Kerangka Merancang dan Membangun KOTA CERDAS di Seantero Nusantara oleh Prof. Richardus Eko Indrajit - indrajit@post.harvard.edu Pendahuluan Belakangan ini cukup ramai terlihat sejumlah gubernur, bupat i , wal i kot a, maupun industri serta komunitas di berbagai belahan nusantara yang secara sadar, bersemangat, dan kolektif mencanangkan misi pembentukan Cyber Province, Cyber City, atau Smart City di daerahnya masing-masing. Tentu saja hal ini patut disambut gembira oleh seluruh praktisi TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) di tanah air karena a da ny a k e i ng i na n unt uk menerapkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai upaya meningkatkan daya saing daerah pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Untuk dapat membangun Smart City atau Kota Cerdas yang sesuai dengan keinginan, harus dimiliki sebuah kerangka yang holistik dan ut uh, agar apa yang di ba ng un s e s ua i de ng a n kebutuhan kota/kabupaten terkait. DoBnisi Kotn Cordns Apa yang dimaksud dengan Kota Cerdas? Pada dasarnya Kota Cerdas adalah sebuah kota yang mampu mengetahui secara dini (unsur pintar, preventif) kebutuhan riil masyarakatnya sehi ngga senant i asa dapat t e r p e n u h i / t e r a n t i s i p a s i kei ngi nan publ i k t er s ebut melalui beragam aplikasi dan inovasi teknologi informasi. Contoh aplikasi sedernhananya adalah adanya panel elektronik mengenai jadwal perhentian dan perjalanan pada setiap halte bis yang ada di kota tersebut untuk me mba nt u t e r pe nuhi ny a kebutuhan transportasi mereka. Contoh aplikasi lainnya adalah mo b i l a mb u l a n c e y a n g terhubung dengan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit terdekat dan Palang Merah Indonesia untuk menjamin ketersediaan donor darah pada setiap insiden kecelakaan yang terjadi untuk menyelamatkan jiwa korban. Contoh lainnya adalah aplikasi manajemen lampu merah untuk me ma s t i k a n k e l a n c a r a n transportasi di jalan-jalan utama at au pr ot okol kot a yang bersangkutan. Atau aplikasi lain seperti: sistem peringatan dini b e n c a n a a l a m, a p l i k a s i kesehatan terpadu, sistem belajar atau pelayanan pendidikan be r bas i s onl i ne, apl i kas i pelayanan publik 24/7, jaringan kemitraan UKM, dan lain sebagainya. ICTPURA Artikel ini merupakan satu dari 999 artikel hasil bunga rampai pemikiran dari Prof. Richardus Eko Indrajit di bidang sistem dan teknologi informasi. Untuk berlangganan, silahkan kirimkan email permohonan ke indrajit@rad.net.id E K O J I 9 9 9
N o m o r
0 0 1 ,
9
S e p t e m b e r
2 0 1 2 2 Copyright by Prof. Richardus Eko Indrajit, 2012 Indikntor WSIS Faoa tahun 200 Inoonesia turut meratinkasi kesepakatan dalam pertemuan internasional WSIS (World Summit on Information Society) di kota Jenewa, Swiss. Sebanyak 10 indikator disepakati untuk menjadi tolak ukur pembangunan dan kesiapan Indonesia dalam memasuki era digital, dimana milestone-nya pengukurannya disepakati akan dilakukan pada tahun 2015. Adapun kesepuluh indikator dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Connect all villages with ICTs and establish community access points 2. Connect all secondary schools and primary schools with ICTs 3. Coo.t oll .iotif. ooc ror./ .otr oit/ ICT 4. Coo.t oll ooli. liorori, oooo, t ff. ooc ootiool archives with ICTs 5. Connect all health centres and hospitals with ICTs 6. Connect all central government departments and establish websites 7. Adapt all primary and secondary school curricula to meet the challenges of the information society, taking into account national circumstances 8. Ensure that all of the worlds population has access to television and radio services 9. Encourage the development of content and put in place technical conditions in order to facilitate the presence and use of all world languages on the Internet 10. Ensure that more than half the worlds inhabitants have access to ICTs within their reach and make use of them Dari kesepuluh