Вы находитесь на странице: 1из 48

Pemeriksaan Klinis Pasien Psikiatri Pemeriksaan psikiatri terdiri dari dua bagian.

Yang pertama, bagian riwayat (contohnya riwayat psikiatri, medis, keluarga), yang mencakup deksripsi pasien tentang bagaimana gejala episode kini terjadi, pengkajian episode dan terapi sebelumnya, deskripsi mengenai kondisi medis saat ini dan dahulu, rangkuman masalah psikiatri serta terapi anggota keluarga, dan riwayat pribadi pasien, yang mengungkapkan fungsi interpersonal dan adaptasinya dari waktu ke waktu. Informasi riwayat diperoleh dari pasien tetapi dapat didukung informasi tambahan dari anggota keluarga, dinas sosial rujukan, dokter yang sebelumnya menangani, serta rekam medis lama. Bagian kedua pemeriksaan psikiatri, pemeriksaan status mental, secara sistematis mengkaji fungsi kognitif dan emosi pasien saat wawancara dilakukan. RIWAYAT PSIKIATRI Riwayat psikiatri adalah catatan mengenai kehidupan pasien; catatan ini memungkinkan seorang psikiater memahami siapa diri pasien, dari mana ia berasal, dan ke arah mana kecenderungan pasien di masa depan. Riwayat tersebut merupakan kisah hidup pasien yang diceritakan ke psikiater dalam bahasa pasien dari sudut pandangnya sendiri. Sering kali, riwayat juga mencantum-kan informasi mengenai pasien yang diperoleh dari sumber lain, seperti orang tua atau, bila perlu, dari pasangannya. Riwayat komprehensif yang diperoleh dari pasien dan, bila perlu, dari sumber informasi lain, merupakan hal yang esensial untuk mehe-gakkan diagnosis yang tepat serta memformulasikan rencana terapi yang spesifik dan efektif. Seperti telah disebut di atas, riwayat psikiatri sedikit berbeda dengan riwayat medis atau riwayat bedah. Selain mengumpulkan data konkret dan faktual yang berhubungan dengan kronologi pembentukan gejala serta dengan riwayat medis dan psikiatri, seorang psikiater harus berusaha membuat suatu gambaran bayangan mengenai karakteristik kepribadian individual pasien, termasuk kekuatan serta kelemahannya, dari riwayat tersebut. Riwayat psikiatri memberikan pemahaman mengenai sifat hubungan dengan orang terdekat pasien dan mencakup semua orang yang penting dalam hidupnya. Biasanya dapat diperoleh gambaran yang cukup menyeluruh mengenai perkembangan pasien sejak usia formatif dini hingga saat pemeriksaan. Teknik terpenting untuk memperoleh riwayat psikiatri adalah dengan membiarkan pasien menceritakan kisahnya dengan kata-kata mereka sendiri dalam urutan yang mereka rasa paling penting. Saat pasien menghubung-hubungkan ceritanya, pewawan-cara yang terampil dapat mengenali intinya sehingga dapat meng-ajukan pertanyaan yang relevan mengenai hal yang digambarkan dalam garis besar riwayat serta pemeriksaan status mental. Struktur yang disajikan dalam bab ini tidak dimaksudkan sebagai pandu^h yang kaku dalam mewawancarai pasien; tetapi sebagai panduan untuk mengorganisasi riwayat pasien saat me-laporkan

dalam bentuk tulisan. Beberapa format riwayat psikiatri yang standar dan dapat diterima telah tersedia; salah satu contoh format disajikan pada Tabel 1-1. Data Identitas Data identitas memberikan rangkuman demografik yang memadai mengenai pasien berdasarkan nama, usia, status perkawinan, jenis kelamin, pekerjaan, bahasa bila menggunakan selain bahasa Inggris, latar belakang etnik dan agama selama masih berkaitan, serta situasi kehidupan terkini. Informasi inijuga dapat mencakup tempat atau situasi seperti apa saat wawancara berlangsung, sumber informasi, tingkat kepercayaan sumber informasi, dan apakah gangguan yang dialami saat ini merupakan episode per-tama bagi pasien. Sang psikiater harus mengetahui apakah pasien datang atas kemauannya sendiri, dirujuk oleh orang lain, atau di-antar oleh orang lain. Data identitas dimaksudkan untuk memberikan gambaran kasar mengenai karakteristik pasien yang secara potensial penting yang dapat memengaruhi diagnosis, prognosis, tatalaksana, dan kepatuhan. Berikut adalah contoh laporan tertul.is mengenai data identitas: Tn. Jones adalah seorang pria 25 tahun, lajang, Katolik, saat ini menganggur dan tunawisma, tinggal di rumah penam-pungan umum serta di jalan. Wawancara saat ini berlangsung di instalasi gawat darurat (IGD), dengan tangan dan kaki pasien dalam keadaan terikat disertai kehadiran dua staf klinik dan satu petugas polisi. Ini merupakan kunjungan Tn.Jones ke IGD yang kesepuluh dalam setahun belakangan. Sumber informasi mengenai Tn. Jones yaitu pasien sendiri dan petugas polisi yang membawany a ke IGD. Polisi tersebut menemukan pasien di jalan dan mengenalnya sejak episode-episode terdahulu.

Garis Besar Riwayat Psikiatri I. II. III. A. B. IV. A. B. C. V. VI. Data identitas Keluhan utama Riwayat penyakit sekarang Awitan Faktor pencetus Riwayat penyakit dahulu Psikiatrik Medis Riwayat penggunaan alkohol dan zat lain Riwayat keluarga Riwayat pribadi (anamnesis)

A. B. C.

Pranatal dan perinatal Masa kanak-kanak awal (sampai usia 3 tahun) Masa kanak-kanak pertengahan (usia 3-11)

D. Masa kanak-kanak akhir (pubertas hingga remaja) E. 1. 2. 1 4. 5. 6. 7. 8. F. Masa dewasa Riwayat pekerjaan Riwayat hubungan dan perkawinan Riwayat. militer Riwayat pendidikan Agama Aktivitas sosial Situasi kehidupan terkini Riwayat pelanggaran hukum Riwayat seksual

G. Mimpi dan fantasi H. Nilai-nilai Keluhan Utama Keluhan utama, dalam bahasa pasien sendiri, menyatakan me-ngapa ia datang atau dibawa untuk memperoleh bantuan. Keluhan ini harus dicatat bahkan apabila pasien tidak dapat berbicara, dan deskripsi mengenai orang yang memberikan informasi harus di-sertakan. Penjelasan pasien, tak peduli betapa aneh atau tidak relevan, harus dicatat menggunakan kata-kata pasien pada bagian keluhan utama. Individu lain yang hadir sebagai sumber informasi nantinya dapat menceritakan versi mereka tentang kejadian saat itu pada bagian riwayat penyakit sekarang. Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat penyakit sekarang memberikan gambaran komprehensif dan kronologis mengenai kejadian yang mengarahkan ke peristiwa terkini dalam kehidupan pasien. Bagian riwayat ini mungkin adalah yang paling membantu dalam menegakkan diagnosis: Kapan awitan episode sekarang, dan apa kejadian pencetus atau pemicu terdekat yang menimbulkannya? Pemahaman mengenai riwayat penyakit sekarang membantu menjawab pertanyaan, "Mengapa sekarang?" Mengapa pasien datang ke dokter saat ini? Seperti apa situasi dalam kehidupan pasien saat terjadi awitan gejala atau perubahan perilaku, dan bagaimana situasi tersebut memengaruhi pasien sehingga timbul manifestasi gangguan yang terjadi saat ini? Mengetahui kepribadian pasien yang sebelumnya sehat juga membantu memberikan perspektif mengenai pasien yang kini sakit.

pilek berulang, serta penyakit kulit. Semua pasien hams ditanya-kan mengenai penggunaan alkohoi dan zat lain, mencakup detail tentang kuantitas dan frekuensi penggunaan. Sering kali disaran-kan untuk merangkai pertanyaan dalam bentuk mengasumsi peng-gunaan,misalnya, "Berapa banyak alkohoi yang Anda minum dalam sehari?" daripada menanyakan, ""Apakah Anda peminum?" Pertanyaan terakhir dapat menjadikan pasien defensif, meng-khaw atirkan apa yang akan dipikirkan oleh dokter bila jawabannya ya. Bila dokter menganggap bahwa minum alkohoi adalah sebuah fakta pasien akan merasa lebih nyaman untuk mengakui peng-gunaannya. Riwayat Keluarga Pernyataan singkat tentang adanya penyakit, rawat inap, dan tata-laksana psikiatri pada anggota keluarga dekat pasien harus di-tuliskan pada bagian ini. Adakah riwayat penyaiahgunaan alkohoi atau zat lain atau periiaku antisosial dalam keluarga? Selain itu, riwayat keluarga harus mencakup deskripsi kepribadian dan tingkat inteligensi berbagai orang yang tinggal serumah dengan pasien, sejak masa kanak-kanak hingga saat ini. juga deskripsi tentang berbagai perlengkapan rumah tangga di tempat tinggalnya. Psikiater juga harus mendefinisikan peran tiap orang dalam pembentukan karakter pasien serta hubungan orang tersebut dengan pasien saat ini. Apa saja etnis keluarga, kebangsaan, dan tradisi keagamaan pasien? Sumber informasi selain pasien dapat memberikan kontribusi pada riwayat keluarga, dan sumber ini harus dicatat dalam laporan tertulis. Berbagai anggota keluarga dapat memberikan deskripsi yang berbeda-beda tentang sikap serta pemahaman keluarga terhadap penyakit pasien. Apakah pasien merasa anggota keluarganya bersifat suportif, acuh, atau destruktif? Apakah makna penyakit pasien bagi keluarga? Pertanyaan lain yang dapat memberikan informasi yang ber-guna pada bagian ini meliputi sebagai berikut: Bagaimana sikap pasien terhadap orangtua dan saudara kandungnya? Psikiater harus meminta pasien untuk mendeskripsikan tiap anggota kelu-arga. Siapa yang pertama disebut oleh pasien? Siapa yang tidak disebutkan? Apakah pekerjaan saudara kandungnya? Bagaimana-kah pekerjaan saudaranya dibanding dengan pekerjaan pasien, dan bagaimana pasien menanggapi hal tersebut? Siapa yang paling disukai pasien dalam keluarganya dan mengapa? Riwayat Pribadi (Anamnesis) Selain mempelajari penyakit dan siluasi kehidupan pasien saat ini. psikiater perlu memahami secara menyeluruh masa lalu pasien dan hubungannya dengan masalah emosional yang ada sekarang. Anamnesis, atau riwayat pribadi, biasanya dibagi men-jadi periode perkembangan utama. masa kanakkanak akhir, dan masa dewasa. Emosi dominan yang berkaitan dengan berbagai periode kehidupan (contohnya yang menyakitkan, menyebabkan stress, atau menimbulkan konflik) harus dicatat. Bergantung

pada waktu dan situasi, psikiater dapat lebih mendalami dengan mem-perhatikan masing-masing area tersebut. Riwayat Pranatal dan Perinatal. Psikiater harus mem-

pertimbangkan sifat situasi rumah tempat pasien diiahirkan serta apakah kelahiran pasien direncanakan dan diinginkan. Adakah masalah selama kehamilan ibu dan pelahiran? Bagaimana keada-an emosional dan fisik ibu saat kelahiran pasien? Adakah masalah kesehatan ibu selama kehamilan? Apakah terdapat penyaiahgunaan alkohoi atau zat lain selama kehamilan oleh ibu? Masa Kanak-Kanak Awal (Lahir sampai Usia 3 Tahun). Periode masa kanak-kanak awal terdiri atas 3 tahun pertama kehidupan pasien. Kualitas interaksi ibu anak selama pemberian makan dan latihan buang air (toilet training) penting diketahui. Acap kali mungkin diketahui apakah anak mengalami masalah dalam hal tersebut. Gangguan dini pola tidur dan tanda kebutuhan yang tak terpenuhi, sepejli membenturkan kepala atau meng-goyangkan tubuh, memberi petunjuk mengenai kemungkinan adanya deprivasi maternal atau gangguan perkembangan. Sebagai tambahan, psikiater harus mencari riwayat tentang konsistensi pasien selama 3 tahun pertama tersebut. Adakah penyakit medis atau psikiatri pada orangtua yang dapat mengganggu interaksi orangtuaanak? Adakah orang lain selain ibu yang turut meng-asuh pasien? Apakah pasien menunjukkan secara berlebihan masalah ansietas terhadap hal asing atau terhadap perpisahan pada periode awal? Saudara kandung pasien serta detail mengenai hubungan mereka harus digali. Kepribadian pasien yang muncul pada masa ini juga merupakan topik yang sangat penting. Apakah anak pemalu, gelisah, overaktif, menarik diri, suka belajar, terbuka, minder, atletik, atau bersahabat? Dokter harus mencari data mengenai kemampuan anak tersebut dalam memusatkan perhatian, menoleransi frustasi, dan menunda kesenangan. Pilihan pasien terhadap peran aktif atau pasif dalam permainan fisik juga harus dicatat. Apakah permainan atau mainan favorit pasien? Apakah anak lebih suka bermain sendiri, bersama teman, atau tidak suka bermain sama sekali? Apakah ingatan terdini pasien? Adakah mimpi atau fantasi berulang selama masa ini? Ringkasan mengenai area yang penting untuk diketahui adalah sebagai berikut. Kebiasaan Makan. Diberi ASI atau susu formula, masalah makan. Perkembangan Awal. Berjalan, berbicara, lumbuh gigi, perkembangan bahasa, perkembangan motorik. tanda-tanda kebutuhan yang tak terpenuhi, pola tidur, konsistensi objek, ansietas terhadap hal asing, deprivasi maternal, ansietas terhadap perpisahan, pengasuh lain di rumah. Latihan Buang Air. Usia, sikap orangtua. perasaan mengenai hal itu. Gejala Masalah Periiaku. Mengisap jempol, temper tantrum, tik, membenturkan kepala, menggoyangkan badan, teror malam, ketakutan, mengompol atau buang air besar saat tidur, menggigit kuku, masturbasi berlebihan.

Kepribadian sebagai Anak. Pemalu, gelisah, overaktif, menarik diri, persisten, terbuka. minder, atletik, bersahabat: pola bermain. Mimpi atau Fantasi Awal atau Berulang. Masa Kanak-Kanak Menengah (Usia 3 sampai 11 Tahun). Pada bagian ini, psikiater dapat menanyakan subjek penting seperti identifikasi gender, hukuman yang diberikan di rumah, dan orang yang menerapkan disiplin dan memengaruhi pem-bentukan awal hati nurani.. Psikiater harus menanyakan pengalam-an pertama pasien bersekolah, khususnya bagaimana pasien pertama kali mengatasi perpisahan dengan ibu. Data mengenai persahabatan dan hubungan pribadi pertama akan sangat berharga. Psikiater harus mengidentifikasi dan menentukan jumlah dan

kedekatan teman pasien, mendeskripsikan apakah pasien meng-ambil peran sebagai pemimpin atau pengikut, serta mendeskripsikan popularitas sosial pasien dan partisipasinya dalam aktivitas kelompok atau geng. Apakah anak mampu bekerja sama dengan rekan sebaya, bersikap adil, memahami serta mematuhi peraturan, dan menumbuhkan kesadaran awal dalam dirinya? Pola perilaku asertif, impulsif, agresif, pasif, ansietas, atau asosial muncul dini dalam hubungan di sekolah. Riwayat pasien dalam belajar mem-baca dan perkembangan kemampuan intelektual dan motorik lainnya penting diketahui. Riwayat gangguan belajar. penanganan serta pengaruhnya terhadap anak terutama sangat signifikan. Adanya mimpi buruk, fobia, mengompol, menimbulkan kebakar-an, kekejaman terhadap binatang, dan masturbasi berlebihan harus digali. Masa Kanak-Kanak Akhir (Pubertas hingga Remaja). Selama masa kanak-kanak akhir, seseorang mulai mengembang-kan kemandirian dari orangtua melalui hubungan dengan teman sebaya dan aktivitas kelompok. Seorang psikiater harus mencoba mendefinisikan nilai yang dianut dalam kelompok sosial pasien dan menentukan siapafigur idola pasien. Informasi ini akan mem-berikan petunjuk yang berguna mengenai citra diri ideal pasien yang baru muncul. Riwayat bersekolah, hubungan dengan guru, serta mata pelajaran favorit dan minat, baik di sekolah maupun di bidang ekstrakurikuler, penting digali. Psikiater harus menanyakan parti-sipasi pasien di bidang olahraga dan hobinya serta menanyakan adakah masalah emosional atau fisik yang mungkin pertama kali muncul pada fase ini. Contoh bentuk pertanyaan yang sering di-ajukan meliputi sebagai berikut: Bagaimanakah kesadaran pasien tentang identitas pribadinya? Seberapa jauh penggunaan alkohol atau zat lain? Apakah pasien aktif secara seksual dan bagaimanakah kualitas hubungan seksual tersebut? Apakah pasien bersikap interaktif dan terlibat di sekolah dan dengan teman sebaya, atau apakah ia terasing, menarik diri, atau dianggap aneh oleh yang lain? Apakah pasien memiliki harga diri yang secara umum utuh, atau adakah bukti membenci diri berlebihan? Bagaimana pasien memandang tubuhnya?

