Вы находитесь на странице: 1из 43

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ISSN : 2087 - 5231 Hubungan Pengetahuan Ibu Bayi Tentang Reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) DPT/HB Combo Dengan Kecemasan Ibu Sebelum melaksanakan Imunisasi di Polindes Desa Karangrejo Wilayah Kerja Puskesamas Ngasem Kediri ......................................... 1 - 4 The Relationship Of Babys Mother Knowledge About The Adverse Events Following Immunization (AEFI) DPT / HB Combo With Dread Of Mother Before Doing DPT / HB Combo Immunization in Polindes Karangrejo Village of Puskesmas Ngasem, Kediri District Sumy Dwi Antono, Koekoeh Hardjito

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Pendamping ASI Terlalu Dini di Posyandu Mawar I di Desa Karangrejo .......................................... 5 - 10 Analizing Influential Factors In Mothers Behavior Of Giving Complementary Food Of Brerastfed On Posyandu Mawar I Karangrejo Yonathan Kristianto, Maria Anita Yusiana

Variasi Bahan Makanan Campuran (BMC) dalam Meningkatkan Berat Badan Balita Dengan Gizi Kurang (Suatu Analisis di Desa Karangdayu Baureno Kabupaten Bojonegoro) ........................................................................................................ 11 - 16 Variation Of Food Mixed (BMC) Increase In Children With Weight Less Nutrition (An Analysis of Village Karangdayu Baureno Bojonegoro) Wiwik U, Rahmawati Hubungan Perilaku dengan Pencapaian Target Persalinan Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro Tahun 2011................................................ 17 - 20 Target Behavior Relationship With Labor Student Achievement DIII Midwifery Program Academic of Health Rajekwesi Bojonegoro 2011 Fidrotin Azizah Hubungan Stres Menghadapai Ujian Praktek Rumah Sakit Dengan Terjadinya Psikosomatik pada Mahasiswa Semester IV Prodi Keperawatan Rajekwesi Bojonegoro 2011 ............................................................................................................................. 21 - 25 Relations Practice Exam Stress Dealing With Hospitals On Students Of Semester IV Psycosomatic Nursing Progran Of Rajekwesi Bojonegoro 2011 Sri Mulyani, Siti Nurul Syadiyah

Analisis Faktor Yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar Anak di SDN Kedaton II Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro ....................................................................... 26 - 29 The Analysis Factors Associated With Learning Achievment Of Children In SDN Kedaton II Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro Siti Patonah
ASUHAN KESEHATAN VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

Pengaruh Rendam Air Hangat Pada Kaki Terhadap Kwantitas Tidur Pada Lansia Yang Mengalami Gangguan Tidur di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri ................................. 30 - 34 The Influence Of Soaking Feet In Warm Water To Elderlys Sleeping Quantity On Elderly Who Experiences Sleeping Disorder At Santo Yoseph Kediri Nursing Home Dyah Kristyarini, Erva Elli Kristanti Hubungan Tingkat Depresi Dengan Terjadinya Insomnia Pada Lansia Usia 60-70 Tahun di Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro .............................. 35 - 38 Correlation Between Depression Level With Insomnia Occurrence in 60 - 70 Year Old People In Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro S. Nurul Syadiyah

ASUHAN KESEHATAN

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BAYI TENTANG REAKSI KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI) DPT/HB COMBO DENGAN KECEMASAN IBU SEBELUM MELAKSANAKAN IMUNISASI DI POLINDES DESA KARANGREJO WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGASEM KEDIRI The Relationship Of Babys Mother Knowledge About The Adverse Events Following Immunization (AEFI) DPT / HB Combo With Dread Of Mother Before Doing DPT / HB Combo Immunization in Polindes Karangrejo Village of Puskesmas Ngasem, Kediri District
Sumy Dwi Antono, Koekoeh Hardjito Prodi Kebidanan Kediri Poltekkes Malang ABSTRACT There are the side effects after doing DPT immunizitation that is famous of Adverse Events Following Immunization (AEFI). The roles mother at immunization programs are very important. So that a knowledge about immunization program is very needed doing immunization. The most of children suffering a fever after getting the DPT immunization, but it is usual, nevertheless this condition makes most of mother feel worried. The aim this research is to know the relationship of babys mother knowledge about the adverse events following immunization (AEFI) DPT/Hb Combo with dread of mother before doing DPT/Hb Combo immunization in polindes karangrejo village of puskesmas ngasem, kediri district. The Research Design which is used analytic with Cross Sectional Corelation. The Subyek of this Research is the mother who having babys amoung 2nd-11th months. The data result of this research use questioner. Amount of sampel is 37 responder. Result of research will be analysed with Spearman Rank. From the result of this research is gotten the result of t calculate smaller than t of table, so Ho is received and H1 is rejected (price 0,75748 < 2,0315). The conclusion there arent the relationship of babys mother knowledge about the adverse events following immunization (AEFI) DPT/Hb Combo with dread of mother before doing DPT/Hb Combo immunization Keyword : Knowledge, Mother, Adverse Events Following Immunization (AEFI), Dread of Before Doing DPT / HB Combo Immunization ABSTRAK Terdapat efek samping setelah pelaksanaan imunisasi DPT yang dikenal dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karena suatu pengetahuan tentang program imunisasi amat diperlukan dalam pelaksanaan imunisasi. Kebanyakan anak menderita panas setelah mendapat imunisasi DPT, tetapi itu adalah yang wajar, namun seringkali ibu-ibu tegang, cemas dan khawatir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bayi tentang reaksi KIPI DPT/HB Combo dengan kecemasan ibu sebelum melaksanakan imunisasi DPT/HB Combo. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Penelitian Korelasional jenisnya Cross Sectional. Subyek penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 2-11 bulan. Data hasil penelitian diambil menggunakan kuesioner. Jumlah sampel sebanyak 37 responden. Setelah itu ditabulasi dan dianalisis dengan uji korelasi Spearman Rank. Dari hasil penelitian di dapatkan hasil t hitung lebih kecil dari t tabel maka Ho diterima dan H1 ditolak (harga 0,75748 < 2,0315) sehingga kesimpulannya tidak terdapat hubungan pengetahuan ibu bayi tentang reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) DPT/HB Combo dengan kecemasan ibu sebelum melaksanakan imunisasi DPT/HB Combo Kata Kunci : Pengetahuan, Ibu, Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Kecemasan sebelum imunisasi DPT/HB Combo Pendahuluan Imunisasi penting untuk mencegah penyakit berbahaya salah satunya adalah imunisasi DPT ( Diphteria, Pertussis, Tetanus ). Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus (A. Aziz, 2008). Kalau anak tidak diberikan ASUHAN KESEHATAN

imunisasi DPT maka tubuhnya tidak mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap penyakit tersebut (Soedjatmiko, 2007). Terdapat efek samping setelah pelaksanaan imunisasi DPT yang dikenal dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) merupakan

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga berhubungan dengan imunisasi (Depkes, 2000). Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karena suatu pengetahuan tentang program imunisasi amat diperlukan dalam pelaksanaan imunisasi (Mirzal Tawi, 2008). Pemahaman persepsi dan pengetahuan ibu tentang imunisasi membantu pengembangan program kesehatan (Manjunath U, 2003). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Lynda M. Baker (2007) di Amerika Serikat, pengetahuan ibu berkaitan imunisasi DPT hanya 4 ibu dari 30 ibu yang tahu nama dan tujuan dari pemberian vaksin pada anak anak mereka dan 26 ibu yang tidak tahu nama dan tujuan dari vaksin DPT (Lynda M. Baker 2007). Kebanyakan anak menderita panas setelah mendapat imunisasi DPT, tetapi itu adalah yang wajar, namun seringkali ibu-ibu tegang, cemas dan khawatir (Tecyya 2009). Selain itu, banyak ibu yang cemas sekali karena timbul bengkak di bekas tempat suntikan. Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam, imunisasi DPT tetap aman dan tidak membahayakan, tetapi banyak ibu yang cemas (Hemas 2007). Adapun penyebab kecemasan ibu dikarenakan pemberitaan miring tentang efek samping imunisasi(Ani M dan Ai S 2009). Menurut laporan WHO angka cakupan imunisasi untuk DPT secara global adalah 78%. Berarti terdapat 28 juta anak di dunia yang belum mendapat imunisasi DPT. 75% dari anak-anak ini tinggal di 10 negara, diantaranya Indonesia (Harsono Salimo 2009). Cakupan imunisasi DPT di Indonesia secara global adalah 70,26% dimana jumlah anak yang tidak mendapatkan imunisasi terbesar ada di tiga propinsi di pulau Jawa (29% dari angka nasional) yaitu propinsi Jawa Barat (46.863), Jawa Timur (47.332) dan Banten (28.359) (Pusat Komunikasi Publik 2010). Angka cakupan imunisasi DPT di Jawa timur secara global 70,79% dimana DPT 1 sejumlah 79%, DPT 2 sejumlah 72,69% dan DPT 3 sejumlah 60,68% (M. Faried K 2009). Program imunisasi di Kabupaten Kediri masih dibawah standar. Adapun cakupan imunisasi DPT yang berada di bawah target 30% adalah di Puskesmas Ngasem sejumlah 29,6%. Adapun Data Kumulatif Pencapaian Imunisasi DPT bulan Desember 2009 di desa Karangrejo yaitu: DPT1 91,5%, DPT2 *87<7%, DPT3 93,9 %. Metode Penelitian Penelitian menggunakan desain Korelasi Cross Sectional. Populasi penelitian adalah ibu yang mempunyai bayi usia 2-11 bulan di Polindes Karangrejo Puskesmas Ngasem Kediri sejumlah 40 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ASUHAN KESEHATAN ibu yang mempunyai bayi usia 2-11 bulan yaitu sejumlah 37 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling dengan cara undian. Alat ukur yang digunakan yaitu: kuesioner tentang Pengetahuan reaksi KIPI dan Kecemasan ibu sebelum melaksanakan imunisasi. Penelitian dilakukan pada tanggal 10 Mei 17 Mei 2010 Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel 1 Karakteristik Umur Responden di Polindes Karangrejo Kecamatan Ngasem, Kediri Tahun 2010

Tabel 2 Karakteristik Pendidikan Responden di Polindes Karangrejo Kecamatan Ngasem, Kediri Tahun 2010

Tabel 1 Karakteristik Pekerjaan Responden di Polindes Karangrejo Kecamatan Ngasem, Kediri Tahun 2010

Pekerjaan ibu bayi terbanyak adalah IRT atau tidak bekerja sejumlah 78,4% (29 responden). Data Khusus Tabel 4 Pengetahuan Ibu Bayi Tentang Reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi DPT/HB Combo

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Pengetahuan ibu bayi tentang reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi DPT/HB Combo terbanyak adalah mempunyai pengetahuan cukup 54,1% (20 responden). Tabel 5 Kecemasan Ibu Sebelum Melaksanakan Imunisasi DPT/HB Combo di Polindes Karangrejo Tahun 2010 Dalam penelitian ini responden terbanyak usia 21-25 th sejumlah 45,9%. Umur mempengaruhi pengetahuan ibu, khususnya mengenai pengalaman ibu sehingga dengan perbedaan usia ibu berbeda pula pengalaman ibu. Hal ini sesuai dengan pendapat Noor (2000) yang dikutip oleh Mirzal Tawi bahwa perbedaan pengalaman ibu dipengaruhi oleh umur individu tersebut. Pendidikan ibu pada penelitian ini terbanyak SMA 67,6%. Pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu karena semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin banyak pula informasi yang diperoleh. Meskipun pendidikan ibu sudah tinggi (SMA) dalam penerimaan informasi tentang imunisasi khususnya Gejala KIPI DPT, ibu kurang mendapatkan / bahkan tidak mendapat informasi dalam sekolahnya (pendidikan formal). Sehingga informasi tentang KIPI hanya diperoleh dari pendidikan non formal yaitu penyuluhan dari bidan. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekidjo Notoatmodjo yang dikutip oleh Mirzal Tawi (2008) Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu sangat mempengaruhi terlaksananya kegiatan pelaksanaan imunisasi anak bayi diperoleh baik pendidikan formal maupun non formal. Dari hasil penelitian responden yang memiliki cemas ringan 67,6% (25 responden), cemas sedang 13,5% (5 responden), tidak cemas 13,5% (5 responden), cemas berat 2,7% (1 responden), cemas berat sekali 2,7% (1 responden). Hal ini di sebabkan setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda dalam menanggapi suatu respon yang telah di dapatkan. Dalam setiap individu otak memiliki reseptor khusus yang membantu regulasi kecemasan sehingga setiap individu secara otomatis menanggapi rasa cemas berbeda. Sikap orangtua yang cenderung mengalami kecemasan ini karena akan adanya situasi yang mengancam pada bayinya. Hal ini sesuai dengan teori Biologik dikutip oleh Suliswati (2005) bahwa pada otak terdapat GABA ( Gamma Amino Butyric Acid ) yang mengontrol aktivitas kecemasan. Hasil t hitung sebesar 0,75748, dibandingkan dengan tabel t untuk taraf kesalahan 5%, dk = 35 diperoleh harga t = 2,0315. Jadi hasil t hitung lebih kecil dari t tabel maka H1 ditolak (harga 0,75748 < 2,0315) sehingga kesimpulannya tidak terdapat hubungan pengetahuan ibu bayi tentang reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) DPT/HB Combo dengan kecemasan ibu sebelum melaksanakan imunisasi DPT/HB Combo. Karena setiap individu memiliki kecemasan, dan kecemasan akan tetap muncul secara otomatis bila tubuh merespon adanya suatu konflik. Hal ini sesuai dengan teori kajian keluarga dikutip oleh

Hubungan Pengetahuan Ibu Bayi Tentang Reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Dengan Kecemasan Ibu Sebelum Melaksanakan Imunisasi DPT/HB Combo Di Polindes Desa Karangrejo Wilayah Kerja Puskesmas Ngasem, Kediri Dari hasil perhitungan didapatkan hasil t hitung sebesar 0,75748, dibandingkan dengan tabel t untuk taraf kesalahan 5%. Dengan dk = 35 diperoleh harga t = 2,0315. Jadi hasil t hitung lebih kecil dari t tabel maka H1 ditolak (harga 0,75748 < 2,0315) sehingga kesimpulannya tidak terdapat hubungan pengetahuan ibu bayi tentang reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) DPT/Hb Combo dengan kecemasan ibu sebelum melaksanakan imunisasi DPT/Hb Combo Pembahasan Dari 37 responden yang telah di teliti didapatkan bahwa responden memiliki pengetahuan cukup 54,1% (20 responden), pengetahuan baik 35,1% (13 responden) dan pengetahuan kurang 10,8% (4 responden). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pengetahuan ibu cukup ke arah baik. Hal ini diperoleh dari jumlah nilai jawaban responden yang mempunyai kriteria cukup arah baik dengan nilai >65 sejumlah 80% (16 responden) dan cukup kearah kurang dengan nilai <65 sejumlah 20% (4 responden). Hal ini di sebabkan setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyerap suatu informasi yang telah di dapatkan. Pengetahuan manusia diperoleh melalui alat indra dan pengetahuan yang cukup baik ini dipengaruhi oleh faktor ingatan, pemahaman, penerapan tentang sesuatu yang dipelajari. Selain itu juga bisa karena ibu kurang memperhatikan informasi yang di berikan atau ibu kurang konsentrasi dalam pemberian informasi, sehingga informasi yang diberikan tidak dapat diterima dengan baik. ASUHAN KESEHATAN

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Suliswati (2005) bahwa kecemasan selalu ada pada tiap keluarga. Meskipun telah memiliki pengetahuan yang baik terhadap reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi DPT/HB Combo bila seseorang menganggap membahayakan bagi bayinya maka kecemasan tetap terjadi. Sehingga seseorang yang mempunyai pengetahuan baik belum tentu tidak cemas. Sebaliknya seseorang yang memiliki pengetahuan cukup atau kurang tentang reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi DPT/HB Combo belum tentu merasa cemas. Kesimpulan Sebagian kecil pengetahuan ibu bayi tentang reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi DPT/HB Combo cukup. Rata rata kecemasan ibu sebelum melaksanakan imunisasi DPT/HB Combo adalah cemas ringan. Sehingga tidak terdapat hubungan pengetahuan ibu bayi tentang reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi dengan kecemasan ibu sebelum melaksanakan imunisasi DPT/HB Combo. Bagi Tempat Penelitian diharapkan Petugas kesehatan memberikan pengertian dan adanya perlindungan kesehatan jika ada KIPI kepada ibu bayi sehingga kecemasan ibu berkura perlu dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan ibu dalam melaksanakan imunisasi perlu dikaji lebih lanjut, selain pengetahuan ibu bayi tentang reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi DPT/HB Combo Kepustakaan Ani M dan Ai S.Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio dengan Tingkat Kecemasan Pasca Imunisasi Polio Pada Anaknya di Posyandu Margasari Tasikmalaya Tahun 2007. 26-12-2009 <http:// www.skripsistikes.wordpress.com> Depkes RI. (2000)Pedoman Operasional Pelayanan Imunisasi. Jakarta Dinkes Prop Jatim. Harsono Salimo.Peran Imunisasi untuk Menunjang Tumbuh Kembang Balita Anak Indonesia Berkualitas. 8 April 2009 <http:// pustaka.uns.ac.id> Lynda M. Baker.Ibu Pengetahuan dan Kebutuhan Informasi Berkaitan dengan Imunisasi Anak. 2 Jan 2007 <http:// translate.google.co.id> M. Faried K.Pengembangan Program Imunisasi di Jawa Timur. 13 April 2010 http:// www.kalbe.co.id/files Manjunath U, Pareek. Pengetahuan dan Persepsi Ibu tentang Imunisasi Rutin di Rajasthan. 27 Januari 2010 http://translate.google.co.id Mirzal Tawi.Imunisasi dan Faktor yang Mempengaruhinya. 12 May 2009 <http:// syehaceh.wordpress.com>

Soedjatmiko. Imunisasi Penting untuk Mencegah Penyakit Berbahaya. 26 Desember 2009 <http://www.ykai.net.com> Tecyya. Demam Sehabis Imunisasi. 25-12-2009 <http://ibudanbalita.com/diskusi/ pertanyaan/268/demam-sehabisimunisasi>

