Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

LATAR BELAKANG Era repormasi memberikan harapan besar bagi terjadinya perubahan menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, dan memiliki akuntabelitas tinggi serta terwujudnya governance dan adanya kebebasan berpendapat. Semuanya ini diharapkan makin mendekatkan bangsa pada pencapaian tujuan nasional sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk itu perubahan repormasi diharapkan mampu menjadi bangsa Indonesia, baik pemimpin maupun rakyat dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, tanggung jawab, persamaan serta persaudaraan. Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, kebhinekaan merupakan kekayaan Negara Indonesia yang harus diakui, diterima, dan dihormati. Kemajemukan sebagi anugrah juga harus dipertahankan, dipelihar, dan dikembangkan yang kemudian diwujudkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Keberagamaan tersebut telah diakomodasi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang didalamnya terdapat Pancasila yang merupakan kepribadian bangsa dan pandangan hidup bangsa yang telah diuji kebenaran dan keampuhannya, sehingga tidak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia merupakan hukum tertinggi dan dijadikan hukum dasar yang mengikat dalam pedoman hidup dan norma hukum yang berlaku dan dijadikan sumber hukum bagi peraturan perundangan yang berada dibawahnya. Sesuai dengan rumusan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang menetapkan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah

negara yang menegakan supermasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan (akuntabel) yang bercermin pada UUD 1945 sebagai Hukum Dasar. 1.2. RUMUSAN MASALAH a. Apa pengertian hukum dasar? b. Apa Pandangan UUD Terhadap Hukum Dasar di Negara Hukum? c Asal Mula Kedudukan Hukum Dasar di Indonesia? d. Apa saja Ciri Khas Negara Hukum? e. Apa saja Sifat UUD RI 1945? f.Fungsi UUD RI 1945 Sebagai Landasan Konstitusional, Struktural, dan Operasional? g. Apa saja Kedudukan UUD 1945? 1.3. TUJUAN PEMBAHASAN a. Untuk mengetahui pengertian hukum dasar b. Untuk mengetahui hukum dasar tertulis c. untuk mengetahui hukum dasar tidak tertulis d. Untuk mengetahui sisfat-sifat UUD 1945 e. Untuk mengetahui asal mula hukum dasar di Indonesia..

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Hukum Dasar A. Pengertian Hukum Dasar Hukum dasar adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Untuk menyelediki hukum dasar suatu negara tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD nya saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan suasana kebatinannya dari UUD itu. Hukum dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu negara dalam menentukan mekanisme kerja badan-badan tersebut seperti eksekutif, yudikatif dan legislatif. Undang-Undang Dasar RI 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis, kedudukan dan fungsi dari UUD RI 1945 merupakan pengikat bagi pemerintah, lembaga negara, maupun lembaga masyarakat, sebagai warga negara Indonesia. Sebagai hukum dasar, UUD RI 1945 memuat normat-norma atau aturan-aturan yang harus diataati dan dilaksanakan. Istilah konstitusi mempunyai 2 ( dua ) pengertian yaitu : 1. Konstitusi dalam arti luas : adalah keseluruhan dari ketentuan ketentuan dasar atau disebut juga hukum dasar,baik hukum dasar tertulis maupun hukum dasar tidak tertulis. 2. Konstitusi dalam arti sempit : Adalah hukum dasar tertulis yaitu undangundang dasar. Di Indonesia disebut juga dengan UUD RI 1945. Di negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, UUD mempunyai fungsi khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah, sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat semena-mena.

