Вы находитесь на странице: 1из 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini dengan lancar. Penulisan referat ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas kepaniteraan klinik penulis di RSAU dr.Esnawan Antariksa yang berlangsung dari tanggal 30 September hingga 7 Desember 2013 mendatang. Referat ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan topik yang dibahas, serta infomasi dari media yang berhubungan dengan hipertensi emergensi. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan peserta kepaniteraan yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini. Penulis berharap tugas referat ini dapat memberi manfaat bagi pembaca, khususnya dalam menambah wawasan. Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 24 November 2013 Penulis

DAFTAR ISI Kata pengangantar Daftar Isi BAB I Pendahuluan BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi Klasifikasi JNC VII Kerusakan Organ Target Evaluasi Hipertensi Krisis Hipertensi Hipertensi Mendesak Hipertensi Darurat Pengobatan Kesimpulan Daftar Pustaka 4 4 5 7 7 8 8 9 14 15 3 1 2

BAB I PENDAHULUAN Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal, antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi.

Dalam referat ini akan disajikan beberapa teori tentang Hipertensi. Meliputi klasifikasi dan krisis hipertensi dimana akan dibedakan menjadi hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Semoga referat ini menjadi sumber informasi bagi pembaca dan menambah pengetahuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hipertensi Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal, antara lain meningkatnya prevalesni hipertensi, masih banyaknya pasioen hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.1 Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer, untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab sebab yang diketahui. Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain.
2

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi. 2 Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Keadaan dimana penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM makin meningkat merupakan beban ganda dalam pelayanan kesehatan, tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. 3

Angka kematian akibat penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007. Penyebab kematian tertinggi dari seluruh penyebab kematian adalah stroke (15,4%), disusul hipertensi, diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis. Kematian akibat PTM terjadi di perkotaan dan perdesaan. Data Riskesdas 2007 menunjukkan di perkotaan, kematian akibat stroke pada kelompok usia 45-54 tahun sebesar 15,9%, sedangkan di perdesaan sebesar 11,5%. Hal tersebut menunjukkan PTM (utamanya stroke) menyerang usia produktif. Sementara itu prevalensi PTM lainnya cukup tinggi, yaitu: hipertensi (31,7%), arthritis (30.3%), penyakit jantung (7.2%), dan cedera (7,5%). 3 Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII Klasifikasi Tekanan Darah Normal Prahipertensi Hipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2
1

TDS (mmHg) < 120 120 139 140 159 >160

TDD (mmHg) < 80 80 89 90 99 >100

Kerusakan Organ Target Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah : 1. Jantung a. Hipertrofi ventrikel kiri b. Angina atau infark miokardium c. Gagal jantung 2. Otak a. Stroke atau transient ischemic attack 3. Penyakit ginjal kronis 4. Penyakit arteri perifer
5

5. Retinopati Beberapa penetliaian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor ATI angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor beta (TGF-B).1 Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas pasien hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskular. 1 Pada pasien hipertensi beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan organ target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya keruksan organ target meliputi : 1. Jantung Pemeriksaan fisik Foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri intratoraks dan sirkulasi pulmoner) EKG (deteksi iskemia jantung, gangguan konduksi, aritmia, serta hipertrofi ventrikel kiri) Ekokardiografi

2. Pembuluh darah Pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure USG karotis Fungsi endotel (masih dalam penelitian)

3. Otak Pemeriksaan neurologis Diagnosis stroke dengan menggunakan CT Scan atau MRI (untuk pasien dengan keluhan gangguan neural, memori dan kognitif)
6

4. Mata Funduskopi

5. Fungsi ginjal Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria atau mikroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin urin. Evaluasi Hipertensi Evaluasi pada pasien hipertensi bertujuan untuk : Menilai pola hidup dan identifikasi faktor faktor risiko kardiovaskular lainnya atau menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan pengobatan. Mencari penyebab kenaikan tekanan darah. Menentukan kardiovaskular. Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik serta poemeriksaan penunjang. Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya penyakit penyerta sistemik, yaitu : Aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak) Diabetes (melalui pemeriksaan gula darah) Fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta memperkirakan laju filtrasi glomerulus). 1 Krisis Hipertensi Krisis hipertensi merupakan keadaan klinis yang ditandai oleh takanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadinya kelainan pada organ target. Pada umumnya keadaan krisis hipertensi terjadi pada pasien yang tidak teratur dalam mengkonsumsi obat-obatan antihipertensinya. 4 Faktor resiko krisis hipertensi adalah sebagai berikut: ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit

Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat. Kehamilan Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal. Pengguna NAPZA Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit vaskular/ kolagen)

Terdapat dua jenis krisis hipertensi yaitu: 1. Hipertensi Mendesak 2. Hipertensi Darurat

