Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Guru adalah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha membentuk sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang makin berkembang. Dalam arti khusus dikatakan bahwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik dan sekaligus sebagai pembimbing. Berkaitan dengan ini, sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar-mengajar, dalam usahanya mengantarkan siswa/anak didik ke taraf yang dicita-citakan. Oleh karena itu, setiap rencana kegiatan guru harus dapat didudukkan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya.

1.2 TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pengertian pengelolaan kelas. 2. Mengetahui prinsip-prinsip mengelola kelas 3. Mengetahui cara menerapkan prinsip-prinsip mengelola kelas. 4. Mengetahui tugas guru dalam mengelola kelas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI PENGELOLAAN KELAS

Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah kelola, ditambah awalan pe dan akhiran an. Istilah lain dari pengelolaan adalah manajemen. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris, yaitu management yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan.(Djamarah 2006:175)

Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuanDekdibud (dalam Rachman 1997:11). Pengelolaan dalam pengertian umum menurut Arikunto (dalam Djamarah 2006:175) adalah pengadministrasian pengaturan atau penataan suatu kegiatan.

Menurut Hamalik (dalam Djamarah 2006:175) kelas adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama yang mendapat pengajaran dari guru sedangkan menurut Ahmad (1995:1) kelas ialah ruangan belajar dan atau rombongan belajar

Hadari Nawawi memandang kelas dari dua sudut, yaitu: 1. Kelas dalam arti sempit yakni, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini mengandung sifat statis karena sekadar menunjuk pengelompokan siswa menurut tingkat perkembangan yang antara lain didasarkan pada batas umur kronologis masing-masing.

2. Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan merupakan bagian dari masyarakat sekolah yang sebagai suatu kesatuan diorganisasi menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan (Djamarah2006:176)

Ahmad (1995:1) menyatakan Pengelolaan kelas adalah segala usaha yang di arahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai kemampuan. Pengelolaan kelas merupakan usaha sadar, untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis. Usaha sadar itu mengarah pada persiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi/kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan, waktu, sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.

Sedangkan menurut Made Pidarta (dalam Djamarah, 2005:172) Pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problem dan situasi kelas. Guru bertugas menciptakan, memperbaiki, dan memelihara sistem atau organisasi kelas. Sehingga anak didik dapat memanfaatkan kemampuannya, bakat, dan energinya pada tugas-tugas individual. Sudirman (dalam Djamarah 2006:172) Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas.kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses interaksiedukatif, agar memberikan dorongan dan rangsangan terhadap anak didik untuk belajar, kelas harus dikelola sebaik-baiknya oleh guru.

Pengelolaan kelas merupakan ketrampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran. (Mulyasa 2006:91). Sedangkan menurut Sudirman (dalam Djamarah 2006:177) Pengelolaan kelas adalah upaya mendayagunakan potensi kelas. Ditambahkan lagi oleh Nawawi (dalam Djamarah 2006:177) Manajemen atau pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kemampuan guru dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegitan-kegiatan yang kreatif dan terarah . Arikunto (dalam Djamarah 2006:177) juga berpendapat bahwa
3

penelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan maksud agardicapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar yang seperti diharapkan. Pengelolaan dapat dilihat dari dua segi, yaitu pengelolaan yang menyangkut siswa dan pengelolaan fisik (ruangan, perabot, alat pelajaran).

Berdasar pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas merupakan usaha sadar untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis yang mengarah pada penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi atau kondisi proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.

2.2 PRINSIP-PRINSIP MENGELOLA KELAS

Penguasaan terhadap prinsip mengelola kelas merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh bagian seorang guru yang profesional, selain harus menguasai pengetahuan atau ilmu yang akan diajarkannya secara prima, juga harus menguasai cara

menyampaikan materi dan penguasaan ruang belajar sehingga akan tercapai proses belajar mengajar yang efektif. Bila hal tersebut tidak tercapai, maka besar kemungkinan proses belajar mengajar menjadi tidak efektif dan tidak memberikan hasil yang memuaskan. Penguasaan terhadap prinsip pengelolaan kelas dan pengajaran menghendaki agar guru menghiasi dirinya dengan prilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik, baik itu dalam pergaulan di sekolah maupun ketika berinteraksi di luar sekolah. Tauladan yang diberikan oleh guru mungkin akan lebih memberikan bekas kepada kehidupan siswa ke depan daripada sekedar memberikan ceramah di depan kelas. Sikap dan tindak laku seorang guru akan senantiasa diingat dan dikenang oleh para siswanya. Tugas guru sebagaimana dikemukakan Crow and Crow hendaknya memiliki sifat kepribadian yang disepakati sebagai syarat seorang pendidik, yaitu:
4

