Вы находитесь на странице: 1из 9

Gagal jantung adalah suatu keadaan patologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa

darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Price dan Wilson, 2006). Gagal jantung terjadi jika curah jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen. Kondisi ini sangat letal, dengan mortalitas berkisar antara 15-50% pertahun, bergantung pada keparahan penyakitnya. Mortalitas meningkat sebanding dengan usia, dan risiko pada laki-laki lebih besar dibanding pada perempuan (Setiawati dan Nafrialdi, 2008). Pasien gagal jantung pada umumnya harus diberikan sedikitnya empat jenis pengobatan yakni, inhibitor ACE (angiostensin converting enzim), diuretik, bloker, digoksin. Beberapa pasien terkadang juga memerlukan perlakuan tambahan seperti pemberian senyawa antagonis aldosteron, bloker reseptor angiostensin dan hidralasin/isosorbid dinitrat (Anonim, 2008). Pasien gagal jantung biasanya juga menderita penyakit penyerta lain sehingga membutuhkan berbagai macam obat dalam terapinya. Pemberian obat yang bermacam-macam tanpa mempertimbangkan dengan baik dapat merugikan pasien karena dapat mengakibatkan terjadinya interaksi obat. Interaksi obat dapat mengakibatkan perubahan efek terapi. Interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah efek obat lainnya yang diberikan secara bersamaan (Setiawati, 1995). Penelitian yang dilakukan terhadap pasien gagal jantung kongestif di Rumah Sakit Umum Pusat Sardjito Yogyakarta tahun 2005, menunjukkan bahwa dari 110 rekam medik pasien rawat inap dan 127 resep rawat jalan menunjukan bahwa interaksi obat potensial terjadi pada 99 (90%) pasien rawat inap dan 126 (99,26%) pasien rawat jalan (Yasin dkk., 2008). Masih tingginya angka kejadian interaksi obat pada pasien penyakit gagal jantung merupakan suatu masalah yang mendorong adanya suatu pemecahan bersama, guna mengurangi terjadinya DRPs ( Drug Related Problems). Karena itu dilakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tugurejo Semarang tahun 2008.

BAB II ISI II.1 Definisi Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau disebut juga Ischemic Heart Disease (IHD) adalah penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner. Salah satu penyebab utamanya adalah aterosklerosis koroner.3 II.2 Etiologi Penyebab jantung koroner adalah karena penumpukan zat lemak secara berlebihan di lapisan dinding nadi pembuluh koroner, yang dipengaruhi oleh pola makan yang kurang sehat. Kecanduan rokok, hipertensi, kolesterol tinggi juga dapat menjadi penyebab penyakit jantung koroner.4 Salah satu penyebab utamanya adalah aterosklerosis koroner yaitu proses penimbunan lemak dan jaringan fibrin, gangguan fungsi dan struktur pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke miokard. Aterosklerosis adalah penyakit arteri yang berkembang secara perlahan, dengan penebalan tunika intima yang terjadi akibat disfungsi endotel, inflamasi vaskular, terbentuknya lipid kolesterol, kalsium, dan debris seluler pada dinding pembuluh darah. Pembentukan ini akan menghasilkan plak, remodelling pembuluh darah, obstruksi lumen pembuluh darah akut dan kronik, abnormalitas aliran darah dan menurunnya suplai oksigen ke organ target.34 Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima bermula berupa bercak fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi ulserasi, pendarahan, kalsifikasi dan trombosis. Perjalanan dalam kejadian aterosklerosis tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal, akan tetapi diberati juga banyak faktor lain seperti : hipertensi, kadar lipid, rokok, kadar gula darah yang abnormal.4

II.3 Faktor Resiko 5 Faktor risiko penyakit jantung koroner ada yang membaginya dalam faktor risiko primer (independen) dan sekunder (Kasiman, 1997; Krismi, 2002), yaitu: 1. Faktor risiko primer; faktor ini dapat menyebabkan gangguan arteri berupa aterosklerosis tanpa harus dibantu oleh faktor lain (independen), termasuk faktor risiko primer, yaitu hiperlidemi, merokok, dan hipertensi. 2. Faktor risiko sekunder; Faktor ini baru dapat menimbulkan kelainan arteri bila ditemukan faktor lain secara bersamaan, termasuk factor risiko sekunder, yaitu diabetes melitus (DM), obesitas, stres, kurang olah raga, alkohol, dan riwayat keluarga. Dalam penelitiannya, Tjokroprawiro (2001) menyebutkan ada 34 faktor risiko yang bertanggung jawab terhadap kualitas sel endotel dan pembuluh darah, yang selanjutnya juga bertanggung jawab terhadap kualitas hidup manusia itu sendiri. Ke-34 faktor risiko tersebut adalah : Tab. 1. Faktor resiko Penyakit Jantung Koroner 1. Genetik 2. Insulin resistensi 3. Intoleransi glukosa 4. Asam urat

