Вы находитесь на странице: 1из 19

59

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Reaksi-reaksi kimia biasanya berlangsung antara dua campuran zat, bukannya antara dua zat murni. Salah satu bentuk yang umum dari campuran adalah larutan. Suatu larutan terdiri dari dua komponen yang penting. Biasanya salah satu komponen yang mengandung jumlah zat terbanyak disebut pelarut (solven). Sedangkan komponen lainnya yang mengandung jumlah zat sedikit disebut zat terlarut (solut). Larutan memainkan peran tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Di alam kebanyakan reaksi akan berlangsung dalam larutan air. Tubuh menyerap mineral, vitamin dan makanan dalam bentuk larurtan. Pada tumbuhan nutrisi diangkat dalam larutan air ke semua bagian jaringan. Obat-obatan biasanya merupakan larutan air atau alkohol dari senyawa fisiologis aktif. Banyak reaksi-reaksi kimia yang dikenal, baik di dalam laboratorium atau di industri terjadi larutan. Kelarutan merupaka suatu zat kimia tertentu, zat terlarut atau solute untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlartu yang larut dalam suatu pelartu. Kelarutan juga digunakan secara kuantitatif untuk menyatakan komposisi dan larutan. Kelarutan bergantung pada jenis zat terlarut, ada zat yang mudah larut tetapi banyak juga yang hanya sedikit larut. Kelarutan sebagai fungsi suhu didasari oleh pergeseran kesetimbangan antara zat yang bereaksi dengan hasilnya. Dimana apabila suhu dinaikkan maka kelarutan akan bertambah dan kesetimbangan akan bergeser. Tetapi apabila suhu diturunkan maka kelarutan akan semakin kecil dan disertai oleh pergeseran kesetimbangan. Oleh karena itu, dilakukan percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu pada asam oksalat (H2C2O4) dengan menggunakan suhu pendinginan yang bervariasi dengan

59

60

tujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan atau pengaruh suhu tersebut dalam kelarutan.

1.2 Tujuan Percobaan Mengetahui konsentrasi asam oksalat (H2C2O4) pada suhu pendinginan 40C, 30C, 20C, dan 10C. Mengetahui digunakannya fungsi suhu yang bervariasi. Mengetahui volume NaOH yang digunakan pada semua suhu pendinginan.

60

61

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


Suatu zat dapat larut dalam pelarut tertentu, tetapi jumlahnya selalu terbatas. Batas itu disebut kelarutan. Kelarutan adalah jumlah zat terlarut yang dapat larut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu sampai membentuk larutan jenuh. Kelarutan suatu zat dapat ditentukan dengan menimbang zat yang akan ditentukan kelarutannya kemudian dilarutkan, misalnya dalam 100 mL pelarut. Jumlah zat yang ditimbang harus diperkirakan dapat membentuk larutan lewat jenuh yang ditandai masih terdapatnya zat yang tidak larut di dasar wadah setelah dilakukan pengocokan dan didiamkan. Setelah terjadi kesetimbangan antara zat padat yang larut dan yang tidak larut, padatan yang tidak larut lalu disaring dan ditimbang. Selisih berat awal dan berat padatan yang tidak larut merupakan kelarutan zat tersebut dalam 100 mL pelarut (Yazid, 2005). Ingat kembali bahwa kelarutan didefinisikan sebagai jumlah maksimum zat terlarut yang akan melarut dalam sejumlah tertentu pelarut pada suhu tertentu. Untuk kebanyakan zat, suhu mempengaruhi kelarutan. Secara umum, meskipun tidak semua, kelarutan zat padatan meningkat dengan meningkatnya suhu. Namun, tidak ada korelasi yang jelas antara tanda dari dengan variansi

kelarutan terhadap suhu. Contohnya, proses pelarutan CaCl2 ialah proses eksotermik dan pelarutan NH4NO3 endotermik. Namun, kelarutan kedua senyawa itu meningkat dengan meningkatnya suhu. Secara umum, pengaruh suhu terhadap kelarutan lebih baik ditentukan lewat percobaan (Chang, 2005). Dalam sebuah kesetimbangan larutan jenuh hadir antara benda padat dan ion-ionnya dalam larutan, seperti untuk barium sulfat: BaSO4 (s) Ba2+ + SO42-

Tetapan kesetimbangan untuk proses ini umumnya adalah tetapan hasil kali kelarutan: Ksp = [Ba2+] [SO42-]