1. Perhatian dan kesenangan pada subyek didik. Memberikan perhatian kepada subyek didik merupakan hal terpenting dalam proses pendidikan. Siswa sebagai subyek didik tentunya memiliki banyak kekurangan dan kelemahan yang merupakan tugas pokok gurulah untuk mengisinya. Apabila guru memberikan perhatian kepada siswa, maka siswa akan merasa bahwa dia tidak belajar sendiri, siswa akan lebih termotivasi dan akan lebih belajar dengan baik lagi. 2. Kecakapan pengelolaan sarana pendidikan. Sarana pendidikan meliputi segala sesuatu yang dapat menunjang proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, seperti media, kursi, meja dan alat-alat lannya. Bagi guru yang memiliki kecakapan dalam mengelola sarana dan prasarana, maka proses belajar mengajar akan berlangsung dengan mudah dan berjalan dengan baik meski sarana yang tersedia kurang memadi. Namun sebaliknya, meski sarana pembelajaran yang tersedia memadai akan tetapi tidak didukung oleh kemampauan guru dalam mengelola sarana, maka ketersediaan sarana tersebut hanya akan menjadi sia-sia. Dari uraian di atas, dapatlah kita pahami bahwa pengelolaan kelas dimaksudkan agar proses pendidikan dapat berlangsung dengan efektif. Dengan kata lain pengelolaan ini tujukan untuk mewujudkan cita-cita pendidikan. Jika tujuan tersebut dapat dicapai barulah pengelolaan dalam proses belajar mengajar dapat dikatakan efektif.

2.3CARA MENERAPKAN PRINSIP MENGELOLA KELAS

Pada dasarnya ada dua macam kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap guru atau pelatih mereka mengelola sumber belajar dan melaksanakan dirinya sebagai sumber belajar. Apabila seorang guru atau instuktur dengan sengaja menciptakan suatu lingkungan belajar di dalam kelasnya dengan maksud untuk mewujudkan tujuan yang sudah dirumuskan sebelumnya, maka ia bertindak sebagai guru-manager. Apabila guru atau instruktur yang sama secara fisik mengajar di kelas tersebut, maka ia menjadi salahsatu dari sumber belajar yang di kelolanya, dan dengan demikian ia berperanan sebagai

guru pelaksana (teacher-operator). Ia mengatakan bahwa ia adalah sumber belajar yang paling sesuai, lebih sesuai untuk mewujudkan tujuan belajar dari pada setiap buku teks, buku kerja, film, pita suara atau piring hitam, yang bisa diperoleh. Dalam banyak kesempatan, hal ini mungkin benar sekali, tetapi seringkali guru memutuskan untuk secara aktif berbicara dan menulis dengan kapur di papan tulis hanya karena dia senang dan menikmati pekerjaan mengajar. Dengan kata lain, keputusan untuk menjadi guru pelaksana diambil atas dasar kesenangan atau pilihan pribadi, dan bukan atas dasar analisis kebutuhan situasi belajar yang sesungguhnya Guru yang memiliki kemampuan dalam pengelolaan kelas memiliki kemampuan untuk menempatkan dirinya sebagai guru manager dan guru pelaksana. Dia juga mengetahui waktu yang tepat untuk memposisikan dirinya sebagai guru manager atau guru pelaksana. Sehingga dalam setiap proses pembelajaran guru akan senantiasa berganti peran sesuai dengan keperluan dalam proses pengelolaan kelas.

2.4 PERAN GURU DALAM PENGELOLAAN KELAS

Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Dengan kata lain kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar-mengajar. Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Juga hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa, siswa dengan siswa, itu merupakan syarat keberhasilan pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif.

Prinsip Penggunaan 1. Kehangatan dan keantusiasan


6

2. Tantangan 3. Bervariasi 4. Keluwesan 5. Penekanan pada hal-hal yang positif 6. Penanaman disiplin diri.

Dalam perannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi, lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.

Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Peran guru pada pada kegiatan belajar siswa sangat menentukan prestasi siswa, pada pembahasan pengelolaan kelas yang lalu menekankan sangat pentingnya pengelolaan kelas khususnya dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip, guru memegang dua tugas sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan pengelolaan kelas. Tugas sekaligus masalah pertama, yakni pengajaran, dimaksudkan segala usaha membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebaliknya, masalah pengelolaan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien demi tercapainya tujuan pembelajaran.