ASUHAN KESEHATAN

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI TERLALU DINI DI POSYANDU MAWAR I DESA KARANGREJO

ANALYZING INFLUENTIAL FACTORS IN MOTHERS BEHAVIOR OF GIVING COMPLEMENTARY FOOD OF BREASTFED ON POSYANDU MAWAR I KARANGREJO Yonathan Kristianto, Maria Anita Yusiana
STIKES RS BAPTIS KEDIRI ABSTRACT Complementary food of breastfed refers to nutritition which is given to children aged 624 months in order to complete their nutrient needs. Complementary feeding of breastfed is very influenced by mothers behavior. Giving complementary feeding of breastfed before infant is 6 months results negative impacts to their health such as diarrhea and even death. The purpose of this research was to analyze influential factors in mothers behavior of giving complementary food of breastfed on Posyandu Mawar I Karangrejo. The researchs design was correlational. The population was mothers who had infants in age 6 36 months in Posyandu Mawar I Karangrejos Village. Using Random Sampling Technique, it was obtained 32 respondents as sample. The independent variable was influential factors in mothers behavior of giving complementary food of breastfed such as mothers knowledge, mothers occupation, and familys social economy. The dependent variable was giving complementary food of breastfed. The data were collected using quesitonare and interview. Those were analized using Double Logistic Regresion with significance level 0.025. The occupation statistic result showed p= 0.999 meaning that mothers occupation did not influence mothers behavior in giving complementary food of breastfed. The social economy statistic result showed p= 0.999 meaning social economy had no influences to mothers behavior in complementary food of breastfed. Further, mothers knowledge statistic result showed p= 0.020 meaning mothers knowledge influenced mothers behavior in giving complementary food of breastfed. In conclusion, occupation and social economy had no influence giving complementary food of breastfed, but mothers knowledge influenced toward giving complementary food of breastfed in Posyandu Mawar I Karangrejo. Keywords: Giving complementary food of breastfed, mothers behavior ABSTRAK Makanan pendamping ASI adalah makanan yang mengandung gizi, diberikan pada anak usia 624 bulan guna memenuhi kebutuhan gizinya. Pemberian makanan pendamping ASI secara tepat sangat dipengaruhi perilaku ibu yang memiliki bayi. Namun masih banyak ibu yang memberikan makanan pendamping ASI kurang dari 6 bulan, yang mana dapat menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan bayi seperti diare dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada bayi. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini di Posyandu Mawar I Desa Karangrejo. Desain penelitian yang digunakan adalah korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah para ibu yang memiliki bayi umur 636 bulan di Posyandu Mawar I Desa Karangrejo. Besar sampel adalah 32 responden yang diperoleh dengan menggunakan tekhnik Random Sampling. Variabel independennya adalah faktor faktor yang mempengaruhi perilaku ibu meliputi pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, dan sosial ekonomi keluarga. Varibel dependennya adalah pemberian makanan pendamping ASI. Data dikumpulkan dengan kuisioner dan wawancara kemudian dianalisa dengan uji Regresi Logistik Ganda dengan tingkat kemaknaan d 0,025. Hasil uji statistik pekerjaan menunjukkan bahwa p= 0,999 mengindikasikan bahwa pekerjaan tidak mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini. Hasil uji statistik sosial ekonomi menunjukkan bahwa p= 0,999 mengindikasikan bahwa sosial ekonomi tidak mempengaruhi perilaku ASUHAN KESEHATAN

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini. Lebih lanjut, hasil uji statistik pengetahuan ibu menunjukkan p= 0,020 mengindikasikan bahwa pengetahuan ibu mepengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini . Kesimpulan penelitian ini adalah faktor pekerjaan dan sosial ekonomi tidak mempengaruhi pada perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI sedangkan faktor pengetahuan mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini di Posyandu Mawar I di Desa Karangrejo. Kata kunci: Pemberian makanan pendamping ASI dari, perilaku ibu Pendahuluan ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi, karena ASI mengandung hampir semua zat gizi dengan komposisi sesuai kebutuhan bayi. Walaupun ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dengan bertambahnya umur, bayi yang sedang tumbuh memerlukan energi dan zat-zat gizi yang melebihi jumlah yang didapat dari ASI Pada waktu bayi berumur 6 bulan ASI sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, dengan demikian bayi memerlukan energi tambahan. ( Prabantini, 2010 ). Dalam hal ini, perilaku ibu yang memiliki bayi memegang peranan penting dalam pemberian makanan pendamping ASI yang tepat. Banyaknya para ibu yang memberikan makanan pendamping ASI kurang dari 6 bulan pada bayi saat ini dapat menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan bayi seperti bayi menjadi mudah terkena penyakit pada saluran pencenaan seperti diare bahkan dapat meningkatkan angka kematian bayi. Hal ini terjadi karena ibu kurang mengetahui tentang pemberian makanan pendamping ASI yang benar, disamping itu status pekerjaan ibu menjadi alasan ibu memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini karena kurang mempunya waktu untuk anaknya, dan juga status sosial ekonomi keluarga mempengaruhi ibu memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini dilihat dari daya beli terhadap makanan pendamping ASI yaitu jika semakin baik perekonomian keluarga maka daya beli akan makanan tambahan juga mudah, sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga, maka daya beli akan makanan tambahan lebih sukar (Soraya, 2005). Berdasarkan dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada 25 ibu pada tanggal 3 April 2011 di Posyandu Mawar I desa Karangrejo Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Kediri, dari data tersebut didapatkan 15 ibu memberikan makanan tambahan kurang dari 6 bulan dan 10 ibu memberikan makanan tambahan lebih dari 6 bulan. Dari sini dapat diketahui bahwa hampir 60% bayi umur 0 6 bulan sudah diberikan makanan pendamping ASI. Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa anak anak yang diberikan makanan pendamping ASI setelah berumur 6 bulan umumnya lebih cerdas dan memiliki daya tahan tubuh lebih kuat, mengurangi ASUHAN KESEHATAN

resiko terkena alergi akibat makanan. Sedangkan jika makanan pendamping ASI diberikan terlalu dini justru dapat meningkatkan angka kematian bayi, menggangu sistem pencernaan pada bayi, dan apabila terlambat memberikan juga akan membuat bayi kekurangan gizi (Kodrat, 2010). Tubuh bayi belum memiliki protein pencernaan yang lengkap. Jumlah asam lambung dan pepsin baru meningkat saat bayi berumur 34 bulan. Sampai umur sekitar 6 bulan, jumlah enzim amilase yang diproduksi oleh pankreas belum cukup untuk mencerna makanan kasar. Enzim seperti maltase, isomaltase dan sukrase belum mencapai tingkat orang dewasa sebelum bayi umur 7 bulan. Sebelum umur 69 bulan, jumlah lipase dan bile salts juga sedikit sehingga pencernaan lemak belum mencapai level orang dewasa. Oleh karena itu jika makanan padat diberikan sebelum system pencernaan bayi belum siap untuk menerimanya dapat mengakibatkan makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik dan dapat menyebabkan gangguan pencernaan timbulnya gas, konstipasi dan sebagainya( Prabantini, 2010) Makanan pendamping ASI seharusnya diberikan setelah bayi berumur 6 bulan karena dapat memberikan manfaat yang besar pada bayi (Kodrat, 2010). Peran serta ibu yang memiliki bayi memegang peranan penting untuk mencegah pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat. Selain itu pihak Kader di Posyandu juga perlu menggalakkan pendidikan kesehatan pada ibu agar makanan pendamping ASI dapat diberikan secara tepat. Pemberian makanan pendamping ASI harus tepat waktu karena jika diberikan terlalu dini ( kurang dari 6 bulan) akan menurunkan konsumsi ASI dan bayi mengalami gangguan pencernaan atau bisa diare. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan adalah faktor kesehatan bayi, faktor kesehatan ibu, faktor iklan, faktor pengetahuan ibu, faktor pekerjaan ibu, faktor petugas kesehatan, faktor budaya dan faktor sosial ekonomi dalam hal ini perilaku ibu memegang peranan penting untuk mencegah pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat sehingga akan mengurangi resiko bayi mengalami gangguan pencernaan dan dapat memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat.

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Metode Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah korelasional. Dimana penelitian bertujuan untuk menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, dan menguji berdasarkan teori yang ada. Hubungan korelatif mengacu pada kecenderungan pada variasi suatu variabel diikuti oleh variabel yang lain (Nursalam, 2003).Variabel independennya yaitu faktor - faktor yang mempengaruhi perilaku ibu meliputi: (1). Faktor pengetahuan ibu, (2). Faktor pekerjaan ibu, (3). Faktor sosial ekonomi keluarga. Variabel dependennya adalah pemberian makanan pendamping ASI. Populasi dalam penelitian ini adalah semua Ibu yang mempunyai bayi usia 636 bulan yang ada di Posyandu Mawar I, Desa Karangrejo, Kabupaten Kediri. Dengan sampel sebanyak 48 dengan teknik simple random mpling. Pada penelitian ini peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subyek untuk menjawab pertanyaan yang tertulis. Kuesioner akan diberikan kepada responden yang memenuhi kriteria inklusi. Jenis pertanyaan tertutup yaitu responden menjawab pertanyaan dengan cara memilih jawaban yang sudah disediakan oleh peneliti. Kuesioner digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini dengan menggunakan pertanyaan dimana pertanyaan terdiri dari 2 bagian yaitu yang pertama tentang data demografi dengan jumlah 3 pertanyaan (umur, pendidikan, pekerjaan ). Kedua, faktor faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI dengan jumlah 18 pertanyaan terdiri dari 15 pertanyaan untuk faktor pengetahuan, 1 pertanyaan untuk faktor pekerjaan, dan 2 pertanyaan untuk faktor sosial ekonomi. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar kuesioner untuk menilai faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini yang langsung diberikan kepada subyek penelitian yaitu semua ibu yang memiliki batita yang memenuhi kriteria inklusi. Pembahasan Data Umum Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Posyandu Mawar I Desa Karangrejo pada tanggal 20 Juni 4 Juli 2011 No. Umur Frekuensi Prosentase 1. 16-25 tahun 14 44 % 2. 26-35 tahun 15 47 % 3. 36-45 tahun 3 9% Jumlah 32 100 % Berdasarkan tabel 1 didapatkan data paling banyak responden dengan umur 26 35 tahun masing masing yaitu sebanyak 15 ( 47 % ) responden. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Bayi di Posyandu Mawar I Ds. Karangrejo pada tgl. 20 Juni 4 Juli 2011 Umur bayi Frekuensi Prosentase 6-12 bulan 9 28 % 13-24 bulan 16 50 % 25-36 bulan 7 22 % Jumlah 32 100 % Berdasarkan tabel 2 didapatkan data paling banyak responden memiliki bayi dengan usia 13 24 bulan yaitu sebanyak 16 ( 50 % ). Tabel 3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Posyandu Mawar I Ds. Karangrejo pada tgl. 20 Juni 4 Juli 2011 Pendidikan Frekuensi % SD 2 6 % SMP 6 19 % SMA 23 72 % Akademi/PT 1 3 % Jumlah 32 100 % Berdasarkan tabel 3 didapatkan data sebagian besar responden dengan pendidikan SMA yaitu sebanyak 23 responden ( 72 % ). Tabel 4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di Posyandu Mawar I Ds. Karangrejo pada tgl. 20 Juni 4 Juli 2011 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6 Pekerjaan Ibu rumah tangga Pegawai swasta Wiraswasta PNS Buruh tani /pabrik Polisi Jumlah Frekuensi % 21 7 1 0 3 0 32 66 % 22 % 3 % 0 % 9 % 0 % 100 % No. 1. 2. 3. 4. No. 1. 2. 3.

Berdasarkan tabel 4 didapatkan data sebagian besar responden dengan pekerjaan ibu rumah tangga yaitu sebanyak 21 responden ( 66 %). Data Khusus Tabel 5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI di Posyandu Mawar I Desa Karangrejo pada tanggal 20 Juni 4 Juli 2011

ASUHAN KESEHATAN

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Pengetahuan Frekuensi % Baik 13 41 % Cukup 9 28 % Kurang 10 31 % Jumlah 32 100 % Berdasarkan tabel 5 didapatkan data paling banyak responden memiliki pengetahuan pengetahuan baik, yaitu sebesar 13 responden (41 %). Tabel 6 Tabulasi Silang Antara Faktor Pengetahuan Ibu terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI di Posyandu Mawar I Desa Karangrejo pada tgl. 20 Juni 4 Juli 2011 Peng. Ibu Pemberian Makanan Pendamping ASI Total < 6 bulan > 6 bulan n % n % n % Kurang 9 28 % 1 3 % 10 31 % Cukup 5 16 % 4 13 % 9 29 % Baik 3 9 % 10 31 % 13 40 % Total 17 53 % 15 47 % 32 100 % Uji regresi logistik ganda p = 0,020 No. 1. 2. 3. Mawar I Desa Karangrejo pada tanggal 20 Juni 4 Juli 2011 Sosial Ekonomi Pemberian Makanan Pendamping ASI < 6 bulan > 6 bulan N % N % Rendah 1 3% 6 19 % Menengah bawah 9 28 % 9 28 % Menengah atas 7 22 % 0 0 % Tinggi 0 0% 0 0% Total 17 53 % 15 47 %

Total N 7 18 7 0 32 % 22 % 56 % 22 % 0% 100 %

Dari tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memiliki sosial ekonomi menengah bawah memberikan makanan pendamping ASI lebih dari 6 bulan yaitu sebanyak 9 responden (28 %). Setelah dilakukan uji statistik regresi logistik ganda yang didasarkan taraf kemaknaan yang ditetapkan ( d 0,025) didapatkan p = 0,315 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya faktor sosial ekonomi tidak mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini. Tabel 9 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di Posyandu Mawar I Ds. Karangrejo pada tgl. 20 Juni 4 Juli 2011 No. 1. 2. 3. Pekerjaan Tidak bekerja Bekerja < 7 jam Bekerja > 7 jam Jumlah Frekuensi 21 10 1 32 % 66 % 31 % 3% 100 %

Dari tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini memiliki pengetahuan kurang sebanyak 9 responden (28%). Setelah dilakukan uji statistik regresi logistik ganda yang didasarkan taraf kemaknaan yang ditetapkan ( d 0,025) didapatkan p = 0,020 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya faktor pengetahuan mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini di Posyandu Mawar I Desa Karangrejo Tabel 7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi di Posyandu Mawar I Desa Karangrejo pada tanggal 20 Juni 4 Juli 2011 No. 1. 2. 3. 4. Sosial Ekonomi Tinggi Menengah atas Menengah bawah Rendah Jumlah Frekuensi 0 7 18 7 32 % 0% 22 % 56 % 22 % 100 %

Berdasarkan tabel 4.9 didapatkan data sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebanyak 21 respoden ( 66 % ). Tabel 10 Tabulasi Silang Antara Faktor Pekerjaan Ibu terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI di Posyandu Mawar I Desa Karangrejo pada tanggal 20 Juni 4 Juli 2011 Pemberian Makanan Pendamping ASI Total < 6 bulan > 6 bulan N % N % N % Tidak bekerja 11 34 % 10 31 % 21 65 % Bekerja < 7 jam 1 3 % 0 0% 1 3% Bekerja > 7 jam 5 16 % 5 16 % 10 32 % Total 17 53 % 15 47 % 32 100 % Uji regresi linier ganda p = 0,992 Pekerjaan Ibu

Berdasarkan tabel 7 didapatkan data lebih dari 50 % responden memiliki sosial ekonomi.rendah sebanyak 18 responden ( 56 % ). Tabel 8 Tabulasi Silang Antara Faktor Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI di Posyandu

ASUHAN KESEHATAN

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro


Dari tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini adalah tidak bekerja sebanyak 11 responden (34 %). Setelah dilakukan uji statistik regresi logistik ganda yang didasarkan taraf kemaknaan yang ditetapkan ( d 0,025) didapatkan p = 0,992 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya faktor pekerjaan tidak mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini. Tabel 11 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pemberian Makanan Pendamping ASI di Posyandu Mawar I Desa Karangrejo pada tanggal

No. Pemberian MP ASI 1. Pemberian dini (< 6 bulan) 2. Pemberian tepat (> 6 bulan) Jumlah

Frekuensi 17 15 32

% 53 % 47 % 100 %

Berdasarkan tabel 4.11 didapatkan data lebih dari 50% responden memberikan makanan pendamping ASI kurang dari 6 bulan sebanyak 17 responden ( 53 % ). Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian analisis faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini di Posyandu Mawar I Desa Karangrejo didapatkan bahwa sebagian besar ibu yang memberikan makanan pendamping ASI kurang dari 6 bulan disebabkan pengetahuan kurang yaitu 9 responden (28 %) dimana terdapat 18 responden tidak mengetahui pengertian makanan pendamping ASI dan 23 responden tidak mengetahui pemberian makanan yang tepat sesuai umur bayi. Setelah dilakukan uji statistik regresi logistik ganda yang didasarkan taraf kemaknaan ( d 0,025) didapatkan p = 0,020 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya faktor pengetahuan mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini. Pengetahuan akan menentukan perilaku seseorang. Secara rasional seorang ibu yang memiliki pengetahuan tinggi tentu akan berpikir lebih dalam bertindak, dia akan memperhatikan akibat yang akan diterima bila dia bertindak sembarangan. Dalam menjaga kesehatan bayinya terutama dalam pemberian makanan pendamping ASI yang tepat seorang ibu dituntut memiliki pengetahuan yang tinggi sehingga pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini dapat dicegah. Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Adapun faktor ekstrinsik meliputi pendidikan, pekerjaan, keadaan ASUHAN KESEHATAN

bahan yang akan dipelajari. Sedangkan faktor intrinsik meliputi umur, kemampuan dan kehendak atau kemauan. Dengan meningkatkan dan mengoptimalkan faktor intrinsik yang ada dalam diri dan faktor ekstrinsik diharapkan pengetahuan ibu akan meningkat ( Notoatmojo, 2003 ). Ibu yang memberikan makanan pendamping ASI kurang dari 6 bulan memiliki pengetahuan kurang. Hal ini dikarenakan ibu tersebut tidak paham akan pengertian makanan pendamping ASI dan tidak mengerti waktu pemberian makanan yang tepat. Pengetahuan responden yang kurang dapat disebabkan karena ibu tersebut kurang aktif dalam mencari informasi tentang pemberian makanan pendamping secara benar. Faktor pekerjaan, yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini di Posyandu Mawar I Desa Karangrejo didapatkan bahwa sebagian besar ibu yang memberikan makanan pendamping ASI kurang dari 6 bulan adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 11 responden (34 %). Setelah dilakukan uji statistik regresi logistik ganda yang didasarkan taraf kemaknaan ( d 0,025) didapatkan p = 0,992 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya faktor pekerjaan tidak mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini. Secara teori faktor pekerjaan berhubungan dengan aktivitas ibu setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan ibu bisa dilakukan di rumah, ditempat kerja baik yang dekat maupun yang jauh dari rumah. Dalam hal ini lamanya seorang ibu meninggalkan bayinya untuk bekerja sehari hari menjadi alasan pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari 6 bulan ( Suhardjo, 2003 ). Tidak ada pengaruh antara faktor pekerjaan dengan pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini. Hal ini disebabkan karena ibu memiliki kebiasaan secara turun temurun bahwa bayi akan rewel jika hanya diberikan ASI ekskusif selama 6 bulan sehingga ibu tersebut memutuskan memberikan makanan pendamping ASI kurang dari 6 bulan. Jadi apabila tidak ada pengaruh antara pekerjaan dengan pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini perlu dicari faktor lain yang mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini, seperti sosial budaya yang ada pada lingkungan setempat. Demikian pula faktor sosial ekonomi jg tidak mempengaruhi ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini di Posyandu Mawar I Desa Karangrejo didapatkan bahwa sebagian besar ibu yang memberikan makanan pendamping ASI mulai dari 6 bulan adalah responden yang memiliki sosial ekonomi rendah yaitu sebanyak 9 responden (28%). Setelah dilakukan uji statistik regresi logistik ganda