5. Lipid 6. Obesitas 7. Merokok 8. Hipertensi 9. Inaktivitas fisik 10. Agregasi platelet 11. Stres 12. Jenis kelamin 13. Usia 14. Fibrinogen 15. Faktor pembekuan darah VIIIc, VII, Va, Xa,XIIIa 16. Radikal bebas 17. Penyalahgunaan alkohol 18. Ras 19. Inhibitor dan promotor 20. Hipertrofi ventrikel kiri 21. PAF 22. Androgen 23. Interleukin 24. Katekolamin 25. Kortisol 26. Hormon pertumbuhan 27. Estrogen 28. Leptin 29. TNF- 30. Homosistein 31. Cu 32. Fe 33. Inflamasi 34. TGF-

II.4 PATOGENESIS ATEROSKLEROSIS 6 Menurut kelompok studi WHO (1958), aterosiderosis adalah suatu kombinasi perubahan tunika intima pembuluh darah arteri yang bervariasi, yang terdiri dari penimbunan setempat lemak, kompleks karbohidrat, darah dan produk darah, jaringan fibrosa, penimbunan kalsium bersamasama dengan perubahan tunika media. Seperti diketahui struktur normal dinding arteri terdiri dari tunika intima, tunika media dan tunika adventisia. Pada proses aterosklerosis prinsipnya yang terlibat adalah tunika intima walaupun perubahan sekunder dapat juga dijumpai pads tunika media. Tiga tipe lesi aterosklerosis klasik yang dapat dijumpai adalah garis lemak, plak fibrosa dan lesi kompleks. Garis lemak ditandai oleh penimbunan lemak setempat, sejumlah kecil sel otot polos intima dan tidak menyebabkan obstruksi ataupun gejala. Garis lemak ini bersifat reversibel dan dapat menjadi plak fibrosa. Plak fibrosa adalah lesi yang karakteristik, nampak keputihan dan menonjol ke dalam lumen arteri. Plak fibrosa dapat berkembang menjadi lesi kompleks yaitu plak fibrosa yang berubah karena adanya perdarahan, fibrosis dan kalsifikasi, ulserasi ataupun trombosis. Sifat khan lesi ini adalah kalsifikasi dan sering dihubungkan dengan

kejadian oklusi. Aterosklerosis merupakan spektrum dari reaksi arteri akibat beberapa faktor yang mempengaruhi dinding pembuluh darah dan menyebabkan kelainan melalui mekanisme yang berbeda pada subyek yang berbeda bahkan tempat yang berbeda pada subyek yang sama. Teori dan mekanisme terbentuknya aterosklerosis : 1. Mekanisme Infiltrasi Lipid Teori ini menerangkan bahwa plasma protein termasuk LDL dan VLDL secara kontinu masuk ke dalam pembuluh darah melalui endotel. LDL yang berlebihan akan tertimbun di dalam dinding arteri. Produk dari metabolisme lipoprotein ini terutama kolesterol bebas; kolesterol bebas dan kolesterol ester akan menyebabkan reaksi fibrokalsifikasi. 2.Permeabilitas Tunika Intima dan Kerusakan Sel Endotel Perubahan permeabilitas tunika intima terhadap lipoprotein dan kerusakan sel endotel merupakan faktor penting terbentuknya aterosklerosis. Dari percobaan diketahui bahwa kerusakan endotel dapat disebabkan oleh panas, dingin, mekanik (kateter) yang mempercepat proses aterosklerosis pads keadaan hiperkolesterolemi. Kerusakan endotel ataupun perubahan permeabilitas juga dapat terjadi akibat aglutinasi platelet yang melepaskan vasoaktif amin, dari area yang mengalami stres hemodinamik, hipertensi dan kompleks antigen-antibodi. 3.Mekanisme Trombogenik Perkembangan lebih lan jut proses aterosklerostik dapat menyebabkan oklusi total yang erat hubungannya dengan ruptur plak, agregasi platelet, terbentuknya trombus serta vasospasme koroner. Ruptur plak akan menyebabkan pelepasan ATP dan ADP dari sel-sel yang rusak. ATP dan ADP mengaktifkan platelet sehingga terjadi adesi. Platelet kemudian melepaskan tromboksan A2 dan terutama ADP yang mengaktifkan platelet di sekitarnya untuk beragregasi dan membentuk gumpalan trombus. 4. Mekanisme Hemodinamik Mekanisme ini menerangkan hubungan lokalisasi dan pembentukan aterosklerosis. Plak ateroma terutama sering didapatkan di daerah percabangan pembuluh darah. Pada pembuluh darah koroner, ateroma lebih jelas pads bagian proksimal dari tiga cabang utama epikardial arteri koronaria yang jelas bergerak pads setiap denyut jantung. Arteri penderita hipertensi menunjukkan peningkatan permeabilitas terhadap molekul lipoprotein. Faktor mekanis ini dapat mempengaruhi perubahan tunika intima dan merangsang pembentukan mikro trombi 5. Perdarahan Kapiler Teori Wintemitz (1938) menerangkan bahwa lipid pads lesi aterosklerotik berasal dari perdarahan berulang pads plak akibat ruptur kapiler lumen pembuluh darah maupun vasa vasorum. Walaupun mekanisme ini tidak ada hubungannya dengan permulaan pembentukan lipid akan tetapi mekanisme ini dapat menambah penimbunan lipid dan fibrosis pads plak yang sudah terbentuk. Paterson menjelaskan bahwa frekuensi dan adanya perdarahan kapiler dalam plak merupakan mekanisme untuk terjadinya obstruksi akut arteri koroner. 6. Migrasi Lipofag (Makrofag) Teori ini diperkuat oleh Leary; penimbunan kolesterol pada arteri adalah akibat lipofag yang beredar dalam darah melakukan penetrasi pads tunika intima. Sel ini diduga melakukan penetrasi ke dalam endotelium atau melekat pads permukaan sehingga menutupi endotelium II. 5 PATOFISIOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER 6 Fase penyakit jantung koroner dapat diketahui berdasarkan hubungan antara gejala klinis dengan