indikator tersebut dapat dilihat sejumlah komponen atau entitas yang perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh sebagai domain pengguna teknologi informasi dan komunikasi yang penting, seperti: sekolah, perguruan tinggi, fasilitas publik, pusat penelitian, rumah sakit dan institusi kesehatan masyarakat, dan lain sebagainya. Sementara itu hal non nsik yang perlu oiperhatikan aoalah integrasi kurikulum dengan pembelajaran berbasis teknologi informasi, jangkauan akses masyarakat terhadap pusat pelayanan informasi, pemanfaatan internet bagi seluruh lapisan masyarakat, pencapaian tingkat e-literasi yang memadai, dan lain sebagainya. Sumber: WSIS dan ITU Reference, 2005 Porhitungnn Indoks Kosinpnn Berbasis pada berbagai konsep yang dikembangkan oleh WSIS dan ITU (International Telecommunication Union), maka diperkenalkanlah konsep perhitungan indeks kesiapan suatu entitas - seperti kota, provinsi, atau negara - dalam memasuki abad ekonomi digital. Sumber: WSIS dan ITU Reference, 2005 Indeks Pengembangan TIK atau ICT Development Index ini bertumpu pada 4 (empat) komponen utama, yaitu masing-masing:
ICT Readiness - yang diukur berdasarkan kesiapan
infrastruktur dan jangkauan akses masyarakat terhadap pusat-pusat informasi (misalnya CAP=Community Access Point);
ICT Capability - yang diukur berdasarkan kesiapan SDM
(Sumber Daya Manusia) dalam hal kompetensi dan keterampilan untuk membangun dan memanfaatkan teknologi informasi;
ICT Use - yang diukur berdasarkan intensitas penggunaan
atau pemanfaatan teknologi informasi untuk berbagai kebutuhan hidup masyarakat; dan
ICT Impact - yang diukur berdasarkan dampak manfaat
yang berhasil diperoleh karena penerapan aplikasi teknologi informasi yang efektif. InisintiI ICT Purn Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Komputer (APTIKOM) bekerja sama dengan Dewan TIK Nasional (Detiknas), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dan PT Telekomunikasi Tbk. melakukan kajian untuk membangun sebuah instrumen yang dapat dipakai sebagai alat dalam mengukur kesiapan kota-kota dan kabupaten- kabupaten yang ada di Indonesia dalam memasuki abad ekonomi digital. Hasilnya adalah sebuah kerangka holistik (bernama ZEN Framework) yang terdiri dari berbagai komponen saling berpengaruh (sistem) dalam tatatan sebuah kota/kabupaten masa depan. Pada dasarnya terdapat 6 (enam) buah komponen yang harus dipergunakan sebagai acuan dalam menilai kesiapan sebuah kota/kabupaten dimaksud, yaitu: (i) infrastruktur; (ii) suprastruktur; (iii) komunitas pengguna; (iv) sumber daya teknologi; (v) strategi nasional; dan (vi) manfaat yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Berikut adalah penjelasan singkat masing-masing komponen dimaksud. Program dan Kerangka ICT Pura Membangun Ekosistem Kota Cerdas Prof. Richardus Eko Indrajit - indrajit@post.harvard.edu E K O J I 9 9 9
N o m o r
0 0 1 ,
9
S e p t e m b e r
2 0 1 2 3 Copyright by Prof. Richardus Eko Indrajit, 2012 Infrastruktur Set i ap kot a/kabupat en membut uhkan j ar i ngan telekomunikasi nsik yang oipergunakan sebagai meoia transmisi komunikasi elektronik masyarakatnya. Secara teknologi, infrastruktur yang ada dapat dibangun dengan memanlaatkan meoia oarat ,jaringan kabel atau nber optic,, media laut (jaringan kabel laut), maupun media udara (jaringan radio atau satelit). Tanpa adanya infrastruktur yang memadai, maka akan sulit dilakukan komunikasi dan interaksi yang elektil serta ensien oi abao teknologi inlormasi ini. Dalam konteks ini, biasanya pemerintah-lah yang bertugas memastikan adanya infratruktur dimaksud, tentu saja dengan bekerjasama bersama sektor swasta sebagai pembangun dan pengelolanya (infrastruktur utama); sementara di masing-masing kota, kerap tumbuh infrastruktur tambahan yang dibangun oleh swadaya masyarakat, komunitas pendidikan tinggi, maupun pihak lainnya sebagai pelengkap jejaring yang ada (infrastruktur pendukung). Biasanya, ada dua hal yang dipakai dalam menilai