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro yang didasarkan taraf kemaknaan ( d 0,025) didapatkan p = 0,315 maka Ho diterima dan H1 ditolak yang artinya faktor sosial ekonomi tidak mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini. Faktor sosial ekonomi adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi keuangan yang menyebabkan daya beli untuk makanan tambahan semakin besar. Dalam hal pemberian makanan tambahan, pendapatan merupakan hal yang penting karena semakin baik perekonomian keluarga maka daya beli akan makanan tambahan akan semakin mudah, sebaliknya jika semakin buruk perekonomian keluarga maka daya beli akan makanan tambahan akan semakin sukar ( Suhardjo, 2003 ). Pemberian makanan pendamping ASI yang tepat dominan terjadi pada responden yang memiliki sosial ekonomi rendah. Faktor sosial ekonomi tidak mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI dikarenakan pemberian makanan pendamping ASI yang tepat justru diberikan oleh ibu yang memiliki tingkat sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan ibu tersebut mampu menyediakan makanan pendamping ASI sendiri tanpa harus membeli dari produk pabrik seperti pisang yang dihaluskan. Jadi apabila tidak ada pengaruh antara sosial ekonomi dengan pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini perlu dicari faktor lain yang mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini, seperti sosial budaya yang ada pada lingkungan setempat. Kesimpulan dan Saran Dari tiga faktor penelitian hanya faktor pengetahuan ibu yang mempengaruhi, sedangkan faktor pekerjaan dan sosial ekonomi tidak mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI pada bayi umur 6 36 bulan di wilayah Posyandu Mawar I desa Karangrejo Kabupaten Kediri. Ibu diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan tentang makanan pendamping ASI seperti aktif mengikuti penyuluhan di pos pelayanan terpadu, dan mencari informasi dari radio, televisi, dan surat kabar. Posyandu perlu meningkatan frekuensi penyuluhan. Daftar Pustaka Kodrat, Laksono. (2010). Dahsyatnya ASI dan Laktasi. Yogyakarta : Media Baca Notoatmojo, (2002). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta : Rineka Cipta, Prabantini, Dwi. (2010). A to Z Makanan Pendamping ASI. Yogyakarta : ANDI Soraya.(2005). Resiko Pemberian MP-ASI Terlalu Dini, http://www.bayikita.wordpress.com. diakses 9 April 2011 Suhardjo. (2003). Pemberian Makanan Pada Bayi Dan Anak. Yogyakarta : Kanisius

ASUHAN KESEHATAN

10

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

VARIASI BAHAN MAKANAN CAMPURAN (BMC) DALAM MENINGKATKAN BERAT BADAN BALITA DENGAN GIZI KURANG (Suatu Analisis di Desa Karangdayu Baureno Kabupaten Bojonegoro ) VARIATION OF FOOD MIXED (BMC) INCREASE IN CHILDREN WITH WEIGHT LESS NUTRITION (An Analysis of Village Karangdayu Baureno Bojonegoro)
Wiwik U, Rahmawati Akes Rajekwesi Bojonegoro Prodi Keperawatan
Abstract Child is the next generation the ideals of the nation, that grows and blossoms optimal nutritional needs must be met. Common problems we face are still malnourished. One of the factors its cause the still low of public knowledge about maintenance of nutrition toddlers in particular ingredient composite food. Provision of Food Mixture (BMC) is a material containing high carbohydrate and protein as a solution. This feed material comprises a mixture of soy and rice because of readily available and easily processed as a hawker. Purpose of the study to determine the weight difference toddler (1-5 years) are given snacks Food Mixture (BMC) and not on malnutrition in the village Karangdayu Baureno Bojonegoro district in 2012. The study is a quasi-experimental, time series design. Population of all children with malnutrition were 26, samples taken by simple random sampling technique with a large sample of 12 respondents treated group and 12 respondents as a control. Indenpendent variable is the provision of BMC and the dependent variable is weight gain. Test used was a repeated measure ANOVA test statistiuk to determine the effect of BMC on the treatment and analysis of independent sample t-test to test for differences in body weight between the treatment and control groups. On the treatment group there were weight gain in the first and second week after being given the BMC, with an increasing trend over time. Demonstrated a linear relationship with the sig. 0.002, meaning that the relationship of body weight linear BMC, while the control group did not increase. The conclusion to be given less BMC in infants nutrition, the body weight increased. Weight infants who were given BMC malnutrition better than those not given the BMC no difference in weight gain before the given BMC. Therefore, researchers recommend the parents to make snacks from BMC as snacks that contain high calories and protein. Key words: Mixed Food, toddlers, nutrition less.

Abstraks
Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, supaya tumbuh dan kembangnya optimal harus terpenuhi kebutuhan nutrisinya. Masalah umum yang masih kita hadapi adalah gizi kurang. Salah satu faktor penyebabnya masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan gizi balita khususnya bahan makanan campuran. Pemberian Bahan Makanan Campuran (BMC) merupakan bahan yang mengandung tinggi karbohidrat dan protein sebagai satu solusinya. Bahan makan ini terdiri dari campuran antara kedelai dan beras karena mudah didapat dan mudah diolah sebagai jajanan. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan berat badan balita (1-5 tahun) yang diberikan jajanan Bahan Makanan Campuran (BMC) dan tidak pada gizi kurang di desa Karangdayu Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro tahun 2012. Penelitian ini merupakan eksperimen semu, dengan desain time series. Populasinya semua balita dengan gizi kurang sebanyak 26, sampel diambil dengan teknik simple random sampling dengan besar sampel 12 responden kelompok perlakuan dan 12 responden sebagai kontrol. Variabel indenpendennya adalah pemberian BMC dan variabel dependennya adalah berat badan. Uji yang digunakan adalah uji statistiuk anova repeated measure untuk mengetahui pengaruh BMC pada kelompok perlakuan dan Analisis independent sample t-test untuk menguji perbedaan berat badan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. ASUHAN KESEHATAN

11

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Pada kelompok perlakuan terdapat kenaikan berat badan pada minggu pertama dan kedua setelah diberi BMC, dengan tren yang semakin meningkat seiring waktu. Hubungan linear ditunjukkan dengan sig. 0,002, artinya hubungan BMC terhadap berat badan linear, Sedangkan kelompok kontrol tidak mengalami kenaikan. Kesimpulannya dengan diberikan BMC pada balita Gizi kurang, maka berat badan semakin meningkat. Berat badan balita gizi kurang yang diberi BMC lebih baik daripada yang tidak diberi BMC ada perbedaan berat badan sebelum diberi BMC. Karena itu peneliti merekomendasikan orang tua untuk membuatkan jajanan dari BMC sebagai jajanan yang mengandung nilai kalori dan protein yang tinggi. Kata kunci: Bahan Makanan Campuran, balita, Gizi kurang

Pendahuluan Salah satu tujuan Pembangunan Nasional dalam GBHN adalah untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia. Salah satu faktor peningkatan kualitas manusia adalah gizi. Gizi merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan mental orang tersebut, terdapat kaitan yang sangat erat antara status gizi dengan konsumsi makanan (Hananto Wiryo, 2002 : 1). Dalam melakukan suatu aktivitas motorik, dibutuhkan ketersediaan energi yang cukup banyak untuk berdiri, berjalan dan berlari melibatkan suatu mekanisme yang mengeluarkan energi yang tinggi, khususnya anak usia 1-5 tahun memerlukan makanan yang banyak mengandung energi. Hasil pemantauan status gizi (PSG) dari 76200 balita yang diperiksa berdasarkan BB/U dan BB/TB di Kabupaten Bojonegoro tahun 2009 sebanyak 817 balita (1,07%) dengan gizi buruk, 9197 balita (12,07%) dengan gizi kurang, 64963 balita (1,07%) dengan gizi baik dan 1223 balita (1,60%) dengan gizi lebih. Tahun 2010 balita yang ditimbang 73.490 yang mengalami gizi buruk 189 (0,26%) dan BGM 2054 (2,79%). Di wilayah Puskesmas Baureno tahun 2009 dari 3016 balita sebanyak 16 balita (0,53%) dengan gizi buruk, 258 balita (8,55%) gizi kurang, 2721 balita (90,22%) gizi baik dan sebanyak 21 balita (0,70%) dengan gizi lebih. Pada tahun 2010 bayi yang ditimbang 5051 yang mengalami gizi buruk 3 anak (0,14%) sedangkan yang BGM 26 balita (1,12%). Diantaranya Desa Karangdayu terdapat 273 balita yang ditimbang terdapat 3 gizi buruk dan 26 gizi kurang. Gizi pada masa bayi dan anak-anak sangat berpengaruh penting untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Gizi yang kurang pada anak menyebabkan anak menjadi kurus, pertumbuhannya terhambat, ini terjadi karena kurang energi protein (KEP) atau zat pembangun dan kurang tenaga dari makanan yang dikonsumsinya. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena ASUHAN KESEHATAN

masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensi berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini. Bahkan ada sarjana yang mengatakan bahwa the child is the father of the man sehingga tiap kelainan atau penyimpangan sekecil apapun bila tidak terdeteksi apalagi tidak di tangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak di kemudian hari (Soetjiningsih, 1995 : 30). Banyak penelitian yang menerangkan tentang pengaruh gizi terhadap kecerdasan serta perkembangan motorik kasar. Pada kurang energi protein (KEP) anak menjadi tidak aktif, apatis, pasif dan tidak mampu berkonsentrasi, akibatnya anak dalam melakukan kegiatan eksplorasi lingkungan fisik disekitarnya hanya mampu sebentar saja dibandingkan dengan anak yang gizinya baik, yang mampu melakukannya dalam waktu yang lebih lama (Endah, 2008). Maraknya makanan dan jajanan ringan seperti ciki, pentol, tempura dan lain-lain diperdagangkan dengan menarik dan rasa yang enak dan lebih gurih sehingga anak lebih menyukainya, dibalik itu makanan tersebut tidak mengandung zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Jika anak-anak memakannya dia kurang menyukai makanan pokok. Anak balita dengan usia 1-5 tahun merupakan fase pertumbuhan anak yang memerlukan asupan zat gizi yang lebih banyak daripada usia dewasa. Kekurangan asupan gizi pada usia 1-5 tahun akan menimbulkan gangguan pertumbuhan jaringan, sehingga rawan terjadinya gizi kurang dan gizi buruk. Pemberian Bahan Makanan Campuran (BMC) dan edukasi pemberian makanan yang benar sesuai umur anak yaitu dengan penyuluhan gizi seimbang merupakan salah satu solusinya(Almatsier Sunita, 2001 : 37). Bahan Makanan Campuran bisa diberikan sebagai selingan diantara makanan pokok. Bahan makan ini

12

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro terdiri dari campuran antara kedelai dan beras karena mudah didapat dan mudah diolah sebagai jajanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan berat badan balita gizi kurang pada kelompok dengan pemberian variasi BMC dan kelompok kontrol. Alat dan Bahan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan eksperimen semu, dengan desain time series, dimana variabel diukur lebih dari satu kali, dan pengukuran variabel dilakukan oleh tenaga profesional. populasi adalah semua balita gizi kurang yang berada di Desa Karangdayu Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro sebanyak 26. Populasiny semua balita gizi kurang di Desa Karangdayu Baureno Kabupaten Bojonegoro dengan teknik. simpel random sampling, Terdapat dua kelompok sampel pada penelitian ini, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dimana pengalokasian sampel pada dua kelompok tidak dilakukan secara acak. Pada penelitian ini sampel yang kami gunakan sebanyak 12 responden kelompok perlakukan dan 12 responden kelompok kontrol dengan variabel independen pemberian BMC dan dependennya Berat badan . Data primer yang digunakan untuk penelitian diperoleh dari hasil penimbangan untuk mengetahui berat badan. Data sekunder diperoleh dari data Bidan Desa Karangdayu dan KMS/Buku KIA untuk mengetahui umur Balita. Teknik analisis data hasil penelitian dilakukan dengan deskriptif disajikan dalam bentuk tabulasi distribusi frekuensi. Dilanjutkan analisis secara analitik dengan statistik uji anova repeated measure untuk menganalisis pengaruh BMC pada kelompok perlakuan, dan dengan menggunakan uji independent sample t-test untuk menguji perbedaan berat badan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Umur Responen Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur balita di Desa Karangdayu tahun 2012 Umur Kelp perlakuan Kelp kontrol F % F % 12-24 bulan 3 25 6 50 25-36 bulan 4 33,3 1 8,3 37-48 bulan 3 25 4 33,3 49-60 bulan 2 16,7 1 8,3 Total 12 100 12 100 Dari 12 responden, kebanyakan responden berusia 25-36 bulan, yaitu sebanyak 4 responden (33,3%). ASUHAN KESEHATAN

2. Jarak Kelahiran Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Kelahiran balita di Desa Karangdayu tahun 2012 Jarak Lahir Kelp. perlakuan f % 5 41,7 3 33,3 2 16,7 2 16,7 12 100 Kelp kontrol f % 6 50 3 25 2 16,7 1 8,3 12 100

Anak pertama < 5 tahun 5-10 tahun > 10 tahun Total

Dari 12 responden, kebanyakan merupakan anak pertama, yaitu sebanyak 5 responden (41,7%). 3. Status Imunisasi Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Imunisasi balita di Desa Karangdayu th. 2012 Imunisasi Lengkap Total Kelp perlakuan f % 12 100 12 100 Kelp control f % 12 100 12 100

Seluruh responden (100%) telah mendapatkan imunisasi lengkap. 4. Berat Badan Lahir Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Berat Badan Lahir balita di Desa Karangdayu tahun 2012 Berat badan Lahir > 2500 gram Total Kelp perlakuan f % 12 100 12 100 Kelp kontrol f % 12 100 12 100

Seluruh responden (100%) mempunyai berat badan lahir lebih dari 2500 gram. . 5. Umur Ibu Tabel 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Ibu balita di Desa Karangdayu tahun 2012 Umur < 20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun Total Kelp perlakuan F % 3 25 4 33,3 4 33,3 1 8,3 12 100 Kelp kontrol F % 1 8,3 7 58,3 4 33,3 12 100

13

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Dari 12 ibu responden, umur ibu didominasi umur 21-30 tahun sebanyak 4 orang (33,3%) dan usia 31-40 tahun sebanyak 4 orang (33,3%). 6. Pendidikan Ibu Tabel 6 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu balita di Desa Karangdayu Tahun 2012 Pendidikan SD SMP SMA PT Total Kelp perlakuan f % 4 33,3 6 50 1 8,3 1 8,3 12 100 Kelp kontrol f % 2 16,7 7 58,3 3 25 12 100 Gambaran Berat Badan Balita pada Kelompok Perlakuan 9. Pengetahuan Ibu tentang Gizi Balita Tabel 9 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu tentang Gizi Balita di Desa Karangdayu tahun 2012 Pengetahuan Kelp perlakuan f % Baik 0 0 Cukup 10 83,3 Kurang 2 8,3 Total 12 100 Kelp kontrol f % 0 0 7 58,3 5 41,7 12 100

Sebagian besar pengetahuan ibu tentang gizi balita dalam kategori cukup, yaitu sebanyak 10 orang (83,3%).

Dari 12 ibu responden, setengahnya berpendidikan SMP yaitu 6 orang (50%). 7. Pekerjaan Ibu Tabel 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu balita di Desa Karangdayu tahun 2012 Pekerjaan Petani IRT Buruh Total Kelp perlakuan f % 1 8,3 10 83,3 1 8,3 12 100 Kelp control f % 3 25 8 66,7 1 8,3 12 100

Sebagian besar pekerjaan ibu adalah sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 10 orang (83,3%). 8. Penghasilan Ibu Tabel 8 Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan Ibu balita di Desa Karangdayu tahun 2012 Kelp perlakuan f % Di atas UMR 1 8,3 Di bawah UMR 1 8,3 Tidak berpenghasilan 10 83,3 Total 12 100 Penghasilan Kelp control f % 1 8,3 3 25 8 66,7 12 100

Gambar 1

Gambaran Berat Badan Balita pada Kelompok Perlakuan Sebelum diberi BMC, Minggu I dan Minggu II Setelah diberi BMC Balita di Desa Karangdayu Kabupaten Bojonegoro Tahun 2012

Sebagian besar ibu tidak berpenghasilan, yaitu sebanyak 10 orang (83,3%)

Gambar 1 menunjukkan series 1 adalah berat badan sebelum diberi BMC, series 2 adalah berat badan minggu pertama setelah diberi BMC, dan series 3 adalah berat badan minggu kedua setelah diberi BMC. Berdasarkan gambar tersebut, meskipun tidak menonjol, tetapi dapat dilihat terjadinya kenaikan berat badan pada minggu pertama dan kedua setelah diberi BMC, dengan tren yang semakin meningkat seiring waktu.