2.2. Pandangan UUD Terhadap Hukum Dasar di Negara Hukum Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum, kita melihat bekerjanya tiga prinsip dasar, yaitu supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan dihadapan hukum (equaility before the law) dan penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum (due process of law). Dalam penjabaran selanjutnya, pada setiap negara hukum akan terlihat ciri-ciri adanya: 1. jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia 2. kekuasaan kehakiman atau peradilan yang merdeka 3. Legalitas daalam arti hukum, yaitu bahwa baik pemerintahan/negara maupun warga negara dalam bertindak harus berdasarkan hukum. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 negara hukum Indonesia mengenal juga adanya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai salah satu lingkungan peradilan di samping peradilan umum, peradilan militer dan peradilan agama. Adanya PTUN sering juga diterima sebagai salah satu ciri negara hukum. Adanya peradilan tata usaha negara atau peradilan administrasi negara (administratief rechtsspraak) tidak selalu di negara hukum karena sangat bergantung pada tradisi yang melatarbelakanginya. Ciri itu biasanya ada di negara hukum dengan menggunakan istilah rechtsstaat. Di dalam rechtsstaat pelembagaan peradilan dibedakan dengan adanya peradilan khusus administrasi negara karena pihak yang menjadi subjek hukum berbeda kedudukannya yakni pemerintah/pejabat tata usaha negara melawan warga negara sebagai perseoranagan atau badan hukum privat. 2.3. Asal Mula Kedudukan Hukum Dasar di Indonesia Meskipun tidak sepenuhnya menganut paham negara hukum dari Eropa Kontinental, karena warisan hukum Belanda, Indonesia menerima dan melembagakan adanya sistem peradilan tata usaha negara di dalam sistem peradilannya. Sementara itu istilah rechtsstaat di hapus dari Undang- undang

Dasar ini sejalan dengan peniadaan unsur penjelasan setelah Undang-Undang Dasar negara yang dilakukan empat kali perubahan. Istilah resmi yang dipakai sekarang, seperti yang dimuat dalam pasal 1 ayat (3), adalah negara hukum yang bisa menyerap subtansi rechtsstaat dan the rule of the law sekaligus. Unsur konsepsi negara hukum yang berasal dari tradisi Anglo Saxon (the rule of law) di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 terlibat dalam bunyi pasal 27 ayat (1) yang menegaskan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya Konsekuensi ketentuan itu adalah bahwa setiap sikap, bijaksana dan

perilaku alat negara dan penduduk (warga negara dan orang asing) harus berdasarkan dan sesuai dengan hukum. Ketentuan itu sekaligus dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenagan dan arogani kekuasaan, baik dilakukan oleh alat negara maupun oleh penduduk. Paham negara hukum sebagaimana tercantum dalam ketentuan pasal 1 ayat (3) terkait erat dengan negara keejahteraan (welfare state) atau paham negara hukum materiil sesuai dengan bunyi alinea keempat pembukaan dan pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pelaksanaan paham negara hukum materiil akan mendukung dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan negara di Indonesia sebagai negara hukum yang bercermin dari UUD 1945 2.4. Ciri Khas Negara Hukum Negara Indonesia berdasarkan atas hokum (rechtstaat), bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat) 1. Adanya pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, ekonomi dan kebudayaan. 2. Tegaknya peradilan yang bebas dan tidak memihak atau tidak dipengaruhi oleh suatu kekuatan atau kekuasaan apapun.

3. Adanya legalitas dalam segala bentuknya atau jaminan kepastian hokum artinya ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan serta aman dalam pelaksanaannya.

2.5. Sifat UUD RI 1945 UUD RI 1945 memiliki sifat sebagai berikut : 1. Singkat artinya UUD RI 1945 hanya memuat sendi sendi pokok hukum dasar Negara Indonesia, yang hanya terdiri dari 37 Pasal. Sedangkan UUD lain memiliki jumlah pasal yang lebih banyak, misalnya : - UUD S 1950 jumlah pasalnya sebanyak 146 - UUD RIS 1949 jumlah pasalnya sebanyak 197 - UUD Birma jumlah pasalnya sebanyak 234 - UUD Panama jumlah pasalnya sebanyak 291 - UUD India jumlah pasalnya sebanyak 395 2. Fleksibel artinya dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat, karena hanya memuat aturan-aturan yang bersifat pokok, sedangkan aturan-aturan penyelenggaraan (yang lebih teknis) diserahkan pada peraturan-peraturan yang tingkatannya lebih rendah seperti undang-undang, PP dan lain-lain yang lebih mudah dari segi cara pembuatan atau perubahannya.

