Вы находитесь на странице: 1из 7

METODE ACAPPELA DALAM PEMBELAJARAN LAGU SUNDA Oleh: Yudi Wahyu Widiana SPS UPI Program Pendidikan Seni

Jl. Setiabudi 229 Bandung 40154 Yudiwidiana69@gmail.com

Abstrak

Seni tradisional Sunda sebagai bagian dari produk budaya serta menjadi indentitas orang sunda, banyak mengalami kesulitan dalam pewarisan kepada generasi penerusnya. Pembelajaran kawih dengan metode acapepela merupakan bentuk penyajian seni tradisi dalam kemasan modern yang menjadi alternatif pewarisan seni tradisi yang mengdepankan kreatifitas guru dan siswa dengan landasan tidak merubah orisinalitas seni tradisi. Artikel ini mengeksplorasi peranan metode acappela sebagai pewarisan seni tradisi, melalui pembelajaran lagu-lagu sunda di sekolah. Kata Kunci: Acappela, Pembelajaran, Lagu Sunda, Pewarisan seni A. PENDAHULUAN

Sebuah artikel berjudul Pewarisan Budaya Daerah Tak Boleh Berhenti (Kompas, Kamis 18 Juni 2009), Ketua Sanggar Motekar, Supriatna, (2009) mengungkapkan bahwa, Serangan budaya urban serta kurang pedulinya guru dan orang tua semakin mempercepat kepunahan budaya daerah. Guna menjaga keseimbangan maka pewarisan budaya daerah harus terus berjalan dan tidak boleh berhenti dalam kondisi apapun,". Memang benar, kurikulum sekolah sekarang yang tidak ramah terhadap seni dan budaya, untuk Jawa Barat saja tidak ada kurikulum budaya Sunda, sedangkan Bahasa Sunda mejadi muatan lokal wajib. Sekolah pun tidak bisa disalahkan untuk hal itu, karena tidak ada payung hukum untuk masalah kebudayaan dalam kurikulum itu. Kondisi seperti itu tidak memungkinkan anak belajar budaya daerahnya sendiri. Selanjutnya Supriatna mengatakan bahwa kita tidak dapat menyalahkan generasi sekarang yang terbilang tidak apresiatif terhadap seni dan budaya daerah, karena peran serta guru dan orang tua amat krusial untuk menekankan kecintaan budaya kepada anak. Dalam pewarisan budaya semua pihak harus turut membantu mewariskan budaya daerahnya dan inti dari pelestarian budaya adalah pewarisan yang terus menerus.

Seni tradisional Sunda sebagai bagian dari produk budaya serta menjadi indentitas Sunda, banyak mengalami kesulitan dalam pewarisan kepada generasi penerusnya, sehingga tidak sedikit seni tradisi terpinggirkan oleh seni modern yang nota bene lebih digemari oleh generasi muda. Serta sedikitnya ruang yang tersedia untuk penyajian bagi seni tradisi, ditambah dengan kalah dalam bersaing dengan seni modern menjadi penyebab banyak seni tradisi yang saat ini sudah masuk dalam ambang kepunahan. Bentuk penyajian seni tradisi dalam kemasan modern menjadi alternatif pewarisan yang mengdepan kreatifitas dengan landasan tidak merubah orisinalitas seni tradisi tersebut. Pertanyaannya adalah bagaimana pembelajaran lagu lagu Sunda dengan metode acappella dapat diaplikasikan pada pelajaran seni budaya sebagai bentuk pembaruan dalam rangka pewarisan seni tradisi? B. ACAPPELLA Pengertian acappella dalam buku Encyclopedia of Music karya Norman Lloyd (1964:9), sbb; A cappella an Italian phrase meaning in the style of the chapel, used designate a particularly pure style of choral music practiced in Italy during the Renaissance. Inreccent generations the exsprssion a cappella has come to describe the performance of any music religious or not that is sung without accompaniment menurut Morrow, Bruce dan kawan kawan dalam buku Doo Wop, The Music The Time The Era (2007 : 3 ), sbb;

Group of choral singing without instrument accompaniment. Religious orders, blues field hollers, and some traditional folk music all exemplify early forms of a cappella some times regarded as a purerand more authentic musical form, since it is not mediated by technology, a view connected to the nation of the human voice as the instrument par exellence.

Acapella adalah suatu teknik bernyanyi yang biasanya dilakukan secara berkelompok tanpa diiringi oleh alat musik. Asal katanya diambil dari bahasa Itali, dari kata Chapel, yang artinya gereja. A cappella adalah dasar awal bentuk musik religi, nyayian dalam bentuk a cappella digunakan dalam bentuk musik religius baik Kristen, Islam (nasheed) dan Jewish. Saat ini a cappella meliputi banyak style sekuler yang berbeda, termasuk doo-wop, the barbershop quartet, dan the pop a cappell.

