Вы находитесь на странице: 1из 119

FARMASI KLINIK

KELOMPOK 7
ANGGITA ATIKA INDAH SARI SITI ANIAH HARDIANTI VERA FEBRIANTI (PO.71.3.251.11.1.005) (PO.71.3.251.11.1.009) (PO.71.3.251.11.1.041) (PO.71.3.251.11.1.048)

PENDAHULUAN
Farmakokinetik merupakan istilah yang menggambarkan bagaimana tubuh mengolah obat, kecepatan obat itu diserap (absorpsi), jumlah obat yang diserap tubuh (bioavailability), jumlah obat yang beredar dalam darah (distribusi), di metabolisme oleh tubuh, dan akhirnya dibuang dari tubuh(eksresi).

Lanjutan...
Farmakodinamik menggambarkan bagaimana obat bekerja dan mempengaruhi tubuh, melibatkan reseptor, post-reseptor dan interaksi kimia. Farmakodinamik berkenaan dengan hubungan antara konsentrasi obat pada tempat kerja dan respon farmakologik, yaitu intensitas dan lama waktu efek merugikan.

Farmakokinetik dan farmakodinamik membantu menjelaskan hubungan antara dosis dan efek dari obat.

Farmakokinetik klinik merupakan disiplin ilmu yang menerapkan konsep dan prinsip farmakokinetik pada manusia, bertujuan untuk merancang aturan dosis secara individual sehingga dapat mengoptimalkan respon terapeutik obat seraya meminimalkan kemungkinan efek sampingnya.

Lanjutan
Farmakokinetik klinik merupakan aplikasi konsep farmakokinetik pada dunia pengobatan di dalam rangka membantu keberhasilan pengobatan. Bidang studi ini membicarakan tentang absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME) obat sebagai faktor penentu hubungan antar dosis dan respon pada pasien (Shargel dkk,2005).

Istilah Penting dalam Farmakokinetik Klinik


C maks Cp Css Cssmaks : kadar puncak obat di dalam darah, biasanya setelah pemberian obat ekstravaskular. : Kadar obat didalam darah, plasma atau serum : kadar obat di dalam darah pada keadaan steady state (tunak) : Kadar maksimum obat didalam darah pada keadaan (steady-state), setelah obat diberikan berulang (multiple dosing). : Kadar minimum obat didalam darah pada keadaan tunak, setelah obat diberikan berulang (multiple dosing)

Cssmin

AUC

DL

DM

: Area under the blood-concentration time curve (luas area dibawah kurva kadar obat didalam darah terhadap waktu), merupakan gambaran jumlah obat yang terabsorpsi dan berada didalam tubuh. : Dosis muatan, loading dose, priming dose, initial dose, adalah besar dosis awal yang diberikan ketika memulai terapi agar tujuan terapi lebih cepat tercapai. : Dosis pemeliharaan, dosis berulang, dosis maintenance untuk menjaga kadar obat di dalam darah konstan dan berada dalam kisar terapeutik.

CL

: Klirens merupakan jumlah pembersihan obat diseluruh tubuh. Jadi CL tot =CLh + CLr + CL lain-lain. Termasuk klirens lain-lain adalah klirens obat melaluii saliva, respirasi, air mata, air susu, keringat, dan feses. Nama lain: klirens total, klirens sistemik. T1/2 : (waktu paruh) adalah waktu yang dibutuhkan sehingga konsentrasi obat dalam darah berkurang setengah dari nilai awalnya. Pengukuran t memungkinkan perhitungan konstanta kecepatan eliminasi (elimination rate constant (Kel )) Kel : adalah fraksi obat yang ada pada suatu waktu yang akan tereliminasi dalam satu satuan waktu (misalnya Kel = 0,02 menit-1 berarti baha 2% dari obat yang ada dieliminasi dalam waktu satu menit.

DOA Vd

: Duration of action adalah durasi waktu dari lama kerjanya obat. : volume nyata yang didalam suatu obat terdistribusi pada kesimbangan. Volume distribusi bukan suatu volume yang sebenarnya, tetapi adalah volume hipotesis cairan tubuh yang diperlukan untuk melarutkan jumlah total obat pada konsentrasi yang sama dengan yang terdapat dalam darah.

Jika Vd besar maka sedikit konsentrasi di dalam darah, lebih besar di jaringan Jika Vd kecil maka banyak konsentrasi di dalam darah, lebih kecil di jaringan

Vdss

: Volume distribusi dalam keadaan tunak(steadystate) terjadi setelah obat deberikan berulang, dimana terjadi kesetimbangan obat di dalam darah dan jaringan. F (bioavailabilitas) : atau biasa disebut ketersediaan hayati adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau aktif setelah pemberian obat, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau ekskresinya dalam urin. Kisar terapeutik : rentang antara kadar efektif minimum (KEM; nilai ambang efek) dan kadar toksik minimum (KTM; nilai ambang toksik). Pada umumnya obat menunjukkan efek terapeutik jika kadarnya didalam darah berada dalam rentang tersebut.

Onset : waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya, tergantung pada rute pemberian dan farmakokinetik obat. Durasi : adalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi MEC : minimum effective concentration adalah konsentrasi obat terendah dalam plasma untuk memperoleh kerja obat yang diinginkan. MTC : Minimum toxic concentration adalah kadar minimal obat yang tidak menimbulkan efek racun atau toksik.

Studi farmakokinetika klinik digunakan untuk memeriksa absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi suatu obat yang masih dalam tahap investigasi pada subyek yang sehat ataupun pada pasien. Data yang diperoleh pada studi ini sangat berguna untuk desain uji klinis. Data yang diperoleh dari studi farmakokinetika klinik ini pun dapat berguna untuk evaluasi keamanan obat dari obat-obat baru. Saat ini, studi farmakokinetika banyak dilakukan untuk pengembangan obat-obat baru.

Manfaat penerapan farmakokinetika bagi kepentingan penanganan penderita adalah untuk tuntunan penentuan aturan dosis (dosage regimen) yang menyangkut besarnya dosis dan interval pemberian dosis, terutama untuk obat-obat dengan lingkup terapeutik yang sempit seperti teofilina, digoksin, fenitoina, fenobarbital, lidokain, prokainamida dan lain-lain.