patologi endotelium yangdapat dilihat secara angioskopi. Pada permulaan penyakit akan tampak lapisan lemak pads permukaan pembuluh darah. Bila lesi melebar akan menyebabkan obstruksi parsial oleh plak yang permukaannya licin. Bila plakbertambah besar aliran koroner akan berkurang dan menyebabkan angina stabil. Beberapa plak akan mengalami ulserasi dan menyebabkan kumpulan platelet pada tempat tersebut. Kumpulan platelet tersebut akan mengakibatkan lepasnya vasokonstriktor koroner secara periodik dari aliran darah dan menyebabkan angina yang laju (accelerated angina) yaitu bentuk peralihan dari angina stabil ke angina tak stabil. Bila emboli yang lepas cukup besar akan menyebabkan kematian yang mendadak. Kumpulan platelet yang menempel dapat membentuk trombus kecil. Bila trombus cukup besar dan menyebabkan obstruksi total akan menjadi infark miokard. Setelah terjadi infark, trombus akan lisis oleh proses endogen. Ulserasi endotelium menyembuh dalam beberapa minggu. Proses penyembuhan kadang-kadang tidak seluruhnya sempurna, seringkali trombus yang tersisa membentuk sumbatan dalam pembuluh darah sehingga timbul kembali angina stabil. Plak tersebut dapat ruptur kembali, dan seterusnya Jadi mekanisme pencetus yang mengubah status seorang penderita dengan gejala klinis stabil menjadi gawat seperti infark miokard akut sangat berhubungan erat dengan patogenesis ate rosklerosis, agregasi platelet,trombosis intra koroner serta vasospasme koroner. Maka bagi penderita penyakit koroner dengan aliran darah koroner terganggu, penanganan utamanya adalah revaskularisasi dan reperfusi, baik secara mekanik maupun medikamentosa. II.6 GEJALA 7 1. Nyeri dada (angina). Anda mungkin merasa tekanan atau sesak di dada, seolaholah seseorang sedang berdiri di dada Anda. Rasa sakit, yang disebut sebagai angina, biasanya dipicu oleh tekanan fisik atau emosional. Hal itu biasanya hilang dalam beberapa menit setelah menghentikan aktivitas yang menyebabkan tekanan. Pada beberapa orang, terutama perempuan, nyeri ini mungkin sekilas atau tajam dan terasa di perut, punggung, atau lengan. 2. Sesak napas. Jika jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh Anda, Anda dapat mengalami sesak napas atau kelelahan ekstrem tanpa tenaga . 3. Serangan jantung. Jika arteri koroner menjadi benar-benar diblokir, Anda mungkin mengalami serangan jantung. Gejala klasik serangan jantung termasuk tekanan yang menyesakkan dada dan sakit pada bahu atau lengan, kadang-kadang dengan sesak napas dan berkeringat. Wanita mungkin kurang mengalami tanda-tanda khas serangan jantung dibanding laki-laki, termasuk mual dan sakit punggung atau rahang. Kadang-kadang serangan jantung terjadi tanpa ada tandatanda atau gejala yang jelas. II.7 Kriteria Diagnosa 8 Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST> 2 mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau>1mm pada sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat memperkuat diagnosis. Nyeri Dada Nyeri dada (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut: o Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial o Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat seperti:ditusuk, diperas, atau dipelintir