A cappella adalah bentuk penyajian vokal yang iringannya juga menggunakan vokal, yang menirukan bunyi alat musik baik harmonis maupun ritmis. Ini menjadi pendekatan bagaimana lagu lagu sunda disajikan dengan a cappella, artinya bahwa lagu sunda dibawakan secara berkelompok dan iringan musiknyapun mengunakan vokal. Penyajian Vokal dalam kesenian sunda dikenal dalam dua bentuk penyajian, yaitu disajikan secara tunggal disebut anggana sekar, dan yang disajikan dengan berkelompok dengan sebutan rampak sekar, dan keduannya diiringi dengan alat musik.

C.

PEWARISAN SENI

Pewarisan seni menjadi isu yang sangat krusial ditengah derasnya arus globalisasi, dan hal ini perlu mendapat perhatian penuh seluruh stick holder agar terus diupayakan dan terus berjalan dalam kondisi apapun, dengan harapan seni tradisi tidak tereliminasi oleh seni-seni barat yang terus dikumandangkan hampir disetiap stasion televisi. Lembaga Pendidikan melalui pelajaran seni budaya (musik, rupa, tari, drama) seharusnya menjadi pusat pewarisan seni tradisi, karna melalui pendidikan upaya pewarisan kepada generasi muda penerus dapat dilaksanakan dengan efektif. Kodaly (1986:132) menjelaskan dalam merumuskan tujuan utama pelatihan musik di sekolah , sbb; to impart a sense of cultural indentity through use of the student own folk-music heritage to further the understanding of other peoples and cultures through knowledge of their folk song Untuk memberikan dan menanamkan indentitas budaya melalui penggunaan musik rakyat kepada siswa yang menjadi warisannya Kondaly selanjutnya menjelaskan fisolofi dasar dalam pembelajaran musik bagi anak usia TK, SD dan SMP menggunakan bahasa ibu dan dialeknya, penggunaan lagu dengan lagu rakyat yang memiliki dialek dari bahasa ibu merupakan sarana untuk instruksi (match antara bahasa dan lagu). Sungguh ironis jika kita lihat pendidikan seni musik di tingkat yang paling mendasar yaitu di TK dan Paud sekarang ini banyak sekali menggunakan lagu berbahasa inggris, seperti twinkle twinkle litle star, Litle indians dan masih banyak yang lainnya, dan apa yang telah dirumuskan Kodaly dalam pembelajaran musik haruslah menggunakan lagu lagu rakyat/daerah yang menggunakan bahasa ibu.

D.

LAGU SUNDA

Pengertian lagu Sunda adalah kawih sunda dan lagu lagu daerah sunda, yaitu lagu-lagu yang tidak terikat oleh ketentuan pakem-pakem atau aturan-aturan yang dimiliki seperti pada tembang sunda, yaitu pupuh dan tembang Cianjuran. Pupuh memiliki ketentuan yang mengikat seperti yang dikemukan Kosasih (2001 : 6) dalam buku Pangaweruh Lagu dan Dangding Pupuh menjelaskan ada tiga ketentuan yang mengikat pupuh, yaitu; 1. Lobana padalisan unggal pada (Jumlah baris kata dalam tiap bait), 2. Guru wilangan unggal padalisan (Jumlah suku kata dalam tiap baris), 3. Guru lagu unggal padalisan. Spiller (2008:153), dalam buku Gamelan Music of Indonesian, menjelaskan tembang dan kawih sebagai berikut; The kawih songs were usually Lighter in terms of subject matter as well as with regard to musical style, while the tembang song poety and their accompaniments tended to be in free rhythm that is without steady pulse or regular meter kawih songs were often accompaned by esambles that play with steady pulse and clear meter. Lagu-lagu kawih biasanya lebih ringan dalam hal materi serta berkaitan dengan gaya musik, sementara lagu lagu tembang dari puisi dan diiringi cenderung berada dalam irama bebas tanpa ketukan yang stabil/tetap/ajeg atau iramanya tak sesuai tanda birama yang biasa lagu kawih sering diringi oleh esamble yang bermain dengan pulsa/ketukan yang stabil dan iramanya jelas (ketukan sesuai tanda birama). Menurut pengamatan yang bersumber pada buku Siksa Kandanf