Adakah episode percobaan bunuh diri? Adakah masalah di sekolah, termasuk banyak bolos? Bagaimana pasien memanfaatkan waktu pribadinya? Bagaimana hubungan pasien dengan keluarga? Bagaimana perasaannya mengenai perkembangan ciri seks sekunder? Bagaimana respons terhadap menarke? Bagaimana sikapnya mengenai berkencan, bercumbu, menaksir, pesta, dan permainan seks? Satu cara untuk menyusun informasi yang luas dan besar ini adalalrdengan membagi masa kanak-kanak akhir menjadi kelompokan perilaku (contohnya hubungan sosial, riwayat sekolah, perkembangan motorik dan kognitif, masalah emosional dan fisik, serta seksualitas), seperti yang dijelaskan berikut. Hubungan sosial. Sikap terhadap saudara kandung dan teman bermain, jumlah teman dan kedekatannya, pemimpin atau pengikut. popularitas sosial, partisipasi dalam aktivitas kelompok atau geng, figur idola, pola agresi, sikap pasif, ansietas, perilaku antisosial. Riwayatsekolah. Sejauh manakemajuan pasien, penyesuaian dengan sekolah, hubungan dengan guru murid kesayangan versus pembangkangmata pelajaran favorit dan minat, kemampuan atau aset tertentu, kegiatan ekstrakurikuler, olahraga, hobi, hubungan antara masalah atau gejala dengan semua periode sosial. Perkembangan Motorik dan Kognitif. Belajar membaca dan keahlian intelektual serta motorik lain, disfungsi otak minimal, gangguan belajar penanganan dan efeknya pada anak tersebut. Masalah emosional dan fisik. Mimpi buruk, fobia, masturbasi, mengompol. melarikan diri, kenakalan

remaja, merokok. peng-gunaan alkohol atau zat lain, anoreksia, bulimia, masalah berat badan, rasa inferior, depresi, ide dan tindakan bunuh diri. Masa Dewasa RIWAYAT PEKERJAAN. Psikiater harus dapat mendeskripsikan pilihan pekerjaan pasien, pelatihan

awal dan persiapannya, adanya konftik terkait pekerjaan, serta ambisi dan tujuan jangka panjang. Pewawancara juga harus menggali perasaan pasien mengenai pekerjaannya saat ini dan hubungan di tempat kerja (dengan atasan, rekan kerja, dan, bila ada, bawahan) serta mendeskripsikan riwayat pekerjaan (contohnya jumlah pekerjaan dan lama bekerja. alasan pindah kerja, dan perubahan status pekerjaan). Pekerjaan apa yang akan ia lakukan seandainya ia bebas memilih? Seorang dokter berusia 40 tahun selain membuka praktik umum yang sukses juga memiliki banyak proyek bisnis tempatnya menginvestasikan uang dalam jumlah besar yang diperoleh dari pembangunan properti. Proyek tersebut sering kali membelitnya dalam perselisihan hukum. Ia menghabiskan waktu 12 sampai 14 jam setiap hari di klinik mengobati pasien, menyelesaikan tabel dan makalah di akhir pekan, dan menyempatkan diri dalam waktu yang sempit untuk melakukan transaksi bisnis yang rumit dengan pengacaranya. Ia sangat ketus dan mudah marah kepada keluarganya; ia meng harapkan mereka mendukungnya dan memahami bahwa tindakan "mengorbankan-diri" ini ia lakukan untuk mereka

Mengurangi jam praktek, menyewa seorang rekan, dan mem-batasi aktivitas bisnis, semua itu tidak masuk akal baginya. RIWAYAT PERNIKAHAN DAN HUBUNGAN. Pada bagian ini, psikiater harus mendeskripsikan riwayat tiap

pernikahan. baik sah secara hukum atau berdasarkan hukum adat. Hubungan yang signifikan dengan orang yang tinggal bersama pasien dalam waktu lamajuga harus disertakan. Kisah pernikahan atau hubungan jangka panjang harus dapat mendeskripsikan evolusi hubungan itu, termasuk usia pasien pada awal pernikahan atau hubungan jangka panjang tersebut. Hal yang disepakati dan tidaktermasuk pengelolaan uang, kesulitan masalah tempat tinggal, peran mertua dan ipar, sikap dalam membesarkan anakharus dijelaskan. Pertanyaan lain meliputi: Apakah pasien saat ini sedang berada dalam suatu hubungan jangka-panjang? Seberapa lama hubungan ter-panjang yang pernah pasien miliki? Bagaimana kualitas hubungan seksual pasien (misalnya apakah kehidupan seks yang dialami pasien dianggap memuaskan atau tidak memadai)? Apa yang pasien cari dari seorang pasangan? Apakah pasien mampu me mulai suatu hubungan. atau mendekati seseorang yang dirasa menarik atau cocok untuknya? Bagaimana kualitas positif dan

negatif yang dideskripsikan pasien mengenai hubungannya saat Bagaimana pasien memandang kegagalan dari hubungan terdahulu yaitu memahami apa yang salah dan siapa yang patut dan tidak patut disalahkan? Riwayat Militer. Psikiater harus menanyakan penyesuaian umum pasien terhadap militer tersebut,

apakah pasien pernah menyaksikan pertempuran atau menderita cidera, dan alasan pem-berhentiannya. Apakah pasien pernah dirujuk untuk konsultasi psikiatri dan apakah ia pernah menjalani hukuman disipliner selama masa tugasnya? RIWAYAT PENDIDIKAN. Psikiater perlu memiliki gambaran yang jelas mengenai latar belakang pendidikan pasien. Informasi ini dapat memberi petunjuk mengenai latar belakang sosial dan budaya pasien, inteligensi, motivasi, dan adanya halangan dalam icapaian. Contohnya, seorang pasien dari latar belakang eko- ;mah yang tidak pernah memiliki kesempatan untuk belajar sekolah terbaik dan orangtuanya tidak lulus SMA menunjukkan cuatan karakter, inteligensi, dan motivasi yang sangat kuat igan lulus dari universitas. Seorang pasien yang drop-out dari IA karena terlibat kekerasan dan penggunaan zat menunjukkan uivitas dan keteguhannya dengan mengikuti sekolah malam k memperoleh ijazah SMA sambil bekerja di siang hari se-tai penyuluh obat-obatan terlarang. Apa tingkat pendidikan ter-lir pasien? Berapanilai tertingginya dan berapa nilai kelulusan-Mata pelajaran apa yang disukai pasien dan bagaimana tingkat kinerja akademiknya? Apa tingkat pendidikan terakhir anggota keluarga pasien yang lain dan bagaimana pencapaian merekadibanding kemajuan yang dicapai oleh pasien? Bagaimana sikap pasien terhadap pencapaian akademik?

ACAMA. Psikiater harus mendeskripsikan latar belakang agama kedua orangtua dan rincian perintah agama pasien. Apakah sikap keluarga terhadap agama ketat atau permisif, dan apakah terdapat konflik di antara kedua orangtua mengenai pendidikan agama anak? Psikiater harus melacak perubahan praktik keagama-an pasien semasa remaja hingga kepercayaan dan aktivitas ke-agamaan pasien saat ini. Apakah pasien memiliki persekutuan ke-agamaan yang kuat, dan, bila ya. bagaimana persekutuan tersebut memengaruhi kehidupan pasien? Apa yang dikatakan agama pasien mengenai pengobatan penyakit medis atau psikiatri? Bagaimana sikap agama pasien terhadap bunuh diri?

AKTIVITAS SOSIAL. Psikiater harus mendeskripsikan kehidupan sosial pasien dan sifat persahabatan, dengan penekanan pada kedaiaman, durasi, dan kualitas hubungan manusia. Apakesamaan sosial, intelektual. dan fisik yang dimiliki pasien dan teman-temannya? Hubungan apa yang pasien miliki dengan orang-orang dari jenis kelamin yang sama dan berbeda? Apakah pada dasarnya pasien terasing dan asosial? Apakah pasien lebih memilih untuk mengasingkan diri, atau apakah pasien terasing karena ansietas dan rasa takutnya terhadap orang lain? Siapa yang mengunjungi pasien di rumah sakit dan seberapa sering? Seorang wanita yang menarik dan sukses berusia 32 tahun

melaporkandirinyamemilikisederetpengagumdanserangkai-an hubungan seks intim sejak usia 17 tahun. Meski sejumlah pengagum yang juga disukainya pernah melamarnya, ia me-rasa tidak mampu terikat komitmen; ia tidak pernah benar-benar merasa jatuh cinta kepada satupun dari mereka d'an bef-harap bahwa suatu hari nanti ia akan bertemu dengan "Tn. Sempurna".

SITUASI KEHIDUPAN TERKINI. Psikiater harus meminta pasien untuk mendeskripsikan tempat tinggalnya yaitu mencakup ling-kungan dan penghuninya. Ia harus menyebutkan jumlah kamar, jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut. dan pengaturan tidur. Psikiater harus menanyakan bagaimana isu-isu pribadi ditangani, dengan penekanan khusus pada ketelanjangan orangtua atau saudara kandung dan pengaturan kamar mandi. Ia harus pula menanyakan sumber pendapatan keluarga dan adanya masalah finansial di keluarga. Bila dapat diterapkan, psikiater dapat menanyakan mengenai bantuan masyarakat dan perasaan pasien tentang hal itu. Bila pasien dirawat inap, sudahkah dibuat ijin penyesuaian sehingga ia tidak akan kehilangan pekerjaan atau apartemennya? Psikiater harus menanyakan siapa yang merawat anak di rumah, siapa yang mengunjungi pasien di rumah sakit, dan seberapa sering.

RlWAYAT HuKUM. Apakah pasien pernah ditahan pihak ber-wajib dan, bila ya, atas tuduhan apa? Berapa kali pasien pemah ditahan? Apakah pasien pernah dipenjara? Berapa lama? Apakah

pasien sedang dalam masa percobaan atau penundaan hukuman? Apakah pasien diperintahkan menjalani perawatan ini sebagai salah satu syarat masa percobaan? Apakah pasien memiliki riwayat penye-rangan atau kekerasan? Terhadap siapa? Menggunakan apa? Bagai-mana sikap pasien terhadap penahanan atau hukuman di penjara? Riwayat masalah hukum yang luas, juga sikap pasien terhadap hal tersebut, dapat mengindikasikan adanya gangguan kepribadian anti-sosial. Riwayat kekerasan dalam skala besar dapat menjadi peringat-an-bagi psikiater adanya potensi kekerasan di kemudian hari, Riwayat Seksual. Kebanyakan riwayat seksualitas infantil yang tidak dapat disembuhkan, meski pasien mampu mengingat rasa penasaran dan permainan seksual yang dilakukan pada usia 3 sampai 6 tahun. Psikiater harus menanyakan bagaimana pasien belajar tentang seks dan menurut pasien apa sikap orangtua me-ngenai perkembangan seksualnya? Pewawancara juga dapat menanyakan apakah pasien pernah mengalami penganiayaan seksual di masa kanak-kanak. Tidak menjadi masalah di mana peletakan-nya dalam riwayat pasien. yang penting hal tersebut harus di-sertakan. Awitan pubertas dan perasaan pasien terhadap tahapan perkembangan ini penting diketahui. Riwayat masturbasi saat remaja, termasuk sifat fantasi dan perasaan pasien terhadap fantasi tersebut, amat penting. Sikap terhadap seks harus dideskripsikan secara mendetail. Apakah pasien pemalu, minder, atau agresif? Atau apakah perlu mengesankan orang lain dan membanggakan penaklukan seksualnya? Apakah pasien mengalami ansietas dalam situasi seksual? Adakah hubungan promiskuitas? Apakah orientasi seksual pasien? Riwayat seksual harus mencakup semua gejala seksual, seperti anorgasmia, vaginismus, gangguan ereksi, impotensi, ejakulasi dini atau tertunda, kurangnya hasrat seksual, dan parafilia (misal-nya sadisme seksual, fetisisme, voyeurisme). Sikap terhadap felasio, kunilingus, dan teknik koitus dapat didiskusikan. Topik penye-suaian seksual harus mencakup deskripsi mengenai bagaimana aktivitas seksual biasanya dimulai; frekuensi hubungan seks; dan preferensi, variasi, serta teknik hubungan seksual. Biasanya patut ditanyakan apakah pasien pernah terlibat hubungan di luar per-nikahan dan, bila ya, dalam situasi apa serta apakah pasangannya mengetahui perseiingkuhan ini. Bila pasangannya ternyata telah mengetahui adanyaperselingkuhan tersebut, sang psikiater sebaik-nya meminta pasien untuk menjelaskan apa yang telah terjadi. Alasan yang mendasari hubungan di luar pernikahan sama penting-nya dengan pemahaman tentang pengaruhnya terhadap pernikahan tersebut. Sikap terhadap kontrasepsi dah perencanaan keluarga juga penting. Bentuk kontrasepsi apakah yang pasien gunakan? Namun, psikiater seyogianya tidak menyimpulkan bahwa pasien menggunakan kontrasepsi. Bila pewawancara menanyai seorang pasien lesbian untuk menjelaskan bentuk alat kontrasepsi yang ia gunakan (dengan menganggap pasien tersebut heteroseksual), pasien akan menyangka bahwa pewawancara tidak akan memahami atau menerima

orientasi seksualnya. Pertanyaan yang lebih membantu adalah. 'Apakah anda perlu menggunakan alat kontrasepsi?" atau 'Apakah kontrasepsi menjadi bagian penting dalam kehidupan seks anda?" Psikiater harus menanyakan apakah pasien ingin menyebutkan area fungsi seks dan seksualitas lain. Apakah pasien menyadari masalah yang meliputi seks yang aman? Apakah pasien mengidap penyakit menular seksual, seperti herpes atau AIDS? Apakah pasien khawatir dirinya positif HIV? Fantasi dan Mimpi. Sigmund Freud menyatakan bahwa mimpi merupakan jalan utama ke alam bawah sadar. Mimpi yang berulang terutama sangat bernilai. Bila pasien mengalami mimpi buruk, apakah tema yang berulang? Beberapa tema mimpi yang paling sering ditemukan adalah tentang makanan, ujian. seks, perasaan tidak berdaya, dan impotensi. Dapatkah pasien men-deskripsikan mimpinyabaru-baru ini dan mendiskusikan kemung-kinan maknanya? Fantasi dan khayalan adalah bentuk materi alam bawah sadar lain yang juga berharga. Sama seperti pada mimpi, seorang psikiater dapat menggali dan mencatat semua detail yang tampak dan perasaan yang ada. Apa fantasi pasien tentang masa depan? Bila pasien dapat membuat perubahan dalam hidupnya, apa yang ingin ia ubah? Apakah fantasi tersering dan terfavorit yang belakangan ini pasien pikirkan? Apakah pasien suka berkhayal? Apakah fantasi pasien berpijak pada kenyataan, atau apakah pasien tidak mampu membedakan fantasi dengan kenyataan? Nilai. Seorang psikiater dapat menanyakan sistem nilai yang dianut pasienbaik sosial maupun moral termasuk nilai terhadap pekerjaan, uang, permainan, anak-anak, orangtua, teman. seks, masalah masyarakat, dan isu budaya. Sebagai contoh. apakah anak dianggap sebagai beban atau kesenangan? Apakah pekerjaan dianggap 'setan' yang diperlukan, tugas yang dapat di-hindari. atau sebuah kesempatan? Bagaimana konsep pasien mengenai benar dan salah? PEMERIKSAAN STATUS MENTAL Pemeriksaan status mental merupakan bagian dari pengkajian klinis yang mendeskripsikan keseluruhan observasi yang dilakukan oleh pemeriksa dan kesan yang didapatkan dari pasien psikiatri saat dilakukan wawancara. Walaupun riwayat pasien tetap stabil, status mental pasien dapat berubah setiap hari atau setiapjam. Pemeriksaan status mental adalah gambaran penampil-an pasien, cara bicara, tindakan, dan pikiran selama wawancara. Bahkan bila pasien membisu, inkoheren, atau menolak menjawab pertanyaan, dokter dapat memperoleh segudang informasi ber-dasarkan pengamatan yang cermat. Meskipun format pencatatan pemeriksaan status mental para praktisi sedikit berbeda ber-dasarkan organisasinya, format tersebut harus mencakup kategori informasi tertentu. Salah satu format tersebut dijabarkan pada Tabel 12. Deskripsi Umum Penampilan. Dalam kategori ini, psikiater mendeskripsikan penampilan pasien dan kesan fisik

keseluruhan yang tercermin dari postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihannya. Bila pasien secara khas

tampak aneh, dokter dapat bertanya, "Adakah orang yang mengomentari penampilan Anda?" "Bagaimana Anda meng-gambarkan penampilan Anda?" "Dapatkah Anda membantu saya memahami pilihan Anda dalam berpenampilan?" Istilah umum yang digunakan untuk mendeskripsikan pe-nampilan adalah tampak sehat, tampak sakit, mudah terlihat sakit. Garis Besar Pemeriksaan Status Mental 1. penampilan 2. gaya bicara 3.mood a.subjektif b. objektif 4. pikiran a. bentuk b. isi 5. persepsi 6. sensorium a. kewaspadaan b. orientasi (orang, tempat, waktu) c. konsentrasi d. ingatan (segera, jangka pendek, jangka panjang) e. kemampuan berhitung f. dasar pengetahuan g. penalaran abstrak 7. tilikan 8. Penilaian

Garis Besar Pemeriksaan Status Mental 1. penampilan 2. gaya bicara 3.mood a.subjektif b. objektif 4. pikiran a. bentuk b. isi 5. persepsi 6. sensorium a. kewaspadaan b. orientasi (orang, tempat, waktu) c. konsentrasi d. ingatan (segera, jangka pendek, jangka panjang) e. kemampuan berhitung f. dasar pengetahuan g. penalaran abstrak 7. tilikan 8. penilaian pembawaan tenang, tampak tua, tampak muda, kusut, kekanak-kanakan dan aneh. Tanda ansietas harus diperhatikan: tangan lembab. dahi berkeringat, postur tegang, mata melebar.

