Вы находитесь на странице: 1из 4

Yulia Arumdina 21060111083006

1. Kendala dalam menerapkan wawasan nusantara Judul : Wawasan Nusantara Kata kunci : Ajaran, Implementasi Dalam Kehidupan Nasional, Tujuan, Tantangan Implementasi Pola Pikir: 1. Ajaran Wawasan Nasional Indonesia Paham Kekuasaan Bangsa Indonesia Geopolitik Indonesia Wawasan Kebangsaan Indonesia atau wawasan nasional Indonesia menghendaki terciptanya persatuan dan kesatuan dengan tidak menghilangkan ciri, sifat, dan karakter dari kebinekaan unsur-unsur pembentuk bangsa 2. Implementasi Wawasan Nusantara Dalam Kehidupan Nasional Dalam rangka pelaksanaa/penerapan Wawasan Nusantara sebaiknya terlebih dahulu mempelajari untuk mengerti dan memahami tentang pengertian, ajaran dasar, hakikat, asas, kedudukan, dan fungsi serta tujuan dari wawasan nusantara sehingga dapat mengimplementasikan wawasan nusantara dalam kehidupan nasional yang mencakup kehidupan politik, ekonomi, sosial bu8daya dan pertahanan keamanan harus tercermin dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang senantiasa mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan. 3. Tujuan Wawasan Nusantara Wawasan Nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala bidang aspek kehidupan dari rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan orang perorangan kelo9mpok golongan suku bangsa atau daerah. 4. Tantangan Implementasi Wawasan Nusantara Pemberdayaan Masyarakat Dunia Tanpa Batas Kesadaran Warga NegaraEra Baru Kapitalisme Kesimpulan: Dalam Kehidupan Nasional perlu adanya pengajaran tentang pentingnya wawasan nasional demi terciptanya persatuan dan kesatuan dengan tidak menghilangkan ciri, sifat, dan karakter dari kebinekaan unsur-unsur pembentuk bangsa. setelah di adakannya pengajaran diharapkan warga Negara Indonesia dapat mengerti dan memahami tentang pengertian, ajaran dasar, hakikat, asas, kedudukan, dan fungsi serta tujuan dari wawasan nusantara sehingga dapat mengimplementasikan wawasan nusantara dalam kehidupan nasional yang mencakup kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan harus tercermin dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang senantiasa mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan. Dalam pengimplementasian wawasan nusantara, ada beberapa kendala, yaitu Pemberdayaan Masyarakat, Dunia Tanpa Batas, Era Baru Kapitalisme, Kesadaran Warga Negara. Jika kendala-kendala tersebut dapat di atasi maka tujuan wawasan nasional untuk mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala bidang aspek kehidupan dari rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan orang perorangan kelompok golongan suku bangsa atau daerah dapat tercapai 2. Demokrasi konstitusi Pasal 1 UUD 45 menegaskan Indonesia adalah negara demokrasi konstitusional dan negara hukum, prinsip-prinsip yang sebenarnya telah cukup kuat untuk menegakkan negara demokrasi dimana mekanisme mayoritas dan minoritas dalam pengambilan keputusan dilaksanakan seiring dengan penghargaan pada prinsip penghargaan hak-hak asasi manusia. Dengan perkataan lain, demokrasi (kedaulatan rakyat) berjalan seiring dengan nomokrasi (supremasi hukum). Tetapi dalam kenyataannya masih terdapat banyak kelemahan dan ketidak-taatan kepada prinsip pokok tersebut. Masih terbentuk dan terdapat berbagai peraturan perundangan, termasuk peraturan daerah (perda) yang tidak sesuai dengan UUD 45. Demikian pula belum ada mekanisme yang efektif untuk mencegah terbentuknya dan untuk mengoreksi peraturan perundangan yang tidak sesuai dan/atau menyimpang dari konstitusi. 3. Pilkada Jakarta Sukses Pilkada Jakarta bisa menginspirasi politik di panggung nasional. Ada beberapa hal yang bisa kita kemukakan. Pertama, kekalahan petahana (incumbent) bisa dibaca merefleksikan kemarahan warga Jakarta terhadap gubernur petahana yang dinilai gagal mewujudkan Jakarta menjadi lebih baik dibandingkan lima tahun lalu. Kedua, banyak pula yang mengatakan bahwa keberhasilan Jokowi-Ahok yang hanya didukung minoritas partai semakin menegaskan bahwa faktor ketokohan (figur) menjadi kunci kemenangan ketimbang mesin politik partai. Ketiga, Pilkada DKI sebagai kasus yang membuktikan bahwa moda produksi politik dengan dukungan kapital dan politik yang besar ternyata tidak bisa menandingi kehendak barisan rakyat yang sangat merindukan perubahan. Soal pertama, kemarahan warga Jakarta terhadap kemandegan di Ibukota bisa kita regresikan untuk membaca geliat mental masyarakat Indonesia melihat kondisi di