Kegagalan seorang guru mencapai tujuan pembelajaran berbanding lurus dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari kegagalan itu seperti prestasi belajar murid rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting dikuasai
7

dalam rangka proses pembelajaran. Karena itu setiap guru dituntut memiliki kemampuan dalam mengelola kelas.

Proses belajar mengajar di dalam kelas hakikatnya akan melibatkan semua unsur yang ada di dalam sekolah yang bersangkutan akan tetapi secara langsung akan terlibat hal-hal sebagai berikut :

a. Guru sebagai pendidik b. Murid sebagai yang dididik c. Alat-alat yang dipakai d. Situasi dalam dan lingkungan kelas e. Kelas itu sendiri f. Dan lain-lain yang sewaktu-waktu terjadi.

Dalam pengelolaan kelas selanjutnya, maka guru melalui pimpinan sekolah harus mengadakan kegiatan-kegiatan antara lain : 1. Menyusun kelasnya dengan baik 2. Menyusun jadwal pelajaran 3. Merencanakan aktifitas kelas bagi murid dengan bimbingan guru 4. Guru dalam melaksanakan tugas harus terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan bahan-bahan pelajaran sebelum berdiri di depan kelasnya 5. Guru menciptakan situasi kelas yang baik.

2.5 HAKIKAT GURU SEBAGAI PEMBINA


Seseorang dikatakan sebagai guru tidak cukup tahu sesuatu materi yang akan diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memang memiliki Kepribadian guru, dengan segala ciri tingkat kedewasaannya. Dengan kata lain untuk menjadi pendidik atau guru, seseorang harus memiliki kepribadian. Guru adalah sebagai
8

seorang yang memiliki kiat. Dalam hubungannya dengan fungsinya sebagai pendidik, maka menjadi guru berarti menjadi pribadi yang terintegrasi.

Selanjutnya sebagai kelanjutan atau penyempurnaan fungsi guru sebagai pendidik, maka harus berfungsi pula sebagai pembimbing atau Pembina. Pengertian pendidik dalam hal ini lebih luas dari fungsi membimbing/membina. Bimbingan adalah termasuk sarana dan serangkaian usaha pendidikan.

Seorang guru menjadi pendidik berarti sekaligus menjadi Pembina/pembimbing. Sebagai contoh guru yang berfungsi sebagai pendidik dan pengajar seringkali akan melakukan pekerjaan bimbingan (bimbingan belajar, bimbingan tentang keterampilan dan sebagainya. Jadi dalam proses pendidikan kegiatan mendidik, mengajar dan membina/ membimbing sebagai yang tidak dapat dipisahkan.

Membina dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai pendidik, guru harus berlaku membina, dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini, yang penting ikut memecahkan persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi anak didik.

Pendidikan adalah usaha pendidik memimpin anak didik secara umum untuk mencapai perkembangannya menuju kedewasaan jasmani dan rohani dan pembinaan adalah usaha pendidik memimpin anak didik dalam arti khusus misalnya memberikan dorongan atau motivasi dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik/ siswa.

Adapun perana guru sebagai Pembina, tercermin dalam sikap dan perilaku terhadap siswa sebagai berikut ;

1. Perlakuan terhadap siswa sebagai individu yang memiliki potensi untuk berkembang dan maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri. 2. Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa
9

3. Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati dan menyenangkan. 4. Pemahaman siswa secara empatik. 5. Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu. 6. Penampilan secara ikhlas (genuine) di depan siswa. 7. Kekongkritan dalam menyatakan diri. 8. Penerimaan siswa secara apa adanya 9. Perlakuan terhadap siswa secara terbuka. 10. Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantunya untuk menyadari perasaannya itu. 11. Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran saja, melainkan menyangkut pengembangan siswa menjadi individu yang lebih dewasa. 12. Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus.

Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada

pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar merupakan suatu perbuatan atau pekerjaan yang bersifat unik, tetapi sederhana. Dikatakan unik karena hal itu berkenaan dengan manusia yang belajar, yakni siswa, dan yang mengajar , yakni guru, dan berkaitan erat dengan manusia di dalam masyarakat yang semuanya menunjukkan keunikan. Dikatakan sederhana karena mengajar dilaksanakan dalam keadaan praktis dalam kehidupan sehari-hari, mudah dihayati oleh siapa saja. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.