Perilaku dan Aktivitas Psikomotor yang Nyata. Kategori ini merujuk kepada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku motorik pasien. Termasukdiantaranyaadalahmanerisme, tik gerakan tubuh, kedutan, perilaku stereotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap melawan, fleksibilitas, rigiditas, gay a berjalan. dan kegesitan. Gelisah, meremas-remas tangan, berjalan mondar-mandir, dan manifestasi fisik lain harus dijelaskan. Retardasi psikomotor atau melambatnya pergerakan tubuh secara umum harus ditandai. Semua aktivitas yang tidak bertujuan harus dideskripsikan. Sikap terhadap Pemeriksa. Sikap pasien terhadap peme-iksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif, bersahabat, penuh perhatian, tertarik, blak-blakan, seduktif. defensif, merendahkan. kebingungan^ apatis, bermusuhan, suka melucu, menyenangkan, suka mengelak, atauberhati-hati; semuakatasifat dapat digunakan di sini. Tingkat rapport yang terbina harus dicatat. Mood dan Afek Mood. Mood didefinisikan sebagai emosi yang menetap dan telah meresap yang mewarnai persepsi orang tersebut terhadap dunia. Seorang psikiater akan tertarik untuk mengetahui apakah pasien berkomentar tentang perasaannya secara sukarela atau apakah perlu menanyakan pasien tentang bagaimana perasaannya. Pemyataan mengenai mood pasien seyogianya mencakup ke-dalaman. intensitas, durasi dan fluktuasi. Kata sifat yang biasa di-gunakan untuk mendeskripsikan mood berupa depresif, putus asa, mudah tersinggung, cemas, marah, meluap-luap, euforik, hampa, bersalah, terpesona, sia-sia, rendah diri. takut, atau bingung. Mood dapat labil, berfluktuasi, atau berganti dengan cepat antara dua ekstrim (contohnya tertawa keras dan ekspansif pada satu waktu, menangis dan putus asa di waktu berikutnya). Afek. Afek didefinisikan sebagai responsivitas emosi pasien saat ini, yang tersirat dari ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan kisaran perilaku ekspresif. Afek dapat kongruen atau tidak kongruen dengan mood. Afek dapat dideskripsikan sebagai dalam kisaran normal, menyempit, tumpul, atau datar. Dalam kisaran afek yang normal terdapat variasi ekspresi wajah, nada suara, pergerakan tangan dan tubuh,. Apabila afek menyempit, kisaran dan intensitas ekspresi berkurang. Demikian halnya pada afek tumpul, ekspresi emosi semakin jauh berkurang. Untuk mendiagnosis afek datar, tidak boleh ditemukan tanda ekspresi afektif; suara pasien monoton dan wajahnya tidak bergerak. Tumpul, datar, dan menyempit adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada kedalaman emosi yang tampak; depresif, bangga, marah, takut, cemas, merasa bersalah. euforik dan meluap-luap adalah istilah yang digunakan untuk

merujuk kepada mood tertentu. Psikiater harus mengingat kesulitan pasien dalam memulai, mempertahankan, atau mengakhiri suatu respons emosional. Kesesuaian Afek. Seorang psikiater dapat mempertimbang-kan konteks kesesuaian respons emosi pasien mengenai subjek yang sedang pasien bicarakan. Pasien waham yang sedang men-jelaskan waham kejar mestinya marah atau takut akan penga-laman yang dipercaya terjadi pada dirinya. Kemarahan atau rasa takut adalah ekspresi yang sesuai dalam konfeks ini. Sejumlah psikiater mengistilahkan ketidak sesuaian afek untuk kualitas respons yang terdapat pada beberapa pasien skizofrenik, yaitu ketika afek pasien tidak kongruen dengan apa yang sedang dia katakan (contohnya afek datar saat membicarakan impuls untuk membunuh). Karakteristik Gaya Bicara Bagian laporan ini mendeskripsikan karakteristik fisik gaya bicara. Gaya bicara dapat dideskripsikan berdasarkan kuantitas, laju produksi, dan kualitasnya. Pasien dapat digambarkan sebagai banyak bicara. cerewet, fasih, pendiam, tidak spontan, atau terespons' normal terhadap petunjuk dari pewawancara. Gaya bicara dapat cepat atau lambat, tertekan, tertahan. emosional, dramatis, monoton, keras, berbisik, cadel, terputus-putus, atau ber-gumam. Gangguan bicara, contohnya gagap, dimasukkan dalam bagian ini. Irama yang tidak biasa (dinamakan disprosodi) dan aksen apapun yang terdengar harus dicatat. Apakah pasien ber-bicara spontan atau tidak? Persepsi Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mengenai dirinya atau lingkungannya, dapat dialami oleh seseorang. Sistem sen-sorik yang terlibat (contohnya auditorik, visual, olfaktorik, atau taktil) dan isi ilusi atau halusinasi tersebut harus dijelaskan. Situasi pada saat terjadinya pengajaman halusinasi penting diketahui; halusinasi hipnagogik (terjadi saat pasien tertidur) dan halusinasi hipnopompik (terjadi saat pasien terbangun) merupakan jenis halusinasi yang tidak begitu penting dibandingkan tipe halusinasi lain. Halusinasi juga dapat terjadi pada saat stres ter-tentu oleh pasien secara individual. Perasaan depersonalisasi dan derealisasi (perasaan terlepas yang ekstrim dari diri atau lingkung-annya) merupakan contoh gangguan persepsi lain. Formikasi. yaitu perasaan adanya serangga yang merayap pada atau di bawah kulit, dapat ditemukan pada kokainisme. Contoh pertanyaan yang digunakan untuk menggali peng-alaman halusinasi meliputi sebagai berikut: Pernahkah Anda mendengar suara-suara atau bunyi-bunyian lain yang tidak didengar orang lain atau saat tidak ada orang di sekitar Anda? Pernahkah Anda mengalami sensasi aneh pada tubuh Anda yang tampaknya tidak dirasakan oleh orang lain? Pernahkah Anda melihat pemandangan atau hal yang sepertinya tidak dapat dilihat oleh orang lain? Seorang pria 37 tahun y ang ketakutan pada suatu serangan delirium tremens akut memandang penuh curiga ke seluruh isi ruangan. la menunjuk jendela dan berkata: "Ya Tuhan, armada Spanyol ada di

halaman. Mereka akan menyerang." la menganggap halusinasi tersebut sebagai kenyataan dan hal ini berlangsung secara intermiten selama3 hari sebelum akhir-nya mereda. Setelahnya, pasien tidak mengingat pengalaman itu. Isi Pilar dan Kecenderungan Mental Pikiran dapat dibagi menjadi proses (atau bentuk) dan isi. Proses merujuk pada cara seseorang menyatukan ide dan asosiasi, yaitu bentuk kerangka berpikir seseorang. Proses atau bentuk pikir dapat bersifat logis dan koheren atau sangat tidak logis dan bah-kan tidak dapat dipahami. Isi merujuk pada apa yang sebenarnya dipikirkan seseorang: ide, kepercayaan, preokupasi, obsesi. Proses Pikir (Bentuk Pemikiran). Pasien dapat memiliki ide yang sangat banyak atau justru miskin ide. Dapat terjadi proses pikir yang cepat, yang, bila berlangsung sangat ekstrim, disebut flight of ideas. Seorang pasien dapat juga menunjukkan cara berpikir yang lambat atau tertahan. Pikiran dapat samar-samar atau kqsong. Apakah jawaban pasien benar-benar dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan, dan apakah pasien mampu berpikir yang meng-arah ke tujuan? Apakah jawaban relevan atau tidak relevan? Apakah terdapat hubungan sebab-akibat yang jelas dalam pen-jelasan pasien? Apakah pasien memiliki asosiasi longgar (contoh-nya, apakah ide yang diungkapkan tampak tidak berhubungan atau berhubungan secara idiosinkratik)? Gangguan kontinuitas pikir meliputi pernyataan yang bersifat tangensial, sirkumstansial, meracau, suka mengelak, atau perseveratif. Bloking adalah suatu interupsi pada jalan pemikiran sebelum suatu ide selesai diungkapkan; pasien dapat mengindikasikan ketidakmampuan untuk mengingat apa yang telah atau ingin dikatakannya. Sirkumstansialitas mengisyaratkan hilangnya ke-mampuan berpikir yang mengarah ke tujuan; dalam mengemukakan suatu ide, pasien menyertakan banyak detail yang tidak relevan dan komentar tambahan namun pada akhirnya mampu kembali ke ide semula. Tangensialitas merupakan suatu gangguan berupa hilangnya benang merah pembicaraan pada seorang pasien dan kemudian ia mengikuti pikiran tangensial yang dirangsang oleh berbagai stimulus eksternal atau internal yang tidak relevan dan tidak pernah kembali ke ide semula. Gangguan proses pikir dapat tercermin dari word salad (hubungan antarpemikiran yang tidak dapat dipahami atau inkoheren). clang association (asosiasi) berdasarkan rima), punning (asosiasi berdasarkan makna ganda), dan neologisme (kata-kata baru yang diciptakan oleh pasien melalui kombinasi atau pemadatan kata-kata lain). Isi Pikir. Gangguan isi pikir meliputi waham, preokupasi (yang dapat melibatkan penyakit pasien),

obsesi ('Apakah Anda memiliki ide yang menganggu dan berulang?"), kompulsi ("Ada kah hal yang Anda kerjakan berulang-ulang, dalam suatu repe-tisi?" "Adakah hal yang harus Anda lakukan dengan cara atau urutan tertentu?" "Bila Anda tidak mengerjakan dengan cara tersebut, haruskah Anda mengulang?"

"Apakah Anda tahu mengapa Anda melakukannya dengan cara itu?"), fobia, rencana, niat, ide berulang mengenai bunuh diri atau pembunuhan, gejala hipo-kondriakal, dan kecenderungan antisosial tertentu. Seorang wanita berusia 32 tahun dengan sindrom infeksi virus ringan mengambil sekotak susu di supermarket lalu mengembalikan ke rak, setelah memutuskan untuk tidak mem-belinya. Selama beberapa hari berikutnya, ia menghabiskan banyak waktu memikirkan tentang tindakan tersebut. la tidak dapat menghentikan diri untuk berpikir bahwa ibu dari se-orang anak kecil mungkin akan mengambil kotak tersebut. terinfeksi oleh virus, lalu menularkan ke anaknya, yang kemudian akan menjadi sakit dan meninggal akibat infeksi fulminan. Meski menyadari bahwa urutan kejadian ini sangat kecil kemungkinannya, wanita itu tidak dapat berhenti meng-ulang-ulang skenario tersebut dalam pikirannya. Apakah pasien tersebut memiliki pikiran untuk mencelaka-kan diri sendiri? Adakah suatu rencana? Kategori mayor gang-guan isi pikir meliputi waham. Wahamkepercayaan salah yang menetap dan tidak sesuai dengan latar belakang budaya pasien dapat bersifat kongruen-moorf (sejalan dengan mood depresif atau elasi) atau tidak kongruen-mooa'. Isi sistem waham yang ada harus dijelaskan dan psikiater seyogianya mencoba untuk meng-evaluasi pengaturannya dan pengakuan pasien mengenai kesahihannya. Cara waham tersebut memengaruhi kehidupan pasien harus dijelaskan secara memadai dalam riwayat penyakit sekarang. Waham dapat bersifat aneh dan melibatkan kepercayaan mengenai adanya kendali eksternal. Waham dapat memiliki tema seperti kejar atau paranoid, kebesaran, cemburu, somatik. ber-salah, nihilistik, atau erotik. Adanya ide rujukan atau ide penga-ruh sebaiknya juga dijelaskan. Contoh ide rujukan berupa ke-percayaan pasien bahwa televisi atau radio sedang membicarakan dirinya. Contoh ide pengaruh adalah kepercayaan bahwa ada orang atau kekuatan lain yang mengendalikan beberapa aspek perilaku pasien. Sensorium dan Kognisi Bagian sensorium dan kognisi pada pemeriksaan status mental berusaha mengkaji fungsi organik otak dan inteligensi pasien, kemampuan berpikir abstrak. serta derajat tilikan dan daya nilai. Kesadaran. Gangguan kesadaran biasanya mengindikasikan adanya kerusakan organik pada otak. Kesadaran berkabut adalah berkurangnya kesiagaan terhadap lingkungan secara menyeluruh. pasien mungkin tidak dapat memusatkan perhatian kepada stimulus lingkungan atau mempertahankan pemikiran atau perilaku yang mengarah ke tujuan. Kesadaran berkabut atau menumpul seringkali bukan merupakan suatu keadaan mental yang menetap. pasien biasanya menunjukkan ftuktuasi tingkat kesiagaan ter-hadap lingkungan sekitar. Pasien yang terganggu tingkat kesadar-annya juga sering menunjukkan gangguan orientasi meski yang

sebaliknya tidak selalu benar. Beberapa istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan tingkat kesadaran pasien adalah berkabut, somnolen stupor, koma, letargi, kesiagaan, dan keadaan fugue. Orientasi dan Memori. Gangguan orientasi biasanya di-bagi berdasarkan waktu, tempat, dan orang. Adanya kelainan biasanya tampak sesuai urutan ini (yaitu sensasi waktu biasanya lebih dulu terganggu sebelum sensasi tempat); demikian juga saat pasien membaik, gangguan menghilang dalam urutan terbalik. psikiater harus menentukan apakah pasien dapat menyebutkan dengan tepat tanggal dan jam saat ini. Sebagai tambahan, bila pasien dirawat inap, apakah mereka tahu telah berapa lama mereka dirawat? Apakah pasien bersikap seolah mereka berorientasi ke waktu sekarang? Pada pertanyaan mengenai orientasi pasien terhadap tempat, tidak cukup bila pasien hanya mampu menyebutkan nama dan lokasi rumah sakit dengan tepat; mereka juga harus berlaku seolah mereka tahu di mana mereka berada. Dalam mengkaji orientasi terhadap orang, psikiater akan menanyakan apakah pasiennya mengetahui nama-nama orang di sekitarnya dan apakah mereka memahami perannya dalam hubungan dengan orang-orang tersebut. Apakah ia mengetahui siapa diri pemeriksa? hanya pada contoh yang parah saja pasien sampai tidak mengenali dirinya sendiri. Fungsi ingatan biasanya dibagi menjadi empat area: ingatan jangka panjang, menengah, dan pendek, serta retensi ingatan dan pengingatan (recall) segera. Ingatan jangka pendek dapat diperiksa dengan menanyakan pasien mengenai selera makan dan apa yang dimakannya saat sarapan atau makan malam sebelumnya. Pada poin ini pasien dapat diminta untuk mengingat nama pewawancara. Meminta pasien untuk mengulangi enam angka secara berurutan kemudian kebalikannya adalah uji untuk retensi ingatan segera. Ingatan jangka panjang dapat diuji dengan menanyakan pasien mengenai informasi masa kanakkanaknya yang dapat diuji ke-benarannya kemudian, Meminta pasien untuk mengingat berita penting terbaru selama beberapa bulan terakhir digunakan untuk memeriksa ingatan jangka Ynenengah. Seringkali pada gangguan kognitif, ingatan jangka pendek terganggu lebih dulu dan ingatan jangka panjang terganggu belakangan. Bila terdapat gangguan. adakah usaha yang di lakukan untuk mengatasi atau menutupinya? Apakah digunakan penyangkalan, konfabulasi, reaksi katastrofik, atau

sirkumstansiaiitas untuk menutupi defisit ini? Reaksi ter-hadap kehilangan ingatan dapat memberi petunjuk penting tentang kelainan yang mendasari serta mekanisme koping. Se-bagai contoh, seorang pasien yang tampak memiliki gangguan ingatan namun pada kenyataannya sedang mengalami depresi, cenderung lebih memikirkan kehilangan ingatannya daripada seseorang yang menderita hilang ingatan akibat demensia.

Seorang pria alkoholik kronik berusia 40 tahun, pada pemeriksaan status mental ingatannya dinyatakan sangat terganggu, secara membabi-buta minta dilepaskan dari rumah sakit, mengatakan bahwa istrinya baru saja mengalami ke-celakaan mobil dan ia harus segera ke rumah sakit lain untuk menjenguknya. Ia mengatakan hal ini dengan pengakuan yang tulus dan rasa takut yang memadai; setidaknya bagi pasien, kisah ini nyata. Pada kenyataannya, istrinya telah meninggal 15 tahun lalu. Pasien menceritakan kisah yang sama berulang-ulang, selalu dengan pengakuan yang jelas meski anggota staf pemeriksa mengonfrontasinya dengan kenyataan bahwa istrinya telah meninggal bertahun-tahun lalu. Pasien tidak pernah terpengaruh dengan pernyataan mereka, karena ia tak mampu memasukkan ingatan baru. Meski ingatan jangka panjangnya paling baik hanya sepotong-sepotong, ia dapat mengingat kisah kedaruratan istrinya secara berulang-ulang.

Konfabulasi (memberikan jawaban yang salah secara tidak sadar saat memori terganggu) paling sering dikaitkan dengan gangguan kognitif. Konsentrasi dan Perhatian. Konsentrasi pasien dapat terganggu karena berbagai alasan. Gangguan kognitif, ansietas, depresi, dan stimulus internal, seperti halusinasi auditorik semuanya dapat berperan menyebabkan gangguan konsentrasi. Pengurangan kelipatan 7 dari angka 100 secara serial adalah tugas sederhana yang memerlukan konsentrasi penuh dan kemampuan kognitif. Apakah pasien mampu mengurangkan 7 dari 100 dan terus menguranginya dengan kelipatan 7? Bila pasien tidak dapat mengurangi dengan kelipatan 7 mampukah ia melakukannya dengan kelipatan 3? Dapatkah ia menyelesaikan tugas yang lebih

mudah4 x 9, 5 x 4? Pemeriksa harus selalu mengkaji apakah ansietas, sejumlah gangguan mood atau kesadaran, atau ke-lemahan belajar berperan dalam kesulitan tersebut. Perhatian (atensi) diperiksa dengan cara berhitung atau me-minta pasien untuk mengeja kata dunia (atau kata lain) secara terbalik. Pasien juga dapat diminta untuk menyebutkan lima nama benda yang dimulai dengan huruf tertentu. Selama episode manik terakhirnya, seorang pria berusia 48 tahun dengan gangguan bipolar mengalami ide psikotik kebesaran yang intens. Iayakin bahwa ia dapatmengendalikan lalu lintas di Los Angeles dengan berkendara pada jalan tol tertentu pada waktu khusus dan menyuruh orang lain untuk minggir dari jalan itu. Setelah episode maniknya berakhir dan selama episode depresif yang segera terjadi setelahnya, ia hampir-hampir tak dapat mengingat detail isi pikirnya saat ia dalam keadaan manik. Belakangan, dalam keadaan eutimik, ia hanya mengingat beberapa gambaran yang tidak jelas. Se-tahun kemudian, awal

periode hipomanik baru ditandai dengan kemampuan pasien untuk mengingat secara spontan dan menjelaskan secara rinci rencana psikotik periode sebelumnya. Mcmbaca dan Menulis. Pasien harus diminta untuk mem-baca suatu kalimat (contohnya, "Pejamkan matamu") kemudian mengerjakan hal yang diperintahkan oleh kalimat itu. Pasien juga harus diminta untuk menulis kalimat sederhana namun lengkap. Kemampuan Visuospasial. Pasien harus diminta untuk menyalin suatu gambar, misalnya bagian depan jam dinding atau segilima bertumpuk. Pikiran Abstrak. Pikiran abstrak adalah kemampuan untuk menangani konsep-konsep. Pasien mungkin memiliki gangguan dalam membuat konsep atau menangani ide. Dapatkah pasien menjelaskan persamaan. contohnya antara apel dengan pir atau antara kebenaran dan keindahan? Dapatkah pasien memahami peribahasa sederhana, seperti "Air beriak tanda tak dalam"? Jawaban dapat konkret (memberikan contoh spesifik untuk meng-gambarkan artinya) atau sangat abstrak (memberi penjelasan yang sangat umum). Ketepatan jawaban dan cara memberikan jawaban harus dicatat. Pada reaksi katastrofik, pasien dengan kerusakan otak menjadi sangat emosional dan tidak dapat berpikir secara abstrak. Informasi dan Inteligensi. Bila dicurigai terdapat ke-mungkinan gangguan kognitif, apakah pasien mengalami kesulitan dengan tugas mental, seperti menghitung kembalian dari $10 setelah membeli barang seharga $6,37? Apabila tugas ini terlalu sulit, dapatkah soal mudah (seperti, ada berapa uang 5 sen dalam uang $1,35) dipecahkan? Inteligensi pasien ber-hubungan dengan kosa kata dan pengetahuan umumnya (contohnya jarak dari New York ke Paris, Presiden AS). Tingkat pendidikan pasien (baik formal maupun swa-edukasi) dan status sosioekonomi harus diperhitungkan. Mengatasi konsep yang sulit atau canggih dapat mencerminkan inteligensi, bah-kan tanpa adanya pendidikan formal atau sumber informasi yang luas. Akhirnya, psikiater memperkirakan kemampuan inte-lektual dan kemampuan untuk berfungsi berdasarkan tingkat bakat dasar pasien. Impulsivitas Apakah pasien mampu mengendalikan impuls seks, agresi, dan impuls lainnya? Pengkajian pengendalian impuls penting untuk memastikan kesadaran pasien akan perilaku sosial yang pantas dan merupakan ukuran potensi bahaya pasien terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Pasien mungkin tidak mampu mengendali kan impuls akibat suatu gangguan kognitif atau psikotik atau merupakan hasil suatu defek karakter yang kronik, seperti yang di jumpai pada gangguan kepribadian. Pengendalian impuls dapat diperkirakan dari informasi mengenai riwayat pasien terkini dan perilaku yang diamati selama wawancara. Daya Nilai dan Tilikan

Daya Nilai.