Yulia Arumdina 21060111083006


Republik. Politik nasional yang bising oleh pertarungan elite dan keramaian hukum pemberantasan korupsi telah lama membuat kebanyakan rakyat mundur menjauhi politik yang dikesankan kotor dan kumuh. Kepercayaan rakyat terhadap bangunan demokrasi dan kelembagaan politik seperti DPR sudah berada di ujung nihil. Rakyat seperti pupus harapan terhadap politik. Karena sejarah politik di Republik adalah politik tokoh, diperlukan sosok politik kuat yang bisa menarik kembali harapan rakyat di jalan demokrasi. Hal kedua, Republik dengan sejarah politik tokoh dan bukan politik partai menjadikan kekuatan tokoh (figur) menjadi magnet utama dalam menggerakkan dukungan politik. Kemenangan partai politik dalam pemilu kuat dipengaruhi oleh eksistensi tokoh parpol bersangkutan. Mesin politik partai akan optimal bekerja apabila tokohtokoh sentral partai mau turun langsung ke konstituten mereka. Pola yang sama juga akan berlaku dengan pemilihan presiden. Figur yang kuat, merakyat, tegas pada perubahan, dan punya rekam jejak baik di mata rakyat adalah sosok yang dinantikan rakyat. Yang ketiga, barisan rakyat di negeri ini kuat menghendaki perubahan. Kondisi negara yang di mata rakyat dipersepsikan tidak ada perbaikan signifikan pada nasib hidup rakyat, ditengahi kelakuan elite dan politisi yang semakin tak terkendali dalam korupsi akut yang makin menggila, dan kesenyapan sikap kenegarawanan kian menyentak kesadaran rakyat untuk mengusung perubahan. Karena itu, kuat diprediksi bahwa fenomena Pilkada Jakarta bisa menjadi model untuk membaca arah politik Indonesia menuju Pemilu 2014. Pemilu legislatif akan mengubah konstelasi politik di DPR. Pemilu presiden dipastikan akan berlangsung ramai karena hingga saat ini belum ada figur sekuat seperti tatkala Yudhoyono maju di pencapresan 2004 atau 2009. Rakyat dan waktu menentukan. 4. Integrasi Nasional pendayagunaan potensi, pemenuhan aspirasi, dan penanggulangan setiap masalah kebangsaan Aspek integrasi nasional Kesadaran pentingnya memelihara eksistensi bangsa dari segala bentuk ancaman Kemampuan sistem politik nasional dalam mengakomodasikan aspirasi masyarakat Kemampuan desentralisasi pemerintah sebagai salah satu faktor untuk memperbesar kesadaran, kreativitas, dan kontribusi masyarakat sebagai salah satu pilar utama integrasi nasional. Tahapan integrasi nasional Tahap Akomodasi Proses penyesuaian diri atau kerjasama individu atau kelompok dalam bidang-bidang terbatas untuk menghindari dan meredakan interaksi ketegangan dan konflik Tahap Kooperasi Perkembangan reaksi-reaksi yang sama terhadap berbagai peristiwa yang dihadapi masyarakat. Tahap ini tercapai setelah adanya kerjasama antar kelompok berjalan lancar Tahap Koordinasi Situasi individu atau kelompok yang bersedia mengharapkan kerjasama dalam bidang cukup luas, sehingga diperlukan pembagian kerja dan koordinasi. Dalam taraf ini prasangka-prasangka mulai hilang & mencapai solidaritas Tahap Asimilasi Merupakan situasi tercapainya kesamaan selera, gaya hidup, bahasa, nilai-nilai, norma-norma, kepentingan dan tanngung jawab C. KESUKUBANGSAAN DAN INTEGRASI NASIONAL Koentjaraningrat (1982: 345) mengemukakan usaha untuk mempersatukan penduduk Indonesia yang majemuk paling sedikit menyangkut empat masalah yang masingmasing mempunyai dasar serta lokasi berbeda dan karena itu memerlukan kebijaksanaan yang berbeda pula. Keempat masalah tersebut adalah: 1) masalah mempersatukan aneka warna suku bangsa, 2) masalah hubungan antar umat beragama, 3) masalah hubungan