61

62

Sebuah larutan jenuh dapat dihasilkan dengan melanjutkan penambahan zat terlarut sampai tidak ada lagi yang bisa terurai, atau dengan meningkatkan konsentrasi dari ion-ion sampai pengendapan terjadi. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi kelarutan zat padat adalah temperatur, sifat dari pelarut, dan juga kehadiran ion-ion lainnya dalam larutan tersebut. a. Temperatur Kebanyakan garam anorganik yang kita bahas meningkat kelarutannya sejalan dengan peningkatan temperatur. Biasanya merupakan suatu keuntungan untuk melanjutkan proses pengendapan, penyaringan dan pencucian dengan larutan panas. Partikel-partikel berukuran besar dapat dihasilkan, penyaringan akan lebih cepat dan kotoran-kotoran terurai lebih jauh. b. Pemilihan Pelarut Kebanyakan garam anorganik lebih dapat larut dalam air daripada dalam larutan-larutan organik. Air mempunyai momen dipol besar dan ditarik ke kation dan anion untuk membentuk ion-ion hidrat. c.Efek Ion Sekutu Sebuah endapan secara umum lebih dapat larut dalam air murni dibandingkan di dalam sebuah larutan yang mengandung satu dari ion-ion endapan (efek ion sekutu) (Underwood, 1981). Titik ekuivalen ialah titik pada saat jumlah mol ion OH- yang ditambahkan ke larutan sama dengan jumlah ion H+ yang semula ada. Titik akhir titrasi terjadi bila indikator berubah warna. Namun, tidak semua indikator berubah warna pada pH yang sama, jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu bergantung pada sifat asam dan basa yang digunakan dalam titrasi. Titik akhir suatu indikator tidak terjadi pada satu pH spesifik, melainkan ada kisaran pH dimana titik akhir terjadi. Fenolftalein adalah indikator yang cocok untuk titrasi NaOH dan HCl. Fenolftalein tidak berwarna dalam larutan asam dan larutan netral, tetapi pink kemerahan dalam larutan basa. Pengukuran menunjukkan bahwa pada < 8,3 indikator tidak berwarna tetapi mulai berubah pink kemerahan bila pH melampaui 8,3 (Chang, 2005).

62

63

Satu cara untuk menekan kesetimbangan kelarutan adalah dengan mengubah jumlah pelarut. Penambahan pelarut menurunkan konsentrasi spesies terlarut; penambahan zat pada cenderung untuk mengembalikan konsentrasi spesies terlarut ke kesetimbangannya. Jika pelarut yang ditambahkan terlalu banyak maka semua zat padat akan larut, kemudian kesetimbangan kelarutan menurun dan larutan menjadi tidak jenuh (Oxtoby, 2001). Zat padat dapat dimurnikan dengan memanfaatkan beda kelarutan pada temperatur yang berlainan. Untuk kebanyakan zat bila larutan jenuh panas didinginkan, kelebihan zat padat akan mengkristal. Proses ini dapat dipermudah dengan membibit larutan itu dengan beberapa kristal halus zat padat murni. Proses keseluruhan melarutkan zat terlarut dan mengkristalkannya kembali dikenal sebagai pengkristalan ulang atau rekristalisasi (James, 2001). Larutan jenuh adalah larutan yang telah mengandung zat terlarut dalam jumlah maksimal, sehingga tidak dapat ditambahkan lagi zat terlarut. Pada keadaan ini terjadi kesetimbangan antara solut yang larut dan yang tak larut atau kecepatan pelarutan sama dengan kecepatan pengendapan. Larutan tak jenuh adalah suatu larutan yang mengandung jumlah solut lebih sedikit (encer) daripada larutan jenuhnya. Sedangkan larutan lewat jenuh mengandung solut lebih banyak (pekat) dari pada yang ada larutan jenuhnya pada suhu yang sama. Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya. Tetapi pada umumnya kelarutan zat padat dalam cairan bertambah dengan naiknya suhu, karena kebanyakan proses pembentukan larutannya bersifat endoterm. Sebagai perkecualian ada beberapa zat yang kelarutannya menurun dengan naiknya suhu seperti Serium Sulfat dan natrium sulfat karena proses pelarutannya bersifat eksoterm. Bahkan ada zat yang hampir tidak dipengaruhi oleh suhu seperti natrium klorida (Yazid, 2005). Berbeda dengan zat padat, kelarutan suatu gas dalam cairan menurun dengan naiknya suhu. Hal ini disebabkan pada pembentukan larutannya selalu bersifat eksoterm. Kenaikan suhu akan memudahkan molekul-molekul gas memisahkan diri untuk menguap meninggalkan pelarut. Sebagai contoh, gas karbon dioksidasi berbuih-buih keluar dari minuman berkarbonat jika cairan ini

63

64

dipanasi. Bilai air ledeng dipanaskan, udara yang terlarut akan segera kelur sebagai gelembung-gelembugn kecil yang meninggalkan air (Yazid, 2005).