Selama berlangsungnya pencatatan riwayat psikiater harus mampu mengkaji aspek

kemampuan pasien untuk melakukan penilaian sosial. Apakah pasien memahami kemung kinan akibat perilakunya dan apakah pasien terpengaruh oleh pemahaman tersebut? Dapatkan pasien meramalkan apa yang akan dilakukannya dalam suatu situasi imajiner? Contohnya, apa yang akan pasien lakukan ketika ia mencium asap dalam suatu gedung bioskop yang penuh sesak? Tilikan. Tilikan (insight) adalah tingkat kesadaran dan pe-mahaman pasien akan penyakitnya. Pasien

dapat menunjukkan penyangkalan total akan penyakitnya atau mungkin menunjukkan sedikit kesadaran kalau dirinya sakit namun menyalahkan orang lain, faktor eksternal, atau bahkan faktor organik. Mereka mungkin menyadari dirinya sakit, namun menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang asing atau misterius di dalam dirinya. Tilikan intelektual tampak ketika pasien mampu mengakui bahwa dirinya sakit dan menyadari bahwa kegagalan mereka untuk beradaptasi sebagian disebabkan oleh perasaan mereka sendiri yang tidak rasional. Namun, ketidakmampuan pasien untuk menerapkan pengetahuan mereka untuk mengubah kejadian di masadepan adalah keterbatasan terbesar dari tilikan intelektual Tilikan emosional sejati muncul ketika kesadaran pasien akan motif dan perasaan terdalamnya menyebabkan perubahan ke-pribadian atau pola perilaku. Ringkasan tingkat tilikan adalah sebagai berikut. 1. penyangkalan total atas penyakitnya. 2. sedikit menyadari bahwa dirinya sakit dan memerlukan bantuan namun pada saat yang sama menyangkalnya. 3. kesadaran bahwa dirinya sakit namun menyalahkan orang lain, faktor eksternal, atau faktor organik. 4. kesadaran bahwa penyakit disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui di dalam diri pasien. 5. tilikan intelektual: pengakuan bahwa pasien sakit dan bahwa gejala atau kegagalan penyesuaian sosial disebabkan oleh perasaan atau gangguan dari pasien sendiri yang tidak rasional tanpa menerapkan pengetahuan ini pada pengalaman di masa depan. 6. tilikan emosional sejati: kesadaran emosional akan motif dan perasaan dalam diri pasien dan orangorang penting dalam hidupnya, yang dapat menyebabkan perubahan perilaku men-dasar. Realiabilitas

Bagian status mental ini menyimpulkan kesan psikiater tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan kemampuan untuk me-laporkan keadaannya secara akurat. Hal ini mencakup perkiraan kesan psikiater terhadap kejujuran atau keterusterangan pasien. Sebagai contoh, jika pasien terbuka mengenai penyalahgunaan obat tertentu secara aktif atau mengenai keadaan yang menurut pasien dapat berpengaruh buruk (misalnya, bermasalah dengan hukum), psikiater dapat memperkirakan bahwa reliabilitas pasien adalah baik. 4 Uji Laboratorium dalam Psikiatri Uji laboratorium merupakan bagian integral dari pengkajian dan penatalaksanaan psikiatri. Namun, dibanding dokter spesialis medis lainnya, psikiater lebih mengandalkan pemeriksaan klinis serta tanda dan gejala pasien daripada uji laboratorium. Contoh-nya, tidak ada uji yang dapat memastikan atau menyingkirkan diagnosis skizofrenia, gangguan bipolar I, atau gangguan depresif mayor. Meski demikian, kemajuan di bidang neuropsikiatri dan psikiatri biologis telah membuat uji laboratorium menjadi se-makin bermanfaat baik bagi psikiater maupun peneliti biologis. Uji NEUROENDOKRIN Uji Fungsi Tiroid Tersedia beberapa uji fungsi tiroid, termasuk pengujian tiroksin (T 4) melalui pengikatan protein kompetitif (T4D) serta melalui radioimunoasai (T4RIA) yang melibatkan suatu reaksi antigen-antibodi spesifik. Lebih dari 90 persen T4terikat pada protein serum dan bertanggung jawab atas sekresi hormon perangsang tiroid (TSH) serta metabolisme seluler. Pengukuran lain terhadap tiroid meliputi indeks T 4 bebas (FT4I), ambilan triiodotironin, dan triiodotironin serum total yang diukur dengan radioimunoasai (T3RIA). Uji ini digunakan untuk menyingkirkan hipotiroidisme yang dapat muncu! dengan gejala depresi. Pada sejumlah studi, hingga 10 persen pasien yang mengeluh depresi serta kelelahan terkait ternyata mengalami penyakit hipotiroidisme insipien. Tanda dan gejala terkait lain yang umum terdapat pada baik depresi maupun hipotiroidisme meliputi kelemahan, kekakuan, tidak nafsu makan, konstipasi, menstruasi tidak teratur, bicara melambat. apati, memori terganggu, dan bahkan halusinasi serta waham. Litium dapat menyebabkan hipotiroidisme dan, yang lebih jarang, hipertiroidisme. Tabel 4-1 menguraikan pemantauan fungsi tiroid yang disarankan untuk pasien yang mengonsumsi litium. Hipotiroidisme neonatorum rrtengakibatkan retardasi mental dan dapat dicegah bila diagnosis ditegakkan saat lahir. Uji perangsangan hormon pelepas tiroid (TRH) diindikasikan untuk pasien dengan hasil uji tiroid yang berada di perbatasan abnormal yang mengisyaratkan adanya hipotiroidisme subklinis, yang mungkin menyebabkan depresi klinis. Uji inijugadilakukan pada pasien dengan kemungkinan hipotiroidisme yang terinduksi litium. Prosedur ini membutuhkan injeksi TRH 500 mg intravena (IV), yang menghasilkan

peningkatan tajam TSH serum bila diukur dalam 15, 30, 60, dan 90 menit. Peningkatan TSH serum dari 5 sampai 25 nIU/ml di atas nilai dasar dianggap normal. Peningkatan kurang dari 7 pilU/ml dianggap respons menumpul, yang mungkin berkorelasi dengan diagnosis gangguan depresif Delapan persen dari semua pasien dengan gangguan depresif mengalami kelainan tiroid tertentu. Uji Supresi Deksametason Deksametason adalah glukokortikoid sintetik kerja lama dengan waktu paruh yang panjang. Deksametason 1 mg kurang lebih setara dengan kortisol 25 mg. Uji supresi deksametason (DST) digunakan untuk membantu memastikan kesan diagnostik gang-guan depresif mayor. Prosedur Pasien diberikan deksametason 1 mg per oral pada pukul 11 malam dan kadar kortisol plasma diukur pada pukul 8 pagi, 4 sore, dan 11 malam. Kadar kortisol plasma di atas 5 ug/dl (disebut nomupresi) dianggap abnormal (yaitu positif). Supresi kortisol mengindikasikan bahwa sumbu hipotalamus-adrenal-hipofisis bekerja dengan baik. Sejak tahun 1930an, disfungsi pada sumbu ini diketahui berkaitan dengan stres. DST dapat digunakan untuk menindaklanjuti respons pasien depresif terhadap pengobatan. Meski demikian, normalisasi DST bukan merupakan indikasi untuk menghentikan pengobatan antidepresan karena DST dapat menjadi normal sebelum depresi sembuh. Reliabilitasi Masalah yang terkait dengan DST mencakup berbagai laporan mengenai sensitivitas dan spesifisitasnya. Hasil positif palsu dan negatifpalsu sering dijumpai. Sensitivitas DST dianggap sebesar 45 persen pada gangguan depresif mayor dan 70 persen pada episode depresi mayor dengan ciri psikotik. Spesifisitasnya 90 persen dibanding kontrol dan 77 persen bila dibandingkan dengan diagnosis psikiatri lain. Sejumlah bukti mengisyaratkan bahwa pasien dengan hasil DST positif (terutama 10 ug/dL) akan menunjukkan respons yang baik terhadap pengobatan somatik. seperti terapi elektrokonvulsi atau terapi antidepresan siklik. Uji Endokrin Lain Banyak hormon lain yang memengaruhi perilaku. Pemberian hormon secara eksogen telah terbukti memengaruhi perilaku dan penyakit endokrin yang telah dikenal menyebabkan gangguan mental. Selain hormon tiroid, hormon tersebut meliputi hormon prolaktin hipofisis anterior, hormon pertumbuhan, somatostatin, hormon pelepas gonadotropin, serta steroid seksluteinizing hormone, follicle-stimulating hormone, testosteron, dan estrogen. Melatonin dari kelenjar pineal dianggap terlibat dalam gangguan afektif musiman (yang disebut gangguan mood dengan pola musiman pada edisi revisi keempat DSM IV). Gejala ansietas atau depresi dapat dijelaskan pada sejumlah pasien berdasarkan perubahan nonspesifik pada fungsi atau homeostasis endokrin.

Katekolamin Kadar metabolit serotonin asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA) meningkat pada urine pasien dengan tumor karsinoid. Peningkatan kadar kadang-kadang terlihat pada pasien yang menjalani peng-obatan dengan fenotiazin dan pada mereka yang mengonsumsi makanan tinggi serotonin (contohnya walnut, pisang. dan alpukat). Jumlah 5-HIAA dalam cairan serebrospinal (LCS) rendah pada beberapa orang dengan depresi yang mengarah ke bunuh diri serta studi posmortem pada mereka yang melakukan bunuh diri, terutama dengan cara yang sangat kasar. Rendahnya kadar 5-HIAA LCS secara umum dikaitkan dengan kekerasan. Norepinefrin dan produk metaboliknyametanefrin, normetanefrin, serta asam vanililmandelatdapat terlacak dalam urine, darah, dan plasma. Kadar katekolamin plasma sangat meningkat pada feokromositoma, yang dikaitkan dengan ansietas, agitasi, dan hipertensi. Beberapa kasus ansietas kronik menunjukkan pening- katan kadar norepinefrin dan epinefrin darah. Sejumlah pasien depresi memiliki rasio norepinefrin terhadap epinefrin urine yang rendah. Kadar norepinefrin dan epinefrin urin yang tinggi ditemukan pada beberapa pasien dengan gangguan stress pascatrauma. Kadar metabolik norepinefrin 3-metoksi-4-hidroksifenilglikol menurun pada pasien dengan gangguan depresif berat, terutama pada pasien yang mencoba bunuh diri. Uji Fungsi Ginjal Bersihan kreatinin mendeteksi kerusakan ginjal secara dini dan dapat dipantau secara serial untuk mengikuti perjalanan penyakit ginjal. Nitrogen urea darah (BUN) juga meningkat pada penyakit ginjal dan diekskresi melalui ginjal; BUN dan kreatinin serum dipantau pada pasien yang mengonsumsi litium (Eskalith). Bila BUN atau kreatinin serum abnormal, dilakukan uji bersihan kreatinin 2-jam dan, pada akhirnya, bersihan kreatinin 24-jam. Tabel 4-2 merangkum pemeriksaan laboratorium lain untuk pasien yang mengonsumsi litium. Uji Fungsi Hati Kadar bilirubin direk dan bilirubin total meningkat pada cedera hepatoselular dan stasis empedu intrahepatik, yang dapat terjadi pada pengobatan dengan fenotiazin atau trisiklik serta pada penyaiahgunaan alkohol dan zat lain. Obat tertentucontohnya fenobarbital (Luminal)dapat menurunkan konsentrasi bilirubin serum. Penyakit atau kerusakan hati, yang tercermin dari temuan abnormal pada uji fungsi hati (LFT) dapat bermanifestasi dengan tanda dan gejala gangguan kognitif, termasuk disorientasi dan delirium. Gangguan fungsi hati dapat meningkatkan waktu paruh eliminasi obat tertentu, termasuk beberapa jenis benzodiazepin, sehingga obat tersebut dapat tinggal lebih lama dalam

sistem tubuh dibanding pada keadaan normal. LFT harus dipantau secara rutin bila menggunakan obat tertentu, seperti karbamazepin (Tegretol) dan valproat (Depakene).

UJI DARAH UNTUK PENYAKIT MENULARSEKSUAL Uji Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) digunakan sebagai uji penapis untuk sifilis. Bilapositif, hasilnyadikonfirmasi menggunakan uji absorpsi-antibodi treponema fluoresen spesifik (uji FTA-ABS), yang menggunakan spirokheta Treponema pallidum sebagai antigen. VDRL sistem saraf pusat diukur pada pasien dengan dugaan neurosifilis. Hasil uji HIV yang positif meng-indikasikan bahwa seseorang telah terpajan oleh infeksi virus yang menyebabkan AIDS. UJI YANG BERKAITAN DENGAN OBAT PSIKOTROPIKA Dalam merawat pasien yang mendapat pengobatan psikotropika, ada kecenderungan untuk mengukur secara teratur kadar obat ter-sebut dalam plasma. Untuk obat tertentu, seperti Iitium, pemantau-an merupakan hal yang esensial; sementara untuk obat lain, seperti antipsikotik, pemantauan terutama dilakukan atas kepentingan akademik atau penelitian. Seorang doktertidak perlu mempraktik-kan kedokteran defensif dengan memaksa semua pasien yang mendapat obat antipsikotik untuk diukur kadar darahnya demi kepentingan medikolegal. Status terkini dalam penanganan psiko-farmakologis adalah bahwa penilaian klinis serta pengalaman seorang psikiater, kecuali pada kasus yang jarang, merupakan indikator kemanjuran terapeutik yang lebih baik terhadap suatu obat daripada penentuan kadar plasmanya. Lebih lanjut, keper-cayaan terhadap kadar plasma tidak dapat menggantikan keahlian klinis serta perlunya memperhatikan aspek humaniora dalam merawat pasien. Golongan utama obat dan pedoman yang di-sarankan diuraikan pada pembahasan berikut ini. Benzodiazepin Tidak diperlukan uji khusus untuk pasien yang mengonsumsi benzodiazepin. Di antara golongan benzodiazepin yang dimeta-bolisasi di hepar melalui oksidasi, gangguan fungsi hepar akan meningkatkan waktu paruhnya. LFT dasar diindikasikan pada pasien dengan dugaan kerusakan hepar. Pengujian benzodiazepin dalam urine dilakukan secara rutin pada kasus penyalahgunaan obat. Antipsikotik Tidak ada uji khusus yang dibutuhkan, m'eski sebaiknya diperoleh nilai dasar untuk fungsi hati dan darah perifer lengkap. Obat antipsikotik terutama dimetabolisasi di hepar dan metabolitnya terutama diekskresi di urine. Banyak metabolitnya yang aktif. Konsentrasi puncak plasma biasanya tercapai 2 sampai 3 jam setelah pemberian oral. Waktu-paruh eliminasinya 12 sampai 30 jam namun dapat jauh lebih lama. Keadaan mantap baru akan tercapai setelah sekurangnya 1 minggu pemberian dosis konstan (berbulanbulan untuk depo antipsikotik dosis konstan). Kecuali klozapin (Clozaril), semua obat antipsikotik secara

akut dapat menyebabkan peningkatan prolaktin serum (sekunder akibat aktivitastuberoinfundibular). Kadar prolaktin yang normal sering-kali mengindikasikan adanya ketidakpatuhan pengobatan atau nonabsorpsi. Efek samping meliputi leukositosis, leukopenia gangguan fungsi trombosit, anemia ringan (baik aplastik maupun hemolitik), dan agranulositosis. Efek samping pada sumsum tulang dan komponen darah dapat terjadi mendadak bahkan bila dosisnya tetap konstan. Antipsikotik potensi-rendah cenderung menyebabkan agranulositosis, yang merupakan efek samping sumsum tulang tersering. Qbat ini dapat menyebabkan cedera hepatoselular dan stasis bilier intrahepatik (yang diindikasikan oleh peningkatan bilirubin total dan direk serta peningkatan enzim transaminase). Obat tersebut juga dapat menyebabkan per-ubahan elektrokardiografik (tidak sesering antidepresan trisiklik). meliputi pemanjangan interval QT; gelombang T yang mendatar terbalik, atau bifida; dan gelombang U. Hubungan dosis dengan konsentrasi dalam plasma amat bervariasi antar pasien. Klozapin. Mengingat adanya risiko agranulositosis (1

sampai 2 persen), pasien yang diberi klozapin harus diukur nilai dasar sel darah putih (WBC) dan hitung jenis sebelum terapi dimulai, hitung WBC tiap minggu selama pengobatan. serta hitung WBC selama 4 minggu setelah penghentian klozapin Dokter dan ahli farmasi yang memberikan klozapin harus didaftar melalui the Clozaril National Registry (di AS, pen). Obat Trisiklik dan Tetrasiklik Elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan sebelum memulai regimen obat siklik untuk mengkaji adanya hambatan konduksi yang mungkin mengakibatkan blok jantung pada kadar terapeutik Sebagian dokter meyakini bahwa semua pasien yang menerima terapi obat siklik dalam jangka panjang harus menjalani peme-riksaan EKG setiap tahun. Pada kadar terapeutik, obat ini menekan aritmia melalui efek menyerupai kuinidin. Kadar dalam darah harus diperiksa secara rutin bila meng-gunakan imipramin (Tofranil), desipramin (Norpramin), atau nortriptilin (Pamelor) dalam menangani gangguan depresi. Meng-ukur kadar dalam darah juga berguna pada pasien yang memberi respons buruk pada kisaran dosis normal serta pada pasien risiko tinggi dengan kebutuhan mendesak untuk mengetahui apakah obat tersebut telah mencapai kadar plasma terapeutik atau toksik Uji kadar dalam darah sebaiknya juga mengikutsertakan peng-ukuran metabolit aktif (contohnya imipramin akan diubah menjadi desipramin, amitriptilin [Elavil] menjadi nortriptilin). Beberapa karakteristik kadar plasma obat trisiklik dijelaskan sebagai berikut. Imipramin (Tofranil). Persentase respons yang baik ter hadap imipramin berkorelasi dengan kadar

plasma dalam hubung an linear antara 200 dan 250 ng/ml, tapi sejumlah pasien mungkin berespons pada kadar yang lebih rendah. Pada kadar di atas 250 ng/ml, tidak ada peningkatan respons yang baik dan efek samping nya meningkat.