10

Abu Ahmadi (1977) mengemukakan peran guru sebagai pembimbing atau pembina dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, sebagai berikut : a. Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa aman dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian. b. Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap, minat dan pembawaannya. c. Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku social yang baik d. Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik. e. Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan dan minatnya.

Peranan guru sebagai pembimbing/pembina harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan dan binaan anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya.

2.6 PENDEKATAN PENGELOLAAN KELAS

Pengelolaan kelas bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai faktor. Permasalahan anak didik adalah faktor utama yang dilakukan guru tidak lain adalah untuk meningkatkan kegairahan siswa baik secara berkelompok maupun secara individual.Keharmonisan hubungan guru dan anak didik, tingginya kerjasama diantara siswa tersimpul dalam bentuk interaksi. Lahirnya interaksi yang optimal bergantung dari pendekatan yang guru lakukan dalam rangka pengelolaan kelas.(Djamarah 2006:179) Berbagai pendekatan tersebut adalah seperti dalam uraian berikut: a. Pendekatan Kekuasaan Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Peranan guru disini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam
11

kelas. Kedisiplinan adalah kekuatan yang menuntut kepada anak didik untuk mentaatinya. Di dalamnya ada kekuasaan dan norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui kekuasaan dalam bentuk norma itu guru mendekatinya. b. Pendekatan Ancaman Dari pendekatan ancaman atau intimidasi ini, pengelolaan kelas adalah juga sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku anak didik dilakukan dengan cara memberi ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran, dan memaksa. c. Pendekatan Kebebasan Pengelolaan diartikan secara suatu proses untuk membantu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan saja dan dimana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan anak didik. d. Pendekatan Resep Pendekatan resep (cook book) ini dilakukan dengan memberi satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang terjadi di kelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap apa yang harus dikerjakan oleh guru. Peranan guru hanyalah mengikuti petunjuk seperti yang tertulis dalam resep. e. Pendekatan Pengajaran Pendekatan ini didasarkan atas suatu anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya masalah tingkah laku anak didik, dan memecahkan masalah itu bila tidak bisa dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik. f. Pendekatan Perubahan Tingkah Laku Sesuai dengan namanya, pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik, dan mencegah tingkah laku yang kurang baik. Pendekatan berdasarkan

12

perubahan tingkah laku (behavior modification approach) ini bertolak dari sudut pandangan psikologi behavioral. Program atau kegiatan yang yang mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang kurang baik, harus diusahakan menghindarinya sebagai penguatan negatif yang pada suatu saat akan hilang dari tingkah laku siswa atau guru yang menjadi anggota kelasnya. Untuk itu, menurut pendekatan tingkah laku yang baik atau positif harus dirangsang dengan memberikan pujian atau hadiah yang menimbulkan perasaan senang atau puas. Sebaliknya, tingkah laku yang kurang baik dalam melaksanakan program kelas diberi sanksi atau hukuman yang akan menimbulkan perasaan tidak puas dan pada gilirannya tingkah laku tersebut akan dihindari. g. Pendekatan Sosio-Emosional Pendekatan sosio-emosional akan tercapai secarta maksimal apabila hubungan antar pribadi yang baik berkembang di dalam kelas. Hubungan tersebut meliputi hubungan antara guru dan siswa serta hubungan antar siswa. Didalam hal ini guru merupakan kunci pengembangan hubungan tersebut. Oleh karena itu seharusnya guru mengembangkan iklim kelas yang baik melalui pemeliharaan hubungan antar pribadi di kelas. Untuk terrciptanya hubungan guru dengan siswa yang positif, sikap mengerti dan sikap ngayomi atau sikap melindungi. h. Pendekatan Kerja Kelompok Dalam pendekatan in, peran guru adalah mendorong perkembangan dan kerja sama kelompok. Pengelolaan kelas dengan proses kelompok memerlukan kemampuan guru untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan kelompok menjadi kelompok yang produktif, dan selain itu guru harus pula dapat menjaga kondisi itu agar tetap baik. Untuk menjaga kondisi kelas tersebut guru harus dapat mempertahankan semangat yang tinggi, mengatasi konflik, dan mengurangi masalah-masalah pengelolaan. i. Pendekatan Elektis atau Pluralistik Pendekatan elektis (electic approach) ini menekankan pada potensialitas, kreatifitas, dabn inisiatif wali atau guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya. Penggunaan pendekatan itu dalam suatu situasi mungkin dipergunakan salah satu dan dalam situasi lain mungkin harus mengkombinasikan dan atau ketiga pendekatan tersebut. Pendekatan elektis disebut juga pendekatan pluralistik,
13

yaitu pengelolaan kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi memungkinkan proses belajar mengajar berjalan efektif dan efisien. Guru memilih dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut sesuai dengan kemampuan dan selama maksud dan penggunaannnya untuk pengelolaan kelas disini adalah suatu set (rumpun) kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang memberi kemungkinan proses belajar mengajar berjalan secara efektif dan efisien.

