Вы находитесь на странице: 1из 1

Menyoal Kualitas Pemilu 2009

Oleh : Achmad Rozi El Eroy

Kalau kita amati, bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi dengan membatalkan


ketentuan 30% bilangan pembagi pemilih dan nomor urut menjadi suara terbanyak
merupakan sebuah proses penyempurnaan sistem demokrasi di Indonesia. Pembatalan
oleh Mahkamah Konstitusi tentang ketentuan calon terpilih sebagaimana tercantum pada
UU No. 10 Tahun 2008 pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e tersebut didasarkan bahwa
ketentuan tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga saat ini ketentuan tersebut
tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam UU No. 10 Tahun 2008 Pemilu
DPR, DPD, dan DPRD sebelum keputusan Mahkamah konsitusi keluar, penentuan
terpilih calon anggota legislatif terpilih adalah berdasarkan 30% bilangan pembagi
pemilih (BPP) dan nomor urut. Namun, ketentuan UU No. 10 Tahun 2008, Pasal pasal
214 huruf a, b, c, d, dan e, dibatalkan oleh MK .
Secara subtantif, pembatalan ketentuan 30% BPP dan nomor urut menjadi suara
terbanyak merupakan cerminan dari peningkatan kualitas sistem Pemilu Indonesia.
Dimana pada pemilu-pemilu sebelumnya muncul berbagai keluhan seperti istilah "milih
kucing dalam karung" karena masyarakat tidak mengetahui dan mengenali calon yang
akan dipilih. Akibatnya, ketika muncul pengumuman calon terpilih timbul keheranan dan
ketidakpuasan atas wakil mereka yang duduk di legislatif.
Terlepas dari keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, paling tidak untuk
mendukung keputusan tersebut diperlukan sebuah ke

Вам также может понравиться