Nortriptilin (Pamelor).

'Jendela'terapeutik (kisaran ketika obat tersebut menjadi paling efektif)

nortriptilin adalah antara 50 dan 150 ng/ml. Terdapat penurunan tingkat respons pada kadar di atas 150 ng/ml.

Desipramin (Norpramin). Kadar desipramin di atas 125 ng/ml berkorelasi dengan persentase respons yang baik yang lebih tinggi. Amitriptilin (Elavil). Penelitian yang berbeda-beda mengenai kadar amitriptilin dalam darah memperlihatkan hasil yang bertentangan namun nilainya berkisar antara 75 sampai 175 ng/ml. Prosedur Menentukan Konsentrasi dalam Darah. spesimen darah harus diambil 10 sampai 14 jam setelah dosis terakhir, biasanya pada pagi hari setelah dosis sebelum tidur. pasien harus menerima dosis harian yang stabil selama sekurangnya hari agar uji tersebut sahih. Sejumlah pasien mungkin meng-alami metabolisme obat siklik yang sangat buruk dan dapat me-nunjukkan kadar setinggi 2.000ng/ml meski mereka mengonsumsi dosis normal dan sebelum menunjukkan respons klinis yang baik. pasien semacam ini harus dipantau ketat untuk mencari efek samping kardiak. Pasien dengan kadar di atas 1.000 ng/ml umum-nya berisiko mengalami kardiotoksisitas. Penghambat Oksidase Monoamin Pasien yang mengonsumsi penghambat oksidase monoamin (MAOI) diinstruksikan untuk menghindari makanan tinggi-tira-min karena adanya bahaya mengalami krisis hipertensi. Tekanan darah (TD) dasar yang normal harus dicatat dan dipantau selama pengobatan. MAOI mungkin juga menimbulkan hipotensi orto-statik sebagai efek samping langsung dari obat tersebut yang tidak berhubungan dengan diet. Selain berpotensi menyebabkan peningkatan TD bila dikonsumsi bersamaan dengan makanan tertentu, MAOI relatif bebas dari efek samping lain. Suatu uji yang digunakan baik pada penelitian maupun praktik klinis saat ini mencakup pengkorelasian respons terapeutik dengan derajat inhibisi MAO terhadap trombosit.

Litium pasien yang mengonsumsi litium sebaiknya menjalani uji fungsi tiroid dasar, pemantauan elektrolit, pengukuran WBC, uji fungsi ginjal (berat jenis, BUN, dan kreatinin), serta EKG dasar. Alasan pengujian tersebut dilakukan adalah karena litium dapat menimbul-kan defek pemekatan ginjal, hipotiroidisme, dan leukositosis; deplesi natrium dapat menyebabkan kadar litium yang toksik; dan hampir 95 persen litium diekskresi di urine. Litium juga telah terbukti menimbulkan perubahan pada EKG. termasuk berbagai defek konduksi.

Litium paling jelas diindikasikan sebagai terapi profilaktik terhadap episode manik (efek antimanik langsungnya dapat ber-tahan sampai 2 minggu) dan sering diberikan bersamaan dengan obat antipsikotik sebagai terapi episode manik akut. Litium sendiri mungkin juga memiliki aktivitas antipsikotik. Kadar rumatannya adalah 0.6 sampai 1,2 mEq/l, walaupun pasien manik akut dapat menoleransi hingga 1,5 sampai 1,8 mEq/1. Sejumlah pasien dapat merespons pada kadar yang lebih rendah sementara yang lain mungkin membutuhkan kadar yang lebih tinggi. Respons di bawah 0,4 mEq/1 mungkin merupakan plasebo. Reaksi toksik dapat ter-jadi pada kadar di atas 2,0 mEq/1. Pemantauan litium secara teratur amat penting; terdapat kisaran terapeutik sempit yang bila di-lampaui dapat terjadi masalah pada jantung dan sistem saraf pusat. Kadar litium diukur 8 sampai 12 jam setelah dosis terakhir. biasanya pada pagi hari setelah dosis sebelum tidur. Kadarnya harus diukur paling tidak dua kali seminggu saat menstabilkan pasien dan dapat diukur tiap bulan setelahnya. Karbamazepin Pemeriksaan sebelum memulai terapi berupa darah perifer lengkap, termasuk hitung trombosit, harus dilakukan. Hitung retikulosit dan uji besi serum juga sebaiknya dilakukan. Uji tersebut harus diulang tiap minggu selama 3 bulan pertama terapi dan tiap bulan setelahnya. Karbamazepin dapat menyebabkan anemiaaplastik,agranulositosis,trombositopenia, dan leukopenia. Oleh karena adanya risiko

hepatotoksisitas minor, LFT sebaiknya dilakukan setiap 3 sampai 6 bulan. Pengobatan harus dihentikan bila pasien menunjukkan tanda supresi sumsum tulang yang diukur melalui pemeriksaan darah perifer lengkap secara periodik. Kadar terapeutik karbamazepin adalah 8 sampai 12 ng/ml dan toksisitas paling sering tercapai pada kadar 15 ng/ml. Sebagian besar dokter melaporkan bahwa kadar setinggi 12 ng/ml sulit dicapai. Valproat Kadar serum asam valproat (Depakene) dan divalproex (Depakote) disebut terapeutik pada kisaran 45 sampai 50 ng/ml. Di atas 125 ng/ml, timbul efek samping, termasuk trombositopenia. Kadar serum harus diukur secara periodik dan LFT harus dilakukan setiap 6 sampai 12 bulan. Takrin Takrin (Cognex) dapat menyebabkan kerusakan hati. Nilai dasar fungsi hati harus diketahui dan pengukuran kadar transaminase serum harus dilakukan tiap selang seminggu selama kurang lebih 5 bulan. Pemberian obatnya harus dihentikan apabila pasien yang menjadi ikterik atau kadar bilirubinnya di atas 3 mg/dl PROVOKASI SERANGAN PANIK DENGAN SODIUM LAKTAT Hingga 72 persen pasien dengan gangguan panik akan mengalami serangan panik bila diberikan injeksi natrium laktat secara intra-vena. Oleh karena itu, provokasi laktat digunakan untuk memasti-kan

diagnosis gangguan panik. Provokasi laktat juga digunakan untuk memicu kilas batik pada pasien dengan gangguan stres pascatrauma. HiperventilasL salah satu hal yang diketahui dapat memicu serangan panik pada orang yang memiliki presdisposisi, tidak sesensitif provokasi laktat dalam menginduksi serangan panik. Inhalasi karbon dioksida juga menimbulkan serangan panik pada mereka yang memiliki presdisposisi kuat. Serangan panic yang dipicu oleh natrium laktat tidak diinhibisi oleh penyekat-(3 kerja perifer namun dapat diinhibisi oleh alprazolam (Xanax) dan obat trisiklik. WAWANCARA DENGAN BANTUAN OBAT Wawancara dalam pengaruh amobarbital (Amytal) memiliki indi-kasi diagnostik dan terapeutik. Secara diagnostik, wawancara ini berguna untuk membedakan kondisi organik dan nonorganik, ter-utama pada pasien dengan gejala katatonia, stupor, dan mutisme. Kondisi organik cenderung memburuk dengan infus amobarbital namun kondisi nonorganik atau psikogenik akan cenderung mem-baik karena timbul disinhibisi, penurunan ansietas, atau mening-katnya relaksasi. Secara terapeutik, wawancara dalam pengaruh amobarbital berguna untuk gangguan represi dan disosiasi contohnya dalam pemulihan ingatan pada gangguan amnesik psikogenik dan fugue, dalam pemulihan fungsi pada gangguan konversi, serta dalam fasilitasi ekspresi emosional pada gangguan stres pascatrauma. Benzodiazepin dapat disubstitusi dengan amobarbital dalam cairan infus. PUNGSI LUMBAL Pungsi lumbal dilakukan pada pasien yang mendadak memiliki manifestasi gejala psikiatri baru, khususnya perubahan kognisi. Dokter harus sangat waspada jika terjadi demam atau gejala neurologis seperti kejang. Pungsi lumbal juga berguna untuk mendiagnosis infeksi susunan saraf pusat (misalnya meningitis). UJI URINE UNTUK PENYALAHGUNAAN OBAT Sejumlah zat dapat terdeteksi dalam urine pasien bila urine ter-sebut diuji dalam waktu yang spesifik (dan bervariasi) setelah ingesti. Pengetahuan akan uji zat dalam urine menjadi sangat penting bagi dokter praktik berupa isu kontroversial mengenai pengujian zat secara mutlak atau acak. Tabel 4-3 menyajikan rangkuman zat yang sering disalahgunakan yang dapat diuji dalam urine. Uji laboratorium juga digunakan untuk mendeteksi zat yang mungkin berperan menimbulkan gangguan kognitif. Penanda Biokimiawi Berbagai penanda biokimiawi, termasuk neurotransmiter dan metabolitnya, dapat membantu diagnosis dan terapi gangguan psikiatri. Penelitian di bidang ini masih terus berkembang. Tabel 4-4 meringkas beberapa perkembangan baru. Gangguan Somatoform da Gangguan Nyeri

Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani soma artinya tubuh; dan gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Gangguan ini mencakup interaksi pikiran-tubuh; di dalam interaksi ini, dengan cara yang masih belum diketahui, otak mengirimkan berbagai sinyal yang meme-ngaruhi kesadaran pasien dan menunjukkan adanya masalah serius di dalam tubuh. Di samping itu, perubahan ringan neuro-kimia, neurofisiologi, dan neuroimunologi dapat terjadi akibat mekanisme otak ataujiwa yang tidak diketahui yang menyebabkan penyakit. Revisi teks edisi keempat the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) memasukkan lima gangguan somatoform spesifik: (1) gangguan somatisasi, ditandai dengan banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ; (2) gangguan konversi, ditandai dengan satu atau dua keluhan neurologis; (3) hipokondriasis, ditandai dengan lebih sedikit fokus gejala daripada keyakinan pasien bahwa mereka memiliki suatu penyakit spesifik; (4) gangguan dismorfik tubuh, ditandai dengan keyakinan yang salah atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuhnya cacat; dan (5) gangguan nyeri, ditandai dengan gejala nyeri yang hanya disebabkan, atau secara signifikan di-perberat faktor psikologis. DSM-IV-TRjuga memiliki duakategori diagnostik sisa untuk gangguan somatoform: (1) gangguan somatoform yang tidak terinci, mencakup gangguan somatoform yang tidak dapat dijelaskan, telah ada selama 6 bulan atau lebih, dan (2) gangguan somatoform yang tidak tergolongkan, merupakan kate-gori untuk keadaan yang tidak memenuhi diagnosis gangguan somatoform yang telah disebutkan di atas. GANGGUAN SOMATISASI Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan peme-riksaan fisik dan laboratorium. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30, dapat berlanjut hingga tahunan, dan dikenali menurut DSM-IV-TR sebagai "kombinasi gejala nyeri, gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis". Gangguan somatisasi berbeda dengan gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan banyaknya sistem organ yang terlibat (contohnya gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini bersifat kronis dan disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi sosial dan pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan. Gangguan somatisasi telah dikenal sejak zaman Mesir Kuno. nama awal gangguan somatisasi adalah histeria, suatu keadaan yang salah dianggap hanya mengenai perempuan. (Kata histeria berasal dari kata Yunani untuk uterus, hystera.). Pada abad ke-17, Thomas Sydenham mengenaii bahwa faktor psikologis, yang ia sebut antecedent sorrows (duka-cita turunan), terlibat dalam patogenesis gejala. Pada tahun 1859 Paul Briquet, seorang dokter dari Perancis, mengamati keragaman gejala dan sistem organ yang terkena

serta menguraikan perjalanan gangguan yang biasanya kronis. Karena pengamatan klinis yang tajam, gangguan ini disebut sindrom Briquet selama beberapa waktu, walaupun istilah gangguan somatisasi menjadi standar di Amerika Serikat. Epidemiologi Prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi dalam populasi umum diperkirakan 0,1 sampai 0,2 persen walaupun beberapa kelompok riset yakin bahwa -angka sebenarnya dapat lebih mendekati 0,5 persen. Perempuan dengan gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga 20 kali tetapi perkiraan tertinggi dapat disebabkan adanyatendensi dini tidakmendiagnosis gangguan somatisasi pada pasien lakilaki. Meskipun demikian gangguan ini adalah gangguan yang lazim ditemukan. Dengan rasio perempuan banding laki-laki 5 banding 1, prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi pada perempuan di populasi umum mungkin 1 atau 2 persen. Di antara pasien yang ditemui di tempat praktik dokter umum dan dokter keluarga, sebanyak 5 sampai 10 persen dapat memenuhi kriteria diagnostik gangguan somatisasi Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi sosial dan terjadi paling sering pada pasien yang memiliki sedikit edukasi dan tingkat pendapatan yang rendah. Gangguan somatisasi didefinisi kan dimulai sebelum usia 30 tahun; dan paling sering dimulai selama masa remaja seseorang. Etiologi Faktor Psikososial. Formulasi psikososial melibatkan inter-pretasi gejala sebagai komunikasi sosial, akibatnya adalah meng-hindari kewajiban (contohnya harus pergi ke tempat kerja yang tidak disukai), mengekspresikan emosi (contohnya marah kepada pasangan), atau menyimbolkan suatu perasaan atau keyakinan (contohnya nyeri di usus). Interpretasi gejala psikoanalitik yang kaku bertumpu pada hipotesis bahwa gejala-gejala tersebut meng-gantikan impuls berdasarkan insting yang ditekan. Perspektif perilaku pada gangguan somatisasi menekankan bahwa pengajaran orang tua, contoh dari orang tua, dan adat-istiadat dapat mengajari beberapa anak untuk lebih melakukan somatisasi daripada orang lain. Di samping itu, sejumlah pasien dengan gangguan somatisasi datang dari keluarga yang tidak sambil mengalami penyiksaan fisik. Faktor Biologis dan Genetik. Sejumlah studi mengemu-kakan bahwa pasien memiliki perhatian yang khas dan hendaya kognitif yang menghasilkan persepsi dan penilaian input somato-sensorik yang salah. Hendaya ini mencakup perhatian mudah ter-alih, ketidakmampuan menghabituasi stimulus berulang, penge-lompokan konstruksi kognitif dengan dasar impresionistik, hubungan parsial dan sirkumstansial, serta kurangnya selektivitas, seperti yang ditunjukkan sejumlah studi potensial bangkitaa Se-jumlah terbatas studi pencitraan otak melaporkan adanya penurun-an metabolisme lobus frontalis dan hemisfer nondominan. Data genetik menunjukkan bahwa gangguan somatisasi dapat memiliki komponen genetik. Gangguan somatisasi cenderung menurun di dalam keluarga dan terjadi pada 10 hingga 20 persen kerabat

perempuan derajat pertama pasien dengan gangguan somatisasi. Di dalam keluarga ini, kerabat laki-laki derajat pertama rentan terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan ke-pribadian antisosial. Satu studi melaporkan bahwa angka kejadian bersama 29 persen pada kembar monozigot dan 10 persen pada kembar dizigot, menunjukkan adanya efek genetik. Penelitian sitokin, suatu area baru studi ilmu neurologi dasar, dapat relevan dengan gangguan somatisasi dan gangguan soma-toform lain. Sitokin adalah molekul pembawa pesan yang di-gunakan sistem imun untuk berkomunikasi di dalam dirinya dan dengan sistem saraf, termasuk otak. Contoh sitokin adalah inter-leukin, faktor nekrosis tumor, dan interferon. Beberapa percobaan pendahuluan menunjukkan bahwa sitokin dapat berperan menye-babkan sejumlah gejala nonspesifik penyakit, terutama infeksi, seperti hipersomnia, anoreksia, lelah, dan depresi. Walaupun belum ada data yang menyokong hipotesis, pengaturan abnormal sistem sitokin dapat mengakibatkan sejumlah gejala yang ditemu-kan pada gangguan somatoform. abel 14-1 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Somatisasi ------------------------------------------,---------------------------A. Riwayat banyak keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama suatu periode beberapa tahun dan menyebabkan pencarian terapi atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain yang signifikan. B. Masing-masing kriteria berikut ini harus dipenuhi, dengan setiap gejala terjadi pada waktu kapanpun selama perjalanan gangguan: (1) empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berkaitan dengan sedikitnya empat tempat atau fungsi yang berbeda (cth., kepala, abdomen, punggung, sendi, ekstremitas, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksuai, atau selama berkemih) (2) dua gejala gastrointestinal: riwayat sedikitnya dua gejala gastrointestinal selain nyeri (cth., mual,

kembung, muntah selain selama hamil, diare, atau intoleransi terhadap beberapa makanan yang berbeda) (3) satu gejala seksuai: riwayat sedikitnya satu gejala seksuai atau reproduksi selain nyeri (cth.,

ketidakpedulian terhadap seks, disfungsi ereksi atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang hamil) (4) satu gejala pseudoneurologis: riwayat sedikitnya satu gejala atau defisit yang mengesankan keadaan neurologis tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan lokal, kesulitan menelan atau benjolan di tenggorok, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri, penglihatan ganda, buta, tuli, kejang, gejala disosiatif seperti amnesia, atau hiiang kesadaran selain pingsan)

C. Baik(1)atau(2): (!)

(2) setelah penelitian yang sesuai, setiap gejala Kriteria B tidak dapat dijelaskan secara utuh dengan keadaan medis umum yang diketahui atau efek langsung suatu zat (cth., penyalahgunaan obat, pengobatan) jika terdapat keadaan medis umum, keluhan fisik, atau hendaya sosial atau pekerjaan yang diakibatkan jauh melebihi yang diperkirakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium D. Gejala dihasilkan tanpa disengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau malingering). Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. 4'b ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000, dengan izin.