ASUHAN KESEHATAN

14

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Gambaran Berat Badan Balita Pada Kelompok Kontrol Gambar 3 menunjukkan series 1 adalah pengukuran berat badan pada kelompok perlakuan sebelum diberi BMC, disaat yang sama kelompok kontrol juga diukur berat badannya yang ditunjukkan pada series 3. Series 2 adalah berat badan kelompok perlakuan setelah dua minggu diberi BMC, di saat yang sama kelompok kontrol juga diukur berat badannya yang ditunjukkan pada series 4. Pada gambar tersebut tampak jelas bahwa pada kelompok perlakuan, tren berat badan cenderung terus meningkat, sedangkan pada kelompok kontrol tren berat badan cenderung tetap dan menurun. Pembahasan Kebanyakan responden berusia 25-36 bulan. Pada masa balita, kekebalan tubuh juga rendah, sehingga mudah terserang infeksi. Dalam masa ini, apabila tidak mendapatkan perhatian khusus akan mudah terjadi masalah gizi kurang. Usia todler dimana pada usia ini anak perlu energi banyak untuk melakukan aktivitas motorik yang sangat banyak Jika zat energi tidak terpenuhi maka badan menjadi kurus sehingga sangat rentan terhadap penyakit gizi. Perubahan berat badan kelompok perlakuan dapat ditunjukkan pada grafik tersebut menunjukkan suatu pola dari kenaikan berat badan. Berdasarkan grafik tersebut, meskipun tidak menonjol, tetapi dapat dilihat terjadinya kenaikan berat badan pada minggu pertama dan kedua setelah diberi BMC, dengan tren yang semakin meningkat seiring waktu. Berdasarkan uji Anava Repeated Measure, didapatkan hasil nilai sphericity Assumed sig. 0.001. Nilai tersebut lebih kecil dari (5%), sehingga Ho ditolak. Kesimpulannya ada perbedaan berat badan sebelum diberi BMC, minggu pertama dan minggu kedua setelah diberi BMC. Hubungan linear ditunjukkan dengan sig. 0,002, artinya hubungan BMC terhadap berat badan linear, semakin lama diberikan BMC, maka berat badan semakin meningkat. Pada kelompok perlakuan, terbukti BMC dapat meningkatkan berat badan. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang paling sering digunakan. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang (Supariasa, 2002). Berat badan merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur (Wirjatmadi dan Adriani, 2006). Bahan Makanan Campuran (BMC) merupakan makanan yang terbuat dari bahan kacang-kacangan dan tepung beras yang diformulasikan sehingga memenuhi kecukupan nilai kalori dan gizi (LIPI,2011). Kedelai (kadang-kadang ditambah kacang di depan namanya)

Gambar 2

Gambaran Berat Badan Balita pada Pengukuran I, Minggu II dan Minggu III Balita Kelompok Kontrol di Desa Karangdayu Kabupaten Bojonegoro Tahun 2012

Gambar 2 menunjukkan series 1 adalah berat badan pengukuran pertama, series 2 adalah berat badan minggu kedua, dan series 3 adalah berat badan minggu ketiga. Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa berat badan balita bervariasi. Gambar tersebut menunjukkan adanya peningkatan berat badan, berat badan tetap dan adanya penurunan berat badan dari awal pengukuran. meskipun tidak menonjol, tetapi tren yang ditunjukkan, menggambarkan berat badan menurun seiring waktu. Gambaran Perbandingan Berat Badan Balita Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol

Gambar 3

Gambaran Perbandingan Berat Badan Balita pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol pada Pengukuran Awal dan Pengukuran Akhir.

ASUHAN KESEHATAN

15

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Jumlah kalori yang dihasilkan 5,65 kkal. Manfaat kedelai sebagai meningkatkan metabolisme tubuh, menguatkan sistem imun. Protein yang terkandung dalam kedelai adalah asam amino argirin dan glisin kedua asam amino ini merupakan komponen penyusun hormon insulin dan glikogen yang disekresi oleh kelenjar pankreas sehingga semakin tinggi asupan protein dari kedelai sekresi insulin dan glikogen ke dalam jaringan tubuh semakin meningkat sehingga menekan kadar glukosa saraf dan diubah menjadi energi (Ahira A, 2010) . Beras merupakan bahan makanan yang kandungan terbesarnya adalah karbohidrat, serat yang terdapat pada tepung beras cocok untuk memenuni kebutuhan energi bagi anakanak. Manfaat beras seratnya mempu menyerap air sehingga bisa lebih lama dalam lambung. Serat beras juga mampu mengikat sisa metabolisme dalam pencernaan. Keistimewaan beras karena mengandunng nilai gizi yang tinggi sehingga mampu memelihara stamina kesehatan tubuh (Artikel Indonesia ). Kandungan kalori beras 4,10 kkal (Arisman, 2007). Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa bahan makanan campuran sangat baik untuk meningkatkan berat badan balita dengan gizi kurang, karena selain mendapatkan asupan makanan dari rumah tangga, BMC merupakan bahan makanan tambahan yang bisa diberikan sebagai selingan diantara dua waktu makan, sehingga merupakan komposisi yang bagus untuk menambah nilai gizi bagi tubuh balita. Selain itu, kandungan dasar beras yang mengandung serat yang bisa menyerap air sehingga bisa lebih lama dalam lambung juga menimbulkan rasa kenyang padaa balita sehingga mengurangi keinginan balita untuk jajan makanan dengan kandungan gizi yang tidak jelas, sehingga pola konsumsi makanan lebih bernutrisi. Berdasarkan uji Anava Repeated Measure , didapatkan hasil nilai sphericity Assumed sig. 0.001. Nilai tersebut lebih kecil dari (5%), sehingga Ho ditolak. Kesimpulannya ada perbedaan berat badan sebelum diberi BMC, minggu pertama dan minggu kedua setelah diberi BMC. Hubungan linear ditunjukkan dengan sig. 0,002, artinya hubungan BMC terhadap berat badan linear, semakin lama diberikan BMC, maka berat badan semakin meningkat. Berdasarkan uji Anava Repeated Measure , didapatkan hasil nilai Greenhouse-Geisser sig. 0.063 dan nilai Huynh-Feldt sig. 0.061. Nilai tersebut lebih besar dari (5%), sehingga Ho diterima. Kesimpulannya tidak ada perbedaan berat badan pada pengukuran awal, pengukuran minggu kedua dan pengukuran akhir. ASUHAN KESEHATAN Berdasarkan uji Independet Sample T-Test, uji homogenitas Levenes Test menunjukkan sig. 0.565. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada kedua kelompok menunjukkan variasi yang homogen. T-Test menunjukkan sig. 0.006, nilai ini lebih kecil dari (5%) sehingga Ho ditolak, sehingga hal ini menunjukkan ada perbedaan berat badan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol, dengan nilai mean yang ditunjukkan pada kelompok perlakuan 10.744 dan kelompok kontrol 9.7808. Hal ini menggambarkan bahwa berat badan balita gizi kurang yang diberi BMC lebih baik daripada yang tidak diberi BMC. Kesimpulan dan Saran Semakin lama diberikan BMC, maka berat badan balita semakin meningkat sedangkan kelompok kontrol tidak mengalami peningkatan berat badan.Berat badan balita gizi kurang yang diberi BMC lebih baik daripada yang tidak diberi BMC. Hendaknya ibu membuatkan jajanan BMC sebagai jajanan yang mengandung nilai kalori dan protein yang tinggi. Serta membuat variasi jajanan Kepustakaan Almatsier,S (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Cetakan ke- 4, Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Arisman, MB. (2004). Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta. Endah, 2008. Aspek Perkembangan Motorik Dan Ketergantungan Dengan Aspek Fisik Dan Intelektual Anak . http:// parentingislami.woedpress.com/ 2008/ 03/03.diakses 25/05/2010. Riskesdas, (2007). Laporan Nasional, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sukirman, (2001 ). Perlu Paradigma Baru Untuk Menanggulangi Masalah Gizi Makro Di Indonesia. Bogor. Wirjatmadi, B. dan Adriani, M., (2006). Penilaian Status Gizi , Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR Surabaya. . Yasheive.2012. Imunisasi Dasar. www.http/ scribd.com/doc/32379202. Diakses 22 Maret 2012

16

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

HUBUNGAN PERILAKU DENGAN PENCAPAIAN TARGET PERSALINAN MAHASISWA PRODI DIII KEBIDANAN AKADEMI KESEHATAN RAJEKWESI BOJONEGORO TAHUN 2011 TARGET BEHAVIOR RELATIONSHIP WITH LABOR STUDENT ACHIEVEMENT DIII MIDWIFERY PROGRAM ACADEMY OF HEALTH RAJEKWESI BOJONEGORO 2011
Oleh

Fidrotin Azizah
Prodi III keperawatan Akes Rajekwesi Bojonegoro ABSTRACT One of the competencies to be achieved by the Academy of Health Rajekwesi midwifery students are labor target achievement of at least 35 times, while the factors that can support the success of the clinical practice of obstetrics assessed on the achievement of delivery targets to be met during the educational process in akes Rajekwesi Bojonegoro DIII Midwifery Program, but not all students can achieve the target of 100% in final delivery, based on the recapitulation of the final childbirth education targets in 2010 that students could achieve less than 80% of the total number of student. In effort to determine the relationship of behavior with student achievement of delivery targets the DIII Midwifery Program researchers conducted a study conducted in August-September 2011 at the Academy of Health Rajekwesi Bojonegoro. This type of observational study design with analytical, and Cros-sectional approach, the inferential statistical analysis techniques with a significant level of 5% and the level of confidence (95% confidence level). Linear regression analysis techniques using simplified based on the functional or causal relationships between the independent variables with one dependent variable. The results showed any increase in the behavior score will give an increase of 0.610 achievement of delivery targets, Ho is rejected. The conclusion of good behavior can accelerate student achievement of the target labor Prodi DIII Midwifery Bojonegoro Rajekwesi Health Academy 2011. Respondents should be more disciplined in recording. Keywords: Behavior, Labor student target ABSTRAKS Salah satu kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa kebidanan Akademi Kesehatan Rajekwesi adalah percapaian target persalinan sebanyak minimal 35 kali, sedangkan faktor yang dapat mendukung keberhasilan praktek klinik kebidanan dinilai pada pencapaian target persalinan yang harus dipenuhi selama proses pendidikan di Akes Rajekwesi Bojonegoro Prodi DIII Kebidanan, namun tidak semua mahasiswa bisa mencapai target persalinan 100% disemester akhir ,berdasarkan hasil rekapitulasi pendidikan target persalinan disemeter akhir pada tahun 2010 yang bisa dicapai mahasiswa kurang dari 80% dari total jumlah mahasiswa.Dalam upaya mengetahui hubungan perilaku dengan pencapaian target persalinan mahasiswa Prodi DIII Kebidanan maka peneliti melakukan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Agustus- September 2011 di Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro. Jenis penelitian ini observasional dengan desain analitik, serta pendekatan Cros sectional, dengan analisa tehnik statistik inferensial dengan taraf signifikan 5% dan taraf kepercayaan (confidence level sebesar 95%). Tehnik analisis menggunakan Regresi linier disederhanakan didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan setiap kenaikan satu skor perilaku akan memberikan peningkatan pencapaian target persalinan sebesar 0,610, Ho ditolak. Kesimpulannya perilaku baik bisa mempercepat pencapaian target persalinan mahasiswa Prodi DIII Kebidanan Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro 2011. Hendaknya responden lebih disiplin dalam pencatatan. Kata kunci : Perilaku, Target persalinan mahasiswa ASUHAN KESEHATAN

17

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Pendahuluan Pendidikan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan kesehatan secara Nasional merupakan salah satu elemen penting dalam mewujudkan Indonesia sehat 2010. sesuai dengan tugas fungsinya pendidikan kesehatan mempunyai misi antara lain mutu lulusan,mutu institusi dan meningkatkan kemitraan serta kemandirian institusi dalam melaksanakan pendidikan Kesehatan. Pendidikan Kebidanan bertujuan untuk menghasilkan bidan profesional. Proses pendidikan terdiri dari tahap pembelajaran dikelas dan pembelajaran dilapangan (klinik) untuk dapat menyiapkan lulusan yang mampu memberikan pelayanan kebidanan berdasarkan ilmu dan tekhnologi kebidanan. Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro menggunakan kurikulum Departemen Kesehatan RI 2002 dimana mahasiswa menyelesaikan 110 SKS yang terdiri 45,5% teori dan 55,5% praktikum dan klinik (Anonim 2006) salah satu kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa kebidanan Akademi Kesehatan Rajekwesi adalah percapaian target persalinan sebanyak minimal 35 kali . Salah satu faktor yang dapat mendukung keberhasilan praktek klinik kebidanan dinilai pada pencapaian target persalian yang harus dipenuhi selama proses pendidikan di Akes Rajekwesi Bojonegoro Prodi DIII Kebidanan sebanyak 35 kali pertolongan persalinan , namun tidak semua mahasiswa bisa mencapai target persalinan 100% disemester akhir , kondisi demikian banyak hal yang bisa mempengaruhi karena dalam keberhasilan proses belajar memerlukan empat faktor penunjang antara lain faktor dari luar meliputi faktor lingkungan, faktor instrumental, faktor fisiologis dan psikologis (Djamarah 2004) faktor psikologis merupakan faktor dari dalam yang merupakan hal utama dalam keberhasilan belajar salah satunya adalah perilaku, perilaku manusia pada hakikatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup (Pusdiknas,Depkes RI,1990) Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku yang bisa berdampak pada keberhasilan seseorang yang meliputi disiplin, minat dan komunikasi. Dengan kemampuan ini maka mahasiswa akan mampu untuk mengenal siapa dirinya, mengendalikan dirinya, memotivasi dirinya, berempati terhadap lingkungan sekitarnya dan memiliki keterampilan social yang akan meningkatan pencapaian target persalianan karena adanya proses belajar yang didasari oleh kesadaran mahasiswa itu sendiri dan itu tergantung dari disiplin, minat dan bagaimana mahasiswa berinteraksi. Metode penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah observasional dengan metode analitik menggunkan pendekatan cross sectional. Penelitian ini menggali variabel perilaku mahasiswa D III Kebidanan dan variabel pencapaian target persalinan dengan melakukan pengukuran, pengamatan pada saat bersamaan. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro Prodi DIII Kebidanan semester VI sejumlah 140 mahasiswa dengan sampel sebanyak 30 mahasiswa. Pengambilan sampel dengan teknik sampel probability sampling cara simple random sampling .Variabel independennya perilaku mahasiswa sedangkan variabel dependennya pencapaian target persalinan. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner close ended quetion.Kuesioner digunakan untuk menj aring data variabel terikat (x) sedangkan variabel terikat (Y) menggunakan data observasi data rekapitulasi target persalinan. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik statistik inferensial dengan taraf signifikan 5% dan taraf kepercayaan ( confidence level sebesar 95%). Regresi linier disederhanakan didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen Hasil penelitian Karakteristik responden menurut variabel variabel penelitian Tabel 1 Distribusi Perilaku Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan di Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro Tahun 2011. No. Perilaku (Disiplin,minat, komunikasi) Sangat baik Baik Cukup baik Kurang baik Total Jumlah 13 mahasiswa 4 mahasiswa 9 mahasiswa 4 mahasiswa 30 mahasiswa Prosentase 43,4% 13,3% 30% 13,3% 100%

1. 2. 3. 4.

Tabel 2 Distribusi pencapaian target pesalinan mahasiswa prodi DIII Kebidanan Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro No. Pencapaian target Jumlah 1. Tercapai 16 mahasiswa 2. Tidak tercapai 14 mahasiswa Total 30 mahasiswa Prosentase 55% 45% 100%

Hasil analisis hubungan antara perilaku mahasiswa dengan pencapaian target persalinan

ASUHAN KESEHATAN

18

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Tabel 3 Nilai rata rata perilaku mahasiswa dengan pencapaian target persalinan mahasiswa Prodi DIII Kebidanan Akadem Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro 2011. Variabel Indikator Rata-rata 1. Perilaku Mahasiswa 1. Disiplin 2. Minat 3. Komunikasi 2. Pencapaian Target target persalinan persalinan Nilai Terbesar Terkecil mempunyai hubungan secara signifikan terhadap kondisi pencapaian target persalinan. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perilaku mahasiswa terhadap pencapian target persalinan dapat dilihat dari nilai R Square (koefisien determinasi). Dari tabel diketahui bahwa nilai R square = 0,887 hal ini berarti bahwa hubungan perilaku mahasiswa terhadap pencapaian target peralinan adalah sebesar 88,7% sedangkan 1,3% dipengaruhi oleh faktor lain. Pembahasan Bila dilihat dari total skor pencapaian target persalinan dengan rata- rata 33,60 dengan nilai terkecil 22 dan nilai terbesar 46, hal ini berarti kondisi pencapaian target persalinan secara keseluruhan juga dalam kategori cukup. Sedangkan bila dilihat didapatkan hasil nilai Fhitung 219.046 yang lebih besar dari F0,05 yaitu 4,20 yang berarti bahwa variabel bebas yaitu perilaku mahasiswa mempunyai hubungan secara signifikan terhadap kondisi pencapaian target persalinan. Secara teori banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam belajar baik teori maupun praktek keberhasilan proses belajar memerlukan empat faktor penunjang antara lain faktor dari luar meliputi faktor lingkungan, faktor instrumental, faktor fisiologis dan psikologis (Djamarah 2004). Faktor psikologis merupakan faktor dari dalam yang merupakan hal utama dalam keberhasilan belajar salah satunya adalah perilaku yang meliputi kedisiplinan,minat,motivasi dan komunikasi(Djamarah 2004) perilaku manusia pada hakikatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup (Pusdiknas,Depkes RI,1990). Dengan kemampuan ini maka mahasiswa akan mampu untuk mengenal siapa dirinya, mengendalikan dirinya, memotivasi dirinya, berempati terhadap lingkungan sekitarnya dan memiliki keterampilan social yang akan meningkatan pencapaian target persalianan karena adanya proses belajar yang didasari oleh kesadaran mahasiswa itu sendiri dan itu tergantung dari disiplin, minat dan bagaimana mahasiswa berinteraksi. Hal ini dibuktikan dengan nilai thitung yang lebih besar dari pada ttabel dan nilai Fhitung yang lebih dari Ftabel.hubungan perilaku dengan pencapaian target persalinan ini juga dibuktikan dengan nilai regresi yang dibentuk persamaan pada persamaan 1. Dari persamaan (1) tersebut dapat dikemukakan bahwa setiap kenaikan satu skor perilaku akan memberikan peningkatan pencapaian target persalinan sebesar 0,610. dari sini terbukti bahwa ada