Dalam membahas mengenai sudi farmakokinetika klinik, terdapat empat hal yang penting yaitu meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi atau biasa disingkat ADME

EFEK

Pasien

Obat

Dosis Cara pemberian

Ketika suatu obat diberikan dengan cara ekstravaskular (peroral, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, atau melalui rektum) kepada pasien, maka obat akan mengalami proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME), sebelum ia mencapai reseptor (R). Obat akan berada di dalam sirkulasi sistemik dengan kadar tertentu, kemudian menembus keluar dari pembuluh darah, terdistribusi ke seluruh jaringan organ dan akhirnya berikatan dengan reseptor pada sel membran. Ikatan obat dengan reseptor ini kemudian memicu berbagai reaksi kimia di dalam sel, sampai timbul efek obat .

Obat
Pasien
Reseptor

Efek

ADME

Usia, gender, kehamilan, etnik, genetik, penyakit, obesitas, polimorfisme, interaksi obat

Faktor- faktor yang dapat mengubah ADME tersebut diantaranya ialah usia, jenis kelamin, kehamilan, etnik, genetik, berbagai kondisi patologik dan polimorfisme yang berkaitan dengan ADME, obesitas, obat atau senyawa kimia lain yang mampu mengubah obat terapeutik (interaksi obat), dan waktu penggunaan obat (ritme sirkadian). Adanya perbedaan nilai farmakokinetik dan farmakodinamik (FK-FD) antar subyek, walaupun masing-masing mendapat obat dan regimen dosis yang sama, merupakan permasalahan farmakoterapi dan memerlukkan perhatian lebih cermat supaya pengobatan mencapai hasil lebih optimal.

RUTE PEMBERIAN OBAT

Jalur Lain
Jalur lain termasuk inhalasi (misalnya anestetik volatile), beberapa obat yang digunakan pada asma dan topikal (misalnya salep). Pemberian obat secara sublingual dan rektal digunakan untuk menghindari sirkulasi portal, dan sediaan sublingual secara khusus sangat penting dalam pemberian obat yang mengalami metabolisme lintas pertama derajat tinggi.

ABSORPSI OBAT
Absorpsi adalah transfer suatu obat dari tempat pemberian ke dalam aliran darah. Kecepatan dan efesiensi absorbsi tergantung pada cara pemberian. Di dalam studi farmakokinetika klinik yang menilai mengenai absorpsi, informasi mengenai kadar suatu obat dalam darah menjadi penting, karena hal itu akan berkaitan dengan cara pemberian obat. Kadar obat di dalam darah tentu akan berbeda jika obat diberikan secara oral dibandingkan dengan pemberian obat secara intravena.

Ada beberapa mekanisme proses absorpsi yaitu:


o o o o o o Difusi pasif Transpor konvektif Transpor aktif Transpor fasilitas Transpor pasangan ion Pinositosis

Untuk menilai keefektifan obat memasuki sirkulasi sistemik, tentu saja terdapat beberapa parameter yang harus dinilai meliputi bioavailabilitas yaitu fraksi obat dalam bentuk yang tidak berubah yang mencapai sirkulasi sistemik setelah pemberian melalui jalur apa saja, laju absorpsi dan banyaknya absorpsi. Pada perbandingan cara pemberian oral dan intravena, perhitungan bioavailabilitas dan rasio absorpsi menjadi penting untuk mengklarifikasi pengaruh eliminasi lintas pertama (first-pass effect) yang terjadi pada pemberian oral. Untuk obat yang diberikan secara oral, bioavailabilitasnya mungkin kurang dari 100% berdasarkan dua alasan utama: banyaknya obat yang diabsorpsi tidak sempurna dan adanya eliminasi lintas pertama.

Ketersediaan Hayati Obat


Ketersediaan hayati (bioavability;F) merupakan faktor penting dalam farmakoterapi. Selain tergantung dari sifat obatnya, ketersediaan obat didalam tubuh juga ditentukan (padat dan cairan), jalur pemberiaan (per oral, rektal, intramuskular, atau intravena), besar dosis dan lama pemberiaan obat.

Lanjutan....
Sediaan obat yang paling kecil menimbulkan masalah ketersediaan hayati ialah bentuk larutan, sebab obatnya terdapat dalam bentuk yang siap diabsorpsi jika diberikan peroral. Sediaan larutan yang diberikan per injeksi intravena atau intramuscular, bukal atau sediaan padat micronized yang diberikan melalui inhalasi (aerosol), ketersediaan obat di dalam tubuh sama dengan besar dosis yang diberikan. Namun jika obat diberikan per oral dalam bentuk sediaan padat, ketersediaan hayatinya dapat bervariasi dari nol sampai 100%.

Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas


Metabolisme first-pass pada hati Bila suatu obat diabsorpsi melalui saluran cerna, obat masuk ke sirkulasi portal sebelum ke sirkulasi sistemik. Jika obat tersebut dimetabolisme dengan cepat oleh hati, jumlah obat yang tak berubah yang masuk sirkulasi sistemik berkurang. Banyak obat, seperti propranolol atau lidokain, mengalami biotransformasi yang hebat pada satu kali melewati hati. Kelarutan obat Obat-obat yang sangat hidrofilik kurang diabsorpsi karena ketidakmampuannya menembus membran sel yang kaya lipid. Sebaliknya, obat-obat yang sangat hidrofobik juga diabsorpsi kurang karena tidak dapat masuk ke permukaan sel-sel.

Tidak stabil secara kimiawi Beberapa obat, seperti penisilin G, tidak stabil dalam pH isi lambung. Yang lainnya, seperti insulin bias dihancurkan dalam saluran cerna oleh enzim-enzim. Sifat formulasi obat Absorbsi obat bias diubah oleh factor-factor yang tidak berhubungan dengan sifat kimia obat. Sebagai contoh, ukuran partikel, bentuk garam polimorfisme kristal, dan keberadaan eksipien dapat mempengaruhi kemudahan pemecahan obat, dan karena itu, mengubah kecepatan absorpsi

DISTRIBUSI OBAT
Distribusi obat adalah proses suatu obat secara reversible meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan/atau ke sel-sel jaringan. Kecepatan aliran darah kapiler jaringan sangat bervariasi sebagai akibat dari distribusi output jantung yang tidak sama ke berbagai organ. Aliran darah ke otak, hati dan ginjal lebih besar daripada aliran darah yang ke otot rangka., sedangkan jaringan adipose tetap mempunyai aliran darah yang lebih sedikit.