Gambaran Klinis Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan riwayat medis yang rumit dan panjang. Mual dan muntah (selain selama kehamilan), kesulitan menelan, nyeri di lengan, tungkai, napas pendek tidak berkaitan dengan olah raga, amnesia. dan komplikasi kehamilan serta menstruasi adalah gejala yang paling lazim ditemui. Pasien sering meyakini bahwa mereka telah sakit selama sebagian besar hidup mereka. Gejala seudoneurologis mengesankan, tetapi tidak patognomonik, untuk adanya gangguan neurologis. MenurutDSM-IV-TR. gejalapseudo-neurologis mencakup gangguan koordinasi atau keseimbangan. paralisis atau kelemahan lokal, kesulitan menelan atau benjolan di tenggorok, afonia, retensi urine, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri, penglihatan ganda, buta, tuli, kejang, atau hiiang kesadaran selain pingsan. Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal menonjol pada gangguan ini; ansietas dan depresi adalah keadaan psikiatri yang paling sering. Ancaman bunuh diri lazim ada tetapi bunuh diri yang sesungguhnya jarang terjadi. Jika terjadi bunuh diri biasanya sering terkait penyalahgunaan zat. Riwayat medis pasien sering berbelit-belit, samar, tidak pasti, tidak konsisten, dan kacau.

Pasien secara klasik, tetapi tidak selalu, menggambarkan keluhan-nya dengan carayang dramatik, emosional, dan berlebihan, dengan bahasa yang jelas dan berwarna; mereka dapat bingung dengan urutan waktu dan tidak dapat membedakan dengan jelas gejala saat ini dengan yang lalu. Pasien perempuan dengan gangguan somatisasi dapat berpakaian dengan cara yang ekshibisionistik. Pasien dapat dianggap sebagai seseorang yang tidak mandiri, ter-pusat pada diri sendiri, haus pemujaan, dan manipulatif.

Diagnosis Banding Klinisi harus selalu menyingkirkan keadaan medis nonpsikiatri yang dapat menjelaskan gejala pasien. Sejumlah gangguan medis sering menunjukkan kelainan yang sementara dan nonspesifik pada kelompok usia yang sama. Gangguan medis ini mencakup sklerosis multipel (MS), miastenia gravis, systemic lupus erythematosus (SLE), acquired immune deficiency syndrome (AIDS), porfiria akut intermiten, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, dan infeksi sistemik kronik. Awitan berbagai gejala somatik pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun harus dianggap disebabkan oleh keadaan medis nonpsikiatri sampai pemeriksaan medis yang mendalam telah dilengkapi. Banyak gangguan jiwa dipertimbangkan dalam diagnosis banding, yang dipersulit pengamatan bahwa sedikitnya 50 persen pasien dengan gangguan somatisasi juga memiliki gangguan jiwa lain bersamaan. Pasien dengan gangguan depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh, dan skizofrenia semuanya dapat memiliki keluhan awal yang berpusat pada gejala somatik. Meskipun demikian, pada semua gangguan ini, gejala depresi, ansietas, atau psikosis akhirnya mendominasi keluhan somatik. Walaupun pasien dengan gangguan panik dapat mengeluhkan banyak gejala somatik yang berkaitan dengan serangan paniknya. mereka tidak terganggu oleh gejala somatik di antara serangan panik. Di antara semua gangguan somatoform, hipokondriasis, gangguan konversi, dan gangguan somatisasi nyeri, pasien dengan hipokondriasis memiliki keyakinan salah bahwa mereka memiliki penyakit tertentu. sedangkan pasien dengan gangguan somatisasi mengkhawatirkan banyak gejala. Gejala gangguan konversi ter-batas pada satu atau dua sistem neurologis bukannya gejala gangguan somatisasi yang sangat beragam. Gangguan nyeri terbatas pada satu atau dua keluhan gejala nyeri. Perjalanan Gangguan dan Prognosis Gangguan somatisasi adalah gangguan yang bersifat kronis dan sering membuat tak berdaya. Menurut defmisi, gejala harus di-mulai sebelum usia 30 tahun dan harus ada selama beberapa tahun. Episode meningkatnya keparahan gejala dan timbulnya gejala yang baru dianggap bertahan selama 6 hingga 9 bulan dan dipisahkan periode yang tidak terlalu simtomatik selama 9 hingga 12 bulan. Meskipun demikian, pasien dengan gangguan somatisasi jarang selama lebih dari satu tahun tidak mencari perhatian medis. Sering terdapat hubungan antara periode meningkatnya stres dan memberatnya gejala somatik. Terapi Gangguan somatisasi paling baik diterapi ketika pasien memiliki satu dokter yang diketahui sebagai dokter utamanya. Ketika lebih dari satu klinisi terlibat, pasien memiliki kesempatan lebih untuk mengekspresikan keluhan somatiknya. Dokter utama harus melihat pasien selama kunjungan yang terjadwal teratur, biasanya dengan interval satu bulan. Kunjungan ini harus relatif singkat walaupun pemeriksaan fisik parsial harus dilakukan untuk memberikan respons terhadap keluhan somatik baru. Prosedur laboratorium dan diagnostik

tambahan umumnya harus dihindari Ketika diagnosis gangguan somatisasi telah ditegakkan, dokter yang merawat harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosi, bukan sebagai keluhan medis. Meskipun demi-kian, pasien dengan gangguan somatisasi juga dapat memiliki penyakit fisik yang sesungguhnya; oleh sebab itu, dokter harus selalu menilai gejala mana yang harus diperiksa dan sampai seberapa jauh. Strategi jangka panjang yang beralasan untuk dokter di tempat pelayanan primer yang merawat pasien dengan gangguan somatisasi adalah meningkatkan kesadaran pasien akan kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala sampai pasien mampu menemui klinisi kesehatan jiwa. Pada kasus yang rumit dengan banyak tampilan medis, psikiater lebih mampu menilai apakah harus mencari konsultasi medis atau operasi berdasarkan kemampuan medisnya; meskipun demikian profesional kesehatan jiwa nonmedis juga dapat menggali hal psikologis sebelumnya dari gangguan tersebut, terutama jika erat berkonsultasi dengan dokter. Psikoterapi, baik individu maupun kelompok, menurunkan pengeluaran untuk perawatan kesehatan pribadi pasien hingga 50 persen, sebagian besar dengan menurunkan angka perawatan rumah sakit. Pada lingkungan psikoterapi, pasien dibantu beradap-tasi dengan gejalanya, mengekspresikan emosi yang mendasari dan membangun strategi alternatif untuk mengekspresikan perasa annya. Memberikan obat psikotropik ketika gangguan somatisasi timbul bersamaan dengan gangguan mood atau gangguan ansietas selalu memiliki risiko, tetapi juga diindikasikan terapi psikofarma kologis dan terapi psikoterapeutik pada gangguan yangtimbul bersamaan. Obat harus diawasi karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung menggunakan obatnya dengan tidak teratur dan tidak dapat dipercaya. Pada pasien tanpa gangguan jiwa lain, sedikit datayang tersediamenunjukkan bahwa terapi farmakologis efektif bagi mereka.

GANGGUAN KONVERSI Gangguan konversi adalah gangguan fungsi tubuh yang tidak sesuai dengan konsep terkini mengenai anatomi dan fisiologi sistem saraf pusat ataupun perifer. Gangguan ini secara khas terdapat saat stres dan menimbulkan disfungsi yang cukup bermakna. DSM-IV-TRmendefinisikan gangguan konversi sebagai gang guan yang ditandai dengan adanya satu gejala neurologis lebih (contohnya paralisis, buta, dan parestesia) yang tidak dapat dijelaskan dengan gangguan medis atau neurologis yang diketahui Di samping itu, diagnosis gangguan ini mengharuskan bahwa faktor psikologis harus berkaitan dengan permulaan atau per burukan gejala. Epidemiologi Prevalensi beberapa gejala gangguan konversi yang tidak cukup parah sehingga tidak membutuhkan diagnosis dapat terjadi pada

sepertiga dari populasi umum pada suatu waktu di dalam hidup mereka. Satu komunitas melaporkan bahwa insiden tahunan gang-guan konversi adalah 22 per 100.000. Di antara populasi khusus, keberadaan gangguan konversi bahkan dapat lebih tinggi dari itu, mungkin membuat gangguan konversi menjadi gangguan somato-form yang paling lazim ditemukan pada beberapa populasi. Se-jumlah studi melaporkan bahwa 5 hingga 15 persen konsultasi psikiatri di rumah sakit umum dan 25 hingga 30 persen pendaftaran ke rumah sakit Veteran Administration melibatkan pasien dengan diagnosis gangguan konversi. DSM-IV-TR memberikan kisaran dari 11 hingga 500 kasus per 100.000 populasi. Rasio perempuan banding laki-laki di antara pasien dewasa adalah sedikitnya 2 banding 1 dan paling tinggi 10 banding 1; pada anak bahkan terdapat predominansi yang lebih tinggi pada anak Laki-laki dengan gangguan konversi sering pernah mengalami kecelakaan kerja atau militer. Gangguan konversi dapat memiliki awitan kapanpun, dari masa kanak hingga usia tua, tetapi paling lazim pada masa remaja dan dewasa muda. Data menun-jukkan bahwa gangguan konversi adalah gangguan yang paling lazim diantara populasi pedesaan, orang dengan sedikit edukasi, orang dengan 1Q rendah, orang dalam kelompok sosioekonomik rendah, dan anggota militer yang telah terpajan situasi perang. gangguan konversi lazim dikaitkan dengan diagnosis komorbid gangguan depresif berat, gangguan ansietas, dan skizofrenia. Komorbiditas Gangguan medis, khususnya gangguan neurologis, sering terjadi pada pasien dengan gangguan konversi. Yang biasanya khas di-temukan pada keadaan medis atau neurologis komorbid ini adalah suatu perluasan gejala yang berasal dari lesi organik asli. diantara keadaan psikiatri Aksis I, gangguan depresif, gang-guan ansietas, dan gangguan somatisasi terutama diketahui hubungannya dengan gangguan konversi. Konversi pada skizo-frenia telah dilaporkan, tetapi sangat tidak lazim. Studi pada pasien yang masuk ke rumah sakit psikiatri untuk gangguan konversi mengungkapkan bahwa pada studi lebih lanjut, seper-empat hingga setengahnya memiliki gangguan mood atau skizofrenia yang secara klinis signifikan. Gangguan kepribadian juga sering menyertai gangguan

konversi terutama tipe histrionik (pada 5 sampai 21 persen kasus) dan tipe pasif bergantung (9 hingga 40 persen kasus). Meskipun demikian, gangguan konversi dapat terjadi pada orang yang tidak memiliki predisposisi gangguan medis, neurologis, atau psikiatri. Etiologi Faktor Psikoanalitik. Menurutteori psikoanalitik, gangguan konversi disebabkan oleh represi konflik intrapsikik yang tidak disadari dan konversi ansietas menjadi suatu gejala fisik. Konflik tersebut adalah antara impuls berdasarkan insting (contohnya agresi atau seksualitas) dan larangan pengungkapan ekspresi. Gejalanya memungkinkan ekspresi parsial keinginan atau dorong-

an terlarang tetapi menyamarkannyasehingga pasien dapat meng-hindari secara sadar untuk menghadapi impuls yang tidak dapat diterima tersebut ; yaitu, gejala gangguan konversi memiliki hubungan simbolik dengan konflik yang tidak disadari. Gejala

Tabel 14-2 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Konversi A. Satu atau lebih gejala atau defisityang memengaruhi fungsi sensorik atau motorik volunter yang mengesankan adanya keadaan neurologis atau keadaan medis umum lain. B. Faktor psikologis dinilai terkait dengan gejala maupun defisit karena awal atau perburukan gejala

atau defisit didahului konflik atau stresor Iain. C. Gejala atau defisit ditimbulkan tanpa disengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau malingering). D. Setelah pemeriksaan yang sesuai, gejala atau defisit tidak dapat benar-benar dijelaskan oleh keadaan medis umum atau oleh efek langsung suatu zat, maupun sebagai perilaku atau pengalaman yang disetujui budaya. E. Gejala atau defisit menyebabkan distres yang bermakna secara klinis atau hendaya dalam fungsi

sosial, pekerjaan, atau area penting lain, atau memerlukan evaluasi medis. F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak hanya terjadi seiama

perjalanan gangguan somatisasi, dan sebaiknya tidak disebabkan gangguan jiwa Iain. Tentukan tipe gejala atau defisit: Dengan gejala atau defisit motorik Dengan gejala atau defisit sensorik Dengan bangkitan atau kejang Dengan tampilan campuran Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4* ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000, dengan izin. gangguan konversi juga memungkinkan pasien menyampaikan bahwa mereka membutuhkan perhatian dan perlakuan khusus. Gejala tersebut dapat berfungsi sebagai cara nonverbal untuk mengendalikan atau memanipulasi orang lain. Teori Pembelajaran. Dalam hal teori pembelajaran yang dipelajari, gejala konversi dapat dilihat sebagai bagian dari perilaku yang dipelajari secara klasik, gejala penyakit, yang dipelajari saat masa kanak-kanak, dikedepankan sebagai cara beradaptasi dengan situasi yang tidak mungkin. Faktor Biologis. Semakin banyak data yang mengaitkan faktor biologis dan neuropsikologis di dalam timbulnya gejala gangguan konversi. Studi pencitraan otak sebelumnyamenemukan adanya

hipometabolismehemisferdominan dan hipermetabolisme hemisfer nondominan dan mengaitkan

hubungan hemisfer yang terganggu sebagai penyebab gangguan konversi. Gejalanya dapat disebabkan oleh bangkitan korteks berlebihan yang mematikan lengkung umpan balik negatif antara korteks serebri dengan formasio retikularis batang otak. Selanjutnya, peningkatan kadar keluaran kortikofugal menghambat kesadaran pasien akan sensasi yang berkaitan dengan tubuh, yang pada sebagian pasien dengan gangguan konversi dapat menjelaskan adanya defisit sensorik yang dapat diamati. Uji neuropsikologis kadang-kadang meng-ungkap gangguan serebral yang samar pada komunikasi verbal, daya ingat, kewaspadaan, inkongruitas afektif, dan perhatian pada pasien ini. Diagnosis DSM-IV-TR membatasi diagnosis ganguan konversi pada gejala yang memengaruhi fungsi sensorik dan motorik volunteryaitu gejala neurologis (Tabel 14-2). Dokter tidak mampu menjelaskan gejala neurologis hanya berdasarkan keadaan neurologis yang telah diketahui. Diagnosis gangguan konversi mengharuskan klinisi menemu-kan hubungan yang penting dan kritis antara penyebab gejala neurologis dan faktor psikologis walaupun gejalanya tidak boleh akibat gangguan buatan atau malingering. Diagnosis gangguan konversi juga tidak mencakup gejala nyeri dan disfungsi seksual serta gejala yang hanya terjadi pada gangguan somatisasi. DSM-IV-TR memungkinkan perincian tipe gejala atau defisit yang ditemukan pada gangguan konversi (Tabel 14-2). Gambaran Klinis Paralisis, buta, dan mutisme adalah gejala gangguan konversi yang paling lazim ditemukan. Gangguan konversi mungkin paling sering disertai gangguan kepribadian pasif-agresif, dependen, antisosial, dan histrionik. Gejala gangguan depresif dan ansietas sering dapat menyertai gejala gangguan konversi, dan pasien ini memiliki risiko bunuh diri.

Gejala Sensorik. Pada gangguan konversi, anestesia dan parestesia adalah gejala yang lazim ditemukan, terutama pada ekstremitas. Semuamodalitas sensorik dapat terlibat dan distribusi gangguan biasanya tidak konsisten dengan distribusi gangguan pada penyakit neurologis perifer maupun pusat. Dengan demikian klinisi dapat melihat anestesia kaus kaki dan sarung tangan pada tangan atau kaki yang khas, atau hemianestesia tubuh yang di mulai tepat di sepanjang garis tengah. Gejala gangguan konversi dapat melibatkan organ indera khusus dan dapat menimbulkan tuli, buta, serta penglihatan terowongan (tunnel vision). Gejala ini dapat unilateral atau bilateral, tetapi evaluasi neurologis menunjukkan jaras sensorik yang intak. Pada kebutaan gangguan konversi, contohnya, pasien berjalan ber-keliling tanpa menubruk atau mencederai diri sendiri, pupilnya bereaksi terhadap cahaya, dan evoked potential korteks normal.

Gejala Motorik. Gejalamotorikmeliputi gerakan abnormal gangguan berjalan, kelemahan, dan paralisis. Tremor ritmis yang kasar, gerakan koreiform, "tic", dan sentakan dapat ada. Gerakan tersebut umumnya memburuk ketika orang memperhatikan mereka. Satu gangguan berjalan yang terlihat pada gangguan konversi adalah astasia-abasia, yang merupakan cara melangkah ataksik yang liar dan terhuyunghuyung, disertai gerakan batang tubuh yang kasar, iregular, menyentak, dan gerakan lengan yang melambai dan tidak terkendali. Pasien dengan gejala tersebut jarangjatuh; jika jatuh. umumnya mereka tidak cedera. Satu gangguan motorik yang lazim ditemukan lainnya adalah paralisis dan paresis yang mengenai satu, dua, atau keempat ekstremitas, walaupun distribusi otot yang terkena tidak sesuai dengan jaras saraf. Refleks tetap normal; pasien tidak mengalami fasikulasi atau atrofi otot (kecuali setelah paralisis konversi yang berlangsung lama); temuan elektromiografi normal. Gejala Bangkitan. Kejang semu adalah gejala lain gang-guan konversi. Klinisi dapat merasa sulit membedakan kejang semu dengan kejang yang sesungguhnya hanya dengan peng-amatan klinis saja. Lebih jauh lagi, kira-kira sepertiga kejang semu pasien juga memiliki gangguan epileptik. Menggigit lidah inkontinensia urin, dan cedera setelah jatuh dapat terjadi pada kejang semu walaupun gejala ini umumnya tidak ada. Refleks pupil dan muntah tetap ada setelah kejang semu dan konsentrasi prolaktin pasien tidak mengalami peningkatan setelah kejang. Gambaran Klinis Terkait Lain. Sejumlah gejala psiko-logis juga terkait dengan gangguan konversi. KEUNTUNGAN PRIMER. Pasien memperoleh keuntungan pri-mer dengan mempertahankan konflik internal di luar kesadarannya. Gejala memiliki nilai simboiik dalam hal, gejalatersebut mewakili konflik psikologis yang tidak disadari. Keuntungan SEKUNDER. Pasien mendapatkan tambahan ke-untungan yang jelas akibat mereka sakit, seperti mendapatkan izin dari kewajiban atau situasi hidup yang menyulitkan, mem-peroleh dukungan dan bantuan yang kalau tidak demikian tidak akan ia dapatkan, dan mengendalikan perilaku seseorang. La Belle INDIFFERENCE. La Belle Indifference adalah peri-laku ketidak pedulian pasien yang tidak sesuai terhadap gejala yang serius, Yaitu, pasien tampak tidak peduli dengan apa yang menjadi gangguan utama. Pada beberapa pasien, ketidakacuhan yang tersamar dapat tidak ditemukan; hal ini juga terlihat pada pasien dengan penyakit medis serius yang memiliki perilaku menahan diri. Ada atau tidaknya la belle indifference adalah ukur-an tidak akurat seorang pasien yang memiliki gangguan konversi. Identifikasi . Pasien dengan gangguan konversi secara tidak sadar dapat meniru gejala mereka dari seseorang yang penting bagi mereka. Sebagai contoh, seseorang atau orang tua yang baru meninggal dapat berfungsi sebagai model bagi gangguan konversi. selama reaksi berkabung yang patologis, orang yang berkabung lazim memiliki gejala dari orang yang telah meninggal.