64

65

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Beaker glass Buret Tiang Statif Klem Botol Semprot Corong Kaca Hot Plate Gelas Ukur Pipet Tetes Labu Erlenmeyer Termometer Botol Reagen

3.1.2 Bahan Larutan NaOH 2 M Indikator pp Larutan H2C2O4 0,5 M Aquades Es Batu Tisu Garam Karet

65

66

3.2 Prosedur Percobaan 3.2.1 Pada Suhu Pendinginan 40C Dimasukkan H2C2O4 0,02 M 10 mL Dipanaskan sampai suhu 60C Diangkat dan dipindahkan ke dalam beaker glass yang berisi es batu Diukur suhu sampai 40C Dimasukkan indikator pp 3 tetes Dihomogenkan Dititrasi dengan NaOH sampai berubah warna Dihitung konsentrasi asam oksalat

3.2.2 Pada Suhu Pendinginan 30C Dimasukkan H2C2O4 0,02 M 10 mL Dipanaskan sampai suhu 60C Didinginkan ke dalam beaker glass yang berisi es batu Diukur suhu sampai 30C Dimasukkan indikator pp 3 tetes Dihomogenkan Dititrasi dengan NaOH sampai berubah warna Dihitung konsentrasi asam oksalat

3.2.3 Pada Suhu Pendinginan 20C Dimasukkan H2C2O4 0,02 M 10 mL Dipanaskan sampai suhu 60C Didinginkan ke dalam beaker glass yang berisi es batu Diukur suhu sampai 20C Dimasukkan indikator pp 3 tetes Dihomogenkan Dititrasi dengan NaOH sampai berubah warna Dihitung konsentrasi asam oksalat

66

67

3.2.4 Pada Suhu Pendinginan 10C Dimasukkan H2C2O4 0,02 M 10 mL Dipanaskan sampai suhu 60C Didinginkan ke dalam beaker glass yang berisi es batu Diukur suhu sampai 10C Dimasukkan indikator pp 3 tetes Dihomogenkan Dititrasi dengan NaOH sampai berubah warna Dihitung konsentrasi asam oksalat

3.2.5 Pengenceran H2C2O4 0,5 M menjadi 0,02 M Dimasukkan H2C2O4 0,5 M Ditambahkan dengan aquades 250 mL Dihomogenkan Didapatkan konsentrasinya menjadi 0,02 M

67

68

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Pengamatan No M NaOH 1 2 3 4 2M 2M 2M 2M V NaOH 6,6 mL 8,4 mL 7,5 mL 7,6 mL M H2C2O4 2,64 M 3,36 M 3M 3,04 M V H2C2O4 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL T Pendinginan (C) 40 C 30 C 20 C 10 C T Pendinginan (K) 313 K 303 K 293 K 283 K