13,73

18

33,60

46

22

Dari ketiga indikator perilaku mahasiswa bila dilihat dari nilai rata-rata 13,73 dengan nilai terkcil 8 dan nilai terbesar 18 memperlihatkan bahwa rata-rata skor perilaku mahasiswa adalah cukup karena kisaran nilai rata-rata dibawah nilai terbesar dan diatas nilai terkecil. Bila dilihat dari total skor pencapaian target persalinan dengan rata- rata 33,60 dengan nilai terkecil 22 dan nilai terbesar 46, hal ini berarti kondisi pencapaian target persalinan secara keseluruhan juga dalam kategori cukup. Nilai regresi antara perilaku mahasiswa dengan pencapaian terget persalinan menghasilkan persamaan regresi seperti : Y=1,596+ 0,610X..........................(1) Dari persamaan (1) tersebut dapat ditemukan bahwa setiap kenaikan satu skor perilaku mahasiswa akan memberikan peningkatan pencapaian target persalinan kurang sebesar 0,610. hubungan tabel perilaku mahasiswa kurang dapat dilihat dari nilai thitung=14,800 yang lebih besar dari t0,05=2,048 yang berarti bahwa perilaku mahasiswa mempunyai hubungan yang signifikan dengan pencapaian target persalinan. Untuk pengujian lebih lanjut pengujian hipotesis perilaku mahasiswa dapat dilihat dari hasil analisis ragam regresi seperti terlihat pada tabel 5. Analisis Ragam Regresi Sumber Variasi Regresi Galat Total Derajat bebas 1 28 29 Jumlah Kuadrat 992,351 126,849 1119,200 Kuadrat F hitung F0,05 Tengah 992,351 219,046 420 4,530

Dari tabel 4.5 tersebut nilai F hitung 219.046 yang lebih besar dari F0,05 yaitu 4,20 yang berarti bahwa variabel bebas yaitu perilaku mahasiswa ASUHAN KESEHATAN

19

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro hubungan antara perilaku dengan pencapaian target persalinan mahasiswa Prodi DIII Kebidanan Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro, sesuai dengan teori yang ada. Kesimpulan Perilaku mahasiswa berhubungan secara signifikan terhadap pencapaian target persalinan. Semakin disiplin dan sigap perilaku dalam berusaha maka mahasiswa semakin banyak target persalinannya. Kepustakaan Liza. 2009. Prestasi Belajar. http : // www.box.net, diakses pada tanggal 02 September 2009 ________. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Machfoedz Ircam. (2006).Metodologi Penelitian.Fitramaya: Yogyakarta

ASUHAN KESEHATAN

20

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro HUBUNGAN STRES MENGHADAPI UJIAN PRAKTIK RUMAH SAKIT DENGAN TERJADINYA PSIKOSOMATIK PADA MAHASISWA SEMESTER IV PRODI KEPERAWATAN RAJEKWESI BOJONEGORO 2011 RELATIONS PRACTICE EXAM STRESS DEALING WITH HOSPITALS ON STUDENTS OF SEMESTER IV PSYCHOSOMATIC NURSING PROGRAM OF RAJEKWESI BOJONEGORO 2011 Sri Mulyani, Siti Nurul Syadiyah Prodi Keperawatan Akes Rajekwesi Bojonegoro ABSTRACT Stress happened especially organ area (physical stress or somatic) like other disease and infection which move mechanism adjustment of somatic so that returning its balance. Trouble of Psychosomatic can happen moments a which facing a problem like student to face test, Because that students are claimed to learn diligently and get good value. Target of this research analyses relation of stress face hospital practice test with the happening of psychosomatic at semester student of IV Nursing Program of Rajekwesi Bojonegoro. Design of this research is analytic with approach by sectional cross, its population is all student of semester IV Nursing Program of Rajekwesi Bojonegoro year 2011 then conducted by election of sample with accidental sampling and obtained 102 responder. Data collecting with questionery then conducted by editing, coding, and scoring of tabulating and also analyses data with table cross. Result of research show less than a half of responder stress counted 48 responder (47,06%) and more than a half of responder happened psychosomatic counted 60 responder (58,82%). There is relation which is significant between level of stress in face of test of hospital practice test with the happening of psychosomatic at student of semester IV Nursing Program Of Rajekwesi Bojonegoro. So that to prevent the happening of stress to be psychosomatic hence previous student previously have to give guidance about managing stress truly in order not to happened psychosomatic and draw up test and also everything better. Key Words : Stress, Psychosomatic, Hospital Practice Test ABSTRAKS Stres terjadi terutama pada bidang bagian badan (stres fisik atau somatik) seperti infeksi dan penyakit lain yang menggerakkan mekanisme penyesuaian somatik agar mengembalikan keseimbangannya. Gangguan psikosomatik dapat terjadi saat-saat seorang yang sedang menghadapi suatu masalah seperti mahasiswa yang akan menghadapi ujian, Karena mahasiswa itu dituntut belajar dengan rajin dan menghasilkan nilai yang baik. Tujuan penelitian ini menganalisa hubungan stres menghadapi ujian praktik rumah sakit dengan terjadinya psikosomatik pada mahasiswa semester IV Prodi Keperawatan Rajekwesi Bojonegoro. Desain penelitian penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional, populasinya adalah seluruh mahasiswa semester IV Prodi Keperawatan Rajekwesi Bojonegoro tahun 2011 kemudian dilakukan pemilihan sampel dengan accidental sampling dan diperoleh 102 responden. Pengumpulan data dengan kuesioner kemudian dilakukan editing, coding, scoring dan tabulating serta analisa data dengan cross table. Hasil penelitian menunjukkan kurang dari sebagian responden mengalami stress sedang sebanyak 48 responden (47,06%) dan lebih dari sebagian responden terjadi psikosomatik sebanyak 60 responden (58,82%). Ada hubungan yang siginifikan antara tingkat stress dalam menghadapi ujian praktik rumah sakit dengan terjadinya psikosomatik pada mahasiswa semester IV Prodi Keperawatan Rajekwesi Bojonegoro. Sehingga untuk mencegah terjadinya stres dan psikosomatis maka mahasiswa sebelumnya sebelumnya harus diberi pengarahan tentang mengelola stres dengan benar agar tidak terjadi psikosomatik dan mempersiapkan ujian serta segala sesuatunya dengan baik. Kata kunci : Stres, Psikosomatik, Ujian Praktik Rumah Sakit Pendahuluan Stres menurut Prof. Will F. Maramis seorang psikologi ternama merupakan tuntutan penyesuaian diri dan sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita, bila ASUHAN KESEHATAN kita tidak dapat mengatasinya dengan baik, maka akan terus muncul gangguan badan ataupun gangguan jiwa. Stres terjadi terutama pada bidang bagian badan (stres VOL. 5 No. 3, April 2012

21

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro fisik atau somatik) seperti infeksi dan penyakit lain yang menggerakkan mekanisme penyesuaian somatik agar mengembalikan keseimbangannya. Gangguan psikosomatik dapat terjadi saat-saat seorang yang sedang menghadapi suatu masalah seperti mahasiswa yang akan menghadapi ujian, Sehingga membuat mahasiswa itu untuk dituntut belajar dengan rajin dan menghasilkan nilai yang baik, Itu menjadi suatu tuntutan dan penekanan sehingga dapat terjadi gangguan psikosomatik. Setiap individu memilih pemicu stress yang berbeda-beda, stress pada mahasiswa mungkin lebih berfokus pada masalah akademik. Seperti pada saat menghadapi ujian mahasiswa harus mengulang atau HER dalam ujian hal-hal seperti itu yang membuat mahasiswa harus banyak belajar. Tidak boleh sering keluar. Menjaga kesehatan dan waktu-waktu untuk bermain sama teman akan berkurang sebab harus difokuskan ke tanggung jawabnya yaitu sebagai mahasiswa yang sedang menghadapi suatu ujian dan orang tua atau dosen menuntut harus mendapatkan nilai yang bagus agar tidak mengulang atau HER kembali(Girdano, 2005). kenyataannya masih banyak mahasiswa yang mengalami psikosomatik karena stress yang dialami saat menjelang ujian karena sebagian mahasiswa ada yang belum memahami sepenuhnya materi ujian tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan Lazarus dan Folkman dalam Anselman (2009) menunjukkan bahwa sumber stress pada mahasiswa yang lebih besar merupakan sumber eksternal yaitu faktor dosen pembimbing (16,88%) dan faktor kesulitan mendapatkan sumber pustaka (16,88%). Pada umumnya tidak ada gejala stres yang sangat menonjol. Namun ada beberapa gejala stres yang signifikan seperti gejala kognitif (29%) berupa kesulitan berkonsentrasi dan mudah lupa, gejala behavioral (16%) seperti membentuk orang lain, gejala mental (18%) seperti menyalahkan diri, cepat marah, tidak tenang, mimpi buruk, dan lain-lain, gejala fisik (19%) seperti sakit kepala, sakit nafas, diare, gatal-gatal, dan lain-lain. Dari survey awal yang dilakukan dengan wawancara kepada 10 mahasiswa didapatkan 5 mahasiswa mengalami stress psikosomatik. Daya tahan stress atau nilai ambangfrustasi ( stress / frustacion tolerance Frustatie Drempel) pada setiap orang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada keadaan somatopsiko-sosial orang itu. Ada orang yang peka terhadap stress tertentu yang dinamakan stress spesifik, karena pengalaman dahulu yang menyakitkan tidak dapat diatasinya dengan baik. Seandainya seorang mahasiswa yang mendapat nilai ujian kurang bagus sehingga ASUHAN KESEHATAN mahasiswa harus mengulang kembali pada akhirnya mahasiswa masih mendapatkan nilai HER ujian yang masih kurang memenuhi standart atau kurang bagus. Bila suatu organisme mengalami stress maka segera akan ada usaha untuk mengatasinya. Hal ini dikenal sebagai homeostasis yaitu organisme yang dengan cara terus menerus mempertahankan keadaan keseimbangan dalam batas tertentu supaya dapat hidup terus. Bila terjadi suatu konflik, maka timbullah gejalagejala holistik pada manusia. Bila hal ini berlangsung sedikit lama dan berlebihan maka terjadilah neurosa, yaitu gejala-gejalanya sebagian besar terletak pada bidang kejiwaan, seperti neurosa cemas, neurosahisterik, neurosafobik, neurosaobsesif, kompresif dan neurosa depresi.Akan tetapi disamping komponen psikologik ini hampir selain terjadi juga gangguan fungsi bagian badankarena tubuh manusia bersifat danbereaksi secara holistik.Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan gejalagejala yang sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Perkembangan neurotikinilah yang disebut gangguan psikosomatik atau psikofisiologik.Bila gangguan itu terjadi pada alat somato-motorik atau somato-sensorik maka dinamakan reaksi konversi dan termasuk dalam bagian neurosahisterik. Jika terjadi stress sampai menjadi psikosomatik maka penderita tersebut harus pergi ke psikiater, istirahat, dan melupakan stress atau beban sementara agar badan tidak menjadi sakit, kemudian diperiksakan ke dokter agar mengetahui diagnosa yang tepat. Dengan kesabaran dan simpati sudah banyak penderita dengan gangguan psikosomatik yang ditolong (W.F. Maramis, 1998).Dengan kesabaran dan simpati sudah banyak penderita dengan gangguan psikosometik yang ditolong.saat ini tidak jarang dokter melemahkan situasi terapeutik dengan mengatakan suatu diagnose sembarang saja. Bila seorang gagal dalam suatu usaha, maka mungkin ia akan melakukan langkah-langkah yaitu: 1) Mempelajari dan menentukan persoalan, 2) Menyusun alternatif penyelesaian, 3) Menentukan tindakan yang mempunyai kemungkinan paling besar akan berhasil dengan akibat yang paling menguntungkan, 4) Bertindak, dan 5) Menilai hasil tindakan supaya dapat diambil langkah yang lain bila kurang memuaskan atau ada kesalahan (Maramis, 1998). Bila mahasiswa sudah mengalami hal seperti itu maka mahasiswa harus pergi ke dosen, pembimbing konseling, teman atau sahabat dan orang untuk mengungkapkan permasalahannya dan untuk memecahkan masalah tersebut juga harus beribadah agar lebih tenang.

22

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasional yang merupakan penelitian yang mengkaji hubungan antara variabel dengan cara mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan dan menguji berdasarkan teori yang ada, serta menggunakan pendekatan cross sectional. Dalam penelitian ini desain penelitiannya bertujuan Menganalisis Hubungan Stres Menghadapi Ujian Praktik Rumah Sakit Dengan Terjadinya Psikosomatik Pada Mahasiswa Semester IV Prodi Keperawatan Rajekwesi Bojonegoro 2011. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester IV Prodi Keperawatan Rajekwesi Bojonegoro tahun 2011 dengan jumlah populasi berjumlah 138 orang. Sampel diambil dari sebagian mahasiswa semester IV Prodi Keperawatan Rajekwesi Bojonegoro tahun 2011 dengan jumlah populasi 102 responden. Penelitian ini menggunakan nonprobability sampling jenis accidental sampling . Pada penelitian ini variabel Independennya adalah stress mahasiswa menghadapi ujian praktek Rumah Sakit. Pada penelitian ini variabel dependennya adalah kejadian psikosomatik. Data dianalisis dengan uji Selanjutnya data dianalisa dengan metode analisis deskriptif. Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel dengan menggunakan tabulasi silang ( cross table) antara variabel stres (variabel x) dan variabel kejadian psikosomatis (variabel y). Hasil Penelitian dan Pembahasan Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan stress menghadapi ujian praktik rumah sakit pada mahasiswa semester IV Prodi Keperawatan Rajekwesi Bojonegoro tahun 2011 No Stress menghadapi Jumlah Prosentase ujian praktik rumah sakit (%) 1. Ringan 7 5,88 2. Sedang 48 47,06 3. Berat 47 46,08 Jumlah 102 100 Sumber : data primer bulan Juni 2011. Berdasarkan tabel 1 dapat dijelaskan bahwa dari 102 responden yang menunjukkan kurang dari sebagian mengalami stress sedang sebanyak 48 orang (47,06%). Tabel 2 Distribusi terjadinya psikosomatik pada mahasiswa semester IV Prodi Keperawatan Rajekwesi Bojonegoro 2011. No. Terjadinya psikosomatik Jumlah 60 42 102 Pros. (%) 58,82 41,18 100%

1. Terjadi psikosomatik 2 . Tidak terjadi psikosomatik Jumlah

Sumber : Data primer bulan Juni 2011. Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa dari 102 responden yang diteliti menunjukkan lebih dari sebagian terjadi psikosomatik yaitu 60 orang (58,82%) terjadi psikosomatik. 1. Tabulasi silang antara stress dalam menghadapi ujian praktik rumah sakit dengan terjadinya psikosomatik pada mahasiswa semester IV prodi keperawatan rajekwesi Bojonegoro Tabel 3 Tabulasi silang antara stress dalam menghadapi ujian praktik rumah sakit dengan terjadinya psikosomatik pada mahasiswa semester IV Prodi Keperawatan Rajekwesi Bojonegoro tahun 2011. No. Stres mengha dapi ujian praktik 1. Ringan 2. Sedang 3. Berat Jumlah Psikosomatik Tidak f terjadi psikoso matik 0 (0%) 7 (100%) 7 24 (50%) 24 (50%) 48 36 (76,6%) 11 (23,4%) 47 60 (58,8%) 42 (41,2%) 102 Terjadi psikoso matik

Jumlah %

100 100 100 100

Sumber : Data primerbulan Juli 2011. Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa dari 47 mahasiswa yang yang mengalami stres berat terdapat 36 mahasiswa (76,6%) terjadi psikosomatik, sedangkan dari 7 mahasiswa yang mengalami stres ringan seluruhnya (100%) tidak terjadi psikosomatik. Pembahasan Berdasarkan tabel 1 dapat dijelaskan bahwa dari 102 responden yang menunjukkan kurang dari sebagian mengalami stress sedang sebanyak 48 orang (47,06%).