Perjalanan Gangguan dan Prognosis Gejala awal pada sebagian besar pasien dengan gangguan konversi, mungkin 90 hingga 100 persen, membaik dalam beberapa hari atau kurang dari satu bulan. Sebanyak 75 persen pasien di-laporkan dapat tidak mengalami episode lain, tetapi 25 persen pasien lainnya memiliki episode tambahan selama periode stres. Terkait dengan prognosis yang baik adalah awitan mendadak. stresor mudah diidentifikasi, penyesuaian pramorbid baik. tidak ada gangguan medis atau psikiatri komorbid, dan tidak sedang menjalani proses hukum. Semakin lama gangguan konversi ada. prognosisnya lebih buruk. Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, 25 hingga 50 persen pasien di kemudian hari dapat memiliki gangguan neurologis atau keadaan medis nonpsikiatri yang mengenai sistem saraf. Dengan demikian, pasien dengan gangguan konversi harus telah menjalani evaluasi lengkap neurogis dan medis pada saat diagnosis. Terapi Perbaikan gejala gangguan konversi biasanya terjadi spontan, walaupun mungkin dipermudah oleh terapi perilaku atau terapi suportif berorientasi tilikan; ciri terapi yang paling penting adalah hubungan dengan terapis yang penuh perhatian dan dapat diper-caya. Terhadap pasien yang resisten terhadap gagasan psikoterapi, dokter dapat memberi usul bahwa psikoterapi akan berfokus pada stres dan koping. Mengatakan pada pasien bahwa gejala mereka adalah khayalan sering membuat mereka bertambah buruk. Hipnosis, ansiolitik, dan latihan relaksasi perilaku efektif pada beberapa kasus. Amobarbital atau lorazepam parenteral dapat membantu memperoleh informasi historik tambahan, terutama ketika seorang pasien baru-baru ini mengalami peristiwa trauma-tik. Pendekatan psikoterapeutik mencakup psikoanalisis dan psikoterapi berorientasi tilikan; pada terapi ini, pasien menggali konfiik intrapsikik dan simbolisme gejala gangguan konversi. Bentuk singkat dan langsung psikoterapi jangka pendek juga di-gunakan untuk menatalaksana gangguan konversi. Semakin lama durasi penyakit pasien dan semakin banyak mereka mengalami regresi, semakin sulit terapinya. HIPOKONDRIASIS Hipokondriasis didefinikan sebagai preokupasi seseorang mengenai rasa takut menderita, atau yakin memiliki, penyakit berat. Rasa takut atau keyakinan ini muncul ketika seseorang salah menginterpretasikan gejala atau fungsi tubuh. Istilah hipokon-

driasis berasal dari istilah medis kuno hipokondrium ("di bawah nusuk") dan'mencerminkan keluhan abdomen yang lazim ada pada banyak pasien dengan gangguan ini. Hipokondriasis terjadi akibat interpretasi yang tidak realistik atau tidak akurat mengenai gejala atau sensasi fisik, walaupun tidak ada penyebab medis diketahui yang ditemukan. Preokupasi pasien mengakibatkan distres yang signifikan

pada mereka dan mengganggu kemampuan mereka berfungsi dalam peran pribadi, sosial, maupun pekerjaan. Epidemiologi Satu studi melaporkan prevalensi 6 bulan hipokondriasis sebanyak 4 hingga 6 persen di populasi klinik medis umum, tetapi mungkin dapat setinggi 15 persen. Laki-laki dan perempuan secara setara dapat mengalami hipokondriasis. Walaupun awitan gejala dapat terjadi pada usia berapapun, gangguan ini paling lazim timbul pada orang berusia 20 hingga 30 tahun. Sejumlah bukti menunjuk-kan bahwa diagnosis hipokondriasis lebih lazim pada orang kulit hitam daripada kulit putih, tetapi posisi sosial, tingkat edukasi, dan status perkawinan tidak tampak memengaruhi diagnosis. Keluhan hipokondriak dilaporkan terjadi pada kira4dra 3 persen mahasiswa kedokteran biasanya dalam 2 tahun pertama, tetapi umumnya hanya terjadi sementara/singkat. Etiologi Di dalam kriteria diagnostik hipokondriasis, DSM-IV-TR menun-jukkan bahwa gejala mencerminkan adanya kesalahan interpretasi gejala tubuh. Sejumlah inti data menunjukkan bahwa orang dengan hipokondriasis memperkuat sensasi somatiknya; mereka memiliki ambang yang lebih rendah daripada biasanya dan toleransi yang lebih rendah terhadap ketidaknyamanan fisik. Contohnya, yang orang normal anggap sebagai tekanan abdomen, orang dengan hipokondriasis merasakannya sebagai nyeri abdomen. Mereka dapat berfokus pada sensasi tubuh, salah menginterpretasi, dan menjadi waspada terhadapnya karena skema kognitif yang salah. Teori kedua adalah bahwa hipokondriasis dapat dimengerti dalam hal model pembelajaran sosial. Gejala hipokondriasis di-pandang sebagai permintaan untuk masuk ke dalam peran sakit yang diciptakan seseorang yang menghadapi masalah yang tampaknya tidak dapat diselesaikan dan terlalu berat. Peranan sakit menawarkan pelarian yang memungkinkan pasien meng-hindari kewajiban yang tidak menyenangkan, menunda tantangan yang tidak diinginkan, dan dibebaskan dari tugas dan kewajiban. Teori ketiga mengenai hipokondriasis adalah bahwa hipokondriasis merupakan suatu bentuk-varian gangguan jiwa lain, di antaranya yang paling sering adalah gangguan depresif dan gangguan ansietas. Perkiraan 80 persen pasien dengan hipokondriasis dapat memiliki gangguan ansietas atau depresif secara bersamaan. Pasien yang memenuhi kriteria diagnostik hipokondriasis dapat menjadi subtipe somatisasi gangguan lain ini. Kelompok pemikiran psikodinamik menghasilkan teori hipokondriasis keempat. Menurut teori ini, keinginan agresif dan per-musuhan terhadap orang lain dirubah (melalui represi dan displacement) menjadi keluhan fisik. Kemarahan pasien dengan hipokondriasis berasal dari kekecewaan, penolakan, dan kehilang-an yang dialami di masa lalu, tetapi pasien mengekspresikan kemarahan mereka saat ini dengan meminta tolong dan perhatian orang lain serta kemudian menolaknya karena dianggap tidak

efektif. Hipokondriasis juga dipandang sebagai pertahanan me-lawan rasa bersalah, rasa keburukan alami, dan ekspresi rendahnya harga diri, serta tanda kepedulian diri yang berlebihan. Nyeri dan penderitaan somatik kemudian menjadi cara pertobatan atau penebusan {undoing) dan dapat dialanti sebagai hukuman yang pantas untuk kesalahan di masa lalu (baik kenyataan atau khayal an) serta untuk rasa berdosa dan kejahatan seseorang. Diagnosis Kriteria diagnostik DSM-IV-TR hipokondriasis mengharuskan pasien memiliki preokupasi dengan keyakinan yang salah bahwa mereka mengalami penyakit berat dan keyakinan yang salah ter-sebut didasarkan pada kesalahan interpretasi tanda dan sensasi fisik (Tabel 14-3). Keyakinan tersebut harus ada selama sedikitnya 6 bulan, walaupun tanpa adanya temuan patologis pada pemeriksa an neurologis atau medis. Kriteria diagnostik juga mengharuskan bahwa keyakinan tersebut tidak memiliki intensitas waham (lebih tepat didiagnosis sebagai gangguan waham) dan bahwa keyakinan tersebut tidak boleh terbatas pada penderitaan mengenai penampil an (lebih sesuai didiagnosis sebagai gangguan dismorfik tubuh). Gejala hipokondriasis harus memiliki intensitas yang menyebabkan distres emosional atau mengganggu kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam area penting kehidupan. Klinisi dapat merinci adanya tilikan buruk; pasien secara konsekuen tidak menyadari bahwa kekhawatiran mereka mengenai penyakit berlebihan. Gambaran Klinis Pasien dengan hipokondriasis yakin kalau mereka mengalami penyakit berat yang belum terdeteksi dan mereka tidak dapat Tabel 14-3 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Hipokondriasis A. Preokupasi dengan rasa takut atau gagasan bahwa seseorang memiliki penyakit serius berdasarkan pada kesalahan interpretasi seseorang terhadap gejala tubuh. B. Preokupasi tetap ada walaupun telah dilakukan evaluasi dan penjelasan medis yang sesuai. C. Keyakinan pada Kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti pada gangguan waham tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran terbatas mengenai penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh). D. Preokupasi ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya di dalam fungsi sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lain. E. Durasi gangguan sedikitnya 6 bulan. F. Preokupasi ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan ansietas menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif, gangguan panik, episode depresif berat, ansietas perpisahan, atau gangguan somatoform lain. Tentukan jika:

Dengan tilikan buruk: jika sebagian besar waktu selama episode saat ini, orang tersebut tidak menyadari bahwa kekhawatiran memiliki penyakit serius adalah berlebihan dan tidak beraiasan. dibujuk untuk berpikir sebaliknya. Mereka dapat mempertahankan keyakinan bahwa mereka mengalami penyakit tertentu; seiring waktu berjalan, mereka dapat merubah keyakinan mereka pada penyakit lain. Pendirian mereka bertahan walaupun hasil laborato-rium negatif, perjalanan penyakit yang diduga dari waktu ke waktu hanya bersifat ringan, dan penjelasan yang sesuai oleh dokter, tetapi keyakinan mereka tidak sekuat seperti pada vvaham. Hipokondriasis sering disertai gejala depresi dan ansietas, dan sering timbul bersamaan dengan gangguan ansietas serta gang-guan depresif. Walaupun DSM-IV-TR merinci bahwa gejala harus ada se-dikitnya 6 bulan, keadaan hipokondriak singkat dapat terjadi setelah adanya stres berat, paling sering adalah kematian atau penyakit berat seseorang yang penting bagi pasien, atau suatu penyakit berat (mungkin mengancam nyawa) yang telah sembuh tetapi membuat pasien untuk sementara hipokondriak. Keadaan tersebut yang ada kurang dari 6 bulan harus didiagnosis sebagai gangguan somatoform yang tidak tergolongkan. Respons hipo-kondriak singkat terhadap stres eksternal umumnya membaik ketika stresnya hilang, tetapi bisa menjadi kronis jika diperkuat oleh orang di dalam sistem sosial pasien atau oleh profesional kesehatan.

Perjalanan Gangguan dan Prognosis Perjalanan gangguan hipokondriasis biasanya episodik; episode-nya berlangsung bulanan hingga tahunan dan dipisahkan oleh periode tenang yang samapanjangnya. Mungkin terdapat hubung-an yang jelas antara eksaserbasi gejala hipokondriasis dan stresor psikososial. Walaupun studi dengan hasil besaryang diselenggara-kan dengan baik belum dilaporkan, kira-kira sepertiga hingga setengah pasien dengan hipokondriasis akhirnya membaik secara bermakna. Prognosis yang baik dikaitkan dengan status sosioekonomik yang tinggi, depresi atau ansietas yang responsif terhadap terapi, awitan gejala yang mendadak, tidak adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya keadaan medis nonpsikiatri terkait. Sebagian besar anak dengan hipokondriasis membaik di masa remaja akhir atau masa dewasa awal. Terapi Pasien dengan hipokondriasis biasanya resisten terhadap terapi psikiatri, walaupun beberapa pasien menerima terapi ini jika dilakukan dalam lingkup medis dan berfokus pada pengurangan stres dan edukasi untuk menghadap penyakit kronis. Psikoterapi kelompok sering menguntungkan bagi pasien seperti ini, sebagian karena psikoterapi kelompok memberikan dukungan sosial dan interaksi sosial yang tampaknya mengurangi ansietasnya. Bentuk psikoterapi lain, seperti psikoterapi berorientasi tilikan individual, terapi perilaku, terapi kognitif, dan hipnosis dapat berguna bagi pasien. Pemeriksaan fisik yang terjadwal rutin sering berguna untuk meyakinkan pasien bahwa dokter tidak mengabaikan mereka dan keluhan mereka dianggap serius. Meskipun demikian, prosedur diagnostik dan

prosedur terapeutik yang invasif sebaiknya dilakukan jika bukti objektif mengharuskannya. Jika memungkinkan, klinisi harus berhenti menatalaksana temuan hasil pemeriksaan fisik yang tidak jelas.atau kurang penting. Farmakoterapi meringankan gejala hipokondriak hanya jika pasien memiliki keadaan yang berespons terhadap obat yang men-dasarinya, seperti gangguan ansietas atau gangguan depresif berat. Jika hipokondriasis terjadi sekunder akibat gangguan jiwa primer lain, gangguan tersebut juga harus ditangani. Jika hipokondriasis merupakan reaksi situasional yang singkat, klinisi harus membantu pasien menghadapi stres tanpa mendukung perilaku penyakit dan manfaat peran sakit sebagai solusi masalah mereka. GANGGUAN DISMORFIK TUBUH Pasien dengan gangguan dismorfik tubuh memiliki perasaan sub-jektif yang pervasif mengenai keburukan beberapa aspek penam-pilan walaupun penampilan mereka normal atau hampir normal. Inti gangguan ini adalah keyakinan atau ketakuatan seseorang yang kuat bahwa ia tidak menarik atau bahkan menjijikan. Rasa takut ini jarang bisa dikurangi dengan pujian atau penentraman, meskipun pasien yang khas dengan gangguan ini cukup normal penampilannya. Gangguan ini mulai dikenal dan diberi nama dismorfofobia sejak lebih dari 100 tahun yang lalu oleh Emil Kraepelin, yang menganggap gangguan ini sebagai neurosis kompulsif: Pierre Janet menyebutnya obsession de la honte du corps (obsesi rasa malu akan tubuh). Freud menulis mengenai keadaan pada deskripsi mengenai Wolf-Man yang peduli akan hidungnya secara berlebihan. Epidemiologi Gangguan dismorfik tubuh adalah keadaan yang sedikit dipelajari, sebagian karena pasien lebih cenderung pergi ke dermatologis, internis, atau ahli bedah plastik daripada pergi ke psikiater. Satu studi pada satu kelompok mahasiswa perguruan tinggi menemukan bahwa lebih dari 50 persen mahasiswa sedikitnya memiliki beberapa preokupasi terhadap aspek tertentu penampilan mereka dan pada 25 persen mahasiswa, kekhawatiran tersebut sedikitnya memiliki beberapa efek yang signifikan terhadap perasaan dan fungsi mereka. Awitan usia yang paling lazim ditemukan adalah antara 15 dan 30 tahun dan perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki. Pasien yang mengalami gangguan ini cenderung tidak me-nikah. Gangguan dismorfik tubuh lazim timbul bersamaan dengan gangguan jiwa lain. Satu studi menemukan bahwa lebih dari 90 persen pasien dengan gangguan dismorfik tubuh pernah mengalami episode depresif berat di dalam hidup mereka; kira-kira 70 persen pernah mengalami gangguan ansietas, dan kira-kira 30 persen pernah mengalami gangguan psikotik. Etiologi

Penyebab gangguan dismorfik tubuh tidak diketahui.Komorbiditas yang tinggi dengan gangguan depresif, riwayat keluarga dengan gangguan mood dan gangguan obsesif-kompulsif yang lebih tinggi dari yang diperkirakan, serta responsivitas keadaan tersebut terhadap obat yang spesifik serotonin menunjukkan bahwa sedikitnya pada beberapa pasien patofisiologi gangguan ini melibatkan serotonin dan dapat terkait dengan gangguan jiwa lain. Konsep stereotipik mengenai kecantikan ditekankan pada keluarga tertentu dan di dalam budaya dapat memengaruhi pasien dengan gangguan dismorfik tubuh secara signifikan. Pada model psiko-dinamik, gangguan dismorfik tubuh dilihat sebagai tindakan men-cerminkan pemindahan konflik seksual atau emosional ke bagian tubuh yang tidak berkaitan. Hubungan tersebut terjadi melalui mekanisme pertahanan represi, disosiasi. distorsi, simbolisasi, dan proyeksi. Diagnosis Kriteria diagnostik DSM-IV-TR gangguan dismorfik tubuh mem-butuhkan preokupasi mengenai defek khayalan terhadap penamKriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Dismorfik Tubuh A. Preokupasi mengenai defek khayalan terhadap penampilan Jika terdapat sedikit anomali fisik,

kepeduiian orang tersebut sangat berlebihan. B. Preokupasi ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lain. C. Preokupasi ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan jiwa lain (cth., ketidakpuasan akan benjuk tubuh dan ukuran pada anoreksia nervosa). Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and State Manual of Mental Disorder. 4Ih ed. Text rev. Washington. American Psychiatric Association; copyright 2000, dengan ia pilan.atau penekanan yang berlebihan terhadap sedikit defek (Tabel 144). Preokupasi ini menyebabkan distres emosional yang signifikan atau secara nyata mengganggu kemampuan mereka berfungsi dalam area penting. Gambaran Klinis Kekhawatiran yang paling lazim mencakup ketidaksempurnaan wajah, terutama yang meliputi anggota tubuh tertentu (contohnya hidung). Kadang-kadang, kekhawatiran ini bersifat samar dan sulit dimengerti, seperti kekhawatiran yang berlebihan terhadap dagu yang "bergumpal". Satu studi menemukan bahwa rata - rata pasien memiliki kekhawatiran mengenai empat daerah tubuh se-lama perjalanan gangguan ini. Bagian tubuh tertentu ini dapat ber-ubah selama pasien mengalami gangguan ini. Gejalaterkait yang lazim ditemukan mencakup gagasan atau waham rujukan (biasa-nya mengenai orang yang memperhatikan ketidaksempurnaan tubuh), baik mengaca berlebihan maupun menghindari permuka an yang dapat memantul, serta upaya menyembunyikan deformitas yang dianggap (dengan tata rias atau pakaian). Efeknya pada ke-hidupan seseorang dapat signifikan; hampir semua pasien yang mengalami gangguan ini

menghindari pajanan sosial serta pekerja an. Sebanyak sepertiga pasien dapat mendekam di rumah karena khawatir diejek untuk deformitas yang diduga, dan seperlima pasien mencoba bunuh diri. Seperti yang telah didiskusikan se-belumnya, diagnosis komorbid gangguan depresif dan gangguan ansietas lazim ada, dan pasien juga dapat memiliki ciri obsesif kompulsif, skizoid, dan gangguan kepribadian narsisistik.