Satu parameter yang penting mengenai distribusi obat adalah mengenai volume distribusi (Vd). Volume distribusi adalah suatu volume yang mengandung sejumlah obat pada cairan-cairan tertentu di dalam tubuh (volume hipotesis penyebaran obat dalam cairan tubuh). Volume distribusi menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan konsentrasi obat (C) dalam darah atau plasma. Vd =

Volume Distribusi yang Nyata


Suatu obat jarang berhubungan dengan hanya satu kompartemen cairan tubuh. Sebaliknya, sebagian besar obat terdistribusi kedalam beberapa kompartemen, sering berikatan dengan komponen-komponen sel, misalnya lipid (sangat banyak dalam adiposit dan membran sel), protein (banyak sekali dalam plasma dan didalam sel-sel) atau asam nukleat (banyak didalam inti sel). Oleh karena itu, volume obat terdistribusi disebut volume distribusi yang nyata atau Vd.

Distribusi obat tanpa adanya eliminasi


Volume terdistribusi yang nyata,(Vd) ditentukan oleh penyuntikan suatu dosis standar obat yang mula-mula seluruhnya masuk kedalam sitem vaskular. Obat tersebut kemudian bergerak dari plasma kedalam interstisium dan kedalam selsel yang menyebabkan konsentrasi plasmaberkurang menurut waktu. Anggaplah untuk menyederhanakan bahwa obat tersebut tidak dieliminasikan, obat tersebut kemudian mencapai suatu konsentrasi yang merata yang bertahan dengan waktu. Konsentrasi dalam kompartemen vaskular adalah jumlah total obat yang diberikan dibagi oleh volume obat terdistribusi Vd : C=

atau =

C = Konsentrasi plasma obat D = Jumlah total obat dalam tubuh

Untuk contoh, jika 25 mg obat (D=25 mg) diberikan dan konsentrasi dalam plasma adalah 1,0 mg/L maka Vd=25 mg/1,0 mg/L = 25 Liter

Distribusi obat bila terdapat eliminasi


Dalam kenyataan, obat-obat dieliminasikan dari tubuh, dan suatu grafik konsentrasi plasma versus waku menunjukkan dua fase. Penurunan mula-mula dalam konsentrasi plasma disebabkan oleh suatu fase distribusi yang cepat. Obat ditrnsfer dari plasma kedalam interstisium dan ke cairan intraseluler. Ini diikuti oleh fase eliminasi yang lebih lambat selama obat meninggalkan kompartemen plasma dan dihilangkan dari tubuh, misalnya oleh eliminasi ginjal atau empedu atau biotrnsformasi hati.

Kalkulasi konsentrasi obat jika distribusi bersifat segera


Anggaplah bahwa proses eliminasi mulai pada saat penyuntikan dan diteruskan selama fase distribusi. Konsentrasi obat dalam plasma (C) dapat diperhitungkan kembali ke waktu 0 ( saat penyuntikan ) untuk menentukan Co yang merupakan konsentrasi yang dicapai obat jika fase distribusi terjadi secara segera. Misalnya, jika 10 mg obat disuntikkan ke penderita dan konsentrasi plasma yang diperhitungkan pada waktu 0 adalah Co = 1,0 mg/L maka Vd = 1,0 mg/L = 10 L.

Distribusi obat yang tidak merata antara kompartemen :


Volume distribusi menganggap bahwa obat itu terdistribusi secara uniform dalam suatu kompartemen tunggal. Namun, sebagian besar obat-obat terdistribusi secara tidak merata kedalam bebrapa kompartemen dan volume distribusi tidak menjelaskan suatu volume yang nyata tetapi mencerminkan perbandingan obat dalam ruangan ekstraplasma dengan yang didalam ruangan plasma.

Tetapi, Vd berguna karena dapat digunakan untuk menghilangkan jumlah obat yang diperhitungkan untuk mendapatkan suatu konsentrasi plasma yang diinginkan. Misalnya, anggaplah aritmia pada seorang penderita penyakit jantung tdak dapat dikontrol dengan baik karena kadar digitalis dalam plasma tidak kuat. Seharusnya konsentrasi obat dalam plasma adalah C1 dan kadar digitalis yang diinginkan (diketahui dari uji klinis) adalah konsentrasi yang lebih tinggi, C2 . Dokter perlu tahu berapa banyak obat tambahan yang harus diberikan untuk meningkatkan kadar obat dalam sirkulasi dari C1 ke C2. Vd . C1 = jumlah obat mula-mula dalam tubuh Vd . C1 = jumlah obat dalam tubuh yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi plasma yang diinginkan.

Efek dari suatu Vd yang besar terhadap waktu paruh suatu obat
Suatu Vd yang besar mempunyai suatu pengaruh yang penting terhadap waktu paruh suatu obat, karena eliminasi obat tergantung pada jumlah yang masuk ke hati atau ginjal (atau organ-organ lain tempat terjadinya metabolisme) persatuan waktu. Masuknya obat ke organ-organ eliminasi bergantung tidak hanya pada aliran darah tetapi juga pada fraksi obat yang ada dalam plasma. Jika Vd suatu obat besar, sebagian besar obat didalam ruangan ekstraplasmik dan tidak tersedia untuk alat-alat ekskresi. Oleh karena itu, setiap faktor yang meningkatkan volume distribusi dapat menyebabkan perpanjangan waktu paruh dan memperpanjang lama kerja obat ( catatan : Vd yang luar biasa besarnya menunjukkan adanya pengikatan obat yang hebat dalam organ atau kompartemen tertentu.

Distribusi obat di dalam tubuh menurut ikatan konsep obat oleh material hayati. Setelah terabsorpsi dari system gastrointestinal, sebagian obat terikat protein darah menuju vena porta dan diangkut ke hati. Di hati obat dapat termetabolisme (first pass effect), obat utuh dan metabolitnya masuk ke sirkulasi sistemik, dimana fraksi bebas (protein unbound) terdistribusi ke jaringan, reseptor dan ginjal untuk diekskresi. Obat yang telah terdistribusi akan kembali lagi ke sirkulasi sistemik, mengulangi lagi proses semula.