kebercukupan infrastruktur diluar kualitas jaringan yang dibangun, masing-masing adalah besarnya kapasitas jaringan dan luasnya ruang jangkauan. Suprasruktur Secara oennisi, suprastruktur memiliki komponen utama i ndi vi du at au kel ompok manusi a yang bert ugas memanfaatkan dan mengelola sistem teknologi informasi yang dimiliki. Dalam konteks kota/kabupaten, seorang walikota atau bupati adalah pimpinan yang paling bertanggung jawab dalam mengelola suprastruktur. Biasanya proses pengelolaan dimulai dengan menyusun rencana dan strategi pemberdayaan sistem teknologi yang dimiliki - sebelum akhirnya menelurkan berbagai peraturan dan kebijakan untuk membangn lingkungan yang kondusif dalam lingkungan kota/kabupaten yang dipimpinnya. Agar pembangungan tersebut selaras dengan visi dan misi daerah yang bersankutan, maka ada baiknya dikembangkan peta pandu (roadmap) perjalanan pembangunan TIK dan pendekatan manajemen tata kelolanya. Komunitas Pengguna Teknologi dibangun untuk kepentingan manusia dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Mereka pulalah yang selanjutnya mengembangkan teknologi dimaksud agar sesuai dengan konteks pekerjaannya masing-masing. Paling tidak terdapat 4 (empat) kelompok komunitas yang relevan dan paling berpengaruh. Pertama adalah pemerintah, selaku regul ator yang pal i ng bertanggung j awab dal am mengembangkan kota/kabupaten yang bersangkutan. Kedua adalah komunitas industri (swasta) yang selain berfungsi sebagai pengguna teknologi, juga merupakan sektor industri tersendiri yang mengembangkan industri TIK dimaksud. Ketiga adalah komunitas pendidikan, selaku pihak yang merepresentasikan para individu terpelajar dan pemikir yang selain sangat intensif dalam memanfaatkan teknologi, namun menjadi penentu meningkatnya tingkat kualitas pendidikan di daerah tersebut. Dan yang keempat adalah individu maupun kelompok masyarakat tertentu - seperti organisasi massa, partai, yayasan, perhimpunan, dsb - yang aktif berkarya di daerah bersangkutan. Sumber Daya Teknologi Penerapan sistem dan teknologi informasi yang efektif membutuhkan sejumlah sumber daya yang mencukupi. Yang pertama adalah SDM atau Sumber Daya Manusia, atau individu maupun kelompok masyarakat yang dapat mengelola teknologi yang dimiliki baik secara manajerial, administratif maupun dari segi teknis operasional. E K O J I 9 9 9
N o m o r
0 0 1 ,
9
S e p t e m b e r
2 0 1 2 4 Copyright by Prof. Richardus Eko Indrajit, 2012 Yang kedua adalah beraneka ragam jenis aplikasi yang berfungsi untuk membantu masyarakat kota/kabupaten terkait dalam mendukung aktivitasnya sehari-hari. Keseluruhan program dan portofolio aplikasi ini (biasanya disebut sebagai software atau piranti lunak) dikembangkan oleh industri teknologi informasi yang berada di daerah tersebut, maupun yang diperoleh dari tempat lain (nasional, regional, atau internasional). Yang ketiga adalah beragam piranti keras dan teknologi yang diinstalasi pada titik-titik infrastruktur, seperti komputer, kanal akses, piranti jaringan, kios teknologi, tele center, community access point (PLIK/ MPLIK), warung internet, dan lain sebagainya. Dan yang keempat terkait dengan kolektif repositori data dan sumber informasi berbasis elektronik/digital, termasuk di dalamnya database penduduk, pustaka kota, rekaman peristiwa masa lampau (disimpan pada berbagai lokasi seperti kantor media massa, aplikasi knowledge management industri, catatan pemerintah, dan lain-lain), dan beragam sumber data lainnya. Strategi Nasional Dalam era otonomi daerah, kota/kabupaten dapat membuat dan menentukan cetak biru pembangunannya masing- masing, termasuk halnya dalam bidang TIK. Walau bagaimanapun juga, sebagai sebuah negara kesatuan, harus ada keselarasan antara pembangunan dan pengembangan TIK daerah dengan berbagai program TIK berskala nasional, agar maksud tercapainya daya saing bangsa dapat tercapai. Contohnya program nasional yang harus senantiasa selaras dengan daerah