kenyataan memiliki intensitas waham, diagnosis yang sesuai adalah gangguan waham tipe somatik. Pertimbangan diagnostik lain adalah gangguan kepribadian narsisistik, gangguan depresif, gangguan obsesif-kompulsif, dan skizofrenia. Pada gangguan kepribadian narsisistik, kepedulian mengenai bagian tubuh hanya gambaran kecil di dalam kumpulan umum ciri kepribadian. Pada gangguan depresif, skizofrenia, dan gangguan obsesif-kompulsif, gejala lain gangguan ini biasanya terlihat segera, bahkan ketika gejala awalnya adalah kepedulian yang berlebihan akan bagian tubuh Perjalanan Gangguan dan Prognosis Gangguan dismorfik tubuh biasanya bertahap. Orang yang mengalami gangguan ini dapat mengalami kekhawatiran yang bertambah mengenai bagian tubuh tertentu sampai orang tersebut memperhatikan bahwa fungsinya terganggu. Kemudian orang ter-sebut dapat mencari pertolongan medis atau bedah untuk menye-lesaikan masalah yang diduga. Tingkat kekhawatiran mengenai masalah ini dapat memburuk dan membaik seiring waktu, walau-pun gangguan ini biasanya menjadi kronis jikatidak ditangani. Terapi Terapi pada pasien dengan gangguan dismorfik tubuh dengan prosedur, bedah, dermatologis, dental, atau prosedur medis lain untuk menyelesaikan defek yang diduga hampir selalu tidak berhasil. walaupun obat trisiklik, monoamine oxidase inhibitors (MAOI), dan pimozide (Orap) dilaporkan berguna pada kasus tertentu, data yang lebih besar menunjukkan bahwa obat yang spesifik-serotonincontohnya

clomipramine (Anafranil) dan fluoxetine (prozac)-efektif dalam mengurangi gejala pada sedikitnya 50 persen pasien. Pada pasien manapun dengan gangguan jiwa yang terjadi bersamaan, seperti gangguan depresif atau gangguan ansietas, gangguan yang juga ada ini harus diterapi dengan farma-koterapi dan psikoterapi yang sesuai. Berapa lama terapi harus dilanjutkan setelah gejala gangguan dismorfik tubuh mengalami remisi tidak diketahui. Hubungan dengan Operasi Plastik Terdapat sedikit data mengenai jumlah pasien yang mencari |>Jastik yang memiliki gangguan dismorfik tubuh. Satu nemukan bahwa hanya 2 persen pasien di klinik bedah Stegakkan diagnosis tersebut. Meskipun demikian, per-;eseluruhan mungkin lebih tinggi. Permintaan pembedah-riasi, di antaranya:

penghilangan kendur, dagu berlipat, in tembam di wajah; rinoplasti; penambahan atau pengu-kuran payudara; pembesaran penis. Hal yang lazim ter-an keyakinan mengenai penampilan adalah harapan yang listik mengenai seberapa banyak pembedahan akan mem-defek tersebut! Ketika kenyataan timbul, orang tersebut ri bahwa masalah hidup tidak akan diselesaikan dengan h defek kosmetik yang dirasakan. Idealnya, pasien ter-cncari psikoterapi untuk memahami sifat sejati perasaan bkuat mereka yang bersifat neurotik. Tanpa itu, pasien engeluarkan kemarahannya dengan menuntut dokter lastik mereka dokter bedah plastik memiliki salah satu angka tuntutan malpraktik tertinggi dibandingkan spesialis lain atau mengalami depresi klinis. GANGGUAN NYERI DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan nyeri sebagai adanya nyeri yang merupakan "fokus dominan perhatian klinis". Faktor psikologis memerankan peranan yang penting di dalam gangguan tersebut. Gejala utamanya adalah nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak seutuhnya disebabkan oleh keadaan medis atau neurologis nonpsikiatri. Gejala nyeri disertai penderitaan emosi-onal dan hendaya fungsi. Gangguan ini disebut gangguan nyeri somatoform, gangguan nyeri psikogenik, gangguan nyeri idiopatik, dan gangguan nyeri atipikal. Epidemiologi Nyeri mungkin merupakan keluhan tersering di dalam praktik medis dan sindrom nyeri yang sulit dikendalikan lazim ditemu-kan. Nyeri punggung bawah menyebabkan 7 juta orang di Amerika Serikat mengalami hendaya dan bertanggung jawab untuk lebih dari 8 juta kunjungan ke ruang praktik dokter setiap tahun. Gangguan nyeri didiagnosis dua kali lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki. Usia puncak awitan adalah dekade keempat dan kelima, mungkin karena toleransi terhadap nyeri berkurang seiring pertambahan usia. Gangguan nyeri paling lazim ditemukan pada orang dengan pekerjaan industri, mungkin karena ke-cenderungan mendapatkan cedera terkait pekerjaan meningkat. Kerabat derajat pertama pasien dengan gangguan nyeri memiliki kecenderungan meningkat untuk memiliki gangguan yang sama; oleh sebab itu, penurunan genetik atau mekanisme perilaku mungkin terlibat di dalam transmisinya. Gangguan depresif, gangguan ansietas, dan penyalahgunaan zat juga lebih lazim ditemukan di dalam keluarga pasien dengan gangguan nyeri dibandingkan populasi umum. Etiologi Faktor Psikodinamik. Pasien yang mengalami sakit dan nyeri di tubuh tanpa adanya penyebab fisik yang dapat diidenti-fikasi dan adekuat mungkin secara simbolis mengekspresikan suatu konflik intrapsikik melalui tubuhnya. Untuk pasien yang menderita aleksitimia. di sini pasien tidak mampu menjelaskan keadaan perasaan internal mereka dengan kata-kata, tubuh mereka lah yang mengekspresikan perasaan tersebut. Pasien lain dapat secara tidak sadar menganggap nyeri emosional sebagai sesuatu yang lemah dan kurang legitimasi. Dengan memindahkan masalah ke tubuh, mereka dapat merasakan bahwa mereka

memiliki tuntutan sah terhadap pemenuhan kebutuhan mereka untuk bergantung. Arti simbolik gangguan tubuh juga dapat menghubungkan untuk pertobatan dosa yang disadari, untuk memperbaiki rasa bersalah, atau untuk menekan agresi. Banyak pasien mengalami nyeri yang tidak responsif dan sulit dikendalikan karena mereka yakin mereka pantas menderita. Nyeri dapat berfungsi sebagai suatu metode untukmemperoleh cinta, hukuman untuk kesalahan, dan cara untuk memperbaiki rasa bersalah dan rasa keburukan alami. Di antara mekanisme defens yang digunakan pasien dengan gangguan nyeri adalah
displacement, substitusi, dan represi. Identifikasi memerankan bagian ketika pasien mengambil peran objek cinta yang ambivalen yang juga memiliki keluhan nyeri, .seperti orang tua. Faktor Perilaku. Perilaku nyeri didorong saat dihargai dan dihambat saat diabaikan atau dihukum. Contohnya, gejala nyeri sedang dapat menjadi intens jika diikuti perilaku cemas dan perhatian oleh orang lain, dengan keuntungan keuangan, atau dengan berhasilnya penghindaran aktivitas yang tidak disukai. Faktor Interpersonal. Nyeri yang sulit dikendalikan telah dikonseptualisasikan sebagai cara untuk memanipulasi dan mendapatkan keuntungan dalam hubungan interpersonal, contohnya, untuk meyakinkan kasih sayang seorang anggota keluarga atau menstabilkan perkawinan yang mudah retak. Keuntungan sekunder seperti itu paling penting pada pasien dengan gangguan nyeri. Faktor Biologis. Korteks serebri dapat menghambat cetusan serat nyeri aferen. Serotonin mungkin merupakan neurotransmiter utama dalam jaras inhibisi desenden, dan endorfin jugamemainkan peran penting dalam modulasi nyeri sistem saraf pusat. Defisiensi endorfin tampaknya berhubungan dengan augmentasi stimulus sensorik yang datang. Beberapa pasien dapat memiliki gangguan nyeri, bukannya gangguan jiwa lain karena kelainan kimia atau struktural limbik dan sensorik menjadi predisposisi mereka untuk mengalami nyeri.

Diagnosis
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR gangguan nyeri mensyaratkan adanya keluhan nyeri yang secara klinis signifikan (Tabel 14-5). Keluhan nyeri harus dinilai dipengaruhi secara signifikan oleh faktor psikologis dan gejalanya harus menimbulkan distres emosional yang signifikan atau hendaya fungsional (cth., sosial atau pekerjaan). DSM-IV-TR mengharuskan bahvva gangguan nyeri terkait hanya dengan faktor psikologis atau dengan faktor psikologis maupun keadaan medis umum. DSM-IV-TR merinci lebih jauh bahwa gangguan nyeri hanya terkait keadaan medis umum didiagnosis sebagai keadaan aksis III dan juga memungkinkan klinisi merinci gangguan nyeri sebagai akut atau kromis, ber-gantung pada durasi gejala telah selama 6 bulan atau lebih.

Gambaran Klinis
Pasien dengan gangguan nyeri tidak menyusun suatu kelompok yang sama, tetapi kumpulan orang yang heterogen dengan nyeri punggung bawah sakit kepala, nyeri fasial atipikal, nyeri pelvis kronis, dan jenis nyeri lain. Rasa nyeri pasien dapat berupa neuropatik, neurologis, iatrogenik, atau muskuloskeletal, pascatrauma; meskipun demikian, untuk memenuhi diagnosis gangguan nyeri, gangguan tersebut harus memiliki faktor psikologis yang dinilai secara signifikan terlibat dalam gejala nyeri dan percabangannya. Pasien dengan gangguan nyeri sering memiliki riwayat pe-rawatan medis dan pembedahan yang panjang. Mereka mengun-jungi banyak dokter, meminta banyak obat, dan terutama dapat terus-menerus menginginkan pembedahan. Bahkan, mereka dapat benar-benar memiliki preokupasi terhadap nyeri mereka dan Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Nyeri A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis adalah fokus dominan gambaran klinis dan cukup parah sehingga memerlukan perhatian klinis. B. Nyeri menimbulkan distres yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lain C. Faktor psikologis dinilai memiliki peranan penting dalam awitan, keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri. D. Gejala atau defisit tidak dibuat dengan sengaja atau dibuat buat (seperti pada gangguan buatan atau malingering). E. Nyeri sebaiknya tidak disebabkan gangguan mood, ansietas, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria diagnostik dispareunia. Bed kode seperti berikut. Gangguan nyeri terkait faktor psikologis: faktor psikologis dinilai memiliki peran utama dalam awitan, keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri. (Jika terdapat keadaan medis umum, keadaan ini tidak memiliki peran utama dalam awitan, keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri). Jenis gangguan nyeri ini tidak didiagnosis jika kriteria gangguan somatisasi juga terpenuhi.
Tentukan jika:

Akut: durasinya kurang dari 6 bulan Kronik: durasinya 6 bulan atau lebih Gangguan nyeri terkait faktor psikologis dan keadaan media umum: faktor psikologis dan keadaan medis umum dinilai memiliki peran penting dalam awitan, keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri. Keadaan medis umum terkait atau tempat anatomis nyeri (lihat bawah) diberi kode pada Aksis III.
Tentukan jika:

Akut: durasinya kurang dari 6 bulan Kronik: durasinya 6 bulan atau lebih Catatan: berikut ini tidak dianggap sebagai gangguan jiwa dan dicantumkan di sini untuk mempermudah diagnosis banding Gangguan nyeri terkait keadaan medis umum: keadaan medis umum memiliki peran utama dalam awitan, keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri. (Jika ada faktor psikologis faktor psikologis tidak dinilai memiliki peran utama dalam awitan, keparahan,

eksaserbasi, atau menetapnya nyeri). Kode diagnostik nyeri dipilih berdasarkan keadaan medis terkait jika telah ditegakkan atau berdasarkan lokasi anatomis nyeri jika keadaan medis umum yang mendasari belum jelas ditegakkan contohnya punggung bawah, iskiadika, pelvis, sakit kepala, wajah, dada, sendi, tulang, abdomen, payudara, ginjal, telinga, mata, tenggorok, gigi, dan saluran kemih. menyebutnya sebagai sumber semua kesengsaraan mereka Pasien tersebut sering menyangkal sumber lain disforia emosi dan bersikeras bahwa hidup mereka diberkati kecuali oleh nyeri yang mereka alami. Gambaran klinis mereka dapat dipersulit oleh gangguan terkait zat karena pasien ini berupaya mengurangi nyeri melalui penggunaan alkohol dan zat lain. Sedikitnya satu studi telah menghubungkan jumlah gejala nyeri dengan kecenderungan dan keparahan gangguan somatisasi,

gangguan depresif, dan gangguan ansietas. Gangguan depresif berat terdapat pada kira-kira 25 hingga 50 persen pasien dengan gangguan nyeri, dan gangguan distimik atau gejala gangguan depresif dilaporkan pada 60 hingga 100 persen pasien. Sejumlah peneliti yakin bahka nyeri kronis hampir selalu merupakan varian gangguan depresif, bentuk samaran atau somatisasi depresi. Gejala depresif yang paling menonjol pada pasien dengan gang-guan nyeri adalah anergia, anhedonia, libido berkurang, insomnia, dan iritabilitas; variasi diurnal, turunnya berat badan, dan retardasi psikomotor tampak lebih jarang.

Perjalanan Gangguan dan Prognosis


Nyeri pada gangguan nyeri umumnya dimulai dengan tiba-tiba dan meningkat keparahannya untuk beberapa minggu atau bulan. Prognosisnya bervariasi walaupun gangguan nyeri sering dapat bersifat kronik, menimbulkan distres, dan benar-benar menimbul-ketidakmampuan. Jika faktor psikologis mendominasi gang-gangguan nyeri, rasa nyeri tersebut dapat membaik dengan terapi atau setelah menyingkirkan dorongan eksternal. Pasien dengan prog-prognosis terburuk, dengan atau tanpa terapi, memiliki masalah karakter yang sebelumnya telah ada, khususnya pasivitas yang nyata;terlibat di dalam proses hukum atau mendapatkan kompen-sasi keuangan; penggunaan zat yang menimbulkan kecanduan; dan memiliki riwayat nyeri yang panjang.

Terapi
Karena tidak mungkin mengurangi nyeri, pendekatan terapi harus mencakup rehabilitasi. Klinisi harus mendiskusikan masalah faktor psikologis di awal terapi dan harus dengan jujur mengatakan kepada pasien bahwa faktor tersebut penting sebagai penyebab dan akibat nyeri fisik dan psikogenik. Terapis juga harus men-jelaskan cara berbagai sirkuit otak yang terlibat di dalam emosi (seperti sistem limbik) dapat memengaruhi jaras nyeri sensorik. Contohnya, jika seseorang membenturkan kepalanya saat ber-senang-senang di pesta, rasa nyeri tampaknya akan lebih ringan dibandingkan jika seseorang membenturkan kepalanya saat marah di tempat kerja. Meskipun demikian, terapis harus benar-benar memahami bahwa pengalaman nyeri pasien adalah nyata. Farmakoterapi. Obat analgesik umumnya tidak membantu untuk sebagian besar pasien dengan gangguan nyeri. Di samping itu, penyalahgunaan dan ketergantungan zat adalah masalah utamabagi pasien yang menerima terapi analgesik jangka panjang. Agen sedatif dan antiansietas tidak menguntungkan dan sering menjadi masalah sendiri karena seringnya penyalahgunaan; penggunaan yang salah; dan efek simpangnya. Antidepresan, seperti trisiklik dan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), berguna. Mekanisme antidepresan dalam mengurangi nyeri masih kontroversial, apakah melalui kerja antidepresan atau mengeluarkan efek analgesik langsung dan independen (mungkin dengan merangsang jaras nyeri inhibisi eferen). Keberhasilan SSRI menyokong hipotesis bahwa serotonin penting dalam patofisiologi gangguan ini. Amfetamin, yang memiliki efek analgesik, dapat menguntungkan bagi beberapa pasien, khususnya jika digunakan sebagai tambahan terhadap SSRI, tetapi dosisnya harus diawasi dengan cermat. Psikoterapi. Sejumlah data keluaran menunjukkan bahwa psikoterapi psikodinamik membantu pasien dengan gangguan nyeri. Langkah utama psikoterapi adalah membangun hubungan terapeutik yang solid melalui empati terhadap penderitaan pasien. Klinisi tidak boleh mengkonfrontasi pasien somatisasi dengan komentar seperti, "Ini semua hanya ada di dalam pikiran Anda". Bagi pasien, nyeri yang dialami adalah nyata, dan klinisi harus memahami realitas nyeri tersebut, meskipun mereka mencurigai asalnya sebagian besar adalah intrapsikik. Titik masuk yang berguna di dalam aspek ejaosi nyeri adalah memeriksa percabangan interpersonal dalam kehidupan pasien. Dengan menggali masalah perkawinan, contohnya. psikoterapis dapai'segera sampai pada sumber nyeri psikologis pasien dan fungsi keluhan fisik dalam hubungan yang signifikan. Terapi kognitif telah digunakan untuk mengubah pikiran negatif dan untuk memupuk sikap positif. Terapi Lain. Biofeedback dapat membantu di dalam terapi gangguan nyeri, terutama dengan nyeri migrain, nyeri miofasial, dan ketegangan otot, seperti sakit kepala tension. Hipnosis, stimulasi saraf transkutan, dan stimulasi kolumna dorsalis juga telah digunakan. Penyekatan saraf dan prosedur ablatif dengan pem-bedahan tidak efektif bagi sebagian besar pasien dengan gangguan nyeri, rasa nyeri akan kembali setelah 6 hingga 18 bulan. Program Pengendalian Nyeri. Kadang-kadang penting untuk menyingkirkan pasien dari lingkungan sehari-hari mereka dan menempatkannya dalam program pengendalian nyeri rawat inap yang komprehensif. Unit nyeri multidisiplin menggunakan banyak modalitas seperti terapi kognitif, perilaku, dan terapi kelompok. Unit-unit ini memberikan pembelajaran fisik yang ekstensif melalui terapi fisik dan latihan serta menawarkan evaluasi dan rehabilitasi kejuruan. Gangguan jiwa yang ada secara bersamaan didiagnosis dan diterapi, dan pada pasien yang bergantung pada analgetik maupun hipnosis dilakukan detok-sifikasi. Program terapi multimodal rawat inap umumnya melapor-kan hasil yang memuaskan.

Вам также может понравиться