ASUHAN KESEHATAN

23

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Stres merupakan tuntutan penyesuaian diri dan sesuai yang mengganggu keseimbangan kita. Bila tidak mengatasinya dengan baik, maka akan terus muncul gangguan badan ataupun gangguan jiwa (Maramis, 1999). Pada penelitian yang dilakukan oleh Braznite dan Golberger (2001) mengatakan bahwa setiap individu memiliki ambang stress yang berbeda-beda, karena karakteristik individu akan mempengaruhi tingkatan stress yang dialaminya. Adaptasi merupakan suatu bentuk respon tubuh sebagai homeostasis pada sistem lingkungan internal dan termasuk didalamnya penstabilan biologis internal dan pemeliharaan psikologis dalam hal jati diri dan rasa harga diri menurut Everly dan Giardone dalam Munandar (1995) stress dapat ditandai dengan tiga gejala utama yaitu mood, muskuloskeletal (otot rangka) dan visceral (organ dalam tubuh). Berdasarkan hasil penelitian diasumsikan bahwa responden yang menghadapi ujian praktik rumah sakit mengalami sering mengalami stres. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa kejadian penuh stres yang paling sering dihadapi responden adalah hal-hal yang berhubungan dengan ketidak siapan menghadapi ujian praktek rumah sakit, responden yang pada usia 19-20 tahun jalan pikiran mereka masih pada kesenangan pribadi dan bermain dengan teman sebaya. Hal ini mengakibatkan apabila mereka menghadapi masalah yang agak berat langsung menjadi suatu beban hingga menimbulkan masalah psikosomatik seperti stres. Hal-hal yang menyebabkab stres menghadapi ujian praktik di rumah sakit antara lain kedisiplinan, peraturan dan tugas dimana mahasiswa harus menguasai teori dan praktik sehingga mahasiswa dituntut dengan nilai yang baik. Jika mahasiswa tidak lulus maka harus mengulang. Jika masih belum bisa mendapat nilai yang baik maka mahasiswa harus menjalani pemantapan. Keadaan itulah yang bisa membuat mahasiswa tertekan sehingga mahasiswa menjadi stress. Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa dari 102 responden yang diteliti menunjukkan lebih dari sebagian terjadi psikosomatik yaitu 60 orang (58,82%) terjadi psikosomatik. Gangguan psikosomatik dapat timbul apabila stress tersebut tidak dikelola dengan baik. Misalnya mahasiswa yang akan menghadapi ujian praktik, mahasiswa harus ditekan untuk memahami materi dan praktik serta diharuskan untuk mendapat nilai yang tinggi agar bisa lulus. Jika mahasiswa tidak mendapat nilai yang tinggi maka mahasiswa dianggap tidak lulus dan harus mengulang. Hal seperti itu yang membuat mahasiswa tertekan. Sebab waktu dan pikiran harus terfokus pada ujian sehingga menjadi suatu tekanan yang bisa mengarah ke spikosomatis jika stress dikelola dengan benar (Maramis, 1999). Berdasarkan hasil penelitian responden yang mempunyai psikosomatik, mereka dipengaruhi oleh tuntutan dalam ujian praktik rumah sakit yang dianggap mahasiswa berat seperti harus menghadapi ujian praktik di rumah sakit dengan tuntutan mahasiswa harus mampu menguasai teori dan praktik serta harus lulus dengan nilai yang tinggi sehingga waktu dan pikiran mahasiswa harus terfokus pada ujian praktik rumah sakit. Jika mahasiswa tidak mendapatkan nilai yang tinggi dan tidak lulus maka mahasiswa harus mengulang. Hal itu menimbulkan suatu tekanan terhadap psikis mahasiswa yang dapat juga muncul menjadi keluhan-keluhan pada fisik seperti pusing dan sebagainya. Timbulnya gejala psikosomatis akan berbeda pada setiap mahasiswa karena mekanisme koping dan faktor yang lain yang bisa menjadi pemicu timbulnya psikosomatis berbeda-beda pada setiap individu. Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa dari 47 mahasiswa yang yang mengalami stres berat terdapat 36 mahasiswa (76,6%) terjadi psikosomatik, sedangkan dari 7 mahasiswa yang mengalami stres ringan seluruhnya (100%) tidak terjadi psikosomatik. Jika stres yang terus menerus akan timbul terjadinya psikosomatik, melihat macamnya gangguan psikosomatik, maka nyata bahwa terdapat hubungan dengan mekanisme faaliah yang normal yang dapat diproduksi, akan tetapi pada gangguan psikosomatik reaksi ini terlalu berat atau terjadi distorsi. Reaksi-reaksi ini ialah reaksi-reaksi stres tipe terhadap stress dan menolong organisme dalam keadaan darurat, tetapi menyukarkan juga bila berlangsung terlalu keras atas terlalu lama. Reaksi-reaksi abnormal ini merupakan reflek-reflek perlindungan. Mekanisme dapat disamakan dengan reflek batuk, bersin dan sebagainya (Maramis WF, 1999). Berdasarkan hasil penelitian bahwa mahasiswa dengan tingkat stress tinggi dapat mengalami psikosomatik, karena tingkat stress yang tinggi tidak dikelola dengan baik akan mengarah pada psikosomatik yang pada akhirnya mempengaruhi fungsi organ-organ dalam tubuh. Karena ujian praktik rumah sakit adalah suatu tuntutan dimana mahasiswa harus menguasai teori dan praktik agar mahasiswa mendapatkan nilai yang baik. Itu yang menjadi suatu tekanan yang berat bagi mahasiswa, dan akan menimbulkan stres. Hubungan menghadapi stress dengan terjadinya psikosomatik merupakan proses. Dalam proses tersebut, hal yang mendatangkan stress yaitu ujian praktik rumah sakit dan mahasiswa adalah saling berkaitan. Hal itu membutuhkan usaha

ASUHAN KESEHATAN

24

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro penyesuaian atau penyeimbangan yang terusmenerus. perbedaan cara, kemampuan dan keberhasilan orang-orang dalam mempengaruhi dampak yang mendatangkan stress itu berbeda maka stress yang dihadapi juga berbeda. Oleh karena itu, stres dapat berdampak pada biologis, psikologis, spiritual. Kesimpulan dan Saran Kurang dari sebagian responden mengalami stres sedang menghadapi ujian praktek rumah sakit, lebih dari sebagian terjadi masalah psikosomatik pada responden yang menghadapi ujian praktek rumah sakit sehingga ada Jika mahasiswa stres dalam menghadapi ujian praktik rumah sakit maka terjadi masalah psikosomatik. Sehingga perlu belajar secara tuntas menghadapi ujian. DAFTAR PUSTAKA Giovani. 2000. Psikologi . www.rumahbelajar. psikologi.com, diakses tanggal 2 Mei 2011. .Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa, Surabaya : Airlangga University. Morgan. 1986. Segi Praktis Psikiatri. Jakarta : Bina Rupa Aksara. Pratiwi. 2000. Ujian Praktek Kesehatan . www.artikata.com, diakses tanggal 2 Mei 2011. Rasmun. 2004. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga . Jakarta : CV. Sagung Seto.

ASUHAN KESEHATAN

25

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK DI SDN KEDATON II KECAMATAN KAPAS KABUPATEN BOJONEGORO THE ANALYSIS FACTORS ASSOCIATED WITH LEARNING ACHIEVEMENT OF CHILDREN IN SDN KEDATON II KECAMATAN KAPAS BOJONEGORO
Siti Patonah Prodi Keperawatan Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro ABSTRACT Two factors influence learning achievement in human beings one of them is motivation, while external factors such as family, including family characteristics, school. Goal research associated with learning achievement of children in SDN Kedaton II Kec. Kapas Kab.Bojonegoro The study design used analytic cross sectional correlational approach. Its population is 3,4,5-graders in SDN Kedaton II Kapas Bojonegoro as many as 63 people, with a sample of 56 people taken by simple random sampling. The results showed that most respondents in the category of motivation was (51.8%), parental characteristics of respondents on the job less than a majority were farmers (40%), in education more than most in the medium category (60%). Learning achievement almost half of respondents in the category of adequate(48.3%) In conclusion, there is a relationship between motivation, parental characteristics to childrens learning achievement. Expected to improve learning achievement, the child must get used to train the memory by means of diligent study, do not give priority to play. Keywords: motivation, learning achievement, parental characteristics ABSTRAKS Prestasi belajar dipengaruhi dua faktor dari dalam diri manusia salah satunya motivasi, sedangkan faktor dari luar diri manusia seperti lingkungan keluarga termasuk karakteristik keluarga, sekolah. Tujuan penelitian menganalisis faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar anak di SDN Kedaton II Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro Desain penelitian yang digunakan analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasinya adalah anak kelas 3,4,5 di SDN Kedaton II Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro sebanyak 63 orang, dengan sampel 56 orang yang diambil dengan simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi responden sebagian dalam kategori sedang (51,8 %), karakteristik orang tua responden pada pekerjaan kurang dari sebagian adalah petani (40%), pada pendidikan lebih dari sebagian dalam kategori menengah ( 60 %). Prestasi belajar responden hampir sebagian dalam kategori cukup ( 48,3 %). Kesimpulan dari penelitian ada hubungan antara motivasi, karakteristik orang tua dengan prestasi belajar anak. Diharapkan untuk meningkatkan prestasi belajar, anak harus membiasakan diri melatih daya ingat dengan cara belajar yang rajin, tidak mengutamakan bermain

Kata Kunci : Motivasi, Prestasi belajar, Karakteristik orangtua Pendahuluan Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya (Muhammad Abu, 2008). Menurut Asnawi, 2009 prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam manusia yang terdiri dari : faktor fisiologis ASUHAN KESEHATAN

(karena sakit, karena kurang sehat, karena cacat tubuh), dan faktor psikologis (intelegensi, bakat, minat, motivasi dan faktor kesehatan mental). Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri manusia yang terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat dan media massa. Fenomena yang ada di desa terutama di desa Kedaton dan sekitarnya banyak anak SD yang motivasi

26

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro belajarnya kurang yang berakibat nilai raport mereka juga rendah, hal ini disebabkan kurangnya perhatian orang tua tetapi bisa juga karena mereka asik bermain sehingga lupa dengan pelajaran. Data dari SDN Kedaton II jumlah siswa dari tahun ke tahun terjadi penurunan tetapi tidak terlalu banyak, sedangkan prestasi belajar siswa yang dievaluasi melalui nilai raport pada akhir semester cenderung stabil. Dalam proses belajar mengajar motivasi sangat besar peranannya terhadap prestasi belajar (Asnawi Yahya, 2009). Karena dengan adanya motivasi dapat menumbuhkan minat belajar siswa. Bagi siswa yang memiliki motivasi yang kuat akan mempunyai keinginan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Sehingga boleh jadi siswa yang memiliki intelegensi yang cukup tinggi menjadi gagal karena kekurangan motivasi, sebab hasil belajar itu akan optimal bila terdapat motivasi yang tepat. Karenanya, bila siswa mengalami kegagalan dalam belajar, hal ini bukanlah semata-mata kesalahan siswa, tetapi mungkin saja guru tidak berhasil dalam membangkitkan motivasi siswa atau karena keluarga tidak mendukung. Dengan demikian ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah. Beberapa bentuk dan cara motivasi tersebut diantaranya : Memberi angka, hadiah , Saingan/kompetisi, Memberi ulangan, Mengetahui hasil, Pujian, Hukuman, Hasrat untuk belajar, Minat, Tujuan yang diakui, dan yang tudak kalah penting adalah dukungan dari keluarga atau orang tua (Riza M, 2007). Metode Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik korelasional, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan untuk mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan dan menguji berdasarkan teori yang ada (Nursalam, 2008). Dengan pendekatan cross sectional ( Soekidjo N, 2008). Pada penelitian ini populasinya adalah anak kelas 3,4,5 di SDN Kedaton II Kecamatan kapas Kabupaten Bojonegoro sebanyak 63 orang, dengan besar sampel 56 orang. Pada penelitian ini menggunakan probability sampling yaitu simple random sampling (Almatsier Sunita, 2005) . Pada penelitian ini variabel independent motivasi dan karakteristik orang tua, sedangkan Variabel dependent prestasi belajar. ASUHAN KESEHATAN Hasil Penelitian Tabel 1 Distribusi motivasi responden di SDN Kedaton II Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro,tahun 2011 No 1. 2. 3. Motivasi Tinggi Sedang Rendah Jumlah Jumlah 12 29 11 56 Persentase (%) 21,5 51,8 19,7 100

Sumber : Data primer pengisian kuisioner Nopember 2011 Dari tabel 1 menunjukkan bahwa motivasi responden sebagian sedang ada 29 siswa ( 51,8 %) Karakteristik Orang Tua Responden 1. Jenis Pekerjaan
20 15

40

PNS Wiraswasta petani Tidak bekerja

Gambar 1 Diagram Pie Distribusi jenis pekerjaan orang tua Responden di SDN Kedaton II Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro tahun 2011 Dari gb.1 menunjukkan bahwa dari 56 Responden yang diteliti, sebagian bekerja sebagai petani yaitu sejumlah 22 responden (40%). Tabel 2 Distribusi pendidikan orang tua responden di SDN Kedaton II Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro,tahun 2011 No 1. 2. 3. Pendidikan Jumlah Persentase (%) Tinggi 11 20 Menengah 34 60 Rendah 11 20 Jumlah 56 100 Sumber : Data primer pengisian kuisioner Nopember 2011 Dari tabel 2 menunjukkan bahwa pendidikan orang tua responden lebih dari sebagian dalam kategori menengah yaitu ada 34 responden ( 60 %). Prestasi Belajar Tabel 3 Distribusi Prestasi Belajar responden di SDN Kedaton II Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro, tahun 2011 No. 1. 2. 3. Prestasi belajar Jumlah Persenta se (%) Baik 15 26,7 Cukup 27 48,3 Rendah 14 25 Jumlah 56 100 Sumber : Data primer pengisian kuisioner Nopember 2011 VOL. 5 No. 3, April 2012

27

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Dari tabel 3 menunjukkan bahwa prestasi belajar responden hampir sebagian dalam kategori cukup, yaitu ada 27 responden ( 48,3 %). Pembahasan 1. Hubungan Motivasi dengan Prestasi Belajar Siswa Setelah dilakukan uji korelasi didapatkan hasil tingkat signifikasi 0.004, hal ini menunjukkan ada hubungan antara motivasi dan prestasi belajar. Secara teori dikatakan bahwa motivasi ada intrinsik dan ekstrinsik. motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang atau motivasi yang erat hubungannya dengan tujuan belajar (Slameto, 2008 ) Motivasi ekstrinsik adalah hal atau keadaan yang datang dari luar individu siswa, yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Bentuk motivasi ekstrinsik ini merupakan suatu dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar, misalnya siswa rajin belajar untuk memperoleh hadiah yang telah dijanjikan oleh orang tuanya, pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah, suri tauladan orang tua, guru dan lain-lain merupakan contoh konkrit dari motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong siswa untuk belajar. Dalam perspektif kognitif, motivasi intrinsik lebih signifikan bagi siswa karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain. Perlu ditegaskan, bukan berarti motivasi ekstrinsik tidak baik dan tidak penting. Dalam kegiatan belajar mengajar tetap penting, karena kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis berubah-ubah dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa sehingga siswa tidak bersemangat dalam melakukan proses belajar mengajar baik di sekolah maupun di rumah. Bahwa setiap siswa tidak sama tingkat motivasi belajarnya, maka motivasi ekstrinsik sangat diperlukan dan dapat diberikan secara tepat. Di dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi baik intrinsic maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, siswa dapat mengembangkan aktifitas dan inisiatif sehingga dapat mengarahkan dan memelihara kerukunan dalam melakukan kegiatan belajar. Pada kenyataannya hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian, sehingga Motivasi sangat berperan dalam belajar, siswa yang dalam proses belajar mempunyai motivasi yang kuat dan jelas pasti akan tekun dan berhasil belajarnya. Makin tepat motivasi yang diberikan, makin berhasil pelajaran itu. Maka motivasi senantiasa akan menentukan intensitas usaha belajar bagi siswa, sehingga diharapkan siswa untuk meningkatkan motivasi belajarnya dan yang paling penting adalah orang-orang yang ada disekitarnya diharapkan membantu untuk membangkitkan motivasi siswa seperti guru dan orang tunya. 2. Hubungan Karakteristik Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa Setelah dilakukan uji korelasi didapatkan hasil tingkat signifikasi untuk pendidikan 0,016, dan pekerjaan 0,005, hal ini menunjukkan ada hubungan antara karakteristik orang tua dengan prestasi belajar, baik pada pendidikan maupun pekerjaan. Pendidikan adalah jenjang sekolah formal yang ditempuh oleh orang tua siswa uang dibuktikan dengan ijazah atau nilai raport dari sekolah yang bersangkutan. Semakin tinggi pendidikan orang tua maka tingkat kesadaran akan mendidik anak juga akan meningkat. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki sehingga akan berdampak pada optimalnya pendidikan anak yang ditunjukkan dengan memberi dukungan pada anak untuk rajin dan giat belajar. Pendidikan yang tinggi juga dapat membuat seseorang menjadi lebih terbuka terhadap semua informasi yang ada, termasuk juga informasi tentang pendidikan anak. Secara teori dikatakan apa yang dilakukan orang tua akan ditiru oleh anak, karena sifat anak adalah meniru apa yang ada disekitarnya. Jika orang tua pendidikannya semakin tinggi maka anak secara otomatis akan melihat orangtuanya dan orang tua akan mendidik anak dan mendorong agar anaknya berprestasi. Kesimpulan Ada hubungan antara motivasi, karakteristik orang tua dengan prestasi belajar. Diharapkan siswa di SDN Kedaton II Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro untuk membiasakan diri melatih daya ingat dengan cara belajar yang rajin, tidak mengutamakan bermain dan melihat TV meskipun acara kesayangan , yang paling penting harus bisa membagi waktu sehingga saat ulangan bisa mengerjakan dengan baik dan didapatkan hasil ulangan yang maksimal dan meningkatkan prestasi belajar.Bagi keluarga dianjurkan untuk memberikan pemantauan lebih pada anaknya dan senantiasa memberi dukungan pada anak, yang paling penting adalah contoh dengan selalu belajar atau membaca, sehingga anak terbiasa melihat orang-orang

ASUHAN KESEHATAN

28

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro disekitarnya belajar dan menjadi kebiasaan belajar pada dirinya. Bagi guru bisa membangkitkan motivasi belajar siswa dengan menggunakan berbagai macam cara untuk memotivasi belajar siswa Daftar Pustaka Abu Muhammad I A, 2008, Prestasi Belajar , etd.eprints.ums.ac.id, diakses 20 Juli 2011 Almatsier Sunita, 2005, Penuntun Statistik Kesehatan , Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Asnawi Yahya, 2009, Kajian Teoritis Prestasi Belajar, www.scribd.com/doc/prestasi belajarkajian.teoritis, diakses 20 Juli 2011 Notoatmodjo Soekidjo, 2008, Metodologi Penelitian, Jakarta, PT Rineka Cipta

Nursalam, 2008, Metodologi Penelitian, Jakarta, Salemba Medika

Riza M, 2007, Hubungsan antara motivasi dengan Psikopatologi Siswa, www.kalbe.co.id/files/ cdk, diakses 20 Juli 2011

Slameto, 2008, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta,

ASUHAN KESEHATAN

29

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

PENGARUH RENDAM AIR HANGAT PADA KAKI TERHADAP KUANTITAS TIDUR PADA LANSIA YANG MENGALAMIGANGGUAN TIDUR DI PANTI WREDHA SANTO YOSEPH KEDIRI THE INFLUENCE OF SOAKING FEET IN WARM WATER TO ELDERLYS SLEEPING QUANTITY ON ELDERLY WHO EXPERIENCES SLEEPING DISORDER AT SANTO YOSEPH KEDIRI NURSING HOME Dyah Kristyarini, Erva Elli Kristanti
STIKES RS. Baptis Kediri

