanya jaringan fibrosa penyempitan lumen usus. 2 baris pada kedua sisi kolon, baik antara taenia mesenterik maupun antimesenterik <1cm, berada di lemak perikolon dan khususnya epiploika apendises. Dinding kolon menebal signifikan Rugae mukosa menonjol dan melibatkan dilatasi kantong Umumnya terdapat abses perikolon

VI.

GAMBARAN MIKROSKOPIS Divertikula sebagian besar ditemukan pada kolon sigmoid Timbul di antara taenia koli dan dapat berisi fekalit terlihat jaringan colon dengan penonjolan2 dari lumen ke tunica muscularis yang berbentuk seperti botol labu. Dasar dari diverticulum ini dibentuk oleh jaringan ikat serosa. Terdapat banyak sel2 inflamasi kronis seperti limfosit, leukosit, sel plasma, dan histiosit disertai dengan dilatasi pembuluh2 darah ke kripta dan sekitar lemak perikolon Terdapat fibrosis yang menonjol

VII. DIAGNOSIS Pemeriksaan barium enema pada divertikulitis kronis merupakan diagnosis inisial terkait gejala obstruksi dan nyeri abdomen. Hasil pemeriksaan menunjukkan segmen yang relative panjang yang mengalami penyempitan pada kolon sigmoid dengan kontur yang tidak rata dan batas meruncing, kadang-kadang berkaitan dengan obstruksi retrograde. Sedangkan pada divertikulitis akut akan tampak massa asimetris dan penembatan kolon sigmoid karena kumpulan inflamasi tanpa penyempitan lumen. Barium enema (x-ray) dilakukan untuk memvisualisasi kolon. Divertikula terlihat sebagai kantong terisi barium yang menonjol dari dinding kolon.Visualisasi langsung intestinal dengan memasukkan tabung fleksibel melewati rektum dan dinaikkan ke kolon. Hal ini dapat dilakukan menggunakan tabung panjang (kolonoskop) ataupun tabung pendek (sigmoidoskop) untuk menunjang diagnosis dan mengeksklusi penyakit lain yang menyerupai penyakit divertikular.

Pada pasien yang dicurigai abses divertikular dengan gejala berupa nyeri menetap dan demam, ultrasound dan CT scan abdomen dan pelvis dapat dilakukan untuk mendeteksi kumpulan cairan pus. CT abdomen menunjukkan tehnik visualisasi yang paling sensitif untuk mendeteksi divertikulitis sigmoid karena kemampuannya untuk menunjukkan dinding intestinal yang menebal, inflamasi perikolon dan inflamasi terkait atau abses. Pemeriksaan penunjang berdasarkan gejala/diagnosis banding: o o o o o o Divertikulosis : barium enema (kolonoskopi) Divertikulitis : DPL, hitung sel darah putih, ureum dan elektrolit, rontgen toraks, CT scan. Masa divertikular/abses parakoliks : CT scan Perforasi : foto poos abdomen, CT scan Obstruksi : gastrografin atau enema barium encer, kolonoskopi untuk menyingkirkan keganasan Fistula :

Kolovesika : urin porsi tengah, sitoskopi, enema barium Kolovagina : kolposkopi, sigmoidoskopi fleksibel Perdarahan : kolonoskopi, angiografi selektif

VIII.

TERAPI

Antibiotik dan pengukuran penunjang biasanya dapat meredakan divertikulitis akut, tetapi sekitar 20% pasien membutuhkan intervensi bedah. Medikamentosa : o Diet tinggi serat (buah, sayuran, roti gandum, kulit padi) o Tingkatkan asupan cairan. o Antibiotik : ciprofloxacin (Cipro), metronidazole (Flagyl), cephalexin (Keflex), and doxycycline (Vibramycin).

o Istirahatkan usus o Drainase yang dipandu radiologi untuk abses akut o Anti-spasmodic drugs untuk meredakan spasme akibat nyeri abdomen. Obat yang dapat dipakai antara lain:

chlordiazepoxide (Librax), dicyclomine (Bentyl), atropine, scopolamine, phenobarb (Donnatal), and hyoscyamine (Levsin)

Pembedahan o Biasanya untuk kasus dengan komplikasi/kambuh, kasus yang telah terbukti, serangan akut atau kasus yang gagal dengan terapi medikamentosa (jarang) o Pembedahan elektif kolon sebelah kiri tanpa peritonitis : reseksi segmen yang terlibat dan sambungkan ujung-ujungnya (anastomosis primer) o Pembedahan darurat kolon sebelah kiri dengan peritonitis minimal atau tanpa peritonitis reseksi segmen yang terlibat dan sambungkan ujung-ujungnya (anastomosis primer) mungkin aman. o Pembedahan rumit kolon sebelah kiri (misalnya fistula kolovesika : reseksi, anastomosis mungkindapat menggantikan fungsi stoma proksimal)

IX.

PROGNOSIS

Diverticulitis menyajikan prognosis yang lebih serius daripada divertikulosis karena komplikasinya bisa berakibat fatal, tetapi jka cepat didiagnosa dan menjalani yang perawatan yang tepat (mungkin pembedahan), dapat disembuhkan.Sebagian besar pasien sembuh total setelah menjalani pengobatan. Jika tidak ditangani awal, divertikulitis dapat menebabkan perforasi dan pelepasan bakteri dari fekal ke jaringan peridivertikuler. Hasil lanjutannya berupa abses yang biasanya berisi jaringan apendises apiploika dan jaringan perikolonik. Perforasi jarang menimbulkan peritonitis. Fibrosis sebagai respon terhadap episode berulang dapat menekan lumen usus, menimbulkan obstruksi. Perdarahan intestinal dapat juga terjadi. Fistula dapat terbentuk antara kolon dan organ sekitar, termasuk kandung kemih, vagina, usus halus dan kulit abdomen. Komplikasi lainnya adalah pyeleplebitis dan abses liver. Individu yang berusia kurang dari 40 tahun yang memiliki imunitas terdepresi karena medikasi atau penyakit lainnya akan memiliki kemungkinan leih besar untuk terjadi komplikasi dan menjalani pembedahan. Sekitar setengah pasien yang memiliki diverticulitis akan kambuh dalam beberapa tahun setelah ditangani dan dalam masa remisi. Dari paien yang masuk rumah sakit, sekitar 15-20% mengalami komplikasi yang membutuhkan pembedahan.

Вам также может понравиться