4.2 Reaksi 4.2.1 Asam Oksalat + Indikator pp


OH OH

H2C2O4 +

O
C O

4.2.2 Asam Oksalat + Natrium Hidroksida

H2C2O4 + 2 NaOH

Na2C2O4 + 2 H2O

68

69

4.2.3 Natrium Hidroksida + Indikator pp


OH OH ONa O

2 NaOH +

+ 2 H2O

O
C O C O ONa

4.3 Perhitungan 4.3.1 Mencari Konsentrasi H2C2O4

a. Suhu Pendinginan 40C + 273 = 313 K

b. Suhu Pendinginan 30C + 273 = 303 K

69

70

c. Suhu Pendinginan 20C + 273 = 293 K

d. Suhu Pendinginan 10C + 273 = 283 K

4.3.2 Suhu Rata-Rata Ket: T2 = Suhu Pendinginan (K) T1 = Suhu Pemanasan (K) R = 0,082 atm

a. Suhu Pendinginan 40C + 273 = 313 K Suhu Pemanasan 60C + 273 = 333 K

70

71

b. Suhu Pendinginan 30C + 273 = 303 K Suhu Pemanasan 60C + 273 = 333 K

c. Suhu Pendinginan 20C + 273 = 293 K Suhu Pemanasan 60C + 273 = 333 K

d. Suhu Pendinginan 10C + 273 = 283 K Suhu Pemanasan 60C + 273 = 333 K

4.3.3 Konsentrasi H2C2O4 Awal

71

72

4.4 Pembahasan Suatu zat dapat larut dalam pelarut tertentu, tetapi jumlahnya selalu terbatas. Batas itu disebut kelarutan. Kelarutan adalah jumlah zat terlarut yang dapat larut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu sampai membentuk larutan jenuh. Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya. Tetapi pada umumnya kelarutan zat padat dalam cairan bertambah dengan naiknya suhu, karena kebanyakan proses pembentukan larutannya bersifat endoterm. Sebagai perkecualian ada bebearapa zat yang kelarutannya menurun dengan naiknya suhu seperti serium sulfat dan natrium sulfat karena proses pelarutannya bersifat eksoterm. Bahkan ada zat yang hampir tidak dipengaruhi oleh suhu seperti natrium klorida. Prinsip percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu yaitu didasarkan pada kelarutan suatu zat dimana zat terlarut dan pelarutnya ikut berperan pula. Selain itu, dipengaruhi pula oleh suhu dimana dengan meningkatnya suhu maka kelarutan semakin meningkat atau semakin besar sehingga dapat membentuk larutan jenuh. Kemudian penentuan kelarutan ini juga dilakukan untuk menentukan konsentrasi asam oksalat (H2C2O4) pada suhu pendinginan yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan: Jenis Zat Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling bercampur dengan baik, sedangkan zat-zat yang struktur kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling bercampur (like dissolves like). Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa non polar akan mudah larut dalam pelarut non polar.

72

73

Temperatur/ Suhu Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Tekanan Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau padat. Kelarutan gas sebanding dengan tekanan partial gas itu. Pemilihan Pelarut Kebanyakan garam anorganik lebih dapat larut dalam air daripada dalam larutan-larutan organik Efek Aktivitas Dengan banyaknya endapan menunjukkan peningkatan kelarutan dalam larutan-larutan yang mengandung ion-ion yang tidak bereaksi secara kimiawi dengan ion-ion dari endapan. Efek Ion Sekutu Dengan hadirnya ion sekutu yang berlebihan, kelarutan dari sebuah endapan bisa jadi lebih besar daripada nilai yang telah diperkirakan melalui tetapan kelarutan produk. Efek Hidrolisis Kelarutan sangat kecil sehingga pH dari air tidak berubah secara nyata akibat hidrolisis. Kelarutan cukup besar sehingga kontribusi ion hidroksida dari air dapat diabaikan. Efek pH Kelarutan dari garam sebuah asam lemah tergantung pada pH larutan tersebut. Aplikasi kelarutan sebagai fungsi suhu yaitu: Kelarutan gula dalam air, dimana gula yang dilarutkan ke dalam air panas dan satu lagi ke dalam air dingin, maka gula akan lebih cepat larut pada air panas karena semakin besar suhu semakin besar pula kelarutannya. Dapat digunakan untuk dasar atau ilmu dalam proses pembuatan granul-granul pada industri baja. 73

74

Dimanfaatkan untuk memurnikan zat dari kotoran-kotoran hasil samping suatu reaksi dengan cara rekristalisasi bertingkat. Pada cara ini zat yang masih bercampur dengan pengotor dilarutkan dalam sedikit pelarut panas, dimana pengotor lebih mudah larut daripada zat yang akan dimurnikan. Setelah larutan dingin kotoran akan tertinggal dalam larutan dan zat murni akan memisah sebagai endapan. Pada percobaan ini dilakukan empat perlakuan suhu pendinginan yaitu pada suhu 40C, 30C, 20C dan 10C. Pertama, dengan suhu pendingan 40C dimasukkan larutan H2C2O4 0,02 M sebanyak 10 mL, larutan H2C2O4 berwarna bening dan tidak berbau. Kemudian dipanaskan hingga suhunya mencapai 60C, Selama dipanaskan tidak terjadi perubahan apa-apa. Didinginkan di dalam beaker glass yang berisi es batu dan diukur suhunya sampai 40C. Setelah mencapai suhu tersebut ditambah indikator pp sebanyak 3 tetes dan dihomogenkan. Tahap akhir dititrasi dengan NaOH sebagai titran dan H2C2O4 sebagai titrat, digoncangkan dan didapatkan warna merah lembayung yang muda ini berarti titik akhir titrasi telah didapatkan, volume NaOH yang digungakan sebanyak 6,6 mL. Kedua, dengan suhu pendingan 30C dimasukkan larutan H2C2O4 0,02 M sebanyak 10 mL, larutan H2C2O4 berwarna bening dan tidak berbau. Kemudian dipanaskan hingga suhunya mencapai 60C, Selama dipanaskan tidak terjadi perubahan apa-apa. Didinginkan di dalam beaker glass yang berisi es batu dan diukur suhunya sampai 30C. Setelah mencapai suhu tersebut ditambah indikator pp sebanyak 3 tetes dan dihomogenkan. Tahap akhir dititrasi dengan NaOH sebagai titran dan H2C2O4 sebagai titrat, digoncangkan dan didapatkan warna merah lembayung yang muda ini berarti titik akhir titrasi telah didapatkan, volume NaOH yang digungakan sebanyak 8,4 mL. Ketiga, dengan suhu pendingan 20C dimasukkan larutan H2C2O4 0,02 M sebanyak 10 mL, larutan H2C2O4 berwarna bening dan tidak berbau. Kemudian dipanaskan hingga suhunya mencapai 60C, Selama dipanaskan tidak terjadi perubahan apa-apa. Didinginkan di dalam beaker glass yang berisi es batu dan diukur suhunya sampai 20C. Setelah mencapai suhu tersebut ditambah indikator pp sebanyak 3 tetes dan dihomogenkan. Tahap akhir dititrasi dengan NaOH sebagai titran dan H2C2O4 sebagai titrat, digoncangkan