2.6. UUD RI 1945 Sebagai Landasan Konstitusional, Struktural, dan Operasional Landasan Formil Konstitusional Peraturan Perundang-undangan adalah dimaksudkan untuk memberikan legitimasi prosedural terhadap pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dicantumkan dalam dasar hukum mengingat suatu peraturan perundang-undangan. Sedangkan Landasan Materiil Konstitusional Peraturan Perundang-undangan dimaksudkan untuk memberikan tanda bahwa Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk merupakan

penjabaran dari Pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dicantumkan juga dalam dasar hukum mengingat suatu Peraturan Perundang-undangan yang (akan) dibentuk. Landasan Materiil

Konstitusional Peraturan Perundang-undangan ini kemudian diuraikan secara ringkas dalam konsiderans menimbang dan dituangkan dalam norma-norma dalam pasal dan/atau ayat dalam Batang Tubuh dan dijelaskan lebih lanjut dalam Penjelasan suatu peraturan perundang-undangan kalau kurang jelas. Sebelum dibentuknya Mahkamah Konstitusi dalam Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di Era Reformasi, undang-undang juga dapat diuji terhadap Undang-Undang Dasar. Namun pengujiannya bukanlah pengujian secara judicial melainkan pengujian secara legislatif atau secara politis (legislative/Political Review) karena yang mengujinya adalah lembaga politik atau lembaga legislatif yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagaimana dimuat dalam Pasal 5 ayat (1) TAP MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundangundangan. TAP MPR ini sebagai pengganti TAP MPRS No. XX/MPRS/1966. Dengan dibentuknya Mahkamah Konstitusi yang diberikan kewenangan konstitusional menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar dan kewenangan Mahkamah Agung yang semula didasarkan kepada undang-undang sekarang diangkat ke dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi kewenangan konstitusional untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang,

pemahaman landasan formil dan materiil konstitusional peraturan perundangundangan menjadi suatu conditio sine quanon bagi para Perancang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya menyusun/membuat peraturan perundangundangan agar peraturan perundang-undangan tersebut tidak mudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung. Landasan konstitusional pembangunan adalah UUD 1945. UUD 1945 merupakan arahan yang paling dasar dalam menyusun tujuan pokok pembangunan nasional sebagai suatu visi pembangunan nasional guna dijadikan landasan dalam Keputusan/Ketetatapan MPR. Khusus dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan empat pokok tujuan pembangunan nasional mencakup: mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, melindungi

seluruh tumpah darah Indonesia, dan berperanserta dalam membantu ketertiban dunia dan perdamaian abadi. Landasan operasional pembangunan adalah Keputusan/Ketetapan MPR. Keputusan/Ketetapan MPR terutama Ketetapan tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)1 merupakan arahan paling dasar sebagai misi pembangunan nasional lima tahunan guna dijadikan landasan dalam penyusunan pembangunan nasional-lima tahunan. GBHN disusun oleh MPR. Dasar penyusunan GBHN adalah UUD 1945.

2.7.Kedudukan UUD 1945 Dalam proses hukum sekarang ini,berbagai kejadian ilmiah tentang UUD 1945.banyak orang yang melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945.Amandemen tersebut merupakan prosedur penyempurnaan terhadap UUD 1945.tanpa harus langsung mengubah UUD itu sendiri atau bias di bilang merupakan pelengkapan dan rincian yang di jadikan lampiran otentik bagi UUD tersebut.(mahfud,1999:64) Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 didasarkan pada suatu kenyataan sejarah selama orde lama dan orde baru bahwa penerapan terhadap pasal UUD memiliki sifat-sifat intrerretable atau berwayuh arti sehingga mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada presiden karena latar belakang politik ini lah maka pada orde baru UUD 1945 di lestarikan dan di anggap bersifat keramat yang tak dapat di ganggu gugat. Menurut bangsa Indonesia proses reformasi terhadap UUD 1945 adalah suatu keeharusan karena akan mengantarkan bangsa Indonesia ketahapan yang baruu dalam melakukan penataan terhadap ketatanegaraan.Amandemen terhadap UUD 1945 di lakukan oleh bangsa Indonesia sejak 1999 di mana pemberian tambahan dan perubahan terhadap pasal 9 UUD 1945 kemudian amandemen ke2 tahun 2000 disahkan tanggal 10 Agustus 2002 UUD 1945 hasil amandemen 2002 dirumuskan dengan melibatkan sebanyak-banyak nya partisipasi rakyat dalam

mengambil keputusan politik,sehingga di harapkan struktur kelembagaan Negara yang lebih demokratis ini akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hukum Dasar Tertulis (UUD) UUD itu rumusannya tertulis dan tidak berubah.Adapun pendapat L.C.S wade dalam bukunya contution law,UUD menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang memafarkan kerangk dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintshsn suatu Negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut jadi UUD itu mengatur mekanisme dan dasar dari setiap sistem pemerintahan. UUD juga dapat dipandang sebagai lembaga/sekumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan tersebut bagi mereka memandang suatu Negara dari sudut kekuasaan dan menganggapnya sebagai suatu organisasi

