Вы находитесь на странице: 1из 5

Spionase AS, Bukti Ketidaktegasan Pemimpin (Antek Penjajah) Oleh : Riki Nasrullah Disampaikan pada FGD DKM Unpad

(13 November 2013) Sempat menjadi bahan perbincangan yang hangat di tengah-tengah masyarakat terkait penyadapan yang dilakukan AS terhadap presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Aksi ini menjadikan jagat intellijen dan pertahanan RI ketar-ketir. Bagaimana tidak, Indonesia yang notabene keberadaannya sebagai negara berdaulat amat heran jika sampai terjadi aksi penyadapan seperti ini. Akan tetapi di tengah konstelasi perpolitikan dunia yang seperi ini, hal tersebut sudah menjadi hal yang biasa. Karena banyaknya negara-negara yang mengkalaim dirinya sebagai negara adidaya, yang semau gue, berhak melakukan apapun terhadap negara yang lain. Banyak pihak mencoba menganalisis penyebab terjadinya penyadapan ini. Setelahnya berlangsung beberapa saat, Badan Intellijen Negara (BIN) mencoba mengisyaratkan bahwa aksi spionase yang dilakukan AS ini ada kaitannya dengan seorang mantan pegawai central Intelligence Agency (CIA), Edward Snowden. Yang disebutkan bahwa aksi ini berawal dari penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi G20 pada tahun 2009 di London, Inggris. Informasi ini menurut kepala BIN didapatkan dari agen BIN yang berada di Inggris dan Australia. Terlepas dari sangkaan yang ada, aksi penyadapan yang dilakukan AS dan Australia terhadap Indonesia dan negara-negara lainnya harus dipandang serius. Bagaimanapun fakta yang ada kita harus menempatkan dan memosisikan kasus penyadapan AS ini sebagai kasus intenasional, yang sudah mengarah kepada pelanggaran internasional. Keberadaan Indonesia sebagai negara berdaulat harusnya mempunyai sikap yang tegas terhadap kasus penyadapan ini. Penyadapan ini pun sudah mengarah kepada aksi spionase (mata-mata) yang dilakukan AS terhadap Indonesia. Aksi spionase ini jelas-jelas termasuk tindakan illegal dan bisa dikategorikan sebagai International Cyber Crime. Pelaku aksi ini sudah bisa dikatakan sebagai negara pelanggar etika diplomasi. Dan tindakan ini pula bisa dikatakan sebagai tindakan melanggar kedaulatan sebuah negara. Tidak hanya penyadapan terhadap RI saja, negara-negara besar lain pun ikut menjadi korban penyadapan AS. Jerman dan Perancis adalah negara yang sangat keras mengecam perbuatan AS kepada negara-negara di dunia terkait penyadapan. Karena kedua negara tersebut pun tidak luput dari aksi penyadapan yang dilakukan AS. Kemarahan dunia atas aksi AS ini pun semakin memuncak. Jerman dan Brazil, sebagian dari negara yang merasa jadi korban spionase NSA, merancang resolusi PBB untuk mengakhiri kegiatan spionase yang berlebihan itu. Presiden Brazil, Dilma Rousseff dan Kanselir Jerman, Angela Merkel, kompak mengutuk spionase NSA yang berlebihan, karena sampai menyadap ponsel kepala negara. Dilma Roussef beberapa waktu lalu, membatalkan kunjungannya ke AS, karena ada laporan ponselnya telah disadap. Dalam pekan ini, laporan serupa juga menyasar Angela Merkel. (international.sindonews.com) Ulah NSA telah membuat para pemimpin Uni Eropa marah besar. Mereka, melakukan pertemuan untuk menyatakan sikap tegas kepada AS, dan menuntut diakhirinya kegiatan spionase yang berlebihan itu. Laporan dugaan spionase NSA itu, tak lain bersumber dari