KESUKUBANGSAAN DAN INTEGRASI NASIONAL A. KESUKUBANGSAAN DI INDONESIA Indonesia merupakan negara yang majemuk yang terdiri dari beragam suku bangsa. Tidak ada yang tahu jumlah pasti seluruh suku bangsa di Indonesia, namun menurut survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik ada sekitar 1.128 jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia. Keberagaman suku bangsa di Indonesia tentu tidak terjadi secara tiba-tiba. Perbedaan suku bangsa itu diperoleh dari fakta sejarah yang mencatat bahwadulu masing-masing suku bangsa berada dalam kuasa kerajaan-kerajaan dalam jumlah banyak. Faktor lain yang mempengaruhi beragamnya suku bangsa di Indonesia diantaranya adalah letak astronomis maupun geografis, banyaknya pulau yang terpisahkan lautan, keragaman bahasa maupun budaya, latar belakang sejarah perjuangan bangsa, lingkaran hukum adat, serta kekerabatan danperbedaan agama. B. INTEGRASI NASIONAL Proses integrasi tidak terjadi begitu saja, tetapi merupakan suatu proses yang panjang dalam waktu yang cukup lama Bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang mengalami proses panjang dalam melakukan integrasi nasional. Dan integrasi nasional bangsa Indonesia akan terus menerus diuji. Howard Wriggins menyatakan bahwa integrasi merupakan penyatuan bagian-bagian yang berbeda-beda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi satu bangsa. Keberagaman Indonesia termaktub dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Buku Sutasoma karangan Mpu Tantular masa Raja Hayam Wuruk di majapahit). Ide pokok integrasi nasional adalah memaksimalkan persamaan dan meminimalkan perbedaan dalam

Yulia Arumdina 21060111083006


mayoritas-minoritas, 4) masalah integrasi kebudayaan Papua dengan kebudayaan Indonesia lainnya. Lebih jauh Koentjaraningrat (1995: 384) menegaskan adanya lima masalah sumber konflik antar suku bangsa atau golongan-golongan yang pada umumnya dapat dijumpai di negara-negar sedang berkembang, termasuk Indonesia. Kelima macam sumber konflik tersebut adalah: 1.) Konflik bisa terjadi apabila dari dua suku bangsa masing-masing bersaing dalam hal mendapatkan lapangan mata pencaharian hidup yang sama. 2.) Konflik juga bisa terjadi apabila dari satu suku bangsa mencoba memaksakan unsur-unsur dari kebudayaannya kepada warga dari suatu suku bangsa lain. 3.) Konflik yang sama pada dasarnya, tetapi lebih fanatik dalam wujudnya, biasanya terjadi apabila warga dari satu suku bangsa mencoba memaksakan konsepkonsep agamanya terhadap warga dari suku bangsa lain yang berbeda agama. 4.) Konflik akan terjadi kalau satu suku bangsa berusaha mendominasi suatu suku bangsa lain secara politis. 5.) Potensi konflik terpendam dalam hubungan antara suku-suku bangsa yang telah bermusuhan secara adat. Menciptakan tatanan masyarakat Indonesia yang multikultur tentu tidak mudah. Paling tidak, dibutuhkan beberapa konsep yang mendukung demi terwujudnya tantangan multikultur yang berpihak pada konsep yang kuat dan tidak mudah terombang-ambing oleh kondisi lingkungan. Bagi masyarakat Indonesia yang telah melewati reformasi, konsep masyarakat multikultural bukan hanya sebuah wacana atau sesuatu yang dibayangkan. Tetapi, konsep ini adalah sebuah ideologi yang harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan masyarakat. Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebuah realitas sosial, dan integrasi nasional adalah substansi utamanya. Dalam konteks pluralitas masyarakat Indonesia, konsep integrasi nasional Indonesia, hendaknya diartikan bukan sebagai benda akan tetapi harus diartikan sebagai semangat untuk melakukan penyatuan terhadap unsur-unsur dan potensi masyarakat Indonesia yang beraneka-ragam. Integrasi nasional harus dimaknai sebagai sebuah spirit bangsa untuk memandang kehidupan yang serba majemuk itu sebagai semangat untuk bersatu. Integrasi nasional adalah kata kunci untuk membangun dan membina serta mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang hidup dalam alam kemajemukan masyarakat dan budayanya 5. MOU Indonesia- Singapura