Lanjutan....
Jika Vd suatu obat besar, sebagian besar obat dalam ruangan ekstraplasmik dan tidak tersedia untuk alatalat ekskresi. Oleh karena itu setiap faktor yang menigkatkan volume distribusi dapat menyebabkan perpanjangan waktu paruh dan memperpanjang lama kerja obat.
Catatan : Vd yang luar biasa besarnya menunjukkan adanya peningkatan obat yang hebat dalam organ atau kompartemen tertentu.

Distribusi obat ke seluruh tubuh terjadi saat obat mencapai sirkulasi. Selanjutnya obat harus masuk ke jaringan untuk bekerja. t (waktu paruh) adalah waktu yang dibutuhkan sehingga konsentrasi obat dalam darah berkurang setengah dari nilai awalnya.

t 1/2=

Pengukuran t memungkinkan perhitungan konstanta kecepatan eliminasi (elimination rate constant (Kel )) Kel adalah fraksi obat yang ada pada suatu waktu yang akan tereliminasi dalam satu satuan waktu (misalnya Kel = 0,02 menit-1 berarti baha 2% dari obat yang ada dieliminasi dalam waktu satu menit. Kel = 0,7/t

Distribusi obat tidak selalu merata ke seluruh jaringan, dan luas distribusi ini tergantung berbagai faktor, antara lain :
1. Sifat fisiko-kimiawi obat, biasanya yang berkaitan dengan lipofilisitas 2. Rasio ikatan obat dengan protein atau mineral hayati darah dan jaringan. 3. Vaskularisasi dan kecepatan aliran darah di jaringan dapat bervariasi dari < 2 mL sampai > 500 mL darah/100 g jaringan/menit. 4. Sifat kimawi jaringan , misalnya deposit lemak lebih menyukai mengikat obat-obat lipofilik. 5. Keberadaan protein penolak di dalam jaringan, misalnya PgP

METABOLISME OBAT
Metabolisme atau biotransformasi adalah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan bilogis yang dikaatalis oleh enzim menjadi metabolitnya. Proses metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan reaksi fase II. Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytochrome P450 (CYP).

LANJUTAN...
Proses alternatif yang memiliki kemungkinan menuju pada penghentian atau perubahan aktivitas biologis adalah metabolisme. Peran metabolisme dalam inaktivasi obat-obat larut lemak cukup luar biasa. Sebagai contoh, barbiturate lipofilik seperti thiopental dan pentobarbital mempunyai waktu paruh yang sangat panjang kalau bahan tersebut tidak dimetabolisme menjadi senyawa larut air. Dalam hal tertentu, sebagian besar biotransformasi metabolik terjadi pada suatu tahap diantara penyerapan obat ke dalam sirkulasi umum dan eliminasi melalui ginjalnya. Beberapa transformasi terjadi di dalam lumen usus atau dinding usus. Secara umum, semua reaksi ini dapat dimasukkan dalam satu dari dua kategori utama yang disebut reaksireaksi fase I dan fase II. Metabolisme yang terjadi di usus halus harus diperhitungkan pada saat pemberian obat secara oral oleh karena isoform enzim sitokrom P450 ( CYP3A4) banyak dijumpai dalam usus halus. Dapat dikatakan bahwa metabolime merupakan proses awal dari ekskresi.

Reaksi Fase I
Fase I : reaksi-reaksi fase I berfungsi untuk mengubah molekul yang lebih polar dengan cara menambahkan suatu polar atau membuka gugus polar, seperti OH atau NH2 . Metabolisme fase I bisa meningkatkan, mengurangi atau tidak mengubah aktivitas farmakologik obat. a. Reaksi-reaksi fase I menggunakan sistem P-450 b. Ringkasan sistem P-450 c. Reaksi fase I yang tidak melibatkan sistem P-450

Reaksi Fase II
Reaksi fase II : fase ini terdiri dari reaksi-reaksi konjugasi. Jika metabolit dari metabolisme tersebut dapat diekskresikan oleh ginjal. Namun, banyak metabolit yang sangat lipofilik untuk ditahan dalam tubuli ginjal. Reaksi konjugasi lanjutan dengan suatu substrat endogen seprti asam glukuronat, asam sulfurat, asam asetat atau asam amino akan menghasilkan persenyawaan yang polar, biasanya lebih larut dalam air yang paling sering bersifat tidak aktif secara terapeutik.

Metabolisme obat mempunyai dua efek penting


1. Obat menjadi lebih hidrofilik- hal ini mempercepat ekskresinya melalui ginjal karena metabolik yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi dalam tubulus ginjal. 2. Metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi, tidak selalu seperti itu, kadangkadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif) daripada obat asli.

Obat
Sebagian kecil obat,( misalnya galamin) polar karena obat-obat ini terionisasi penuh pada pHfisiologis. Obat-obat tersebut kalaupun dimetabolisme, hanya sedikit dan pengakhiran kerjanya sangat tergantung pada ekskresi ginjal. Akan tetapi sebagian besar obat bersifat sangat lipofilik dan sering terikat pada protein plasma.

Hati
Organ utama dalam metabolisme obat adalah hati, namun organorgan lain seperti saluran gastrointestinal dan paru-paru, mempunyai aktivitas yang patut dipertimbangkan. Obat yang diberikan secara oral biasanya diabsorpsi dalam usus halus dan masuk ke sistem porta menuju hati. Dihati obat ini mungkin mengalami metabolisme secara luas (misalnya lidokain, morfin, propranolol).

Farmasi yang Mempengaruhi Metabolisme Obat


a. Induksi Enzim Beberapa obat (misalnya fenobarbital, karbamazepin, etanol, dan khususnya rifampisin) dan polutan (misalnya hidrokarbon aromatik polisiklik dalam asap tembakau) meningkatkan aktivita enzim-enzim metabolisme obat. b. Inhibisi enzim Inhibisi (penghambatan) enzim bisa menyebabkan interaksi obat yang tidak diharapkan. Interaksi ini cenderung terjadi lebih cepat daripada yang melibatkan induksi enzim karena interaksi ini segera setelah obat yang dihambat mencapai konsentrasi yang cukup tinggi untuk berkompetisi dengan obat yang dipengaruhi.