kekuasaan.Adapun hal tersebut di bagi menjadi tiga badan legislatif,eksekutif dan yudikatif. UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerjasama dan menyesuaikan diri satu sama lain.UUD merekam hubunganhubungan kekuasaan dalam satu Negara.Dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan bahwa UUD 1945 bersifat singkat dan supel,UUD 1945 hanya memilik 37 pasal,adapun pasal-pasal lain hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan yang mengandung makna: 1.Telah cukup jikalau UUD hanya memuat aturan-aturan pokok,hanya memuat grafis besar intruksi kepada pemerintahpusat dan semua penyelenggara Negara untuk menyelenggarakan kehidupan Negara dan kesejahteraan social. 2. Sifatnya harus supel (elastic)dimaksudkan bahwa kita harus senantiasa ingat bahwa masyarakat ini harus terus berkembangdan dinamis seiring perubahaan zaman .Oleh karena itu,makin supel sifatnya aturan itu makin baik.jadi kita harus menjaga agar sistem dalam UUD itu jangan ketinggalan zaman.Menurut dadmowahyono ,seluruh kegiatan Negara

dapat dikelompokan menjadi dua macam penyelenggara kehidupan Negara kesejahteraan social. Sifat-sifat UUD 1. Oleh karena sifatnya maka rumusannya merupakan suatu hokum positif yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara Negara maupun mengikat bagi warga Negara. 2. UUD 1945 itu bersifat supel dan singkat karena UUD 1945 memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali harus di kembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan memuat ham. 3. Memuat norma-norma/aturan-aturan/ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus dilaksanakan secara kontituional. 4. UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia merupakan peraturan hukum positif yang tertinggi,disamping itu sebagai alat kontrol terhadap normanorma hukum positif yang lebih rendah dalam hirarki tertib hukum Indonesia. Hukum dasar tak tertulis Convensi adalah hukum dasar yang tak tertulis yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terperihara dalam [raktek penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis. Sifat-sifat: 1.Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara. 2. Tak bertentangan dengan UUD dan berjalan sejajar 3 .Diterima oleh seluruh rakyat/masyarakat 4. Bersifat sebagai pelengkap sehingga memungkinkan bawa convensi bias menjadi aturan-aturan dasar yang tidak tercantum dalam UUD 1945

10

Contoh : 1. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat.menurut pasal 37 ayat(1) dan (4) UUD 1945 segala keputusan MPR diambil berdasarkan suara terbanyak tetapi sistem ini kurang jiwa kekeluargaan sebagai kepribadian bangsa.oleh karena itu,dalam praktek-praktek penyelenggaraan Negara selalu di usahakan untuk mengambil keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan ternyata hamper selalu berhasil.pungutan suara baru ditempuh jika usaha musyawarah untuk mufakat sudah tak dapat dilaksanakan. 2. Praktek-praktek penyelenggaraan Negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak tertulis antara lain: Pidato kenegaraan presiden RI setiap 16 Agustus di dalam siding DPR Pidato presiden yang di ucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang rencana anggaran pendapatan belanja (RAPB)Negara pada minggu 1,pada bulan januari tiap tahunnya. Jika convensi ingin di jadikan rumusan yang bersifat tertulis maka yang berwenang adalah MPR dan rumusannya bukan lah merupakan suatu hukum dasar melainkan tertuang dalam ketetapan MPR dan tidak secara otomatis setingkat dengan UUD melainkan sebagai suatu ketetapan MPR.