o Penjalaran:biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung / interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan. o Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat. o Faktor pencetus:latihan fisik, stress emosi, udara dingin, sesudah makan. o Gejala yang menyertai:mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan lemas. Diagnosis banding8 Perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan GI. STEMI tanpa nyeri lebih sering pada DM dan usia lanjut. Pemeriksaan Fisik8 Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat dengan keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat. Tanda fisis lain adalah penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan murmur midsistolik yang bersifat sementara. Peningkatan suhu sampai 38C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI. Pemeriksaan EKG 8 Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12000-15000/ul. II.8 Penatalaksanaan 9 Tindakan umum : pasien perlu perawatan di rumah sakit, diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin. Terapi farmakologi : Obat anti iskemia menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, a. nitrat dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah suplai oksigen dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Pembuluh darah kolateral memberikan rute alternatif perfusi miokard bila arteri koroner epikard mayor mengalami stenosis atau oklusi. Saluran ini dorman dalam keadaan normal namun dalam beberapa jam kolateral yang ada mengalami dilatasi dan mengembangkan karakteristik pembuluh darah matur. menurunkan kebutuhan oksigen miokatdium melalui b. beta blocker efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Contoh : propanolol, metoprolol, atenolol. Vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan c. antagonis kalsium darah o Obat antiagregasi trombosit Mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal a. aspirin maupun nonfatal pada pasien dengan angina tidak stabil. Merupakan obat lini kedua jika pasien tidak tahan b. tiklopidin aspirin, efek sama. menghambat agregasi platelet, mengurangi stroke, c. Klopidogrel infark, dan kematian kardiovaskular. Ikatan fibrinogen dengan d. glikoprotein Iib/IIIa inhibitor reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena GP IIb/IIIa inhibitor menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. o Obat antitrombin Bersifat antikoagulan a. Unfractionated heparin antikoagulan, dibuat melalui b. Low

molecular weight Heparin (LMWH) depolarisasi rantai polisakarida heparin. o Direct thrombin inhibitors : bekerja langsung mencegah pembentukan pembekuan darah Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner :Tindakan operasi bypass (CABG), angioplasti dan pemasangan stent (Percutaneous Coronary Revascularization), coronary brachytherapy, dan laser revascularization. II.9 Prognosis Penyakit jantung koroner masih merupakan pembunuh utama di banyak negara tidak hanya negara industri maju, seperti Amerika dan negara Eropa hal ini pun berlaku di negara kita. Setelah terdiagnosa sebagai penderita pjk oleh dokter, baik yang hanya memerluka pengobatan, yang sudah dibalon maupun yang sudah menjalani bedah pintas koroner. Pasien masih memiliki kesempatan hidup tanpa kekawatiran yang berlebihan dan yang terpenting penyakinya tidak memburuk. Termasuk disini, pasien dapat bekerja kembali, berolahraga, dan boleh menikmati makanan kesukaannya. Pengendalian Faktor Resiko Penyakit jantung koroner sangat berhubungan dengan faktor resiko tersebut dapat memperbaiki kualitas hidup dan memperkecil resiko kambuh atau memberatnya penyakit. II.10 Komplikasi STEMI 10 Disfungsi ventricular, aritmia pasca STEMI, gangguan hemodinamik, ekstrasistol ventrikel, edema paru, takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel, syok kardiogenik, bradikardi dan blok, infark ventrikel kanan. II.11 Pencegahan Sama halnya dengan penyakit-penyakit lain, PJK juga berlaku prinsip mencegah lebih baik dari pada mengobati. Dalam hubungan ini dikenal dengan ada nya pencegahan hubungan primer dan sekunder. Yang pertama bermaksud menjaga seseoran jangan sampai terkena PJK, dan kedua mengusahakan agar penyakitnya tidak menjadi lebih parah, bahkan bila mungkin menyenbuhkannya sampai mendekati keadaan normal. Pada penyakit jantung koroner dikenal adanya pencegahan primer dan sekunder. a. Pencegahan Primer Sepertiga dari mereka mengalami serngan jantung atau myocardial infarction (MI) akan meninggal dalam waktu 24 jam dan mereka yg hidup akan mengalami akibat yang serius, termasuk kegagalan jantung, angina, aritmia, dan meningkatnya resiko untuk mati mendadak (AHA, 1998). Pertiga dari kejadian kardiovaskuler baru terjadi pada orang-orang dibawah umur 65 tahun (AHA 1999). Karena itu kita perlu serius upaya melakukan pencegahan primer. Pencegahan primer dilakukan untuk mencegah PJK baru. Bila pencegahan ditunda sampai terbentuknya plak diarteri koroner ketingkat lanjut individu dan masyarakat akan menderita beban berat biaya PJK. Pendekatan yang esensial dari pencegahan prier adalah mengurangi faktor resiko PJK.