c. Polimorfisme Genetik
Ilmu tentang bagaimana faktor penentu genetik mempengaruhi kerja obat disebut farmakogenetik. Respons terhadap obat bervariasi antar satu individu dengan individu lainnya karena variasi ini biasanya mempunyai distribusi Gaussian. Dalam distribusi tersebut, diasumsikan bahwa faktor penentu respons adalah multifaktorial. Akan tetapi, respons beberapa obat menunjukkan variasi diskontinu dan pada kasus-kasus ini populasi dapat dibagi menjadi dua kelompok atau lebih.

d. Usia
Enzim mikrosomal hepatik dan mekanisme ginjal berkurang pada saat lahir, khususnya pada bayi kurang bulan. Kedua sistem tersebut berkembang cepat selama 4 minggu pertama kehidupan. Terdapat berbagai metode untuk menghitung dosis pediatric. Pada usia tua, metabolisme obat oleh hati mungkin menurun, tapi biasanya yang lebih penting adalah menurunnya fungsi ginjal. Pada usia 65 tahun, laju filtrasi glumerolus (LFG) menurun sampai 30%, dan tiap satu tahunberikutnya, menurun lagi 1-2% (sebagai akibat hilangnya sel dan penurunan aliran darah ginjal).

Oleh karena itu, orang lanjut usia membutuhkan beberapa obat dengan dosis lebih kecil daripada orang muda, khususnya obat yang bekerja sentral (misalnya opioid, benzodiazepin, antidepresean), dimana orang lanjut usia lebih sensitif (karena perubahan yang belum diketahui di otak).

Ekskresi obat
Sama halnya seperti metabolisme, ekskresi obat itu (unmetabolised) terdapat di banyak organ, yaitu melalui empdu, feses, keringat, air mata, saliva, air susu ibu, dan ekspirasi dalam bentuk gas.

Jalur ekskresi
Urin

Mekanisme
Filtrasi glomeruli, sekresi aktif tubuli, difusi pasif Transpor aktif, difusi pasif, pinositosis

Contoh
Sebagian besar obat :dalam bentuk bebas (tidak terikat protein darah) Senyawa amonium kuaterner, strikhnin, kinin, digitoksin, gol penisilin, streptomisin, gol tetrasiklin.

Empedu

Usus halus Saliva Paru Keringat Air susu ibu

Difusi pasif Difusi pasif, transpor aktif, Difusi pasif Difusi pasif Difusi pasif, transpor aktif

Asam organik bentuk ion, doksisiklin Gol penisilin, tetrasiklin, thiamin, desoksikolat, etanol, eter Kamfor, guayakol, minyak atsiri, amonium klorrida Asam dan basa organik lemah, thiamin Basa organik lemah, asam lemah, tirostatik, anestetik, antikoagulan, eritromisin, dan antibiotik lain.

Ekskresi ginjal memegang tanggung jawab utama untuk eliminasi sebagian besar obat. Obat terdapat dalam filtrat glomerulus, tapi bila larut lemak, obat ini dapat direabsorpsi dalam tubulus ginjal melalui difusi pasif. Metabolisme obat sering menghasilkan senyawa yang kurang larut lemak sehingga membantu ekskresi ginjal. Ekskresi bilier. Beberapa obat (misalnya dietilstilbestrol) terkonsentrasi dalam empedu dan diekskresi ke dalam usus halus dimana terdapat kemungkinan direabsorpsi. Sirkulasi enterohepatik ini memperpanjang waktu keberadaan suatu obat dalam tubuh.

Parameter yang penting adalah klirens (clearance), yaitu suatu faktor yang memprediksi laju eliminasi yang berhubungan dengan konsentrasi obat.

Laju eliminasi C

Penting untuk memperhatikan sifat aditif dari klirens. Eliminasi obat dari tubuh meliputi proses-proses yang terjadi di dalam ginjal, paru, hati dan organ lainnya. Dengan membagi laju eliminasi pada setiap organ dengan konsentrasi obat yang menuju pada organ menghasilkan klirens pada masingmasing organ tersebut. Kalau digabungkan, klirens-klirens yang terpisah ini sama dengan klirens sistemik total. Dua lokasi utama eliminasi obat adalah kedua ginjal dan hati. Klirens dari obat yang tidak berubah di dalam urine menunjukkan klirens ginjal. Di dalam hati, eliminasi obat terjadi melalui biotransformasi obat induk pada satu metabolit atau lebih, atau ekskresi obat yang tidak berubah ke dalam empedu atau kedua-duanya.

KLIRENS
Prinsip-prinsip klirens (clearance, CL) obat mirip dengan konsep klirens fisiologi ginjal, dimana klirens creatinine-nya ditetapan sebagai laju (kecepatan) eliminasi creatinine didalam urine yang relatif dengan konsentrasi serumnya. Pada tingkat paling sederhana, klirens suatu obat adalah faktor yang memprediksi laju eliminasi yang berhubungan dengan konsentrasi obat :

CL =

= = = = + +

Di dalam farmakokinetik klinik, peran Therapeutic Drug Monitoring (TDM) yaitu:


Memantau kadar obat dalam darah pasien selama proses farmakoterapi berlangsung, sangat penting untuk keberhasilan terapi dan sekaligus mengurangi efek yang tidak diinginkan. Karna dengan memantau kadar obat dalam darah sesudah pemberian dosis tertentu , akan diketahui apakah kadar obat telah berada dalam kisaran terapeutik (Shargel dkk, 2005)

KONSEP THERAPEUTIK WINDOW


TOKSIK

KONSENTRASI OBAT DALAM PLASMA ATAU TEMPAT KERJA OBAT

TERAPI OPTIMAL

THERAPEUTIK WINDOW

INEFECTIVE

K O N S E N T R S I O B A T P L A S M A

KEGAGALAN TERAPI

REGIMEN B

MINIMUM TOXIC CONCENTRATION

TERAPI SUKSES

REGIMEN

MINIMUM EFFECTIV CONCENTRATION KEGAGALAN TERAPI

WAKTU PEMBERIAN OBAT

Rancangan dan optimal pengaturan dosis


Setelah pemberian satu dosis obat, efeknya biasanya menunjukkan pola sementara yang khas. Onset efek tersebut didahului dengan periode lagi setelah itu efek meningkat sampai maksimum, lalu menurun; jika kemudian tidak diberikan dois yang baru, efek obat akhirnya menghilang.perjalanan waktu ini menggambarkan perubahan-perubahan konsentrasi obat sebagai farmakokinetika absorpsi, distribusi, dan eliminasinya. Dengan demikian, intensitas efek obat berkaitan dengan obat berkaitan dengan konsntrasinya diatas konsentrasi efektif minimum, sementara durasi efek obat terkait dengan lamanya kadar obat diatas konsentrasi efektif minimum.