2.7 PENGELOMPOKAN MASALAH DALAM PENGELOLAAN KELAS

Dalam menangani tugasnya, guru-guru sering menghadapi permasalahan dengan kegiatan-kegiatan didalam kelasnya. Permasalahan ini meliputi dua jenis juga, yaitu yang menyangkut pengajaran dan yang menyangkut pengelolaan kelas. Guru-guru harus mampu membedakan kedua permasalahan itu dan menemukan pemecahannya secara tepat. Amat sering terjadi guru-guru menangani masalah yang bersifat pengajaran dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan dan sebaliknya. Misalnya, seorang guru berusaha membuat penyajian pelajaran lebih menarik agar siswa yang sering tidak masuk menjadi lebih tertarik untuk menghadiri pelajaran itu, padahal siswa tersebut tidak senang berada di kelas itu karena dia merasa tidak diterima oleh kawan-kawannya. Pemecahan seperti ini tentu saja tidak tepat. Membuat pelajaran lebih menarik adalah permasalahan pengajaran, sedangkan diterima atau tidak diterima oleh kawan adalah permasalahan pengelolaan. Masalah pengajaran harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengajaran dan masalah pengelolaan harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan. Untuk dapat menangani masalah-masalah pengelolaan kelas secara efektif guru harus mampu: 1. Mengenali secara tepat berbagai jenis masalah pengelolaan kelas baik yang bersifat perorangan maupun kelompok; 2. Memahami pendekatan mana yang cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah tertentu.

14

3. Memilih dan menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang dimaksud. Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan dan yang bersifat kelompok. Disadari bahwa masalah perorangan dan masalah kelompok seringkali menyatu dan amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembedaan antara kedua jenis masalah itu akan bermanfaat, terutama apabila guru ingin mengenali dan menangani permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya. Masalah Perorangan Penggolongan masalah perorangan ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu tingkah laku menarik perhatian orang lain, mencari kekuasaan, menuntut balas dan memperlihatkan

ketidakmampuan. Keempat tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan. Seorang siswa yang gagak menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak (memperolok), membikin onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus meminta bantuan orang lain. Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama

15

sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan. Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang. Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri. Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif. Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah perorangan seperti diuraikan diatas pada diri para siswa. Pertama, jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari perhatian. Kedua, jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan. Ketiga, jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah menuntut balas. Dan keempat, jika guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. Ditekankan, guru hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah
16

laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran) agar guru itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula. Masalah Kelompok Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas: 1. Kekurang-kompakan 2. Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok 3. Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok 4. Penerimaan kelas (kelompok) atau tingkah laku yang menyimpang 5. Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja 6. Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes 7. Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan Kekurang-kompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik) diantara para anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu. Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok. Contoh-contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria dan lainlain.

17

Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap menyimpang ini kemudian dipaksa oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok. Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan (memperlawakkan), misalnya membuat gambar-gambar yang lucu tentang guru. Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian. Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran. Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan contohcontoh protes atau keengganan bekerja. Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi. Ketidak-mampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain. Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu; mereka
18

menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap keutuhan kelompok. Contoh yang paling sering terjadi ialah tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.

19

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dalam pengelolaan kelas yang dilakukan oleh seorang guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengelolaan kelas ini mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu : Tujuan umum : Pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Tujuan khusus : Mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Membina dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai pendidik, guru harus berlaku membina, dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

3.2 SARAN
Saran yang dapat disampaikan yaitu agar seorang guru melaksanakan tugas, peran, dan tanggung jawab seorang guru dengan baik. Profesi guru berbeda dengan profesi lainnya. Perbedaan tersebut terletak dalam tugas dan tanggung jawab yang besar serta kemampuan dasar yang disyaratkan (kompetensi).

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Nuryadin, Hadin. Konsep dan Aplikasi Bimbingan Konseling untuk Sekolah Dasar. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2005. 2. Sardiman, A. M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2010. 3. Darajat, Zakiah, dkk. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1996. 4. Usman, Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1995. 5. Soetjipto & Raflis Kosasi. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.

21

Вам также может понравиться