adalah berbagai fo/i yang berada di bawah inisiatif Kemendagri maupun Detiknas (Dewan TIK Nasional), seperti program: e-KTP, e-Education, e- Learning, e-Government, dan lain sebagainya. Tingkat keselarasan antara strategi nasional dengan strategi daerah perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh. Manfaat Utilisasi Pada akhirnya, keseluruhan TIK yang dikembangkan oleh kota/kabupaten dimaksud haruslah memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakatnya. Apakah berupa peningkatan pendapatan daerah, perbaikan transparansi, percepatan pelayanan publik, peningkatan ensiensi, perbaikan tingkat utilisasi sumber daya, atau manfaat lainnya - TIK harus benar-benar memberikan value bagi penghuni kota/ kabupaten terkait. Indoks ICT Purn Di dalam program ICT Pura, diperkenalkanlah indeks kesiapan kota/kabupaten dalam menghadapi era ekonomi digital. Melalui 100 pertanyaan seputar indikator TIK untuk mengukur tingkat kematangan kota terhadap berbagai isu dalam domain-domain yang dibicarakan di atas, dapat dihitung Indeks ICT Pura yang berkisar antara nilai 0.00 hinga 5.00. Perlu diketahui bahwa program ICT Pura yang dilaksanakan Kemenkominfo dan APTIKOM - dengan dukungan hampir seluruh komunitas TIK se-Indonesia - ini bukanlah sebuah aktivitas kompetisi untuk memperebutkan penghargaan atau award. Dengan berbekal instrumen yang dikembangkan dan dibagikan ke seluruh pemangku kepentingan, setiap kota/ kabupaten melakukan proses pemetaan diri atau self assesement. Dibantu oleh seorang konselor (dengan tugas merangkap sebagai asesor, advisor, dan surveyor sekaligus), komunitas daerah yang diwakili oleh dinas kominfo setempat, komunitas TIK yang ada di daerah, pelaku industri TIK, kaum akademisi, dan perwakilan rakyat daerah bersama- sama mengisi seluruh butir yang ada pada instrumen. Ponyusunnn Roncnnn Pongonbnngnn TIK Masing-masing butir pertanyaan pada instrumen pada dasarnya berisi enam buah pilihan kondisi kota/kabupaten terkait dengan sebuah aspek indikator TIK tertentu. Tingkat 0 adalah suatu kondisi dimana kota/kabupaten sama sekali tidak memiliki atau tidak perduli dengan aspek dimaksud, sementara nilai tertinggi 5 berisi kondisi terbaik (ideal) atau yang kerap dikatakan sebagai best practice yang telah tercermin dan diterapkan oleh daerah dimaksud. Dengan memberikan kondisi gradasi dari 0 menuju 5 tersebut, dengan leluasa setiap daerah dapat membuat program pengembangan TIK sesuai dengan target kondisi yang diinginkan. Sumber: Dokumen Kajian Diri ICT Pura, 2011 Ponutup Suka tidak suka, mau tidak mau, setiap kota/kabupaten di Indonesia harus mulai berbenah dan mempersiapkan diri menghadapi era digital. Paling tidak, milestone terdekat di tahun 2015 yaitu Pasar Tunggal ASEAN, akan ditandai dengan membanjirnya aliran SDM dari negara lain yang akan masuk ke berbagai kota/kabupaten di Indonesia untuk melakukan kegiatan ekonominya masing-masing. Hanya kota/kabupaten yang siap menghadapi era modern ini yang dapat memperoleh manfaat langsung dari keterbukaan komunitas ASEAN ini. Sudah bukan merupakan rahasia lagi, bahwa bagi penduduk Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei, dan Vietnam misalnya, kinerja TIK dalam sebuah kota/kabupaten akan sangat menentukan tingkat kepuasan mereka dalam berusaha. Untuk mempermudah pemahaman mengenai hal ini, buku referensi mengenai ICT Pura dapat diunduh secara gratis atau cuma-cuma melalui situs Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, sebagai referensi bagi siapa saja yang berniat secara serius membangun daerah tempat tinggalnya di kemudian hari. Dokumen ini bersifat terbuka dan non- komersial, sehingga siapa saja yang berminat untuk memperbaiki dan merevisinya serta mendistribusikannya dapat dilakukan secara bebas di bawah lisensi creative commons yang melekat padanya. Demikian pula hasil dari pemetaan tahap pertama terhadap 165 kota/kabupaten di Indonesia dapat diperoleh dari situs yang sama. (REI) E K O J I 9 9 9