Konstitusi Berasal dari bahasa inggris constitution dan berasal dari bahsa belanda contutie.pengertian konstitusi ketatanegaraan umumnya: 1. Lebih luas dari pada UUD karena UUD hanya meliputi konstitusi tertulis saja dan konstitusi tak tertulis tidak tercakup dalam UUD. 2. Sama dengan UUD yaitu dalam praktek ketatanegaraan Negara RI. Adapun sistem konstitusional dalam sistem pemerintahan Negara menurut UUD 1945 hasil amandemen 2000:

11

1. Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar)tidak bersifat absolut (kekuaasaan yang tak terbatas ).sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengandalian pemerintah dibatasi oleh ketentuanketentuan hukum lain merupakan produk konstitusional,ketetapan MPR,UU dan lain-lainnya.Bisa di bilang sistem ini memperkuat dan menegaskan lagi sistem Negara hukum seperti di kemukakan di atas. 2. Landasan kedua sistem Negara hukum dan sistem konstitusional di ciptakan sistem mekanisme hubungan dan hukum antar lembaga Negara yang sekiranya dapat menjamin terlaksananya sistem itu sendiri dan dengan sendirinya juga dapat memperlancar pelaksanaan pencapaian citacita nasional. Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu kenegaraan populer disebut sebagai dasar filsafat negara (pilisophisce gronslag). Dalam kedudukan ini Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk dalam sumber tertib hukum di Indonesia, sehingga Pancasila merupakan sumber nilai, norma dan kaidah baik moral maupun hukum di Indonesia. Oleh karenanya, Pancasila merupakan sumber hukum negara baik yang tertulis maupun yang tak tertulis atau convensi. Yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Untuk menyelediki hukum dasar suatu negara tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD nya saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan suasana kebatinannya dariUUD itu.

Hukum dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu negara dalam menentkan mekanisme kerja badanbadan tersebut seperti ekslusif, yudikatif dan legislatif. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis, kedudukan dan fungsi dari UUD 1945 merupakan pengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarkat, warga negara Indonesia sebagai hukum dasar UUD 1945 memuat normat-norma

12

atau aturan-aturan yang harus diataati dan dilaksanakan.Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu dalam segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam system peraturan perundang undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia.Hal ini tidaklah lepas dari eksistensi pembukaan UUD 1945, yang dalam konteks ketatanegaraan Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting karena merupakan suatu

staasfundamentalnorm dan berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Indonesia. Dalam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, pada hakikatnya merupakan suatu dasar dan asas kerohanian dalam setiap aspek penyelenggaraan negara termasuk dalam penyusunan tertib hukum di Indonesia. Maka kedudukan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, sesuai dengan yang tercantum dalam penjelasan tentang

pembukaan UUD yang termuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II no. 7, hal ini dapat disimpulkan bahwa pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber hukum positif Indonesia. Dengan demikian seluruh peraturan perundang undangan di Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar filsafat Indonesia. Dapat kita bahwa pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI. Dalam beberapa tahun ini Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai system ketatanegaraan. Dalam hal perubahan tersebut Secara umum dapat kita katakan bahwa perubahan mendasar setelah empat kali

amandemen UUD 1945 ialah komposisi dari UUD tersebut, yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.

Penjelasan UUD 1945, yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945,

13

dihapuskan. Materi yang dikandungnya, sebagian dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke dalam pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah empat kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksana kedaulatan rakyat, dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga negara.

Sebelum

amandemen,

kedaulatan

yang

berada

di

tangan

rakyat,

dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis yang terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan itu, demikian besar dan luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan Presiden, menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta mengubah Undang-Undang Dasar. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut: -Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada Presiden -Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat. -Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah. -Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli. Dengan demikian seluruh peraturan perundang undangan di Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar filsafat Indonesia.

14

1.

Hukum dasar yang tidak tertulis (Convensi)

Hukum dasar yang tidak tertulis atau sering disebut convensi, merupakan aturanaturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Convensi ini merupakan pelengkap dari aturan-aturan dasar yang belum tercantum dalam Undang-Undang Dasar dan diterima oleh seluruh rakyat dan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Dalam praktek penyelenggaraan negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak tertulis, yaitu Pidato kenegaraan Presiden di depan sidang DPR Setiap tanggal 16 Agustus, penyampaian pertanggungjawaban Presiden di depan MPR dan Penilian MPR terhadap pertanggung jawaban tersebut. Rancangan GBHN oleh Presiden pada MPR.

2.