ABTRACT
Soaking feet in warm water (with temperature 37-39o C) is a technique that evokes soparifiks effect (feeling asleep) and overcomes sleeping disorder. Sleeping disorder is not easily solved. Therefore, it will influence life quality and relates to mortalities. The normal sleeping quatity of elderly (age>60 years) is 6 hours per day. The purpose of the research was to know the influence of soaking feet in warm water to elderlys sleeping quantity on elderly who experiences sleeping disorder at Santo Yoseph Kediri Nursing Home. The researchs design was Pre Experiment research with One-Group pre test post test approach. The population was all elderly at Santo Yoseph Kediri Nursing Home that experience sleep disorder. Using Purposive Technique Sampling, it was obtained 22 respondents who met inclusion criteria. The independent variable was soaking feet in warm water while the dependent variable was sleeping quantity. The data were collected using elderlys sleeping observation sheet and analyzed using Wilcoxson statistic test with significance level = 0.05. The result of the research showed elderlys sleeping quantity before given soaking feet in warm water was 4.88 hours per day. Further, the sleeping quantity after given soaking feet in warm water was 6.20 hours per day. Obviously, the elderlys sleeping quantity increased 1.32 hours per day after given soaking feet in warm water. In conclusion, soaking feet in warm water influenced elderlys sleeping quantity on elderly who experiences sleeping disorder at Santo Yoseph Kediri Nursing Home. Keywords: Soaking feet in warm water, Sleeping quantity ABSTRAK Rendam air hangat dengan suhu 37-39o C pada kaki merupakan tehnik yang menyebabkan soparifiks effect (rasa kantuk) dan dapat digunakan untuk mengatasi gangguan tidur. Gangguan tidur bukanlah hal yang mudah untuk diatasi. Hal ini selain mengganggu kualitas hidup lansia juga berdampak pada kematian. Kualitas tidur yang normal bagi orang tua atau lansia (berusia lebih dari 60 tahun) adalah 6 jam per hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rendam air hangat pada kaki terhadap kuantitas tidur pada lansia yang mengalami gangguan tidur di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah pra eksperimen dengan pendekatan One-Group pre test post test. Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri yang mengalami gangguan tidur. Dengan menggunakan tehnik Purposive Sampling diperoleh 22 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah rendam air hangat pada kaki sedangkan variable terikatnya dalah kualitas tidur. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui lembar observasi kuantitas tidur lansia. Data tersebut kemudian dites dengan menggunakan Wilcoxson Statistic Test dengan level signifikansi = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas tidur pada lansia adalah 4,88 jam per hari sebelum diberikan perlakuan rendam air hangat pada kaki. Setelah diberikan perlakuan rendam air hangat pada kaki, kualitas tidur lansia menjadi 6,20 jam per hari. Jika ditilik lebih rinci, kualitas tidur lansia di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri meningkat 1,32 jam per hari setelah mendapat perlakuan rendam air hangat pada kaki. Dapat disimpulkan, bahwa terdapat pengaruh yang siknifikan dari rendam air hangat pada kaki terhadap kuantitas tidur pada lansia yang mengalami gangguan tidur di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri. Kata Kunci : Merendam kaki dalam air hangat, Kwantitas tidur. ASUHAN KESEHATAN

30

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Pendahuluan Area minat yang terbesar bagi lansia adalah peningkatan kesehatan. Salah satu aspek utama dari peningkatan kesehatan untuk lansia adalah pemeliharaan tidur untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang optimal dan untuk memastikan keterjagaan di siang hari guna menyelesaikan tugas-tugas dan menikmati kualitas hidup yang tinggi (Stanley, 2006). Masalah insomnia (sukar tidur) saat ini sering dialami oleh banyak orang terutama lansia. Hal tersebut disebabkan oleh banyak stress yang di alami setiap hari. Tidur sangat dibutuhkan bagi tubuh kita untuk penyembuhan dan perbaikan sistem tubuh (Joni H, 2008). Kuantitas tidur pada manusia bergantung pada tingkat perkembangan. Lama tidur yang dibutuhkan seseorang tergantung pula pada usia. Semakin tua usia seseorang, semakin sedikit pula lama tidur yang diperlukan. Seseorang dikatakan kualitas tidurnya dapat terpenuhi bila mampu mencapai tahapan tidur REM. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya (A. Azis Alimul Hidayat, 2006). Menurut data dari Biro Pusat Statistik menyebutkan bahwa persentase lansia akan meningkat dari 7,4% menjadi 11,34% dari total penduduk Indonesia pada tahun 2020 (Supartondo, 2005). Berdasarkan hasil wawancara awal dengan 27 lansia di Panti Wredha St.Yoseph Kediri pada tanggal 25 Oktober 2010, mengalami gangguan tidur sejumlah 25 orang (92,5%). Keluhan tidur umumnya berupa waktu tidur yang kurang, sering terbangun untuk ke kamar mandi, mudah terbangun di malam hari, bangun pagi lebih awal, rasa mengantuk sepanjang hari dan sering tertidur sejenak. Lansia rentan terhadap insomnia karena adanya perubahan pola tidur, biasanya menyerang tahap 4 atau tidur dalam. Masalah tidur meliputi insomnia, hipersomnia, parasomnia, narkolepsi, apnoe tidur, mendengkur, dan mengigau (Wartonah, 2004). Gangguan tidur jika tidak segera diatasi maka akan mempengaruhi kualitas hidup dan berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi (Stanley, 2006). Kebanyakan lansia mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh banyak faktor misal : pensiunan, perubahan pola sosial, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan penggunaan obat-obatan, penyakit yang baru saja di alami, perubahan irama sirkadian. Meskipun perubahan-perubahan pola tidur dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan, informasi terbaru menunjukkan bahwa banyak dari gangguan ini yang berkaitan dengan proses patologis yang menyertai penuaan (Stanley, 2006). Gangguan tidur dipengaruhi juga oleh perubahan fisik pada lansia misal : sel, sistem persyarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, ASUHAN KESEHATAN sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem kulit, sistem muskuloskeletal, sistem endokrin, sistem genitourinaria (Wahyudi Nugroho, 2000). Gangguan tidur dapat menyebabkan jumlah waktu tidur pada lansia berkurang, untuk mengatasi masalah tidur berbagai usaha dapat dilakukan dengan mendengarkan musik, baca buku, mandi air hangat, minuman hangat, tempat tidur yang nyaman, merendam kaki dalam air hangat yang bertemperatur 37-390C maka akan bisa mengatasi gejala gangguan tidur (Yolanda Amirta, 2007). Berdasarkan hal tersebut peneliti perlu untuk melaksanakan penelitian guna menganalisis pengaruh rendam air hangat pada kaki terhadap kuantitas tidur pada lansia yang mengalami gangguan tidur di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri. Metode Penelitian Desain penelitian ini menggunakan pra eksperimen dengan pendekatan One-group pra testpost test. One-group pra test-post test untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek (Nursalam, 2003). Suatu penelitian dengan cara memberikan pretest (pengamatan awal) terlebih dahulu sebelum dilakukan rendam air hangat, kemudian dilakukan kembali post test (pengamatan akhir) setelah rendah air hangat. Apabila dalam uji normalitas menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk pada kelompok data dengan hasil tidak normal maka uji paired (berpasangan) diturunkan menggunakan uji statistik Wilcoxon. Populasi yang diambil untuk penelitian ini adalah semua lansia yang mengalami gangguan tidur di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri yang berjumlah 25 orang. Sampel penelitian ini lansia yang mengalami gangguan tidur di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 22 orang. Hasil Penelitian Tabel 1 Kuantitas Tidur Pada Lansia yang Mengalami Gangguan Tidur di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri Sebelum diberikan Rendam Air Hangat pada Kaki pada tgl. 18 30 April 2011 No. (sebelum No. (sebelum Resp. perlakuan Resp. perlakuan /jam) /jam) 1 5 9 4,5 2 5 10 5 3 5 11 5,25 4 4,5 12 5 5 5 13 4,5 6 5 14 5 7 5 15 5 8 5,25 16 5,25 No. Resp. 17 18 19 20 21 22 5 4,5 5 4,33 5 4,33

31

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Tabel 2 Descriptive Statistic-Frequency Kuantitas Tidur pada Lansia yang Mengalami Gangguan Tidur di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri Sebelum diberikan Rendam Air Hangat pada Kaki pada tgl. 18 30 April 2011 Kuantitas Descriptive Statistic-Frequency (Jam) tidur Meanv Median Mode Min. Max. Sebelum 4,88 5 5 4,33 5,25 Setelah dilakukan Descriptive StatisticFrequency kuantitas tidur pada lansia yang mengalami gangguan tidur Di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri sebelum diberikan rendam air hangat pada kaki didapatkan bahwa nilai yaitu mean : 4,88 jam/hari (4 jam 53 menit), median : 5 jam/hari, mode : 5 jam/ hari, minimum : 4,33 jam/hari (4 jam 20 menit), dan maximum 5,25 jam/hari (5 jam 15 menit). Tabel 5 Kuantitas Tidur Pada Lansia Yang Mengalami Gangguan Tidur Di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri Sesudah Diberikan Rendam Air Hangat pada Kaki pada Tanggal 18 30 April 2011. No. Resp. Kuantitas No. Kuantitas No. Kuantitas tidur stlh Resp. tidur stlh Resp. tidur stlh rendam air rendam air rendam air hangat hangat hangat H ke-3 H ke-3 H ke-3 6 9 6,5 17 6,5 6,5 10 6,5 18 6 5,5 11 6,5 19 6 6,5 12 6,5 20 6,5 6 13 6,5 21 6 6,5 14 6 22 5,5 6 15 6 6 16 6,5 sebelum diberikan rendam air hangat pada kaki didapatkan bahwa nilai yaitu mean : 6,20 jam/hari (6 jam 12 menit), median : 6,25 jam/hari (6 jam 15 menit), mode : 6,5 jam/hari (6 jam 30 menit), minimu m : 5,5 jam/hari (5 jam 30 menit) , dan maximum 6,5 jam/hari (6 jam 30 menit). Tabel 7 Uji Statistik Perubahan Kuantitas Tidur pada Lansia yang mengalami Gangguan Tidur di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri sebelum dan sesudah diberikan Rendam Air Hangat pada Kaki pada Tanggal 18 30 April 2011. Kuantitas Tidur (dlm jam) Setelah Sebelum rendam air Selisih rendam air hangat (Peningkatan) hangat hari ke 3 (dlm jam) 5 5 5 4,5 5 5 5 5,25 4,5 5 5,25 5 4,5 5 5 5,25 5 4,5 5 4,33 5 4,33 6 6,5 5,5 6,5 6 6,5 6 6 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6 6 6,5 6,5 6 6 6,5 6 5,5 1 1.5 0.5 2 1 1.5 1 0.75 2 1.5 1.25 1.5 2 1 1 1.25 1.5 1.5 1 2.17 1 1.17

No. Resp.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Tabel 6 Descriptive Statistic-Frequency Kuantitas Tidur pada Lansia yang Mengalami Gangguan Tidur di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri Sesudah diberikan Rendam Air Hangat Pada Kaki pada Tanggal 18 30 April 2011. Kuantitas Descriptive Statistic-Frequency (Jam) tidur Meanv Median Mode Min. Max. Setelah 6.20 6,25 6,5 5,5 6,5 Setelah dilakukan Descriptive StatisticFrequency kuantitas tidur pada lansia yang mengalami gangguan tidur Di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri ASUHAN KESEHATAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Uji Normalitas Uji Statistik Mean selisih

Shapiro-Wilk p=0,000 p=0,000 Wilcoxon P=0,000 1,32

Setelah dilakukan uji normalitas data kuantitas tidur pada lansia yang mengalami gangguan tidur di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri sebelum

32

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro dan sesudah diberikan rendam air hangat pada kaki menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk berdasarkan taraf signifikansi yang ditetapkan adalah > 0,05 didapat p sebelum =0,000 dan p sesudah =0,000. Karena hasil nilai kedua kelompok data adalah p < maka diambil kesimpulan bahwa distribusi kelompok data adalah tidak normal. Setelah dilakukan uji statistik Wilcoxon dengan Software SPSS versi 16 dengan taraf signifikansi yang ditetapkan adalah < 0,05 pada kuantitas tidur pada lansia yang mengalami gangguan tidur di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri sebelum dan sesudah diberikan rendam air hangat pada kaki didapatkan p=0,000. Karena hasil nilai kelompok data tersebut adalah p < yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kuantitas tidur pada lansia yang mengalami gangguan tidur di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri sebelum dan sesudah diberikan rendam air hangat pada kaki mengalami perubahan yang signifikan dengan rata rata perubahan atau peningkatan kuantitas tidur tiap responden adalah 1,32 jam/hari (1 jam 19 menit). Pembahasan Masalah insomnia (sukar tidur) saat ini sering dialami oleh banyak orang terutama lansia. Hal tersebut disebabkan oleh banyak stress yang di alami setiap hari. Tidur sangat dibutuhkan bagi tubuh kita untuk penyembuhan dan perbaikan sistem tubuh (Joni H, 2008). Semakin tua usia seseorang, semakin sedikit pula lama tidur yang diperlukan. Seseorang dikatakan kualitas tidurnya dapat terpenuhi bila mampu mencapai tahapan tidur REM. Kebanyakan lansia mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh banyak faktor misal : pensiunan, perubahan pola sosial, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan penggunaan obat-obatan, penyakit yang baru saja di alami, perubahan irama sirkadian. Meskipun perubahan-perubahan pola tidur dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan, informasi terbaru menunjukkan bahwa banyak dari gangguan ini yang berkaitan dengan proses patologis yang menyertai penuaan (Stanley, 2006). Gangguan tidur dipengaruhi juga oleh perubahan fisik pada lansia misal : sel, sistem persyarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem kulit, sistem muskuloskeletal, sistem endokrin, sistem genitourinaria (Wahyudi Nugroho, 2000). Gangguan tidur jika tidak segera diatasi maka akan mempengaruhi kualitas hidup dan berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi (Stanley, 2006). Rata- rata kuantitas tidur sebelum diberikan rendam air hangat pada kaki pada lansia yaitu 4,88 jam/hari (4 jam 53 menit) dimana rata - rata tersebut dibawah kuantitas tidur normal pada lansia atau dewasa tua (usia >60 tahun) yang normalnya mempunyai kuantitas tidur sekitar 6 jam/hari. Hal ini kemungkinan dipengaruhi faktor-faktor diantaranya biologis, emosional, dan medis yang berperan, juga pada kebiasan tidur yang buruk. Kemungkinan juga faktor usia dimana diketahui bahwa lebih dari 50% responden berumur 71-80 tahun yaitu sebanyak 12 responden (54,5%) yang mengalami gangguan pola tidur, dan juga kemungkinan faktor yang mempengaruhi kuantitas tidur lansia yaitu riwayat penyakit dimana bahwa paling besar responden memiliki riwayat penyakit lain yaitu pusing, nyeri sendi, masuk angin sebanyak 13 responden (59,1%). Dari data tersebut memperlihatkan bahwa lansia mempunyai kuantitas tidur yang kurang baik di pengaruhi suatu masalah. Rendam air hangat pada kaki merupakan suatu prinsip kerja air hangat terhadap stimulasi tidur, merendam kaki dalam air hangat yang bertemperatur 37-39o C akan menimbulkan efek soparifik (efek ingin tidur) dan mengatasi gangguan tidur (Yolanda Amirta, 2007). Rendam air hangat pada kaki merupakan tehnik stimulasi tidur yang dilakukan dengan cara merendam kaki dalam air hangat bersuhu 37-39oC (Barbara Hegner, 2003). Untuk mendapatkan hasil yang efektif, rendam air hangat pada kaki sebaiknya dilakukan sebelum tidur malam. Lakukan secara rutin selama 3 - 6 hari, maka akan memberikan relaksasi pada tubuh sehingga dapat mengatasi gangguan tidur (Yolanda Amirta, 2007). Efek therapeutik dengan menggunakan suhu hangat : meningkatkan sensibilitas jaringan kolagen, meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis, untuk mengurangi spasme otot, mengurangi pembengkakan dan eksudat, meningkatkan peredaran darah, terjadinya vasodilatasi pada kulit disebabkan adanya bradikinin dari kelenjar hormon dan terjadi dilatasi pada otot dan pembuluh darah ketika terkena perangsangan hangat (Maria Synder, 1992). Rata- rata kuantitas tidur lansia sesudah diberikan rendam air hangat pada kaki pada lansia yaitu : 6,20 jam/hari (6 jam 12 menit) maka rendam air hangat dapat meningkatkan kuantitas tidur pada lansia atau dewasa tua (usia >60 tahun) yang normalnya mempunyai kuantitas tidur sekitar 6 jam/hari. Lansia setelah diberi rendam air hangat lansia beberapa lansia mengatakan bahwa tidur lebih nyaman, tidur tenang dan lelap. Hal ini sesuai dengan efek relaksasi yang di peroleh dengan merendam kaki pada air hangat terutama pada malam hari. Riwayat penyakit kemungkinan dapat mempengaruhi kualitas tidur, atau

ASUHAN KESEHATAN

33

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro bahkan efektif walaupun lansia mempunyai riwayat penyakit, dibuktikan dari data demografi, beberapa lansia yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi dan asam urat mempunyai peningkatan kuantitas tidur lebih baik dari pada riwayat penyakit yang lain. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada peningkatan kuantitas tidur sesudah diberikan rendam air hangat pada kaki ini membuktikan teori bahwa merendam kaki dalam air hangat yang bertemperatur 37-39oC akan menimbulkan efek soparifik (efek ingin tidur) dan mengatasi gangguan tidur (Yolanda Amirta, 2007). Rendam air hangat pada kaki merupakan tehnik stimulasi tidur yang dilakukan dengan cara merendam kaki dalam air hangat bersuhu 37-39oC (Barbara Hegner, 2003). Untuk mendapatkan hasil yang efektif, rendam air hangat pada kaki sebaiknya dilakukan sebelum tidur malam. Lakukan secara rutin selama 3 - 6 hari, maka akan memberikan relaksasi pada tubuh sehingga dapat mengatasi gangguan tidur (Yolanda Amirta, 2007). Rata- rata peningkatan kuantitas tidur yaitu 1,32 jam/hari (1 jam 19 menit). Hal ini berdasarkan fisiolologi bahwa didaerah kaki terdapat syaraf-syaraf terutama di kulit yaitu flexus venosus dari rangkaian syaraf ini stimulasi diteruskan ke kornu posterior kemudian dilanjutkan ke medula spinalis, dari sini diteruskan ke lamina I,II,III Radiks Dorsalis, selanjutnya ke ventro basal talamus dan masuk ke batang otak tepatnya di daerah rafe bagian bawah pons dan medula disinilah terjadi efek soparifik (ingin tidur). (Guyton, 1997). Kesimpulan dan Saran Setelah rendam air hangat pada kaki lansia kuantitas tidur pada lansia di Panti Wredha Santo Yoseph meningkat dari 4,88 jam/hari (5 jam 53 menit) menjadi 20 jam/ hari (6 jam 12 menit). Rendam kaki hendaknya menjadi pola kebiasaan pada lansia tidak hanya pada yang mengalami gangguan tidur.