Perjanjian extradisi dan kerjasama pertahanan, Defence Coorperation Agreement (DCA) antara Indonesia dengan Singapura telah menimbulkan silang sengketa. Disatu pihak, Menteri Pertahanan, Juwono Sudarsono tetap menghendaki agar kedua perjanjian tersebut dapat ditindak lanjuti. Karena itu, proses negosiasi pembuatan perjanjian pelaksanaan (Impelementing Agreement) yang lebih menguntungkan Indonesia perlu diupayakan. Prinsip dalam berdiplomasi yang baik adalah katakan yang buruk dengan ungkapan yang santun, atauDiplomacy is say the nasty thing with nice words. Dengan kata lain, penolakan atau pembatalan atas perjanjian sebagai sesuatu yang buruk dan pada hakikatnya bukan pekerjaan diplomasi. Di pihak lain, DPR dan pakar hukum Internasional UI, Hikamahanto Juwana dan pakar politik, menolak melangsungkan kedua perjanjian tersebut. Mereka memandang proses pembuatan perjanjian tersebut bukan saja tidak fair. Praktek penandatangan perjanjian ekstradisi oleh Perdana Menteri Singapura ada unsur penekanan. Kesediaan Presiden Indonesia menanda tangani DCA merupakan syarat pemerintah Singapura membubuhkan tanda tangan untuk perjanjian ekstradisi. Mereka juga memandang kedua perjanjian tersebut tidak menguntungkan Indonesia.

hukum, yaitu antaraContinental Law bagi Indonesia dengan Common Law, bagi Singapura. Misalnya di Singapura seorang koruptor tidak dapat dengan mudah ditangkap. Atas dasar MoU, sebelumnya harus mendapatkan persetujuan dari pengadilan negeri. Bagi mereka yang tidak setuju adalah sah-sah saja. Hanya saja, penilaian terhadap suatu perjanjian bilateral tidak dapat hanya didasarkan pada sisi kedaulatan hukum nasional suatu negara. Adanya keterkaitan dengan persoalan tatanan dunia yang semakin kompleks dan multidimensi. Akibatnya juga harus menjadi pertimbangan perjanjian bilatera Pendapat :
1. pembatalan atas kedua Perjanjian Ektradisi dan DCA bukan saja telah membuang waktu, tenaga dan biaya serta pemikiran yang bagus

2. konsep perjanjian kedua negara, baik dalam kaitannya dengan ektradisi maupun dalam konteks Pertahanan telah berkesesuaian dengan Hukum Dasar, konstitusi UUD 1945.

Persoalan mulai timbul ketika kedua negara akan melakukan ratifikasi. Adanya perbedaan sistem

3. pandangan Menteri Pertahan Indonesia untuk meneruskan negosiasi Implementing Agremeent dan mengambil manfaat yang besar jauh lebih realistik. Bagi peningkatan kualitas profesional TNI dan pengawasan bersama wilayah laut Indonesia yang amat luas.

Yulia Arumdina 21060111083006

Вам также может понравиться