bocoran whistleblower NSA, Edward Snowden yang kini bersembunyi di Rusia, setelah mendapat suaka satu tahun dari Pemerintah Vladimir Putin. Di Eropa, selain Jerman, Perancis juga berang atas ulah NSA. Sebuah laporan dari media Perancis, Le Monde, mengungkap, 70 juta lebih komunikasi telepon rakyat Perancis disadap NSA. Belum reda kemarahan Perancis, media itu kembali melansir laporan, komunikasi diplomat Perancis di PBB dan Washington juga disadap. Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius, langsung meminta penjelasan dari Menteri Luar Negeri AS, John Kerry. Spionase dalam skala besar yang dilakukan Amerika kepada sekutunya adalah sesuatu hal yang tidak bisa diterima," kata Fabius. Tak cukup, Duta Besar AS di Paris juga jadi bulan-bulanan Pemerintah Perancis untuk memberikan penjelasan laporan dugaan spionase itu. Spanyol, yang belum memiliki bukti telah dimata-matai AS, juga berniat memanggil Duta Besar AS yang berada di Spanyol. "Kami tidak memiliki bukti, bahwa Spanyol telah dimata-matai. Tapi, kita memanggil Dubes AS untuk mendapatkan informasi," kata Perdana Menteri Spanyol, Mariano Rajoy. Di Amerika Latin, selain Brazil, Meksiko juga jadi korban spionase AS. Pemerintah Meksiko marah setelah laporan NSA memata-matai presiden mereka pada tahun 2010 terbongkar. E-mail Felipe Calderon yang pada 2010 menjabat sebagai Presiden Meksiko, disadap oleh NSA. Tindakan mata-mata tidak bisa diterima, ilegal, dan dan bertentangan dengan norma hubungan negara, bunyi kecaman Kementerian Luar Negeri Meksiko.

Ketidakberdayaan Indonesia Di satu sisi, negara-negara Eropa dan Amerika latin menyuarakan sikapnya terkait aksi spionase AS. Di sisi yang lain, Indonesia masih belum menunjukkan sikap tegasnya menanggapi aksi yang dilakukan AS terhadap RI. Menurut Efendi, meskipun penyadapan yang dilakukan AS terhadap Indonesia telah melanggar kedaulatan, namun pemerintah masih belum bisa berbuat lebih dari sekadar memberikan nota protes. Jadi ini masalahnya teknologi maupun political bargain kita powerless, ungkapnya seperti dilansir Tabloid Media Umat Edisi 115 Jumat (8-21 Nopember). Muhajir mengungkapkan, seharusnya Pemerintah menentukan sikap yang tegas yang bukan hanya sekadar protes. Masalahnya, adakah kemampuan kita untuk melakukan itu? Pelanggaran kedaulatan yang lebih parah dari itu saja kita tidak berdaya. Misalnya pelanggaran laut oleh kapal-kapal selam dan pelanggaran wilayah udara oleh pesawat tempur siluman negara lain yang selama ini tidak terendus oleh kemampuan radar yang kita punya, bebernya. Dari fakta semua ini, bisa kita ambil intinya bahwa keberadaan Indonesia sebagai negara berdaulat sebetulnya hanya kepalsuan belaka. Karena kenyataanya Indonesia masih terkukung oleh kebesaran nama AS dan masih dikuasai dan disetir oleh AS dalam berbagai hal. Sehingga kasus semacam ini dianggap sah-sah saja oleh Indonesia. Karena keberadaan Amerika sebagai negara adi daya yang berkuasa. Yang oleh SBY dikatakan sebagai negeri keduanya. Ironis sekali bukan?

Spionase, aksi pengontrolan PEMILU? Banyak pakar yang mencoba menguraikan benang merah yang sebenarnya terkait aksi spionase AS terhadap Indonesia. Pengamat Intellijen dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (LESPERSSI), Rizal Darma Putra, sempat menyatakan bahwa aksi penyadapan AS terhadap Indonesia bisa saja terkait pelaksanaan Pemilu 2014 Indonesia. "Yang banyak diinginkan oleh Amerika Serikat, informasi adalah satu soal Pemilu 2014," ujar Rizal di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/11/2013). Selain masalah pemilu, lanjut Rizal, bahwa informasi lainnya yang dibutuhkan AS dari Indonesia melalui penyadapan ini adalah terkait sikap Indonesia terhadap ketegangan yang terjadi di laut China Selatan yang melibatkan beberapa negara, seperti Vietnam, Filipina, China, dan AS sendiri. Selain soal Pemilu 2014 dan posisi Indonesia dalam melihat konflik di Laut China Selatan, Rizal juga menilai masih ada hal lain yang diduga ingin diketahui oleh Amerika Serikat. "Yang lainnya, masalah sikap Indonesia terhadap kebijakan investasi, kebijakan perdagangan dan lainnya," tutur Rizal.