Secara umum, batas bawah rentang terapeutik tampaknya hampir sama dengan konsentrasi obat yang menghasilkan setengah efek terapi terbesar terbesar yang mungkin terjadi, dan batas atas rentang terapi sedemikian hingga tidak lebih dari 5% sampai 10% pasien mengalami efek toksik.untuk beberapa jenis obat, ini dapat berarti bahwa batas atas rentang tidak lebih dari dua kali batas bawah.

Untuk sejumlah obat tertentu, beberapa efek obat mudah diukur ( seperti tekanan darah, gula darah ) dan hal ini dapat digunakan untuk mengoptimalkan dosis, dengan menggunakan pendekatan trial-and-error. Namun untuk kebanyakan obat, efeknya sukar diukur ( atau obat diberikan untuk profilaksis ), memiliki potensi toksisitas dan kurang berkhasiat, dan atau indeks terapi sempit. Dalam keadaan seperti ini, dosis harus disesuaikan secara hati-hati, dan dosis obat lebih dibatasi oleh toksisitasdari pada oleh khasiat. Sehingga tujuan terapi adalah menjaga kadar obat keadaan tunak dalam jendela terapi.

Dosis Obat
Nilai bersihan dapat digunakan untuk merencanakan regimen dosis. Idealnya, pada pemberian obat, dibutuhkan keadaan konsentrasi plasma yang stabil (steady-state plasma concentration (Cpss)) dalam suatu kisaran terapeutik yang diketahui. Untuk pemberian secara oral, persamaan menjadi :
F x dosis / Interval pemberian dosis = Clp x Cp, rata-rata

Jika kadar obat berada dibawah kadar efektif minimum (KEM, atau minimum effective concentration, MEC), obat tersebut tidak menimbulkan efek terapeutik. Apabila kadar obat didalam darah melebihi kadar toksik minimum (KTM, disebut pula nilai ambang toksik, atau minimum toxic concentration, MTC), maka umumnya nampak gejala toksisitas obat.

Dosis Muatan
Dosis muatan (loading dose) merupakan satu rangkaian dosis atau serangkaian dosis yang dapat diberikan pada awal terapi dengan tujuan mencapai target konsentrasi dengan cepat. Besarnya dosis muatan dapat dihitung dengan:

Dosis muatan =

Dosis Maintenance
Dalam pengobatan, lazimnya obat diberikan secara berulang selama beberapa hari atau lebih lama lagi: pemberian dengan cara ini disebut dosis maintenance. Cara pemeberian ini dimaksudkan agar kadar obat di dalam darah selalu berada di dalam kisaran terapeutik yang secara klinik telah dibuktikan berkolerasi dengan efek terapeutik obat. Dalam kebanyakan situai klinis, obat diberikan dalam satu rangkaian dosis berulang atau sebagai infus kontinu untuk memelihara konsentrasi obat tunak dalam memenuhi jendela terapi. Oleh karena itu,perhitungan dosis pemeliharaan yang tepat meerupakan tujuan utama. Unuk mempertahankan konsentrasi tunak atau konsentrasi targrt yang dipilih, laju peberian obatperlu ditentukan sehingga laju obat masuk sama dengan laju eliminasi.

Dalam keadaan mantap (steady state, SS) laju pemberian dosis harus sama dengan laju eliminasi. Subtansi konsentrasi target (target concentration, TC) untuk konsentrasi (C) pada persamaan memprediksi laju pemeliharaan dosis : Laju pemberian dosisss = laju eliminasiss

Laju pemberian =

Ada 4 parameter yang perlu diketahui yaitu : 1. Bersihan (suatu ukuran efisiensi tubuh dalam mengeliminasi obat) 2. Volume distribusi (suatu ukuran ruang dalam tubuh yang mengandung obat) 3. Waktu paruh eliminasi (suatu ukuran laju pengeluaran obat dari tubuh) 4. Ketersediaan hayati (suatu fraksi obat yang terabsorpsi kedalam sirkulasi sistemik)

Bersihan (clearance)
Adalah konsep yang penting dalam farmakokinetik. Bersihan merupakan volume darah atau plasma yang dibersihkan dari obat dalam satuan waktu. Bersihan plasma dirumuskan dengan : Clp = VD Kel Kecepatan eliminasi = Clp x Cp. Bersihan adalah penjumlahan nilainilai bersihan individual sehingga Clp = Clm (bersihan metabolik) + Clr (ekskresi ginjal). Bersihan, bukan t menunjukkan kemampuan hati dan ginjal untuk membuang obat.

Bersihan (clearance)
Adalah konsep yang penting dalam farmakokinetik. Bersihan merupakan volume darah atau plasma yang dibersihkan dari obat dalam satuan waktu. Bersihan plasma dirumuskan dengan : Clp = VD Kel Kecepatan eliminasi = Clp x Cp. Bersihan adalah penjumlahan nilai-nilai bersihan individual sehingga Clp = Clm (bersihan metabolik) + Clr (ekskresi ginjal). Bersihan, bukan t menunjukkan kemampuan hati dan ginjal untuk membuang obat.

Bersihan adalah laju eliminasi zat dari darah. Sistemik atau jarak totaltubuh (Cltot) dihitung sebagai tingkat penghapusan dibagi dengan konsentrasi serum, di mana eliminasi dapat terjadi melalui mekanisme bersihan metabolik dan ginjal. Pembersihan ginjal (Clr) adalah jumlah total obat diekskresikan selama waktu tertentu dan akan tergantung pada filtrasi glomerulus, sekresi tubular dan reabsorpsi tubular. Semua obat memiliki bersihan yang berbeda, dan ini penting untuk mengetahui cara menentukan dosis yang tepat. Beberapa obat memiliki bersihan yang tinggi, yang berarti bahwa obat dikeluarkan dari darah dengan cepat oleh ginjal, seperti furosemide diuretik. Lainnya memiliki bersihan rendah karena ekskresi tidak efisien, sehingga hanya tingkat yang rendah perlu diadministrasikan untuk mempertahankan tingkat obat di dalam darah.