Karesian tahun 1518, masyarakat Sunda telah mengenal kawih dahulu sebelum tembang (pupuh) masuk pada zaman Mataram (abad XVI). Kawih lebih banyak berorientasi pada lagu-lagu perkembangan (kreasi baru), sedangkan pada lagu sindenan adalah lagu-lagu klasik dan tradisional. Memang yang paling menonjol sekarang pada kawih ialah segi perkembangan lagu-lagu barunya. Lagu-lagu itu lebih banyak bergerak pada lingkungan pendidikan dan kaum remaja tertentu. Hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan, dimana lagu-lagu kawih banyak diciptakan oleh para juru sanggi (komponis) secara khusus untuk kebutuhan program pengajaran. Tokoh-tokoh seperti Rd. Machyar Anggakusumadinata, Mang Koko, OK Jaman, Ujo Ngalagena, Nano. S dan lain-lain membuat buku-buku pelajaran seni suara dalam bentuk kawih, dan dikenal

dengan sebutan kawih murangkalih, Kawih anak-anak merupakan lagu-lagu yang memang diciptakan dan diperuntukan sebagai sarana pewarisan seni tradisi sunda dalam pembelajaran disekolah, Beberapa kawih yang memiliki karakter cocok untuk disajikan dalam bentuk a cappella diantaranya seperti, Es lilin, Sorban palid, Bajing luncat dan masih banyak yang lainnya.

E. PENUTUP

Bentuk penyajian lagu sunda dalam format accappela merupakan penyajian dalam hal garapan seni tradisi dalam kemasan modern, mungkin sebagian beranggapan hal ini adalah bentuk baru. Namun sebenarnya tradisi acappella dalan khasanah seni sunda juga ada yang dikenal dengan kesenian beluk. Dalam pengekemasan seni karawitan tradisi menurut Sukerta (2011:63) ada lima, dan bentuk penyajian kawih dalam format acappella adalah bentuk pengalihan fungsi instrumen, dimana kawih biasa diiringi oleh alat musik karawitan seperti degung atau diiringi kecapi, kemudian dialihkan fungsi iringannya tersebut menggunakan instrumen vokal. Setiap hal yang baru tentu akan mengundang pro dan kontra seperti yang dikemukakan Sukerta Pande (2011:13); Karawitan Tradisi dan karya musik baru sering dipandang bertolak belakang atau saling bertentangan, malahan dikatakan bahwa karya musik baru merupakan perusak tradisi Selanjutnya Sukerta menjelaskan bahwa dari segi garap, seniman karawitan tradisi menggunakan garap sesuai dengan konvensinya, sedangkan dalam karya musik baru, seniman penyusun mempunyai hak untuk melakukan otonomi garap. Dan sebaiknya berpandangan kedua bentuk musik tersebut berkembang dan hidup berdampingan, saling bersinerji , sehingga tidak terjadi pertentangan. Yang perlu diperhatikan dalam pengkemasan seni tradisi, Sukerta berpesan untuk berhati hati agar jangan sampai hasil pengkemasannya meninggalkan akar tradisinya dan dalam menggarap menggunakan pertimbangan estetik. Konsep pembelajaran lagu sunda secara acapela menjadi salah satu bentuk pewarisan budaya dalam konsep kemasan garap modern, untuk menjawab tantangan kesulitan pewarisan seni tradisi, dengan tidak meninggalkan orisinaliitas.

Menurut saya penyajian kawih dalam format acappella sama sekali tidak meninggalkan akar budaya, hal ini bisa dengan alasan, sbb 1. Kawih yang dinyanyikan tidak berubah sama sekali/ sesuai dengan isinya 2. Iringan musik yang dirubah fungsinnya menggunakan vokal tetap menggunakan titilaras yang sama dengan kawih yang dinyanyikan Dari dua alasan tersebut diatas jelas lagu sunda dalam format acappella tidak merubah dan meninggalkan akar budaya, Dengan pembelajaran lagu sunda dalam bentuk acappella siswa belajar latihan vokal tradisi/titi laras, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran seni musik tradisi dalam rangka pewarisan seni budaya kepada generasi penerus. Konsep ini memiliki kemampuan untuk meningkatkan kreatifitas guru, yaitu kreatifitas dalam mengaransemen, sedangkan bagi siswa menumbuhkan kreatifitas belajar dan berlatih vokal untuk kawih yang saat ini sudah banyak ditinggalkan. Tulisan ini merupakan artikel awal yang akan dilanjutkan dalam penelitian tesis

KEPUSTAKAAN Chosksy, Lois (1986). Teaching Music In The Twentieth Century; New Jersey : Prentice Hall Kosasih, Asep (2001). Pupuh Pangaweruh Lagu dan Dangding; Garut : CV Santika Asri Lloyd, Norman (1964). Encyclopedia of Music; New york : A Division of Western Publishing Company Inc Merriam, P Alan. (1964). The Anthropology of Music: Nortwestern University Press Sukerta, M. Pande (2011) . Metode Penyusunan Karya Musik; Solo: ISI Press Spiller Henry (3008). Focus Gamelan Music of Indonesia; New york : Routledge

Вам также может понравиться