Memosisikan AS sebagai Musuh Bersama Untuk menyikapi insiden ini, pertama-tama yang harus dilakukan oleh negara adalah memposisikan AS dalam konteks geopolitik dunia, dalam hubungannya dengan Indonesia. Ini tentu tidak lepas dari mindframe (kerangka berpikir) apa yang digunakan untuk melihatnya. Tentu akan lebih mudah, jika kita mendudukan AS dan Indonesia, dengan menggunakan Islam, ketimbang mindframe yang lain. Kalau kita lihat dari pandangan Islam, perpolitikan dunia (geopolitik) akan dibagi menjadi dua, yaitu Daar al-Islam (wilayah Islam) dan Daar Al-Kufr (Wilayah Kufur). Pembagian ini dengan syarata kalau ada khilafah. Karena fakta yang ada saat ini, yaitu ketiadaan khilafah Islamiyah. Maka pembagian wilayah hanya ada satu, yaitu Daar Al-Kufr (Wilayah Kufur). Saat ini fakta yang ada memang seperti itu. Meskipun di dunia ini akan kita saksikan begitu banyak negara yang berpenduduk Muslim, Bilaad Al-Islamiyah (Negeri Muslim). Negeri muslim yang ada di dunia ini cukup banyak , sekitar 50 negara lebih. Akan tetapi keberadaannya amat disyangkan karena semuanya masuk ke dalam Daar Al-Kufur. Hanya karena ketiadaan Khilafah Islamiyah. Akan tetapi suatu saat nanti, ketika Khilafah kembali berdiri, semua negeri muslim akan kembali dipersatukan atas ikatan Aqidah Islamiyah menjadi sebuah negara yang akan memuliakan Ummat islam, yaitu daulah Khilafah Islamiyah. Fakta yang lain, yang amat miris jika kita lihat, adalah fakta bahwa negeri-negeri muslim saat ini berada dalam cengkeraman negara-negara kafir penjajah yang tidak akan ridha Islam berdiri kembali, seperti AS, Australia, Inggris, Perancis, maupun Rusia. Meskipun secara fisik negeri-negeri muslim ini merdeka tetapi hakikatnya masih terjajah, yakni penjajahan jenis baru (neo-kolonialisme) berupa penjajahan di bidang ekonomi, politik, mentalitas, sampai budaya. Inilah yang sesungguhnya menjadi alasan, mengapa negaranegara penjajah itu melakukan mata-mata terhadap berbagai aktivitas penguasa di negeri tersebut, tidak lain untuk memastikan, bahwa mereka dan negerinya tidak jatuh ke tangan negara penjajah yang lain.

Selain untuk memastikan negeri tersebut tetap dalam genggamannya, mereka juga ingin memastikan, jangan sampai Khilafah berdiri di salah satu negeri kaum Muslim ini. Karena dengan berdirinya Khilafah di sana, maka ini akan menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan penjajahan mereka di negeri-negeri Muslim, sekaligus mengakhiri hegemoni mereka di dunia. Karena itu, umat Islam, termasuk para penguasa kaum Muslim, di dalamnya termasuk aparat keamanan di setiap negeri Islam, harus mempunyai mindframe dan kesadaran politik yang benar. Kerangkan berpikir dan kesadaran politik yang membuat mereka, dan umat ini melek terhadap setiap tindakan, dan manuver yang dilakukan oleh negara-negara Kafir penjajah terhadap negeri mereka, dan diri mereka sendiri. Klasifikasi lainnya tentang keberadaan orang-orang kafir dan negara-negara kafir adalah dikemukakan oleh para ulama. Mereka membedakan lagi menjadi Kafir Muhaariban Filan, Kafir Muhariban Hukman, dan kafir Muahadah. Kafir muhaariban filan adlah kafir yang secara terang-terangan memusuhi kaum Muslimin dan Islam. Hubungan daulah Islam dengan kafir jenis ini sangatlah jelas, yaitu tidak ada hubungan apa pun kecuali hubungan perang. Kafir jenis ini seperti AS, Inggris, Perancis, Rusia, dan China. Sedangkan kafir muhariban hukman adalah kafir yang dihukumi sebagai musuh Islam dan kaum muslim tetapi tidak secara terang-terangan mamusuhi Islam. Dihukumi demikian karena mereka mengikatkan dirinya dari perjanjian damai dengan negara Islam (daulah Islam). Contoh kafir jenis ini adalah Jepang, Korea Selatan. Kafir muahadah adalah negara yang terikat dan mengikatkan diri dengan perjanjian damai dengan negara Islam. Negara kafir jenis ini bisa saja dihukumi kafir muhariban hukman apabila perjanjian yang disepakatinya telah berakhir. Dengan klasifikasi demikian akan lebih mempermudah dalam memilih sikap politik yang akan diambil oleh daulah Khilafah. Pada dasarnya sikap politik yang diambil oleh daulah terhadap kesemuanya adalah sama, yaitu hubungan perang. Sikap politik seperti ini mutlak harus diperhatikan agar meminimalisir terjadinya kontak langsung dengan negara kafir sehingga akan melemahkan kaum Muslim dan Islam. Dan kebijakan seperti ini akan dianggap lebih aman, karena aksi spionase akan dirasa sulit ketika sikap politik yang ambilnya seperti ini. Dengan sikap dasar ini, maka strategi pertahanan dan keamanan negara bisa dibangun dengan tepat dan efektif. Sebagai contoh, ketika AS dan Inggris telah ditetapkan posisinya sebagai negara kafir harbi filan maka kebijakan yang akan diambil oleh daulah tidak lain hanyalah hubungan perang. Tidak ada hubungan lainnya, apalagi berdamai dan bersahabat. Karena kondisi yanag ada pada negara tersebut adalah hubungan perang, makakedutaan merke di negeri-negeri muslim pun sudah dipastikan tidak akan ada. Pun ketika ada warga negara mereka yang memasuki wilayah negeri-negeri kaum Muslim, maka mereka ditetapkan sebagai Mustamin (orang yang masuk dengan visa). Itupun dengan catatan, bahwa mereka masuk untuk belajar Islam, bukan yang lain. Jika mereka melakukan mata-mata, maka mereka bukan hanya wajib dideportasi, tetapi bisa juga dijatuhi hukuman mati.

