Вы находитесь на странице: 1из 5

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Maksud dan tujuan Maksud dilaksanakan fieldtrip kali ini adalah untuk menerapkan pembelajaran mata kuliah Mikropaleontologi dengan melihat kesesuian yang ada dilapangan. Adapun tujuan penyelenggaraan fieldtrip kali ini adalah: 1. Agar praktikan mampu menganalisis suatu singkapan dan membuat sketsa lapangan yang proporsional 2. Agar praktikan dapat merekonstruksi dan menganalisa data fosil yang diperoleh langsung dilapangan I.2 Pencapaian Lokasi

Peta indeks kecamaatan Kasihan , Kab. Bantul

Lokasi peneltian terletak di Kecamatan Kasihan , Kabupaten Bantul , Provinsi Daerah Istimewa

[Type the document title] 1

Pencapain lokasi dilkaukan dengan menggunakan sepeda motor dari kampus Upn Veteran Yogyakarta , perjalanan dimulai pukul 08.00 WIB perjalanan melalu jalanan beraspal dan baik hingga memasuki kawasan kasihan , kabupaten Bantul , menuju Lokasi singkapan jalanan cukup menanjak dan curam dengan lokasi jalan yang cukup baik , pencapaian lokasi dilakukan selama +- 1 jam perjalanan.

Menurut Van Bemmelen (1949, hlm. 596), Pegunungan Kulon Progo dilukiskan sebagai dome besar dengan bagian puncak datar dan sayap-sayap curam, dikenal sebagai Oblong Dome. Dome ini mempunyai arah utara timur laut selatan barat daya dan diameter pendek 15 20 km dengan arah barat laut timur tenggara.

I.3 Alat Alat yang digunakan Palu Geologi Kompas Lup HCL Kertas sklala Ponco Kolom MS Buku Catatan Lapangan Sepatu lapangan Alat tulis Pakaian lapangan Pensil warna Clip board Plastik Sampel

BAB II

Geomorfolig regional pulau jawa ( Van bemmelen )

Di bagian utara dan timur, komplek pegunungan ini dibatasi oleh Lembah Progo, di bagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai Jawa Tengah. Sedangkan di bagian barat laut pegunungan ini berhubungan dengan deretan Pegunungan Serayu. Inti dari dome ini terdiri-dari 3 gunung api andesit tua yang sekarang telah tererosi cukup dalam, sehingga di beberapa bagian bekas dapur magmanya telah tersingkap. Gunung Gajah yang terletak di bagian tengah dome tersebut, merupakan gunungapi tertua yang menghasilkan andesit hiperstein augit basaltik. Gunungapi yang kemudian terbentuk yaitu Gunungapi Ijo yang terletak di bagian selatan. Kegiatan Gunungapi Ijo ini menghasilkan andesit piroksen basaltik, kemudian andesit augit hornblende, sedang pada tahap terakhir adalah intrusi dasit pada bagian inti. Setelah kegiatan Gunung Gajah berhenti dan mengalami denudasi, di bagian utara mulai terbentuk Gunung Menoreh, yang merupakan gunung terakhir pada komplek [Type the document title] 3

Pegunungan Kulon Progo. Kegiatan Gunung Menoreh mula-mula menghasilkan andesit augit hornblende, kemudian menghasilkan dasit dan yang terakhir yaitu andesit. Dome Kulon Progo ini mempunyai puncak yang datar. Bagian puncak yang datar ini dikenal sebagai Jonggrangan Platoe yang tertutup oleh batugamping koral dan napal dengan memberikan kenampakan topografi karst. Topografi ini dijumpai di sekitar Desa Jonggrangan, sehingga litologi di daerah tersebut dikenal sebagai Formasi Jonggrangan. Pannekoek (1939), vide (Van Bammelen, 1949, hlm. 601) mengatakan bahwa sisi utara dari Pegunungan Kulon Progo tersebut telah terpotong oleh gawir-gawir sehingga di bagian ini banyak yang hancur, yang akhirnya tertimbun di bawah aluvial Magelang.

Struktur Geologi Regional Kulon Progo

Seperti yang sudah dibahas pada geomorfologi regional, Pegunungan Kulon Progo oleh Van Bemmelen (1949, hlm. 596) dilukiskan sebagai kubah besar memanjang ke arah barat daya timur laut sepanjang 32 km, dan melebar ke arah tenggara barat laut selebar 15 20 km. Pada kaki-kaki pegunungan di sekeliling kubah tersebut banyak dijumpai sesar-sesar yang membentuk pola radial.

Gambar II.3 Skema diagram dome pegunungan Kulon Progo ( Van Bemmelen,1945 )

Pada kaki selatan Gunung Menoreh dijumpai adanya sinklinal dan sebuah sesar dengan arah barat timur yang memisahkan Gunung Menoreh dengan Gunung Ijo serta pada sekitar zona sesar.

Formasi Sentolo Termasuk dalam formasi Sentolo. Litologi penyusun Formasi Sentolo ini di bagian bawah, terdiri dari Aglomerat dan Napal, semakin ke atas berubah menjadi Batugamping berlapis dengan fasies neritik. Batugamping koral dijumpai secara lokal, menunjukkan umur yang sama dengan formasi Jonggrangan, tetapi di beberapa tempat umur Formasi Sentolo adalah lebih muda (Harsono Pringgoprawiro, 1968, hal.9). Berdasarkan penelitian fosil Foraminifera yang dilakukan Darwin kadar (1975) dijumpai beberapa spesies yang khas, seperti : Globigerina insueta CUSHMAN & STAINFORTH, dijumpai pada bagian bawah dari Formasi Sentolo. Fosil-fosil tersebut menurut Darwin Kadar (1975, vide Wartono Rahardjo, dkk, 1977) mewakili zona N8 (Blow, 1969) atau berumur Miosen bawah. Menurut Harsono Pringgoprawiro (1968) umur Formasi Sentolo ini berdasarkan penelitian terhadap fosil Foraminifera Plantonik, adalh berkisar antara Miosen Awal sampai Pliosen (zona N7 hingga N21). Formasi Sentolo ini mempunyai ketebalan sekitar 950 meter ( wartono rahardjo, dkk, 1977).

[Type the document title] 5

Вам также может понравиться