Strategi pencegahan primer Dua pendekatan yang komplementer terhadap pencegahan primer yaitu strategi populasi dan strategi klinis. a. Strategi Populasi Bertujuan untuk menggalakan pola hidup yang benar bagi individu dan masyarakat untuk menekan terjadinya penyakit kardiovaskuler dengan cara menyebarluaskan keterangan mengenai segala masalah kesehatan jantung seperti menghentikan rokok, meningkatkan aktivitas fisik, diit mengurangi mengurangi makanan berlemak dll.

b. Strategi Klinis Strategi klinis diperlukan untuk mengidentifikasi individu yang memiliki resiko tinggi dimana modifikasi faktor resiko sudah diperlukan sangat mendesak. Hal ini dapat diperluas dengan mengidentifikasi warga individu yang terkena yang memiliki resiko tertinggi. Pencegahan primer klinis juda dapt dikateorikan menjadi jangka pendek dan jangka panjang. o Pencegahan Jangka Pendek Bertujuan mengurangi resiko PJK baru, serangan jantung dan stroke yang tejadi pada masa dekat (dibawah 10 tahun). Ini ditujukan kepada mereka yang telah memilki kemungkinan pengapuran yang telah lanjut dan memilik resiko PJK yang tinggi. Mereka ini memerlukan intervensi yang lebih intensif. Perubahan pola hidup tetap merupakan komponen yang penting dari prnurunan resiko jangka pendek. Tetapi lebih banyak orang akan memerlukan tambahan terapi obat-obatan untuk mengurangi resiko dibanding pencegahan jangka. o Pencegahan Jangka Panjang Bermaksud mengurangi PJK selama hidup dengan jalan mencegah tebentuknya dan berkembangnya aterosclerosis dan sebab dasar dari PJK. Ini ditukan kepada mereka yang tidak langsung aman terkena masalah jantung yan berat dan memiliki kemungkinan timbulnya PJK. Pencegahan seumur hidup memprioritaskan perubahan pola hidup yang menjadi penyebab utama faktor resiko, seperti kegemukan, kurang aktifitas, dan pola makan. Intensitas terapi kategori ini tergantung pada penilaian resiko. b. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi faktor resiko bagi mereka yang nyata-nyata mengidap PJK, ada plak pada arteri, atau telah mengalami serangan jantung atau stoke. Program rehabilitasi adalah satu contoh dari pencegahan sekunder. Pasien dilatih olah raga dan diberi penyuluhan yang diperlukan, disamping pemeriksaan profil lemak dll.

http://karikaturijo.blogspot.com/2010/05/makalah-penyakit-jantung-koroner.html

. Slibernagl, S dan Lang, F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2000. h.236239

2. www.jevuska.com/topic/epidemiologi+dan+pencegahannya.html.cited:19Mei 2010. 3. Boudi, F.B. Atherosclerosis. dikutip dari www.emedicine.com. ( cited:18 Mei 2010). 4. Slibernagl, S dan Lang, F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2000. h.236239. 5. http://www.smallcrab.com/jantung/540-sekilas-mengenal-gagal-jantung(cited:18 Mei 2010). 6. Coopers K.H. : controlling Cholesterol, Bantam Books, New York .1988 7. Cruikhshank J.M & Prichard B.N.C : Hypertension, Beta Blockers in Clinical practice, Churchill Livingstone, New York 1987 8. Rahman, AM. Angina Pektoris Stabil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4 jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h. 1626-1628 9. Alwi, Idrus. Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4 jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h. 1630-1640. 10. Trisnohadi, Hanafi B. Angina Pektoris Tak Stabil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4 jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h. 1621-1623) D

Вам также может понравиться