Dokter umumnya menghendaki konsentrasi keadaan tunak obat pada rentang jendela terapeutik yang terkait dengan khasiat terapeutik dan toksisitas minimum. Dengan anggapan ketersediaan hayati terjadi sempurna atau 100 % maka keadaan tunak akan terjadi ketika laju eliminasi sama dengan laju pemberian/absorpsi obat. Laju Pemberian = CL . Css (1-1)

Lanjutan
CL adalah bersihan sirkulasi sistemik dan Css adalah konsentrasi keadaan tunak obat. Jika konsentrasi obat pada keadaan tunak dalam plasma atau dalam darah diketahui , laju bersihan obat pada pasien akan ditentukan oleh laju pemberian obat. Konsep bersihan sangat berguna dalam farmakokinetika klinis, sebab nilainya unuk obat tertentu biasanya diatas rentang konsentrasi klinis. Hal ini terjadi karena sistem eliminasi obat seperti enzim pemetabolisme dan transporter biasanya buakan sistem jenuh, sehingga laju mutlak eliminasi obat merupakan fungsi linear konsentrasi dalam plasma, dengan kata lain, eliminasi kebanyakan obat mengikuti kinetika orde pertama sejumlah konstan fraksi obat di dalam tubuh yang dieliminasi persatuan waktu.

Lanjutan .......
Jika mekanisme pada lingkungan tersebut bersihan obat akan bervariasi dengan konsentrasi obat, sering mengikuti persamaan berikut : CL = vm/(Km + C ) ( 1- 2 ) Km merupakan konsentrasi pada saat setengah laju eliminasi maksimum dicapai ( dalam satuan bobot/volume) dan Vm sama dengan laju eliminasi maksimum (dalam satuan bobot/waktu). Persamaan ini mirip dengan persamaan Michaelis-Manten pada kinetika enzim. Pengaturan dosis untuk obat tersebut menjadi lebih sulit, dibandingkan jika eliminasi obat tersebut orde pertama dan bersihan obat tidak tergantung pada konsentrasi obat.

prinsip bersihan obat mirip dengan fisiologi ginjal, sebagai contoh, bersihan kreatinin didefinisikan sebagai laju eliminasi kreatinin di dalam urin dibandingkan terhadap konsentrasinya didalam plasma. Secara sederhana, bersihan suatu obat adalah laju eliminasinya melalui semua rute terhadap konsentrasi obat, C, di dalam beberapa cairan biologis. CL = Laju eliminasi/C ( 1-3 ) Oleh karena itu, jika bersihan tetap, laju eliminasi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat. Perlu dicatat bahwa bersihan tidak menunjukkan banyaknya obat yang dipindahkan tetapi lebih merupakan volume cairan biologis seperti darah atau plasma temoat obat akan dipindahkan sempurna agar terjadi eliminasi.

Lanjutan ...
bersihan dengan bantuan berbagai organ eliminasi bersifat aditif. Eliminasi obat dapat terjadi sebagai hasil dari proses yang terjadi di ginjal, hati, dan organ lainnya. Laju eliminasi masing-masing organ dibagi dengan konsentrasi obat (misalnya konsentrasi plasma ) akan menghasilkan masing-masing bersihan organ tersebut. Jika dijumlahkan, akan menjadi bersihan sistemik : CLginjal + CLhati + CL lain = CL ( 1-4) Rute lain untuk proses eliminasi yaitu air liur atau keringat, sekresi kedalam usus, dan metabolisme di tempat lain.

Lanjutan ....
CL = Dosis/AUC (1-5) AUC adalah luas total daerah dibawah kurva yang menggambarkan konsentrasi obat didalam darah sebagai fungsi waktu ( dari nol sampai tak terhingga ) Contoh : Bersihan plasma untuk sefaleksin adalah 4,3 ml.menit-1 . kg-1 , dengan ekskresi obat dalam bentuk tidak berubah di dalam urin 90%. Untuk seseorang dengan bobot badan 70 kg, bersihan dari plasma akan sebesar 300 ml/menit, dengan bersihan ginjal bertanggung jawab untuk 90% eliminasi ini. Dengan kata lain, ginjal mampu mengekskresi sefaleksin dengan laju pengeluaran sempurna ( bersih ) dari sekitar 270 ml plasma per menit. Karena bersihan diasumsikan tetap pada pasien yang stabil, laju eliminasi sefaleksin akan tergantung pada konsentrasi obat dalam plasma.

Lanjutan ....
propanolol dibersihkan dari darah dengan laju 16 ml . menit-1 . kg -1 , atau ( 1120 ml/menit pada orang dengan 70 kg), hampir seluruhnya melalui hati. Jadi, hati dapat mengeluarkan obat yang terkandung dalam 1120 ml darah per menit. Meskipun hati merupakan organ eliminasi yang dominan, bersihan plasma beberapa obat melebihi laju aliran plasma ( dan darah ) ke organ ini . Hal ini sering kali terjadi karena obat segera melakukan partisi kedalam sel darah merah, dan laju pelepasan obat ke organ eliminasi lebih besar dari konsentrasi dalam plasma hasil pengukuran. Hubungan antara bersihan plasma dan bersihan darah pada keadaan tubak adalah : CLp /CLb = Cb/Cp = 1 + H ( Crbc/ Cp 1 ) ( 1-6)

Lanjutan ....
Oleh karena itu, bersihan dari darah dapat dihitung dengan membagi bersihan plasma dengan perbandingan konsentrasi obat dalam darah terhadap dalam plasma, yang diperoleh dari informasi tentang hematokrit ( H = 0,45 ) dan perbandingan konsentrasi dalam sel darah merah terhadap konsentrasi plasma. Laju sampainya obat kedalam suatu organ merupakan hasil kali aliran darah (Q) dan konsentrasi obat didalam arteri (CA ), sementara laju keluarnya obat dari organ merupakan hasil kali aliran darah dan konsentrasi obat dalam vena (CV). selisih kedua laju ini pada keadaan tunak merupakan laju eliminasi obat : Laju Eliminasi = Q . CA - Q . CV = Q (CA - CV ) ( 1-7)

Lanjutan ...
pembagian persamaan ( 1-7) dengan konsentrasi obat yang masuk ke organ eliminasi, CA menghasilkan bersihan obat pada organ dengan persamaan : CLorgan = Q (CA CV / CA ) = Q . E ( 1-8)
Pernyataan (CA CV / CA ) dapat dianggap sebagai perbandingan ekstraksi obat (E)