Hipertensi Mendesak Hipertensi mendesak atau urgency hypertension merupakan keadaan saat tekanan darah sangat tinggi namun tidak disertai kerusakan target organ yang progresif sehingga penurunan tekanan darah dapat dilakukan dalam hitungan jam sampai hari. 4 Hipertensi Darurat Disebut juga hipertensi emergensi atau emergency hypertension. Emergensi hipertesi adalah keadaan dimana selain tekanan darah yang sangat tinggi, terjadi kerusakan atau kelainan pada organ target yang bersifat progresif. Hal ini menyebabkan tekanan darah harus segera diturunkan lebih cepat dalam hitungan menit sampai jam untuk mencegah kerusakan target organ yang terjadi. 4 Gejala yang timbul pada pasien biasanya berkaitan dengan target organ yang terganggu karena dampak dari tekanan darah yang meningkat. Gejala pasien dengan tekanan darah yang meningkat adalah sakit kepala dan nyeri tengkuk namun terdapat beberapa gejala terget organ yang mungkin terjadi, diantaranya adalah: Sesak nafas dan nyeri dada pada gangguan jantung dan diseksi aorta. Penglihatan kabur pada edema papil.

Sakit kepala hebat, penurunan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak. Gagal ginjal akut, dan sebagainya

Diagosis ditegakkan berdasarkan gejala, tekanan darah dan tanda keterlibatan organ target. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat menjadi pendukung dari diagnosis yang telah dibuat dan dapat digunakan juga untuk perencanaan. Pada pemeriksaan urinalisis dapat ditemukan adanya proteinuria, hematruria, silinder, kreatinin dan ureum pada gangguan ginjal akibat hipertensi. Gangguan elektrolit juga dapat terjadi pada hipertensi sekunder dan berpotensi menyebabkan aritmia. Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dapat dilakukan untuk menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri atau adanya gangguan koroner. Ultrasonografi (USG) dilakukan untuk melihat struktur ginjal. Tabel 2. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat 4 Tekanan Darah >200/140 mmHg Status Neurologis Sakit Perdarahan kepala, kacau Eksudat Edema papil Gangguan kesadaran Kejang, Lateralisasi Jantung membesar Dekompensasi Proteinuria Denyut jelas Uremia Mual, muntah

Funduskopi

Jantung

Ginjal

Gastrointestinal

Oliguria

Pengobatan Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah : Target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (diabetes, GGK) <130/80 mmHg Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular

Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.

Terapi nonfarmakologis : Hentikan rokok Turunkan BB Turunkan konsumsi alkhohol Latihan fisik Turunkan asupan garam Tingkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.
1

Jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7: 1. Diuretic, terutama jenis Tiazid atau aldosterone antagonis Spironolactone (Aldosterone antagonis) adalah diuretik hemat kalium dengan aktivitas diuretik relatif lemah yang biasanya digunakan bersama diuretik tiazid atau diuretik kuat. Kontra indikasi anuria,insufisiensi

ginjal,hiperkalemia,penggunaan bersama diuretik he mat kalium, suplemen K. Ddosis 25-100 mg/hari PO dalam dosis tunggal atau dibagi tiap 12 jam. Hidrochlorotiazide (HCT) adalah diuretik golongan tiazid yang digunakan untuk terapi hipertensi. Hidrocloritiazid juga digunakan untuk terapi edema yang berkaitan dengan gagal jantung,gangguan hati dan ginjal. Dosis: 3x 25mg/hari 2. Beta blocker Propanolol adalah blocker non kardioselektif memiliki aktivitas stabilisasi membran,tetapi tidak memiliki aktivitas stabilisasi membran, tetapi tidak memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik pada dosis terapi. Kontra indikasi: riwayat asma, syok kardiogenik, bradikardia, hipotensi. Dosis yang

dianjurkan:3-4 x 20mg/hari. Bisoprolol adalah kardioselektif sintetik tanpa aktivitas stabilisasi membran yang signifikan & aktivitas simpatomimetik intrinsik pada dosis terapi.Kontra indikasi: riwayat asma, gagal jantung akut. Dosis yang dianjurkan: 2x 5mg/hari. 3. Calcium channel blocker

10

Nifedipine adalah calsium-channel blocker. Aksi utama dari calcium channel blocker mencakup dilatasi arteri serta arteriola koroner dan perifer dengan sedikit atau tanpa detak vena,aksi inotropik negatif,penurunan detak jantung & perlambatan konduksi AV. Kontra indikasi : ibu hamil,syok kardiogenik dan infark miokardium akut. : Dosis : 10-20 mg 3x /hari. 4. ACE inhibitor Captopril adalah angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor yang mengandung sulfyhydryl. ACE mengakatalisa konversi decapeptide

angiotensin I menjadi decapeptide angiotensin II yang merupakan suatu vasokonstriktor arterial yang kuat dengan meghambat aktivitas

vasokonstriktor dari ACE. Obat golongan ACE inhibitor digunakan untuk penanganan penyakit hipertensi,gagal jantung,kondisi sesudah serangan infark miokardium dan nafropati diabetik. Dosis: 2x 25mg /hari. 5. ARB Losartan adalah antagonis reseptor angiotensin II. Losartan menunjukkan aktivitas antihipertensi termasuk melalui pemblokan secara selektif reseptor AT1 yang berakibat pada pengurangan efek pressor (kecendrungan peningkatan tekanan darah) dari angiotensin II. Pemblokan reseptor AT1 secara langsung menyebabkan vasodilatasi, penurunan sekresi vasopresin, penurunan produksi dan sekresi aldoseterone yang secara bersama menghasilkan efek penurunan tekanan darah. Dosis: 1x50mg/hari. 1,5