Pertahanan dan Kemanan Negara Khilafah Ketika paradigma dan persepsi serta tolok ukur yang diambil berdasarkan ideologi Islam. ini akan memudahkan mengambil suatu kebijakan politik yang akan dilakukan negara.

Sehingga dengan seperti itu, akan memudahkan daulah dalam mengontrol keadaan dan keamanan serta pertahanan daulah dari aksi-aksi spionase yang ditujukan kepada daulah. Meskipun demikian, media dan komunikasi di dalam tataran negara akan dirasa sulit dihindari dari aksi spionase. Meskipun pengontrolan yang sudah ketat telah diambil oleh negara dalam setiap kebijakannya. Tinggal akses informasi dan komunikasi di dalam negeri yang menjadi sumber ancaman terhadap pertahanan dan keamanan. Juga sistem informasi dan komunikasi melalui jaringan satelit. Dalam konteks permasalahan seperti ini tinggal diserahkan kepada kerja keras negara. Meskipun ada banyak pihak yang mengatkan bahwa tidak mungkin akses komunikasi dan media ditutup di era yang seperti ini. Pernyataan ini memang adanya, namun hal ini bukan berarti sulit diatasi. Karna kebijakan negara akan hal ini amat jelas jika telah menggunakan standar dan tolok ukur Islam. Di sinilah tugas daulah dalam mengatasi hal ini dengan mengambil kebijakan luar negeri Khilafah, yang tidak membolehkan adanya hubungan luar negeri yang dilakukan oleh siapapun, kecuali oleh Negara Khilafah. Kebijakan ini, mau atau tidak, menuntut Khilafah untuk membangun teknologi informasi dan komunikasi yang bisa mendukung kebijakannya itu. Jika tidak, maka ini akan menjadi pintu aksi-aksi spionase, yang pasti akan membahayakan eksistensinya.

Simpulan Jika kita masih menggunakan kacamata non-Islam dalam melihat setiap fakta yang ada, akan dirasa sulit membendung aksi-aksi spionase negara-negara yang sudah mempunyai teknologi yang jauh labih maju dibanding negara kita. Padahal, dengan Islam, semua persoalan tadi bisa diselesaikan. Apalagi jika suatu menggunakan mainframe manfaat di setiap kebijakannya. Justru ini yang akan memperparah keadaan dengan memberikan peluang yang besar bagi negara-negara penjajah untuk melakukan aksi spionasenya. Memang umat Islam mempunyai akidah Islam, tetapi saat ini akidah itu tidak digunakan sebagai dasar, dan mindframe, yang dengannya kemudian terbentuk sikap dasar, patokan dan standar halalharam. Inilah yang menjadi masalah mendasar dari kasus-kasus yang terjadi tadi. Karena itu, dari sinilah, sesungguhnya masalah ini harus diselesaikan. Kita jadikan Islam sebagai standar kehidupan, bukan yang lain. Karena hanya dengan Islam-lah problematika-problematika ummat muslim akan terselesaikan. Intinya, di dunia ini tidak ada negeri kaum muslim yang berani mengambil kebijakan tegas terkait aksi spionase AS. Dan hanya negara berlandaskan Aqidah Islamlah, dalam hal ini daulah Khilafah, yang akan mampu mengambil kebijakan tegas bagi AS dan negaranegara kafir lainnya. Daulah Khilafah akan mengakhiri hegemoni AS dan negara kafir lainnya. Karena daulah Khilafah dibentuk berdasarkan Aqidah Islam. bukan yang lain. Dan paradigma yang dipakai berdasarkan paradigma Islam.

Вам также может понравиться