Konstitusi

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Inggris Constitution dan bahasa Belanda Constitute yang diterjemahkan dengan Undang-Undang Dasar, sesuai dengan kebiadaan orang Belanda dan Jerman dalam perbincangan sehari-hari

menggunakan istilah Groundwet (Ground = Dasar, Wet = Undang-undang) keduanya menunjukkan naskah tertulis Hukum itu dapat dibedakan / digolongkan / dibagi menurut bentuk, sifat, sumber, tempat berlaku, isi dan cara mempertahankannya. Menurut bentuknya, hukum itu dibagi menjadi : 1. Hukum Tertulis, adalah hukum yang dituliskan atau dicantumkan dalam perundang-undangan. COntoh : hukum pidana dituliskan pada KUHPidana, hukum perdata dicantumkan pada KUHPerdata. 2. Hukum Tidak Tertulis, adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan dalam perundang-undangan. Contoh : hukum adat tidak dituliskan atau tidak dicantumkan pada perundang-undangan tetapi dipatuhi oleh daerah tertentu.

15

Hukum tertulis sendiri masih dibagi menjadi dua, yakni hukum tertulis yang dikodifikasikan dan yang tidak dikodifikasikan. Dikodifikasikan artinya hukum tersebut dibukukan dalam lembaran negara dan diundangkan atau diumumkan. Indonesia menganut hukum tertulis yang dikodifikasi. Kelebihannya adalah adanya kepastian hukum dan penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum. Kekurangannya adalah hukum tersebut bila dikonotasikan bergeraknya lambat atau tidak dapat mengikuti hal-hal yang terus bergerak maju. Menurut sifatnya, hukum itu dibagi menjadi : 1. Hukum yang mengatur, yakni hukum yang dapat diabaikan bila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri. 2. Hukum yang memaksa, yakni hukum yang dalam keadaan apapun memiliki paksaan yang tegas. Menurut sumbernya, hukum itu dibagi menjadi : 1. Hukum Undang-Undang, yakni hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. 2. Hukum Kebiasaan (adat), yakni hukum yang ada di dalam peraturan-peraturan adat. 3.Hukum Jurisprudensi, yakni hukum yang terbentuk karena keputusan hakim di masa yang lampau dalam perkara yang sama. 4. Hukum Traktat, yakni hukum yang terbentuk karena adanya perjanjian antara negara yang terlibat di dalamnya. Menurut tempat berlakunyanya, hukum itu dibagi menjadi : 1.Hukum Nasional adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara. 2.Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antar negara. 3.Hukum Asing adalah hukum yang berlaku di negara asing. Menurut isinya, hukum itu dibagi menjadi : 1. Hukum Privat (Hukum Sipil), adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan dan orang yang lain. Dapat dikatakan hukum yang mengatur

16

hubungan antara warganegara dengan warganegara. Contoh : Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Tetap dalam arti sempit hukum sipil disebut juga hukum perdata. 2. Hukum Negara (Hukum Publik) dibedakan menjadi hukum pidana, tata negara dan administrasi negara. 3.Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan negara. a. Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan alat perlengkapan negara. b. Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur hubungan antar alat perlengkapan negara, hubungan pemerintah pusat dengan daerah. Menurut cara mempertahankannya, hukum itu dibagi menjadi : 1. Hukum Materiil, yaitu hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah dan larangan. Contoh Hukum Pidana, Hukum Perdata. Yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Materiil dan Hukum Perdata Materiil. 2. Hukum Formil, yaitu hukum yang mengatur cara-cara mempertahankan dan melaksanakan hukum materiil. Contoh Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata

17

BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN UUD 1945 sebagai Hukum dasar yang berlandasan konstitusional telah mengalami beberapa amandemen pada tahun 1999, 2000, 2001, 2002 dan saat ini direncanakan amandemen ke V membahas pasal 22 D UUD 1945. Pembuatan amandemen hendaknya menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat saat ini.Hukum tertulis dan hukum tertulis memang bersifat mengikat bagi negara. UUD merupakan sumber hukum tertulis (tertinggi) Setiap produk hukum (seperti UU, PP, Perpres, Perda) dan setiap kebijaksanaan Pemerintah berlandaskan UUD 1945 dan juga sebagai alat kontrol yaitu mengecek apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai dengan ketentuan UUD 1945. 3.2.SARAN Proses pembuatan UUD 1945 harus lebih memperhatikan hal-hal dari segi teknis dan substansinya serta lebih teliti dalam menyikapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis. Jika melakukan amandemen maka harus memperkuat hukum yang ada di Indonesia menjadi hukum yang berlandaskan UUD 1945 yang berpegang teguh pada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika agar bersatunya masyarakat Indonesia, bukan untuk sepihak.

18

Вам также может понравиться