74

75

hingga terdapat warna merah lembayung yang muda ini berarti titik akhir titrasi telah didapatkan, volume NaOH yang digungakan sebanyak 7,5 mL. Keempat, dengan suhu pendingan 10C dimasukkan larutan H2C2O4 0,02 M sebanyak 10 mL, larutan H2C2O4 berwarna bening dan tidak berbau. Kemudian dipanaskan hingga suhunya mencapai 60C, Selama dipanaskan tidak terjadi perubahan apaapa. Didinginkan di dalam beaker glass yang berisi es batu dan diukur suhunya sampai 10C. Setelah mencapai suhu tersebut ditambah indikator pp sebanyak 3 tetes dan dihomogenkan. Tahap akhir dititrasi dengan NaOH sebagai titran dan H2C2O4 sebagai titrat, digoncangkan hingga terdapat warna merah lembayung yang muda ini berarti titik akhir titrasi telah didapatkan, volume NaOH yang digungakan sebanyak 7,6 mL. Faktor kesalahan pada percobaan ini yaitu: Kurang atau lebih pada saat mengukur H2C2O4. Salah melihat skala suhu pada termometer. Kurang atau lebih saat meneteskan indikator pp. Tidak sempurnanya pada saat menggoncangkan Erlenmeyer ketika melalukan titrasi. Fungsi perlakuan pada percobaan ini yaitu: Pemanasan berfungsi untuk mempercepat proses kelarutan dengan perubahan atau peningkatan suhu. Penambahan indikator pp untuk mengidentifikasi adanya basa/ OH Penggoncangan berfungsi untuk mendapatkan warna merah lembayung ketika dititrasi. Fungsi reagen pada percobaan ini yaitu: H2C2O4 berfungsi sebagai titrat dan larutan yang akan dicari konsentrasinya. NaOH berfungsi sebagai titran Indikator pp berfungsi untuk mengidentifikasi adanya basa atau OH Aquades berfungsi untuk membersihkan peralatan yang digunakan.

75

76

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan Konsentrasi H2C2O4 pada suhu 40C, 30C, 20C dan 10C berturut-turut yaitu sebesar 2,64 M, 3,36 M, 3 M, dan 3,04 M. Tujuan digunakan suhu yang bervariasi adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh suhu tersebut terhadap penentuan kelarutan dari larutan H2C2O4 tersebut. Volume NaOH yang digunakan pada suhu 40C, 30C, 20C dan 10C berturut-turut yaitu 6,6 mL, 8,4 mL, 7,5 mL dan 7,6 mL.

5.2 Saran Pada percobaan selanjutnya mengenai kelarutan sebagai fungsi suhu dapat dicoba dengan menggunakan H2C2O4 dengan konsentrasi yang berbeda agar dapat membedakan pengaruhnya terhadap kelarutan.

76

77

DAFTAR PUSTAKA
Brady, James E. 2001. Kimia Universitas Asas dan Sturktur Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. Day, R.A & A.L Underwood. 1981. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Oxtoby, David W. dkk. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern Jilid 1 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga. Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi.

77

Вам также может понравиться