Persamaan Cockcroft-Gault & MDRD


Persamaan Cockroft-Gault
Pada pria: CLcr (ml/menit) =
140 72

Pada wanita : CLcr pada pria dikalikan 0,85. [ usia dalam tahun, berat badan dalam kg, Scr = kreatinin serum dalam mg / dL. Jika pasien kelebihan berat badan atau kegemukan, digunakan berat

badan ideal. Jika usia> 60 tahun Scr < 1 mg/dL, maka Scr dianggap = 1.
Persamaan Cockcroft-Gault digunakan untuk fungsi ginjal stabil ]

Persamaan MDRD :
Pada pria : GFR ( ml/menit/1,73 m ) = 175 x (Scr)-1,154x (usia)-0,203

Pada wanita : GFR pada pria dikalikan 0,742


[ Scr = kreatinin serum dalam mg/dL, usia dalam tahun. Jika pasien kelebihan berat badan atau kegemuka, dikalikan GFR yang diperoleh dengan BSA/1,73 sehingga ditemukan GFR dalam ml/menit ]

Bersihan Hati
Konsep yang dikembangkan mempunyai implikasi penting untuk obat yang dieliminasi melalui hati. Mengingat bahwa suatu obat secara efisien dihilangkan dari darah melalui proses hepatik metabolisme dan/atau ekskresi obat kedalam empedu. Dalam hal ini, konsentrasi obat didalam darah yang meninggalkan hati akan rendah, perbandingan ekskresi akan mendekati satu, dan bersihan obat dari darah akan akan dibatasi oleh aliran darah hepatik.

Bersihan Ginjal
Bersihan ginjal suatu obat mengakibatkan adanya obat tersebut diurin, perubahan sifat farmakokinetika obat karena kelainan pada ginjal dapat juga dijelaskan dengan konsep bersihan. Namun kompleksitas yang berhubungan dengan filtrasi, sekresi aktif, dan reabsorpsi, harus diperhitungkan. Laju filtrasi suatu obat tergantung pada volume cairan yang melewati glomerulus dan konsentrasi obat yang tidak terikat didalam plasma, karena obat yang terikat dengan protein tidak difiltrasi. Laju sekresi obat melalui ginjal akan tergantung pada bersihan intrinsik obat transporter dalam sekresi aktif dan juga dipengaruhi oleh ikatan obat pada protein plasma, tingkat kejenuhan transporter ini, dan laju pelepasan obat ke tempat sekresi.

Volume Distribusi (VD)


Volume distribusi adalah volume yang menunjukkan distribusi obat. Pada suntikan intravena : VD = dosis/C0 Nilai VD < 15 L menunjukkan bahwa obat dipertahankan dalam kompartemen vaskular. Nilai VD < 15 L menunjukkan bahwa obat terbatas pada cairan ekstraseluler, sementara volume distribusi yang besar menunjukkan distribusi diseluruh cairan tubuh total atau konsentrasi pada jaringan tertentu. Volume distribusi dapat digunakan untuk menghitung bersihan obat.

Waktu paruh
Waktu paruh (t1/2) adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengubah jumlah obat didalam tubuh menjadi selama eliminasi (atau selama infus yang konstan). Dalam keadaan yang paling sederhana dan bermanfaat untuk merancang regimen dosis obat tubuh mungkin dianggap sebagai 1 bagian tunggal dari suatu ukuran yang sesuai dengan volume distribusi (Vd). Sementara organ eliminasi hanya dapat membebaskan obat dari darah atau plasma ketika terjadi kontak langsung dengan organ ini, darah atau plasma tersebut berada dalam keseimbanagan dengan volume distribusi total. Dengan demikian jumlah obat seiring waktu didalam tubuh akan bergantung pada kedua volume distribusi dan klirens :

t 1/2=

Waktu paruh sangat berguna karena menunjukkan waktu yang diperlukan untuk mencapai 50% dari keadaan mantap atau menurun 50% dari kondisi keadaan yang mantap setelah suatu perubahan dalam laju pemberian obat. Suatu perubahan dalam t tidak perlu menggambarkan suatu perubahan dalam eliminasi obat. Contoh : pasien-pasien dengan gagal ginjal kronis mengalami penurunan klirens ginjal dari digoxin dan juga penurunan volume distribusi; peningkatan waktu paruh digoxin tidak sebesar kemungkinan yang diharapkan berdasarkan perubahan dalam fungsi ginjal.

Laju Ketersediaan Hayati


Ketersediaan hayati adalah Jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistemik dipengaruhi oleh dosis pemberian dan juga oleh fraksi dosis, F, yang diabsorpsi dan tidak mengalami eliminasi lintas pertama. Dengan mengetahui perbandingan ekstraksi (EH ) suatu obat melewati hati, ketersediaan hayati maksimum setelah pemberian oral (Fmax ) dapat diperkirakan, dengan mengasumsikan bahwa eliminasi hepatik mengikuti proses orde pertama:
Fmax = 1 EH = 1 (CLhepatik / Qhepatik )

Oleh karena itu, jika bersihan darah hepatik obat tersebut relatif lebih besar dari aliran darah hepatik, tingkat ketersediaan hayati akan rendah jika obat diberikan secara oral ( misalnya untuk lidokain )

Penurunan ketersediaan hayati ini merupakan fungsi dari tempat fisiologis terjadinya absorpsi, dan tidak ada modifikasi bentuk sediaan apapun tidak akan memperbaiki ketersediaan hayati pada kondisi kinetik linear. Absopsi yang tidak sempurna dan/atau metabolisme di usus setelah pemberian oral, pada praktiknya Kn menurunkan harga F maksimim yang diperkirakan.

Kurva konsentrasi plasma versus waktu


Kurva konsentrasi plasma (KKP) versus waktu dihasilkan dengan mengukur konsentrasi obat dalam sampel plasma yang diambil pada berbagai jarak waktu setelah suatu sediaan obat diberikan.

Konsentrasi obat dalam tiap sampel plasma diplot pada kertas grafik koordinat rektangular terhadap waktu yang sesuai dengan pengambilan sampel plasma. Setelah obat mencapai sirkulasi umum, konsentrasi obat plasma akan naik sampai ke suatu maksimum.

TERIMA KASIH

Вам также может понравиться