Untuk hipertensi mendesak cukup dengan pemberian obat oral yang bekerja cukup cepat sehingga dapat menurunkan tekanan darah dalam beberapa jam saja. 4 Beberapa obat untuk menanggulangi hipertensi darurat di Indonesia meliputi: Tabel 3. Obat Hipertensi Oral yang digunakan di Indonesia
4

Obat Nifedipin 5-10 mg Kaptopril

Dosis Diulang setiap 15 menit Diulang setiap

Efek

Lama Kerja

Perhatian Khusus Gangguan koroner Stenosis arteri

5-15 menit 15-30 menit

4-6 jam 6-8 jam

11

12,5-25 mg Klonidin 75-150 g Propanolol 10-40 mg

30 menit Diulang setiap jam Diulang setiap 30 menit 30-60 menit 8-16 jam

renalis Mulut kering, mengantuk Bronkokonstriksi, blok jantung

15-30 menit

3-6 jam

Tabel 4. Obat Hipertensi Parenteral yang digunakan di Indonesia Obat Dosis Efek Lama Kerja

Perhatian Khusus

Klonidin IV 150 g

6 ampul/250 cc

30-60 menit

24 jam

Ensefalopati dengan

Glukosa 5% mikrodrip Nitrogliserin IV 10-50 g 2-5 menit 5-10 menit

gangguan koroner

100 g/cc per 500cc Nikardipin IV 0,5-6 g/kgBB/menit Diltiazem IV 5-15 g/kgBB/menit Nitroprusid IV 0,25 g/kgBB/menit Langsung 2-3 menit Selang infus lapis perak 1-5 menit 1-5 menit 15-30 menit

Tabel 5. Pengelompokan Jenis Hipertensi 4 Kelompok Tekanan Darah Biasa >180/110 mmHg Tidak ada atau Gejala Terkadang sakit kepala dan gelisah Mendesak >180/110 mmHg Sakit kepala disertai sesak nafas Darurat >220/140 mmHg Sesak nafas, nyeri dada, kacau dan gangguan kesadaran
12

Ensefalopati, Organ target tidak ada Gangguan organ target edema paru, gangguan fungsi ginjal, CVA, iskemia jantung. Pasang jalur Diawasi 1-3 jam, Pengobatan mulai atau teruskan obat oral, naikkan dosis Awasi 3-6 jam, berikan obat oral dengan jangka kerja pendek intravena, pemeriksaan laboratorium standar, terapi obat melalui intravena. Rencana Pemeriksaan ulang dalam 3 hari Periksa ulang dalam 24 jam Rawat di ruangan atau ICU

Pemeriksaan Fisik

13

KESIMPULAN Terdapat dua jenis krisis hipertensi yaitu hipertensi darurat dan hipertensi mendesak dimana kedua jenis hipertensi ini perlu untuk segera ditangani dan diberikan terapi untuk mencegah perburukan dan menurunkan kemungkinan memberatnya kerusakan organ target, Organ-organ yang dapat menjadi sasaran hipertensi diantaraya, jantung sendiri, pembuluh darah, otak, mata dan ginjal. Apabila krisis hipertensi, terutama hipertensi darurat tidak segera ditangani, maka akan terjadi perburukan pada organ target dan akan merusak fungsi dari organ target tersebut. Hipertensi darurat atau hipertensi emergensi adalah hipertensi dengan tekanan darah diatas 220/140 mmHg, disertai dengan tanda-tanda klinis kerusakan organ target seperti gangguan kesadaran, mual, muntah, sakit kepala, uremia, proteinuria serta ditemukannya perdarahan dan edema papil pada pemeriksaan funduskopi. Pasien dengan hipertensi darurat harus segera diberikan teraou secpatnya untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut dari organ target. Tatalaksana segera sangat diperlukan untuk menurunkan tekanan darah secara cepat dengan pemberian obat-obatan. Klonidin, Nitrogliserin, Nikardipin, Diltiazem serta Nitroprusid dapat digunakan secara intravena untuk menurunkan tekanan darah pada kasus dengan hipertensi darurat.

14

DAFTAR PUSTAKA 1. Yogiantoro M. Hipertensi esensial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simardibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid ke2. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal. 1079-85. 2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Masalah hipertensi di Indonesia. 6 Mei 2012. Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/1909-masalah-hipertensi-di-indonesia.html . 30 November 2012 3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Penyakit tidak menular (ptm) penyebab kematian terbanyak di indonesia. 18 Agustus 2011. Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1637-penyakit-tidakmenular-ptm-penyebab-kematian-terbanyak-di-indonesia.html. 30 November 2012 4. Roesma J. Krisis hipertensi. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simardibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid ke2. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal.1103-4. 5. Nfrialdi. Antihipertensi. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi.Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. Hal. 341-60.

15

Вам также может понравиться