Daftar Pustaka Alimul H., Aziz, (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta Artur, C. Guyton,( 1990) . Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit . EGC : Jakarta Amirta, Yolanda,( 2007). Sehat Murah dengan Air. Keluarga Dokter : Jakarta Joni Hariyanto, (2008). Makalah Seminar Sehari Tehnik Sirep untuk memenuhi Kebutuhan Tidur Lansia. Tanggal 8 Januari 2008 Supartondo dkk, (2004). Asuhan Berkesinambungan Pada Usia Lanjut dan Pasien Geriatri. Jakarta : Ilmu Penyakit Dalam FKUI, hal : 74,75 Stanley, Mickey, (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC Synder, Maria, (1992). Independent Nursing Intervention. Delmer Publishing : Bandung Wartonah, (2004). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik. Jakarta : EGC. Hal: 83,87,88

ASUHAN KESEHATAN

34

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN TERJADINYAINSOMNIA PADA LANSIA USIA 60-70 TAHUN DI DESA MAYANGGENENG KECAMATAN KALITIDU KABUPATEN BOJONEGORO THE CORRELATION BETWEEN DEPRESSION LEVEL WITH INSOMNIA OCCURRENCE IN 60 70 YEAR OLD PEOPLE IN DESA MAYANGGENENG KECAMATAN KALITIDU KABUPATEN BOJONEGORO S. Nurul Syadiyah
Prodi Keperawatan Akes Rajekwesi Bojonegoro ABSTRACT Depression is one of the cause of insomnia occurrence in aging people depression can cause someone to become sorrowful, sleepless and feels exhausted when. The purpose of this research is to analyze the correlation between depression level with insomnia occurrence aging peolpe in Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro. Analytic method applied is by using cross sectional approach with population consists of 60 - 70 year old people in Desa Mayanggeneng Kec. Kalitidu Kab. Bojonegoro. Purpose sampling is used, there are 50 respondents this research is using two variables : depression as the independent variable insomnia in aging people as dependent variable. The data is collected by using questionaire sheet and analyzed by with spearman Rho test. Result of this research shows that light depression 23 responders ( 46%), 18 responders ( 36%) were not depressed, 7 responders were medium depressed ( 14%) and 2 responder ( 4%) are heavy depressed.There are 28 respondents who experienced insomnia (56%) and 22 respondents who didnt experience insomnia (44%). Result of statistical test spearman rho is 0,002 having value significant is meaning there is correlation between depression with insomnia in aging people. Result of this research shows that there is correlation between depression with insomnia in aging people. The prevention of depression in aging people is expected to protect them from the risk of insomnia. Keyword : depression, insomnia, aging people ABSTRAK Depresi merupakan salah satu penyebab terjadinya insomnia pada lansia karena depresi menyebabkan seseorang menjadi sedih, susah tidur dan merasa lelah saat bangun tidur. Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisa hubungan tingkat depresi dengan terjadinya insomnia pada lansia di Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro. Metode yang digunakan adalah analitik dengan menggunakan pendekatan cross seksional dengan populasi lansia usia 60 70 tahun di Desa Mayanggeneng Kec. Kalitidu Kab. Bojonegoro, dengan teknik Purposive sampling, 50 responden yang memenuhi kriteria inklusi dengan menggunakan dua variabel yaitu variabel independen depresi dan variabel dependen insomnia pada lansia metode pengumpulan data dengan lembar kuesioner dan analisa data dengan uji spearman rho. Hasil penelitian sebagian besar responden mengalami depresi ringan sebanyak 23 responden (46%), tidak depresi sebanyak 18 responden (36%), depresi sedang sebanyak 7 responden (14%) dan depresi berat sebanyak 2 responden (4%) lansia mengalami insomnia sebanyak 28 responden (56%) dan tidak insomnia sebanyak 22 responden (44%). Hasil dari uji statistik dan spearman rho menunjukkan nilai r < 0,05 yaitu sebesar 0,002 yang mempunyai nilai signifikan yang berarti ada hubungan antara depresi dengan insomnia pada lansia. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa ada hubungan antara depresi dengan insomnia pada lansia. Oleh sebab itu diharapkan lansia untuk mencegah terjadinya depresi agar terhindar dari resiko insomnia. Kata kunci : depresi, insomnia, lansia ASUHAN KESEHATAN

35

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Pendahuluan Depresi merupakan salah satu penyebab terjadinya insomnia pada lansia, karena depresi menyebabkan seseorang menjadi sedih, susah tidur dan merasa lelah saat bangun tidur. Selain depresi, faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya insomnia pada lansia adalah stress atau kecemasan, kematian pasangan hidup, penggunaan obat yang meningkat dan kondisi sakit fisik yang menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari, baik aktivitas jasmani, rohani dan sosial (Margatan Arcole, 1997:71). Dilaporkan pula jumlah lansia di Propinsi Jawa Timur pada tahun 2003 sebanyak + 986.000 jiwa. Dari sekian banyak jumlah lansia tersebut dilaporkan angka insiden yang mengalami insomnia adalah sebesar 37,5% (Nugroho Wahyudi, 2000:03). Salah satu penyebab terjadinya insomnia pada lansia adalah depresi. Dampak yang sering terjadi pada lansia yang mengalami insomnia yaitu peningkatan suhu badan, mudah capek, pusing, perubahan kepribadian dan perilaku, menarik diri, bingung dan disorientasi terhadap tempat dan waktu (Priharjo Robert, 1998:28). Insomnia akibat dari depresi akan membahayakan fisik maupun mental pada lansia, maka disini peran perawat sangat penting dalam pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental secara komprehensif yaitu melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif, sehingga dengan penelitian ini dapat menjadi langkah petugas kesehatan khususnya di puskesmas yang menyangkut juga pemeliharaan kesehatan lansia untuk selalu memberikan penyuluhan tentang dampak depresi pada lansia. Metode Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional . Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang ada di Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro dengan jumlah 340 responden terdiri dari 2 RW / 9 RT dan lansia yang berumur 60-70 tahun 120 orang. Besar sampel 50 dengan menggunakan tehnik samplingnya purposive sampling. Variabel independen dalam penelitian ini adalah depresi dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah insomnia pada lansia. Pengumpulan data dengan kuesioner pada responden melalui wawancara terpimpin dan hasilnya dirata rata. Analisa data dengan korelasi tata jenjang dengan tingkat kemaknaan p < 0,05 Hasil dan Pembahasan 1. Distribusi despresi pada lansia Tabel 1 Distribusi Depresi pada lansia di Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu

Kabupaten Bojonegoro pada Bulan MeiJuli 2010 No 1. 2. 3. 4. Depresi Tidak depresi Depresi ringan Depresi sedang Depresi berat Jumlah Frekuensi 18 23 7 2 50 Persentase (%) 36 46 14 4 100

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa lansia di Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro tidak mengalami depresi sebanyak 18 responden (36%) depresi ringan sebanyak 23 responden (46%), depresi sedang sebanyak 7 responden (14%) dan depresi berat sebanyak 2 responden (4%). 2. Distribusi insomnia pada lansia Tabel 2 Distribusi Insomnia pada Lansia di Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro pada Bulan Mei Juli 2010 No Insomnia 1. Tidak insomnia 2. Insomnia Jumlah Frekuensi 22 28 50 Persentase (%) 44 56 100

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa lansia yang ada di Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro adalah tidak mengalami insomnia sebanyak 22 responden (44%) dan mengalami insomnia sebanyak 28 responden (56%). 3. Tabulasi silang antara depresi dengan insomnia pada lansia Tabel 3 Tabulasi Silang Antara Depresi dengan Insomnia pada Lansia di Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro pada Bulan MeiJuli 2010 Insomnia Depresi Tidak depresi Depresi ringan Depresi sedang Depresi berat Jumlah N 14 5 3 0 22 % 28 10 6 0 44 N 4 18 4 2 28 % 8 36 8 4 56 N 18 23 7 2 50 % 36 46 14 4 100 Insomnia Tidak insomnia Total

Coefficient Corellation = 0,432 ASUHAN KESEHATAN

r=0,002

36

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro Dari hasil analisis dengan menggunakan uji statistik correlation spearman rho menunjukkan nilai r < 0,05 yaitu 0,002 dan correlation coefficient 0,432 yang berarti bahwa variabel depresi dan insomnia mempunyai nilai signifikan, berarti ada hubungan antara depresi dengan insomnia pada lansia di Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro tahun 2010 Pembahasan Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa lansia di Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro tidak mengalami depresi sebanyak 18 responden (36%) depresi ringan sebanyak 23 responden (46%), depresi sedang sebanyak 7 responden (14%) dan depresi berat sebanyak 2 responden (4%). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam. Gejala-gejala umum seperti pandangan kosong, kurang atau ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, aktivitas menurun, kurangnya nafsu makan, sedih dan juga susah tidur di malam hari dan bangun terlambat (Nugroho Wahjudi, 1995:77). Usia adalah salah satu faktor depresi pada lansia. Seseorang dengan usia tua akan mengalami perubahan pada struktur tubuh dan terjadinya penurunan respon tubuh terhadap perubahan atau stres, baik yang datang dalam tubuh sendiri maupun yang datang dari luar sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan terutama kesehatan mental yaitu terjadinya depresi pada seseorang. Berdasar hasil penelitian di Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro rata-rata lansia berusia 60-65 tahun sebanyak 32 responden (64%). Dengan adanya usia lansia semakin tua maka semakin banyak pula perubahan yang terjadi khususnya perubahan mental atau stress pada diri lansia tersebut. Perubahan mental disini tidak bisa mencari nafkah lagi atau bekerja, merasa tidak berharga dilingkungan keluarga karena tidak dapat membantu atau melakukan aktifitas untuk meringankan beban keluarga dan merasa hidupnya menyebabkan depresi pada lansia. Oleh karena itu diharapkan bagi anggota keluarga yang mempunyai lansia menjaga dan merawat kondisi fisiknya, sering aktif dalam berkomunikasi, memberikan semangat dan kesempatan kepada lansia untuk mengutarakan pendapat serta melibatkan lansia dalam kegiatan sehari-hari sesuai dengan kemampuan yang dimiliki ASUHAN KESEHATAN sehingga dengan adanya tindakan tersebut dapat mencegah resiko terjadinya depresi pada lansia. Sedangkan tabel 2 menggambarkan bahwa lansia yang ada di Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro adalah tidak mengalami insomnia sebanyak 22 responden (44%) dan mengalami insomnia sebanyak 28 responden (56%). Insomnia adalah suatu keadaan seseorang dengan kuantitas dan kualitas tidur yang kurang. Gejala seseorang yang mengalami insomnia seperti kesulitan jatuh tidur atau tidak tercapainya tidur nyenyak. Keadaan ini bisa berlangsung sepanjang malam dan dalam tempo berhari-hari, berminggu-minggu atau lebih, merasa lelah saat bangun tidur dan tidak merasakan kesegaran, sakit kepala di pagi hari, kesulitan berkonsentrasi, psikologi mudah marah, mata merah dan mengantuk disiang hari (Williams Adrian, 2005:15). Berdasarkan penelitian bahwa sebagian besar lansia mengalami insomnia, hal ini disebabkan karena lanjut usia menjalani kemunduran kerja fisik sehingga menimbulkan gangguan aktifitas sehari-hari seperti nyeri kepala dan nyeri sendi-sendi. Dengan adanya nyeri tersebut dapat mempengaruhi kebutuhan istirahat tidur seseorang sehingga lansia mengalami insomnia atau kesulitan untuk tidur. Dari hasil analisis dengan menggunakan uji statistik correlation spearman rho menunjukkan nilai r < 0,05 yaitu 0,002 dan correlation coefficient 0,432 yang berarti bahwa variabel depresi dan insomnia mempunyai nilai signifikan, berarti ada hubungan antara depresi dengan insomnia pada lansia di Desa Mayanggeneng Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro pada bulan Januari 2009 . nsomnia merupakan suatu keadaan seseorang dengan kuantitas dan kualitas tidur yang kurang. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan insomnia adalah pensiunan dan perubahan pola sosial, kematian pasangan dan teman dekat, penggunaan obat yang meningkat, kondisi fisik, stress atau kecemasan, efek samping pengobatan, pola makan yang buruk kurang berolah raga dan insomnia (Williams Adrian, 2005:5). Depresi merupakan salah satu penyebab terjadinya insomnia pada lansia. Depresi adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam (Nugroho Wahyudi, 1995:77). Dengan demikian bahwa depresi merupakan salah satu penyebab terjadinya insomnia pada lansia. Depresi merupakan faktor yang sangat penting terjadinya gangguan istirahat tidur. Seseorang yang

37

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak mengalami depresi akan terhindar dari insomnia. Sebaliknya seseorang yang sedih, merasa bersalah, merasa tidak puas dengan hidup, menarik diri dari sosial, maka orang tersebut semakin terkena resiko insomnia. Oleh karena itu depresi dapat menyebabkan insomnia pada lansia. Kesimpulan dan Saran Lansia di desa Mayanggeneng Kec Kalitidu Kabupaten Bojonegoro kurang dari sebagian mengalami depresi ringan sebanyak 23 responden (46%) dengan lebih dari sebagian mengalami insomnia sebanyak 28 responden (56%). Untuk mengurangi terjadinya depresi perlunya lansia dapat melakukan aktifitas tetap sesuai dengan kemampuannya sehingga tidak terjadi kekosongan waktu, gizi cukup dan schedule, olahrada dan ibadah. Daftar Pustaka Endang Lanywaty. (2001). Insomnia (Gangguan Sulit Tidur). Yogyakarta : Kanisius. Wahid Iqbal Mubarok, dkk. (2006). Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta : CV. Sagung Seto. Wahyudi Nugroho. (2001). Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC. Wahyudi Nugroho. (2001). Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC. Williams Adrian. (2001). Insomnia. Jakarta : Apratana.

ASUHAN KESEHATAN

38

VOL. 5 No. 3, April 2012

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

PETUNJUK PENULISAN
Jurnal ASUHAN KESEHATAN menerima hasil penilitian, kajian konsep yang merupakan pemikiran inovasi hasil telaah pustaka dan pembahasan tinjauan pustaka yang belum pernah dipublikasikan yang bermanfaat untuk menunjang kemajuan Ilmu Pendidikan di bidang Kesehatan di dalam maupun luar negeri. 1. Judul, menggambarkan isi pokok tulisan secara ringkas dan jelas, ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, penulis diharapkan mencantumkan pula judul ringkasan dengan susunan karakter 40 karakter/ketukan beserta nama penulis utama yang akan dituliskan sebagai judul pelari ( running title ). 2. Nama Penulis, tanpa gelar disertai catatan kaki tentang instansi penulis bekerja, jumlah penulis yang tertera dalam artikel minimal 2 orang, maksimal 4 orang. 3. Alamat, berupa Instansi tempat penulis bekerja dilengkapi dengan alamat Pos lengkap dan alamat e-mail jika ada ( untuk penulisan korespondensi ). 4. Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris, minimal 100 kata dan merupakan intisari seluruh tulisan disertakan 3-5 kata kunci ( key word ). 5. Daftar Pustaka ditulis sesuai metode Harvard style. Artikel Hasil Penelitian 1. Pendahuluan Berisi latar belakang, penjelasan mengenai penelitian terkait yang up to date dan nilai lebih penelitian yang merupakan inovasi kutipan dari daftar pustaka dibuat dengan tanda (1) berdasarkan nomor dalam daftar pustaka. 2. Metode Penelitian Menjelaskan kronologi penelitian termasuk cara menyiapkan bahan penelitian, rancangan atau desain penelitian, prosedur penelitian ( dalam bentuk algoritma, pseudocode atau lainnya ), cara pengujian dan pengambilan data. Pada bagian ini boleh juga diberikan dasar teori, Tabel dan Gambar dibuat centre seperti dibawah ini diacu pada naskah. 3. Hasil dan Pembahasan Pada bagian ini berisi hasil penelitian yang dilakukan sekaligus dibahas secara komprehansif. Hasil bisa berupa gambar, grafik, tabel, da lain - lain yang mempermudah pembaca paham da diacu di naskah. Jika bahasa terlalu panjang dapat dibuat sub - sub judul. 4. Kesimpulan dan Saran Memberikan pernyataan bahwa apa yang diharapkan sebagaimana dalam pendahuluan akhirnya dapat diperoleh hasil dan pembahasan, sehingga terdapat kesesuaian.Selain itu juga ditambahkan prospek pengembangan dari hasil penelitian dan aplikasi lebih jauh yang menjadi prospek kajian berikutnya. Petunjuk Umum Penulisan Makalah Makalah diketik pada kertas A4, degan huruf time new roman 10, spasi tunggal, jarak dari tepi 3 cm, jumlah halaman maksimal 20.Setiap halaman diberi nomor urut dari mulai halaman judul sampai halaman terakhir. Kirimkan sebuah makalah asli disertai dengan 2 fotocopy serta soft copy file dalam bentuk CD. Tulis nama file dan program yang digunakan dalam CD. Tabel Setiap tabel harus diketik 1 spasi. Nomor tabel berurutan sesuai dengan urutan penyebutan dalam teks. Setiap tabel diberi judul singkat. Setiap kolom diberi sub judul singkat. Tempatkan penjelasan pada catatan kaki, bukan pada judul jurnal, tabel maksimal 6 buah. Makalah/artikel dikirim ke alamat : Redaksi ASUHAN KESEHATAN Jurnal Kesehatan Akes Rajekwesi Bojonegoro JL.KHR. Moh. Rosyid KM. 05 Ngumpakdaelm Bojonegoro Telp. 0353 882197 Fax. 0353 881902 e-mail : asuhan.kesehatan@yahoo.com

ASUHAN KESEHATAN

39

VOL. 5 No. 3, April 2012

Вам также может понравиться